Anda di halaman 1dari 14

REFORMASI BIROKRASI BADAN

PENYELENGARA KORUPSI
KELOMPOK 6

Anggita Siti Assifa


Dandi Aminuzal Ismail
Dicky Moch. Jaelani
Dwi Wulandari
Irma Rismayanti
Pengertian...........
Reformasi
Menurut Riswanda (1998), makna “reformasi” secara etimologis dari kata
“reformation” dengan akar kata “reform” yang secara semantik bermakna “make or
become better by removing or putting right what is bad or wrong”. Secara harfiah
reformasi memiliki makna : suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang
kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk –
bentuk semula sesuai dengan nilai – nilai ideal yang dicita – citakan rakyat.

Birokrasi
Birokrasi sebagai sebuah tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan
untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara
mengkoordinasikan secara sistematik dari pekerjaan banyak orang.
Santosa (2008)
Apa itu Reformasi
Birokrasi?

Reformasi birokrasi adalah upaya


pemerintah meningkatkan kinerja
melalui berbagai cara dengan
tujuan efektivitas, efisien dan
akuntabilitas. (Sedarmayanti,
2010)
Tujuan Reformasi Birokrasi
a) Memperbaiki kinerja birokrasi agar lebih efektif dan efisien.
b) Terciptanya birokrasi yang profesional, netral, terbuka,
demokratis, mandiri, serta memiliki integritas dan
kompetensi dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya selaku abdi masyarakat dan abdi negara.
c) Pemerintah yang bersih (clean government).
d) Bebas KKN.
e) Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.
Prinsip-prinsip Reformasi Birokrasi
Outcomes oriented konsisten

terukur Sinergi

Efektif Inovatif

Efisien Kepatuhan

Realistik Dimonitor
Pokok-Pokok Pikiran dalam Reformasi Birkrasi
 Penataan Kelembagaan atau Orgnisasi.
 Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur.
 Tata Laksana atau Manajemen.
 Akuntabilitas Kinerja Aparatur
 Pengawasan
 Pelayanan publik
 Budaya Kerja Produktif, Efisien dan Efektif.
 Koordinasi, Integrasi, dan Sinkronisasi
 Best Practices.
Korupsi dan Reformasi Birokrasi
di Indonesia
Persfektif Ekonomi

Menurut penganut perspektif ini, korupsi terjadi disebabkan oleh


ketidakmampuan relatif seseorang dalam bidang ekonomi. Kemiskinan dan rendahnya
tingkat pendapatan menjadi pendorong utama terjadinya korupsi. Tingkat pendapatan
sekarang dirasakan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pada tingkatan yang
diharapkan. Mungkin kebutuhan primer tercukupi, tetapi belum cukup untuk kebutuhan
sekunder dan/atau tersier. Karena itu setiap peluang yang ada untuk memperoleh
tambahan pendapatan akan dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Oleh karena itu kebijakan reformasi birokrasi yang disarankan adalah melakukan
remunerasi atau penyesuaian pendapatan bagi pegawai pemerintah (remuneration
policy). Asumsinya, gaji yang tinggi akan mengurangi keinginan untuk melakukan
korupsi. Perspektif ekonomi melihat bahwa pendapatan berkorelasi signifikan dengan
perilaku koruptif.
Perspektif Budaya
Korupsi disebabkan oleh kebiasaan yang telah mentradisi, yang kemudian menjelma
menjadi sikap dan perilaku korup. Di zaman kerajaan ada kebiasaan untuk memberi
upeti kepada raja, sebagai bentuk ungkapan kesetiaan atau loyalitas.
Hal yang terjadi selanjutnya adalah, apa saja yang ditinggalkan Belanda, seperti
perilaku rapi, bersih, tepat waktu, taat aturan, menghormati sesama, dan
menghormati orang tua atau atasan, dianggap tidak penting lagi. Sebab, semua itu
adalah aturan Belanda.
Pada zaman modern sekarang ini, para pejabat publik, dengan pola tindakan tertentu
yang disesuaikan dengan situasi dan kondisinya, berusaha memperoleh berbagai
keuntungan dengan memanfaatkan kedudukan dan posisinya. Mereka, pada intinya,
berusaha mempertahankan sistem upeti untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.
mereformasi birokrasi bagi penganut perspektif budaya, adalah mereformasi
perilaku birokrasi. Mengubah budaya kerja yang feodalistik menjadi budaya kerja
berorientasi kinerja.
Persfektif Moral atau etik

Menurut perspektif ini, korupsi terjadi bukan karena faktor


bersumber dari unsur manusia atau nilai-nilai moral yang
dianut masyarakatnya. Walaupun sistem pemerintahan
sudah relatif baik, tetapi jika individu pelaksana dari
sistem tersebut tidak dijiwai oleh nilai-nilai integritas,
kejujuran, dan harkat kemanusiaan, maka sistem yang baik
tersebut tidak akan efektif mencegah perilaku korup.
Menurut Kumorotomo (1999), akar dari tindakan korup
adalah pada sifat appetitus divitiarum infinitus, suatu
keserakahan yang tidak pernah terpuaskan untuk
memperoleh kekayaan, kedudukan, atau kekuasaan.
Persfektif Hukum
Dalam Pasal 2 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, disebutkan bahwa tindak pidana
korupsi adalah ”Setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, ...”.
Sasaran utama reformasi birokrasi dalam perspektif hukum
adalah penegakan hukum, yaitu pemberian sanksi yang
seberat-beratnya kepada koruptor sehingga menimbulkan efek
jera. Hal ini dapat terjadi jika aparatur penegak hukum dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi (kepolisian, jaksa, hakim
tipikor, MA, KPK, dan aparatur dari instansi terkait lainnya)
bersih dari kasus-kasus korupsi dan memeiliki kompetensi
memadai dalam menangani perkara korupsi.

Anda mungkin juga menyukai