Hukum Ketenagakerjaan
Hukum Ketenagakerjaan
HUKUM KETENAGAKERJAAN”
Oleh
Prof.Dr. ALOYSIUS UWIYONO,SH,MH.
Pendidikan dan Pelatihan Sertifikasi Hakim Pengadilan
Hubungan Industrial Lingkugan Peradilan Umum Seluruh
Indonesia, Mahkamah Agung RI, Ciawi, Bogor, 10 Mei
2016.
DEFINISI HUKUM KETENAGAKERJAAN
• A.N MOLENAAR:
– Hukum yang mengatur hubungan antara buruh
dengan buruh, buruh dengan pengusaha, pengusaha
dengan penguasa, penguasa dengan buruh.
• MG. LEVENBACH & S. MOOK:
– Hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja,
dimana pekerjaan dilakukan dibawah suatu pimpinan
orang lain, dan dengan keadaan kehidupan yang
langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja itu.
• NEH VAN ESVELD:
– Hukum yang meliputi hubungan kerja baik
didalam hubungan kerja (pekerjaan itu dibawah
pimpinan orang lain), maupun diluar hubungan
kerja (melakukan pekerjaan atas tanggung jawab
sendiri)
• IMAN SOEPOMO:
– Hukum tertulis/tidak tertulis yang berkenaan
dengan suatu kejadian dimana seseorang bekerja
pada orang lain dengan menerima upah.
ALOYSIUS UWIYONO:
Hukum tertulis/tidak tertulis yang mengatur Hak &
Kewajiban antara:
– Penerima Kerja, yang bekerja dibawah pimpinan Pemberi Kerja,
yang menerima hasil pekerjaan dari Penerima Kerja, dengan
– Pemberi Kerja yang mempekerjakan Penerima Kerja yang
berhak atas upah dari Pemberi Kerja, dan
– Pemerintah yang mengatur hak / kewajiban Penerima Kerja dan
Pemberi Kerja,
Yang berlaku secara sektoral, regional, nasional, maupun
internasional, baik yang terjadi sebelum, pada saat, atau
sesudah hubungan kerja, dan bersifat perdata, publik, dan
pidana.
HUBUNGAN KERJA
• Hukum Ketenagakerjaan selalu dimulai dengan
Perjanjian Kerja yang menimbulkan Hubungan Kerja
antara Pemberi Kerja dengan Penerima Kerja, yang
mempunyai ciri-ciri:
– Adanya Pekerjaan,
– Adanya Perintah,
– Adanya Upah.
• Hubungan Kerja disini bersifat “Sub-ordinatif” atau
“Vertical”, bukan “Koordinatif” atau “Horizontal”.
• Dikaitkan dengan Tanggung Jawab, merupakan
“Vicarious Liability”, bukan “Strict Liability”.
• MG. Levenbach: Hubungan Kerja hanya terdapat dalam
Struktur Organisasi Perusahaan / Pembagian Kerja.
Seseorang yang bekerja diluar pembagian kerja
perusahaan, tidak dapat dikategorikan sebagai
pekerja karena disana tidak ada hubungan kerja.
• Van der Ven: Hubungan Kerja hanya terjadi dalam
suatu Hubungan Fungsional dan Kontraktual,
sebaliknya jika tidak terjadi Hubungan Fungsional dan
Kontraktual, maka disana tidak ada Hubungan Kerja.
Misalnya:
– Hubungan Pekerja dengan Sub Contractor.
– Hubungan Pekerja dengan Perusahaan Pengguna (USER).
• Schnor von Caroltelfd: Suatu kewajiban kerja
yang didasarkan pada Hukum lain (di luar
Hukum Perburuhan), maka disana tidak ada
Hubungan Kerja. Sebaliknya jika kewajiban itu
didasarkan pada Hukum Perburuhan maka disana
terdapat Hubungan Kerja. Misalnya:
– Hubungan Hukum antara Petani Penggarap/Buruh
Tani dengan Pemilik Sawah.
– Hubungan Hukum antara Nelayan dengan Pemilik
Kapal Penangkap Ikan.
– Hubungan Hukum antara Supir Ojek dengan Pemilik
Motor
PERLINDUNGAN KETENAGAKERJAAN
• Perlindungan Sosial:
– Perlindungan yang bertujuan agar pekerja dapat
menikmati dan mengembangkan perikehidupannya
sebagai manusia pada umumnya dan khususnya sebagai
anggota keluarga, misalnya: seorang perempuan yang
berkedudukan sebagai ibu atau calon ibu, seorang anak
yang harus mengembangkan jasmani maupun rohaninya.
Dengan kata lain pekerja tidak hanya dipandang sebagai
faktor produksi belaka, melainkan juga harus dihargai
harkat dan martabatnya sebagai manusia pada umumnya.
– Ketentuan Sosial : tentang anak, remaja, perempuan,
tempat kerja, perumahan pekerja, waktu kerja, istirahat,
dan cuti, kesempatan ibadah, dan lain-lain.
• Perlindungan Ekonomis:
– Perlindungan yang bertujuan agar pekerja dapat
menikmati penghasilan secara layak yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
baik bagi diri sendiri maupun bagi anggota
keluarganya secara layak.
– Ketentuan Ekonomis: Upah dan Jaminan Sosial,
Jaminan Hari Tua, Pensiun, Pesangon, dan lain-
lain.
• Perlindungan Teknis:
– Perlindungan yang bertujuan agar pekerja terhindar
dari resiko bahaya yang mungkin timbul di tempat
kerja baik disebabkan oleh alat-alat atau bahan-bahan
yang dikerjakan.
– Ketentuan Perlindungan Teknis: Pencegahan
timbulnya penyakit jabatan, keracunan, kebakaran,
peledakan, penyebar luasan debu, kotoran, asap, gas
beracun, suhu udara yang terlalu panas, kewajiban
menggunakan alat-alat keselamatan kerja.
SUMBER HUKUM
1. KAEDAH OTONOM: Ketentuan Hukum yang
dibuat oleh para pihak yang terikat dalam
suatu hubungan kerja.
Bentuk Kaedah Otonom:
• Perjanjian Kerja
• Peraturan Perusahaan
• Perjanjian Perburuhan
• Kebiasaan.
2. KAEDAH HETERONOM: Ketentuan Hukum yang
dibuat oleh Pihak Ketiga di luar para pihak yang
terikat dalam suatu hubungan kerja. Pihak Ketiga
disini yang paling dominan adalah Pemerintah.
Bentuk Kaedah Heteronom:
– Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan
– Perjanjian Internasional: Perjanjian Bilateral /
Multilateral
– Konvensi Inti (Core Convention ILO): Conv. 87, 98, 29,
105, 100, 111, 138, 182.
LANDASAN TEORITIS
KAEDAH OTONOM
• Pasal 1338 BW:
– “Semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat
seperti undang-undang bagi para pihak yang
membuatnya”.
• Pasal 1320 BW:
– “Untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat:
• Sepakat
• Cakap membuat suatu perikatan
• Suatu hal tertentu
• Suatu sebab yang halal.
LANDASAN TEORITIS
KAEDAH HETERONOM
• Campur tangan Pemerintah dalam hubungan
kerja antara pekerja dan pengusaha melalui
penetapan Sandard Minimum, sepanjang
menyangkut Hak Pekerja dan Standard
Maximum, sepanjang menyangkut Kewajiban
Pekerja, untuk menciptakan Industrial Peace di
tempat kerja.
• Bersifat Memaksa dengan ancaman sanksi
Administratif dan Pidana.
“Hukum Publik
“Hukum Pidana
HUKUM KETENAGA- HUKUM KETENAGA-
KERJAAN PERDATA KERJAAN PUBLIK
Paksaan Damai
MA-RI
PROSEDURE PENYELESAIAN PERSELISIHAN
P.H.I.
Mediasi Konsiliasi Arbitrase
Peg. Pencatat
Negosiasi/Bipartite
“TERIMAKASIH”