Anda di halaman 1dari 32

EFUSI PLEURA

Disusun oleh:
Kelompok 3 (Ratna, Arsy, Rosse)
P3D UNISBA
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH
Definisi

Efusi pleura adalah adanya cairan di rongga


pleura > 15 mL, akibat ketidakseimbangan
gaya Starling, abnormalitas struktur endotel
dan mesotel, drainase limfatik terganggu,
dan abnormalitas site of entry.
Insidensi
 Antara 320 per 100,000 orang di negara berkembang.
 Angka ini meningkat di negara yang mempunyai prevalensi
tuberkulosis yang tinggi
Patofisiologi
 Di antara kedua pleura terdapat ruang yang terisi oleh cairan pleura
 Pada keadaan normal cairan pleura dibentuk sejumlah 0,01 ml/kg per
jam.
 Cairan yang masuk ke dalam rongga pleura dapat berasal dari ruang
interstitial paru, kapiler pleura, saluran limfe toraks dan dari rongga
peritoneum
 Kedua pleura bertindak sebagai suatu membran semipermeable yang
akan melewatkan molekul-molekul kecil dan menahan molekul-molekul
besar.
 Keseimbangan jumlah plasma yang difiltrasi oleh pleura parietal dan yang
diabsorbsi oleh pleura viseral serta adanya drainase limfatik, menjaga
agar akumulasi cairan pada rongga pleura tidak berlebihan.
 Cairan pleura terakumulasi bila:
pembentukan cairan pleura > absorbsinya.
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila :

 Meningkatnya tekanan intravaskular dari pleura meningkatkan


pembentukan cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling.
Keadaan ini dapat terjadi pada gagal jantung kanan dan kiri, serta
sindrom vena cava superior.
 Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih
banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura
 Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada
atelektasis, baik karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura viseralis
 Adanya defek diafragma yamg mengakibatkan hubungan rongga pleura
dengan rongga peritoneum, sehingga kalau ada penimbunan cairan dalam
rongga peritoneum, cairan akan masuk ke dalam rongga pleura
 Obstruksi dari saluran limfe pada pleura parietalis. Saluran limfe
bermuara pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena
sistemik akan menghambat pengosongan cairan limfe
Klasifikasi
Terdapat 4 jenis cairan di rongga pleura :
 cairan serous (hidrotoraks)
 darah (hemotoraks)
 lipid (chylotoraks)
 pus (pyothorax atau empyema)
Efusi pleura diklasifikasikan berdasarkan mekanisme
pembentukan cairan dan kandungan kimia dari cairan pleura :
a. efusi eksudatif
b. efusi transudatif
Efusi Transudatif
 Cairan pleura bersifat transudat (kandungan konsentrasi protein
atau molekul besar lain rendah).
 Terjadi karena perubahan faktor sistemik yang mempengaruhi
pembentukan dan absopsi cairan pleura.
 Penyebab :
 Gagal jantung kongestif
 Sindrom nefrotik
 Sirosis hati
 Sindrom Meigs
 Hidronefrosis
 Dialisis peritoneal
 Efusi pleura maligna
Efusi Eksudatif
 Cairan pleura bersifat eksudat (konsentrasi protein lebih
tinggi dari transudat)
 Terjadi karena perubahan faktor lokal yang mempengaruhi
pembentukan dan absorpsi cairan pleura
 Penyebab :
 TB
 Efusi parapneumonia
 Keganasan
 Emboli paru
 Trauma
 Penyakit perikardium, dsb
Kriteria Eksudat
Jika satu atau lebih kriteria di bawah ini terpenuhi, maka
penderita terkena efusi eksudat (light’s criteria):
- protein cairan pleura/protein serum >0.5
- LDH cairan pleura/LDH serum >0.6
- LDH cairan pleura > 2/3 batas atas LDH serum normal
Manifestasi Klinis
Dari anamnesa dapat diperoleh keterangan mengenai :
Dispnea
 Dispnea adalah gejala klinik yang paling sering terjadi
 Dispnea menunjukkan adanya efusi yang luas (biasanya ≥ 500 ml)
 Dispnea dilaporkan terdapat pada 50% kasus efusi pleura yang berat.
 Faktor-faktor lain, seperti penyakit paru-paru, disfungsi jantung,
anemia dapat menyebabkan terjadinya dispnea.
 Efusi luas dapat menyebabkan penderita berbaring ke sisi yang
terkena.
 Nyeri dada
 Nyeri dada pleuritic bersifat tajam (seperti ditusuk pisau), dapat
ringan atau berat, sering terjadi pada inspirasi dalam
 Nyeri dada bersifat terlokalisir dan menjalar ipsilateral ke bahu
atau abdomen bagian atas, sering terjadi karena pergerakan
diafragma
 Nyeri dada yang terjadi berkaitan dengan adanya iritasi pada
pleura yang berhubungan dengan penyebab efusi pleura, di
mana efusi transudat tidak menyebabkan iritasi pada pleura
secara langsung
 Nyeri dada berkurang intensitasnya dengan bertambah luasnya
efusi pleura
 Tanda dan gejala klinis lainnya berhubungan dengan
penyakit penyebab terjadinya efusi pleura
 Edema pada ekstremitas bawah, orthopnea, dan paroxysmal
nocturnal dyspnea terjadi pada gagal jantung kongestif
 Keringat malam, demam, batuk berdarah, dan penurunan berat
badan berhubungan dengan penyakit TBC
 Episode demam akut, terdapat produksi sputum purulent, dan
adanya pleuritic chest pain terjadi pada aerobic bacterial pneumonia
Pemeriksaan fisik pada efusi pleura bervariasi tergantung dari jumlah
volume cairan yang ada. Secara umum, efusi pleura tidak dapat
dideteksi apabila volume cairan kurang dari 300 ml. Apabila
volume cairan lebih dari 300 ml, maka diperoleh pemeriksaan fisik
sebagai berikut:
 Dullness pada perkusi toraks
 Suara nafas berkurang atau tidak dapat didengar
 Vokal dan taktil fremitus menurun
 Egofoni (suara kambing) pada bagian superior paru yang tertekan
oleh efusi pleura, terjadi karena atelektasis dan konsolidasi
disebabkan kompresi parenkim paru dengan adanya penurunan
kontent udara per unit volume
 Pleural friction rub
 Terdapat pada seluruh siklus pernafasan dan terdengar paling keras
saat akhir inspirasi dan awal ekspirasi
 Jarang terdapat, namun bila ada, dapat terdengar paling jelas pada
daerah pleura yang mengalami inflamasi
 Terjadi karena terdapat inflamasi pada pleura
 Pergerakan dinding dada asimetrik, berkurang atau terhambat
pada bagian yang sakit
 Pergeseran mediastinum
 Terlihat hanya jika terjadi efusi masif (>1000ml)
 Pada pemeriksaan radiografi, terdapat pergeseran trakea dan
mediastinum kontralateral terhadap sisi terjadinya efusi
 Hal-hal penting lainnya yang dapat ditemukan pada
pemeriksaan fisik, antara lain:
 Edema anasarka
 Perubahan kulit pada penyakit hati kronis
 Distensi vena-vena leher
 Bunyi S3 gallop
 Jari tabuh (clubbing finger)
 Nodul pada mammae atau massa intraabdomen
Pemeriksaan Penunjang
 Foto toraks
 alat bantu diagnostik yang pertama dipilih karena tepat, akurat,
dan murah.
 tidak mungkin dapat membedakan jenis efusi pleura transudat,
eksudat, darah (hemotoraks), atau pus (empiema).
 Cairan pleura memberikan gambaran densitas air atau cairan
lunak pada foto toraks.
Gambaran efusi pleura pada foto
lateral
 Cairan bebas terjadi bila tidak ada
penempelan pleura. Bentuk dan
morfologi cairan ini tergantung
jumlah cairan, keadaan paru-paru
yang mendasari terjadinya efusi, dan
posisi pasien. Bagian awal yang
terkena adalah sinus kostofrenikus
posterior. Efusi minimal cenderung
terkumpul di bagian posterior, dan
pada sebagian pasien dibutuhkan 100-
200 ml cairan untuk mengisi bagian
ini, sebelum terlihat di atas kubah
diafragma pada foto PA. Maka dari
itu, efusi minimal lebih cepat terlihat
pada foto lateral daripada foto PA.
Gambaran efusi pleura pada foto
lateral decubitus
 Foto lateral dekubitus
disarankan untuk efusi
pleura terutama untuk
efusi yang sedikit, karena
dapat menggambarkan
cairan meskipun sedikit
dan cairan akan berkumpul
di sisi samping bawah.
Gambaran efusi pleura pada foto toraks PA
 Semakin banyak cairan yang terakumulasi,
sinus kostofrenikus pada foto PA akan
semakin menghilang, dan kemudian
gambaran opak homogen yang menyebar
ke atas menutupi bagian dasar paru. Pada
umumnya, gambaran bayangan opak ini
memiliki batas cukup tegas dengan
permukaan atas berbentuk cekungan
(meniscus sign), yaitu lebih tinggi di
bagian lateral daripada bagian medial,
serta menutupi bayangan diafragma.
Petunjuk lain yang mengindikasikan efusi
pleura adalah gambaran opak homogen
yang menyeluruh, diffus, kabur, dan
didapatkan gambaran hillus yang kabur
serta air bronchogram negatif.
Gambaran efusi pleura pada foto toraks AP
 Pada efusi pleura yang banyak (massive
pleural effusion) biasanya
meningkatkan volume dalam dada,
sehingga membuat costa menyebar dan
melebarkan sela iga. Efusi masif dapat
mengakibatkan gambaran radioopak
total dari hemitoraks. Paru-paru yang
terkena akan terdorong ke arah hillus.
Selain itu, efusi ini akan mendorong
mediastinum ke arah kontralateral.
Efusi masif tanpa pendorongan
mediastinum mengindikasikan paru
pada sisi efusi mengalami kolaps total.
 Ultrasonografi
 Dapat digunakan untuk mendeteksi efusi pleura dengan jumlah
cairan yang sedikit (5-50 ml).

 CT scan
 Dapat mendeteksi stadium awal dari abnormalitas pleura, dapat
menentukan lokasi dari efusi, dapat membedakan antara
konsolidasi paru dan efusi pleura, dll.
Torakosentesis
 Torakosentesis diagnostik
 Indikasi : terdapatnya efusi pleura signifikan secara klinis dengan
sebab yang tidak diketahui, juga bila terdapat efusi pleura
unilateral
 Pada efusi pleura yang bilateral dengan ukuran sama, afebris,
dan tidak ada nyeri dada, terapi diuretik dapat dicoba terlebih
dulu. Jika efusi bertahan lebih dari 3 hari, torakosentesis
merupakan indikasi
 Torakosentesis terapeutik
 Indikasi : bila penderita mengeluh sesak saat istirahat.
 Pelaksanaan dilakukan pada posisi pasien duduk. Aspirasi
dilakukan di bawah hilangnya vokal dan taktil fremitus serta
ditemukan pekak pada perkusi.
 Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500
cc pada setiap aspirasi untuk menghindari pleural shock atau
edema paru.
 Komplikasi torakosentesis adalah pneumotoraks, hemotoraks dan
emboli udara.
Pemeriksaan cairan pleura yang harus dilakukan adalah :
 Warna cairan
 Cairan pleura normal berwarna jernih agak kekuningan.
 Warna agak kemerahan menunjukkan adanya trauma, infark
paru, keganasan, atau kebocoran aneurisma aorta.
 Warna kuning kehijauan dan agak purulen menunjukkan adanya
empiema.
 Warna merah coklat menunjukkan adanya abses karena amuba.
 Warna keruh atau seperti susu menunjukkan adanya suatu
cylothorax.
Biokimia

 Penting dilakukan untuk membedakan apakah cairan pleura


yang diperoleh termasuk transudat atau eksudat.
Transudat Eksudat
 Kadar protein <3 >3
 Rasio prot. efusi dg prot. serum <0,5 >0,5
 LDH (IU) <200 >200
 Berat jenis <1,016 >1,016
 Rivalta negatif positif
Di samping pemeriksaan di atas perlu diperiksa juga :

 Kadar pH dan glukosa, biasanya menurun pada infeksi,


artritis rheumatoid dan neoplasma (kadar brp?)
 Kadar amilase, biasanya meningkat pada pankreatitis dan
metastase adenokarsinoma
 Kadar kolesterol ??
 Sitologi
 Sel netrofil menunjukkan adanya infeksi akut
 Sel limfosit menunjukkan adanya infeksi kronis seperti pleuritis
tuberkulosa dan limfoma maligna
 Sel mesotel, bila jumlahnya meningkat menunjukkan adanya
infark paru
 Sel mesotel maligna menunjukkan adanya mesotelioma
 Sel-sel besar berinti, pada artritis rheumatoid
 Sel LE pada SLE
 Bakteriologi
 Efusi yang purulen dapat mengandung kuman aerob maupun
anaerob. Jenis yang sering ditemukan adalah Pneumokokus,
E.coli, Klebsiella, Pseudomonas dan Enterobacter.
Biopsi Pleura

 Pemeriksaan histologis dapat menunjukkan 50-70% diagnosis


kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor pleura.
Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks,
penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
Penatalaksanaan
 Tujuan terapi pada efusi pleura adalah menghilangkan gejala (nyeri
dan sesak), mengobati penyakit dasarnya, mencegah fibrosis pleura
dengan penurunan fungsi paru, dan mencegah kekambuhan.

 Medikal torakoskopi di samping berguna untuk prosedur diagnostik,


juga efektif untuk mengeluarkan cairan yang banyak secara cepat
dengan resiko edema paru yang lebih rendah karena tekanan yang
seimbang dengan masuknya udara ke rongga pleura (pasang WSD).

 Pleurodesis bertujuan untuk fusi lapisan pleura visceralis dan parietal


dalam mencegah reakumulasi cairan atau udara dalam rongga paru,
dilakukan pada kasus keganasan, tidak pernah untuk TB. Berbagai zat
kimia yang digunakan untuk menginduksi pleurodesis adalah talk,
Corynebacterium parvum, doksisiklin, tetrasiklin, bleomisin.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai