Anda di halaman 1dari 40

ASKEP HALUSINASI

ALI MUSTOFA

ali mustofa departemen kep jiwa 1


ali mustofa departemen kep jiwa 2
Pengertian

• Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses


diterimanya rangsang sampai rangsang itu
disadari dan dimengerti oleh penginderaan
atau sensasi: proses penerimaan rangsang
(Stuart, 2007).

ali mustofa departemen kep jiwa 3


• Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar suara-
suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari
suara bisikan itu (Hawari, 2001).
• Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan
melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).
• Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca
indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi
pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat
kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya
rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima
rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata
lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata,
yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan
(Nasution, 2003).
ali mustofa departemen kep jiwa 4
Etiologi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
Faktor predisposisi
1). Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang
berhubungan dengan respon neurobiologis yang
maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
a). Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan
keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah
frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.

ali mustofa departemen kep jiwa 5


b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin
neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-
masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa
kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak
klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan
pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum).
Temuan kelainan anatomi otak tersebut
didukung oleh otopsi (post-mortem).

ali mustofa departemen kep jiwa 6


2). Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien
sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi
realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.

ali mustofa departemen kep jiwa 7


3). Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi
gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,
konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi
disertai stress.

ali mustofa departemen kep jiwa 8


Faktor Presipitasi Menurut Stuart
(2007),
1). Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran
balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.

ali mustofa departemen kep jiwa 9


2). Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang
berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
3). Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon
individu dalam menanggapi stressor.

ali mustofa departemen kep jiwa 10


Gejala Halusinasi
Menurut Hamid (2000),
• Bicara sendiri.
Senyum sendiri.
Ketawa sendiri.
Menggerakkan bibir tanpa suara.
Pergerakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat
Menarik diri dari orang lain.
Berusaha untuk menghindari orang lain.
Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan
darah.
Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa
detik.
Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
Sulit berhubungan dengan orang lain.

ali mustofa departemen kep jiwa 11


• Ekspresi muka tegang.
• Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
• Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
• Tampak tremor dan berkeringat.
• Perilaku panik.
• Agitasi dan kataton.
• Curiga dan bermusuhan.
• Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
• Ketakutan.
• Tidak dapat mengurus diri.
• Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

ali mustofa departemen kep jiwa 12


Jenis-Jenis Halusinasi Menurut Stuart
(2007)
1. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering
suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang
kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada
percakapan lengkap antara dua orang yang
mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar
dimana klien mendengar perkataan bahwa klien
disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat
membahayakan.

ali mustofa departemen kep jiwa 13


2. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya,
gambar geometris, gambar kartun, bayangan
yang rumit atau kompleks. Bayangan bias
yang menyenangkan atau menakutkan
seperti melihat monster.

ali mustofa departemen kep jiwa 14


3. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau
darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan
yang tidak menyenangkan. Halusinasi
penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang,
atau dimensia.
4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah,
urin atau feses.

ali mustofa departemen kep jiwa 15


5. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa
stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang
datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di
vena atau arteri, pencernaan makan atau
pembentukan urine.
7. Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa
bergerak.

ali mustofa departemen kep jiwa 16


Tahapan halusinasi
menurut Stuart dan Laraia (2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang
berbeda,

Fase I :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti
ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut
serta mencoba untuk berfokus pada pikiran
yang menyenangkan untuk meredakan
ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa
suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan
asyik sendiri

ali mustofa departemen kep jiwa 17


Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan.
Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk
mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda
sistem saraf otonom akibat ansietas seperti
peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan
pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan realita.

ali mustofa departemen kep jiwa 18


Fase III :
Klien berhenti menghentikan perlawanan
terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Di sini klien sukar
berhubungan dengan orang lain, berkeringat,
tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari
orang lain dan berada dalam kondisi yang
sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain

ali mustofa departemen kep jiwa 19


Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika
klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini
terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik
diri, tidak mampu berespon terhadap perintah
yang kompleks dan tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat
membahayakan.

ali mustofa departemen kep jiwa 20


Rentang respon halusinasi.
Stuart dan Laraia (2001
Respons adaftif Respons Maladaftif

Pikiran logis Kadang-2 proses Gg. proses pikir/


Persepsi akurat pikir terganggu waham
Emosi konsisten Illusi Halusinasi
dg pengalaman Emosi Kesukaran proses
Perilaku cocok berlebihan/kurang emosi
Hub. sos Perilaku yg tdk Perilaku tdk
harmonis biasa terorganisir
Menarik diri Isolasi sosial

ali mustofa departemen kep jiwa 21


penjelasan
1. Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca
indra yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu
sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
2. Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau
afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya
berlangsung tidak lama.
3. Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma
social dan budaya umum yang berlaku.
4. Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis
menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu dan
kelompok dalam bentuk kerjasama.

ali mustofa departemen kep jiwa 22


5. Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu
menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui
alat panca indra yang memproduksi gambaran
sensorik pada area tertentu di otak kemudian
diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah
dialami sebelumnya.
6. Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi
perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.
Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku
individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian
masalahnya tidak diterima oleh norma – norma
social atau budaya umum yang berlaku.

ali mustofa departemen kep jiwa 23


7. Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku
individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima
oleh norma-norma sosial atau budaya umum
yang berlaku.
8. Menarik diri: yaitu percobaan untuk
menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh
lingkungan sosial dalam berinteraksi.
ali mustofa departemen kep jiwa 24
Pengkajian
Menurut Stuart dan Laraia (2001),
• pengumpulan data
• meliputi data biologis, psikologis, sosial dan
spiritual.
• Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat
dikelompokkam menjadi faktor predisposisi,
faktor presipitasi,
• penilaian terhadap stressor,
• sumber koping dan kemampuan koping yang
dimiliki klien.
ali mustofa departemen kep jiwa 25
RencanaTindakan Keperawatan Pasien
Halusinasi
1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
– a. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
• Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
• Pasien dapat mengontrol halusinasinya
• Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

ali mustofa departemen kep jiwa 26


Tindakan Keperawatan
1. Membantu pasien mengenali halusinasi.
2. Melatih pasien mengontrol halusinasi
• Menghardik halusinasi
• Bercakap-cakap dengan orang lain
• Melakukan aktivitas yang terjadwal
• Menggunakan obat secara teratur

ali mustofa departemen kep jiwa 27


Tindakan Keperawatan Kepada
Keluarga
• Tujuan:
1. Keluarga dapat terlibat dalam perawatan
pasien baik di di rumah sakit maupun
di rumah
2. Keluarga dapat menjadi sistem pendukung
yang efektif untuk pasien.

ali mustofa departemen kep jiwa 28


Rencana Tindakan keperawatan
– Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam
merawat pasien
– Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian
halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien,
tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya
halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi.
– Berikan kesempatan kepada keluarga untuk
memperagakan cara merawat pasien dengan
halusinasi langsung di hadapan pasien
– Buat perencanaan pulang dengan keluarga

ali mustofa departemen kep jiwa 29


Diagnosa 1:
Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan
lingkungan berhubungan dengan halusinasi
pendengaran.

• Tujuan umum:
Tidak terjadi perilaku kekerasan yang
diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.

ali mustofa departemen kep jiwa 30


Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau
berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat
perawat.
Intervensi:
1.1.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan
menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien
dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal,
perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien
dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan,
jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima
klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat
dan klien.

ali mustofa departemen kep jiwa 31


1.1.2 Dorong klien mengungkapkan
perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
1.1.3 Dengarkan klien dengan penuh
perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.

ali mustofa departemen kep jiwa 32


• TUK 2:
Klien dapat mengenal halusinasinya.
2.1Klien dapat membedakan antara nyata dan tidak
nyata.
• Intervensi:
2.1.1 Adakan kontak sering dan singkat.
Rasional:
Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan
timbulnya halusinasi.
2.1.2 Observasi segala perilaku klien verbal dan non
verbal yang berhubungan dengan halusinasi.
Rasional:
Halusinasi harus kenal terlebih dahulu agar intervensi
efektif

ali mustofa departemen kep jiwa 33


• 2.1.3 Terima halusinasi klien sebagai hal yang
nyata bagi klien, tapi tidak nyata bagi perawat.
Rasional:
Meningkatkan realita klien dan rasa percaya klien.
2.2Klien dapat menyebutkan situasi yg dapat
menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi.
2.2.1 Diskusikan dengan klien situasi yang
menimbulkan dan tidak menimbulkan situasi.
Rasional:
Peran serta aktif klien membantu dalam
melakukan intervensi keperawatan.

ali mustofa departemen kep jiwa 34


2.2.2Diskusikan dengan klien faktor predisposisi
terjadinya halusinasi.
Rasional :
Dengan diketahuinya faktor predisposisi membantu
dalam mengontrol halusinasi.
TUK 3:
Klien dapat mengontrol halusinasi.
3.1 Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat
dilakukan apabila halusinasinya timbul.
Intervensi:
Diskusikan dengan klien tentang tindakan yang
dilakukan bila halusinasinya timbul.
Rasional:
Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam
mengontrol halusinasinya.

ali mustofa departemen kep jiwa 35


• 3.2 Klien akan dapat menyebutkan cara memutuskan halusinasi
yaitu dengan melawan suara itu dengan mengatakan tidak mau
mendengar, lakukan kegiatan : menyapu/mengepel, minum obat
secara teratur, dan lapor pada perawat pada saat timbul halusinasi.
3.2.1Diskusikan dengan klien tentang cara memutuskan
halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang cara memutuskan
halusinasi.
3.2.2.Dorong klien menyebutkan kembali cara memutuskan
halusinasi.
Rasional:
hasil diskusi sebagai bukti dari perhatian klien atas apa yg
dijelaskan.
3.2.3.Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien
menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.

ali mustofa departemen kep jiwa 36


• TUK 4:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain
secara bertahap.
• TUK 5 :
Klien dapat mengungkapkan perasaannya
setelah berhubungan dengan orang lain.
• TUK 6:
Klien dapat memberdayakan sistem
pendukung atau keluarga.

ali mustofa departemen kep jiwa 37


Implementasi, Keliat (2006),
• implementasi keperawatan disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan dengan memperhatikan
dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan
mengancam integritas klien beserta lingkungannya.
• Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang
sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi
apakah rencana tindakan keperawatan masih
dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat
ini (here and now).
• Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien
merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan.

ali mustofa departemen kep jiwa 38


Evaluasi, Keliat (2006
• Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang dilaksanakan
• pendekatan SOAP
• S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan
yang diberikan
• O : Respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan
yang telah diberikan.
• A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul
masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah
yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.
• P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa
pada respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan
tindak lanjut perawat.

ali mustofa departemen kep jiwa 39


Sumber:
1.Hamid, Achir Yani. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1
Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2.Hawari, Dadang. (2001). Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa
Skizofrenia. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3.Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri.
Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4.Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5.Maramis, W. F. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya:
Airlangga University Press.
6.Townsend, Mary. C. (2000). Psychiatric Mental Health Nursing
Concepts Of Care. Edisi 3. Philadelphia: F. A. Davis Company
7.Stuart dan Laraia. (2001). Principle and Practice Of Psychiatric
Nursing. edisi 6. St. Louis: Mosby Year Book.

ali mustofa departemen kep jiwa 40

Anda mungkin juga menyukai