Anda di halaman 1dari 41

OLEH:

dr. MUHAMMAD MURSYID

PENDAMPING:
dr. KASMAWATI AMIN
dr. ERNIE RAHBIAH, MPH

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS PROGRAM INTERNSIP


INDONESIA ANGKATAN II
TAHUN 2017
 Nama : Tn. NS
 Tanggal lahir : 05/06/1935 (82 tahun)
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Alamat : Sidrap
 Nomor RM : 00 00 03
 Tanggal MRS : 27 November 2017
 Ruang Perawatan : Perawatan Bedah
KU : Susah buang air kecil
AT : Pasien susah buang air kecil sejak 1 tahun terakhir dan memberat
sejak 10 hari yang lalu. Saat berkemih, pasien membutuhkan waktu yang
lama untuk memulai BAK di WC dan harus mengedan sewaktu berkemih.
Pancaran BAK pasien lemah dibanding sebelumnya, dan setelah berkemih
pasien tidak merasa puas sehingga pasien harus berlama-lama di WC.
Dalam sehari, pasien BAK lebih dari 20 kali sehari sehingga sangat
mengganggu aktifitas. Pasien juga mengeluh sedikit nyeri pada daerah
kelamin saat berkemih. Urin bercampur darah tidak ada, urin bercampur
nanah tidak ada, urin bercampur pasir disangkal. Demam disangkal, nyeri
pada perut tidak ada. BAB lancar. Pasien juga telah di pasangkan kateter di
IGD sejak 5 hari yang lalu karena tidak dapat berkemih. Riwayat
penggunaan obat-obatan tidak ada. Tidak ada riwayat penyakit yang sama
dalam keluarga. Riwayat trauma disangkal. Tidak ada riwayat merokok
maupun minum alkohol. Riwayat penyakit jantung, DM, asam urat dan
penyakit ginjal disangkal.
 Keadaan Umum : Sakit sedang/ gizi baik/
composmentis
 Tanda Vital dan Antropometri
 Tekanan darah : 130/80 mmHg
 Nadi : 72 x/menit, reguler
 Pernapasan : 18 x/menit
 Suhu : 36, 8 ºC
 Kepala
 Ekspresi : normal
 Simetris muka : simetris kiri=kanan
 Deformitas :-
 Rambut : hitam, lurus
Mata
 Eksoftalmus/enoftalmus : -/-
 Gerakan : dalam batas normal
 Tekanan bola mata : tidak diperiksa
 Kelopak mata : dalam batas normal
 Konjunctiva : anemis -/-
 Kornea : jernih
 Telinga
 Pendengaran : dalam batas normal
 Tophi : (-)
 Hidung
 Perdarahan : (-)
 Sekret : (-)
 Mulut
 Bibir : kering (-)
 Gusi : normal, perdarahan (-)
 Lidah : kotor (-)
 Leher
 Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
 Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
 DVS : R-2 cmH2O
 Pembuluh darah : tidak ada kelainan
 Tumor : (-)
 Thoraks
 Inspeksi:
▪ Bentuk : Normochest, pergerakan napas
simetris, kiri sama dengan kanan.
 Paru
 Palpasi
▪ Sela iga : kiri=kanan
▪ Nyeri tekan : (-)
▪ Massa tumor : (-)
 Perkusi
 Paru kiri : sonor
 Paru kanan : sonor
 Auskultasi
 Bunyi pernapasan : vesikuler
 Bunyi tambahan : Rh -/-, Wh -/-
 Cor
 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : pekak, batas jantung kesan normal
 Auskultasi : BJ I/II murni reguler, bising (-)
 Abdomen
 Inspeksi : cembung, ikut gerak napas
 Auskultasi : peristaltik (+), kesan normal
 Palpasi : NT (-), MT (-)
▪ Hepar : tidak teraba
▪ Lien : tidak teraba
 Perkusi : timpani (+)
 Costovertebra
▪ Inspeksi : Gerakan napas simetris kiri
dan kanan.
▪ Palpasi : Nyeri tekan (-), massa
tumor (-)
▪ Perkusi : Sonor (+), nyeri ketok (-)
 Suprasimfisis
 Inspeksi : Ballging suprasimfisis (-),
warna kulit sama dengan
daerah sekitar.
 Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-)
 Perkusi : Tympani
 Genitalia:
 Rambut pubis tumbuh merata
 Pada pemeriksaan genitalia eksterna, tampak pasien
sudah disirkumsisi, pembengkakan pada penis tidak
ada, skrotum kiri dan kanan simetris, terpasang
kateter urin di kelamin, urin berwarna kuning.
 Rectal touche prostat:Permukaan rata, konsistensi
lunak, mukosa halus, teraba pembesaran 2-3 cm
kearah rectum, pole atas teraba dengan sedikit usaha,
nyeri tekan tidak ada.
 Anus dan rectum : Tidak ada kelainan
 Ekstremitas : Tidak ada kelainan
Retensi urine e.c. Hipertrophy prostat
Grade 2
 Ceftriaxone 1gram/12 jam/iv
 Ketorolac 10mg/8 jam/iv
 Ranitidin 50mg/8 jam/iv
 Konsul bedah (rencana open prostatectomy)
Rencana Pemeriksaan
 Darah rutin
 Glukosa darah sewaktu
 Fungsi ginjal: Ureum, creatinin
 Fungsi hati: SGOT/SGPT
 CT/BT
 USG abdomen
Resume
 Pasien Tn. Ns MRS dengan keluhan susah buang air kecil sejak 1 tahun
terakhir dan memberat sejak 10 hari yang lalu. Saat berkemih, pasien
membutuhkan waktu yang lama untuk memulai BAK di WC dan harus
mengedan sewaktu berkemih. Pancaran BAK pasien lemah dibanding
sebelumnya, dan setelah berkemih pasien tidak merasa puas sehingga
pasien harus berlama-lama di WC. Dalam sehari, pasien BAK lebih dari 20
kali sehari sehingga sangat mengganggu aktifitas. Pasien juga mengeluh
sedikit nyeri pada daerah kelamin saat berkemih. Urin bercampur darah
tidak ada, urin bercampur nanah tidak ada, urin bercampur pasir disangkal.
Demam disangkal, nyeri pada perut tidak ada. BAB lancar. Pasien juga telah
di pasangkan kateter di IGD sejak 5 hari yang lalu karena tidak dapat
berkemih. Riwayat penggunaan obat-obatan tidak ada. Tidak ada riwayat
penyakit yang sama dalam keluarga. Riwayat trauma disangkal. Tidak ada
riwayat merokok maupun minum alkohol. Riwayat penyakit jantung, DM,
asam urat dan penyakit ginjal disangkal. Pada pemeriksaan fisik secara
sistematis tidak didapatkan adanya kelainan, namun pada pemeriksaan
urogenitalia tampak terpasang kateter urin di kelamin, urin berwarna
kuning. Pada pemeriksaan rectal touche arah jam 12 teraba pembesaran
prostat 2-3 cm kearah rectum, pole atas teraba dengan sedikit usaha,
permukaan rata, konsistensi lunak, mukosa halus dan nyeri tekan tidak ada.
 Susah buang air kecil
 Membutuhkan waktu yang lama untuk
memulai BAK
 Pasien harus mengedan sewaktu berkemih
 Pancaran BAK lemah
 Setelah berkemih merasa tidak puas
 Lama saat berkemih
 Frekuensi BAK diatas 20kali sehari
 Sedikit nyeri saat berkemih
 RT: Prostat membesar
• Kelenjar prostat mensekresi cairan prostat (asam sitrat, asam fosfatase,
kalsium dan koagulase serta fibrinolisis)
• Menetralkan keasaman setelah ejakulasi dan meningkatkan pergerakan dan
fertilitas sperma

• Volume cairan prostat kurang lebih 25% dari seluruh volume ejakulat
• Cairan ini dialirkan melalui duktus skretorius dan bermuara di uretra
posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada
saat ejakulasi.

Purnomo, Basuki B. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto. 2011.
Pembesaran prostat jinak
yang menghambat aliran
Benign Prostate urin dari kandung kemih menekan kelenjar normal
Hyperplasia atau BPH akibat adanya hiperplasia yang tersisa
stroma dan sel epitelial
mulai dari zona periuretra

Sjamsuhidajat R, De Jong W. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997; 2008. 1058-64.
Ketidakseimbangan Antara
Teori Dihidrotestosteron Estrogen-testosteron
Testosteron  DHT  sintesis PGF Usia tua  testosteron ↓ 
 Picu Pertumbuhan Kelenjar estrogen ↑ (peka
Prostat androgen)reseptor androgen ↑ 
apoptosis sel prostat ↓

Interaksi Stroma-epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan
sel-sel epitel prostat secara tidak Berkurangnya Kematian Sel
langsung dikontrol oleh sel-sel Prostat
stroma melalui suatu mediator
(growth factor)

Teori stem cell


sel yang mempunyai kemampuan
berproliferasi  bergantung pada
hormon androgen  kadarnya
menurun akan menyebabkan
terjadinya apoptosis
Purnomo, Basuki B. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto. 2011.
Normal BPH

BLADDER

Hypertrophied
detrusor muscle
PROSTATE

URETHRA Obstructed
urinary flow
McVary, Kevin T. American Urological Association Guideline: Management of Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). American Urological
Association Education and Research, Inc. 2010.
Purnomo, Basuki B. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto. 2011.
Sjamsuhidajat R, De Jong W. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997; 2008. 1058-64.
Buli-buli
HYPERPLASIA -Hipertrofi otot
PROSTATE detrusor
-Trabekulasi
-Selula
-Divertikel buli-
buli
Penyempitan
lumen uretra
posterior Ginjal dan
ureter
-Refluks vesiko-
ureter
Peningkatan -Hidroureter
tekanan -Hidronefrosis
intravesikal -Pionefrosis
-Gagal ginjal
McVary, Kevin T. American Urological Association Guideline: Management of Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). American Urological
Association Education and Research, Inc. 2010.
Purnomo, Basuki B. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto. 2011.
Sjamsuhidajat R, De Jong W. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997; 2008. 1058-64.
Gejala obstruktif : hesitancy, pancaran kencing lemah (loss of force),
pancaran kencing terputus-putus (intermitency), tidak puas saat selesai
berkemih (sense of residual urine), rasa ingin kencing lagi sesudah kencing
(double voiding) dan keluarnya sisa kencing pada akhir berkemih (terminal
dribbling).

Gejala iritatif : frekuensi kencing yang tidak normal (polakisuria),


terbangun di tengah malam karena sering kencing (nocturia), sulit
menahan kencing (urgency), dan rasa sakit waktu kencing (disuria),
kadang juga terjadi kencing berdarah (hematuria).

McVary, Kevin T. American Urological Association Guideline: Management of Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). American Urological
Association Education and Research, Inc. 2010.
Purnomo, Basuki B. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto. 2011.
Sjamsuhidajat R, De Jong W. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997; 2008. 1058-64.
• Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama
keluhan itu telah mengganggu
• Riwayat penyakit lain dan penyakit pada
Anamnesis saluran urogenitalia (pernah mengalami
cedera, infeksi atau pembedahan)
• Riwayat kesehatan
• Obat-obatan

• Colok dubur atau digital rectal examination


(DRE) :
Pemeriksaan • Bentuk, Ukuran, Permukaan, Sulcus Medianus,
Konsistensi,, Volume Prostat, Nyeri Tekan/tidak,
Fisik nodul
• Tonus sfingter ani, mukosa rectum

Purnomo, Basuki B. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto. 2011.
Sjamsuhidajat R, De Jong W. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997; 2008. 1058-64.
McVary, Kevin T. American Urological Association Guideline: Management of Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). American Urological
Association Education and Research, Inc. 2010.
Sjamsuhidajat R, De Jong W. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997; 2008. 1058-64.
• Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi
atau inflamasi pada saluran kemih. Mengevaluasi
Urinalisis adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau
glukosa.

• Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai


saluran kemih bagian atas. Elektrolit, kreatinin
Fungsi Ginjal berguna untuk insufisiensi ginjal kronis pada pasien
yang memiliki postvoid residu (PVR) yang tinggi.

PSA
(Prostate • Peningkatan kadar PSA bisa terjadi pada keadaan
Benign Prostate Hyperplasya (BPH), infeksi saluran
Spesific kemih dan kanker prostat (Normal <4 ng/mL)
Antigen)
Edwards, Jonathan L. Diagnostic and Management of Benign Prostatic Hyperplasia. Ohio: American Family Physician; 2008. 1403-1410
Purnomo, Basuki B. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto. 2011.
Senagore, Anthony J. The Gale Encyclopedia of Surgery Vol. 2. USA: Gale; 2004. 1041-1045
Pemeriksaan Penunjang
• Menghitung jumlah urine dibagi dengan
Uroflometri lamanya miksi berlangsung (ml/detik)

• Jumlah sisa urin setelah miksi. Dapat dihitung


Residual
dengan kateterisasi atau ditentukan dengan
urin pemeriksaan USG setelah miksi.

• Foto polos abdomen


Pencitraan • USG
• IVU

Edwards, Jonathan L. Diagnostic and Management of Benign Prostatic Hyperplasia. Ohio: American Family Physician; 2008. 1403-1410
Purnomo, Basuki B. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto. 2011.
Senagore, Anthony J. The Gale Encyclopedia of Surgery Vol. 2. USA: Gale; 2004. 1041-1045
TAUS : Tampak protrusi prostat ke dalam buli-
IVU : Tampak indentasi caudal/ buli atau intraprostatic protrusion (IPP) ke
elevasi pada vesika urinaria. 3 dalam buli-buli.

Purnomo, Basuki B. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto. 2011.
1. Retensi urin akut
2. Infeksi saluran kemih
3. Involusi kontraksi kandung kemih
4. Refluk kandung kemih
5. Hidroureter dan hidronefrosis
6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
7. Hematuri
8. Hernia atau hemoroid

Sjamsuhidajat R, De Jong W. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997; 2008. 1058-64.
Observasi Medikamentosa Operasi Invasive minimal
Watchful waiting Penghambat adrenergik α Prostatektomi terbuka  TUMT
 TUBD
Penghambat reduktese α Endourologi  Stent uretra
 TUNA
Fitoterapi 1. TURP
2. TUIP
3. TULP
4. Elektrovaporasi

Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna

1.McVary, Kevin T. American Urological Association Guideline: Management of Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). American Urological
Association Education and Research, Inc. 2010.
2.Purnomo, Basuki B. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto. 2011.
Observasi Medikamentosa
Penghambat reseptor
Watchful waiting Penghambat 5 α reduktase
adrenergik α

• Skor IPSS < 7 (ringan) tidak • Menghambat reseptor- • Menghambat pembentukan


mengganggu aktivitas sehari- reseptor yang banyak DHT sehingga prostat yang
hari. ditemukan pada otot polos di membesar akan mengecil.
• Tidak mendapat terapi trigonum, leher vesika, • contoh : finasteride (proscar)
prostat, dan kapsul prostat dengan dosis 5 mg/hari,
• Edukasi hal yang mungkin sehingga terjadi relakasi
dapat memperburuk dutasteride 0,5 mg/hari.
didaerah prostat.
keluhannya (menahan
kencing terlalu lama) • Contoh : prazosin,
doxazosin,terazosin,afluzosin
• Kontrol periodik atau yang lebih selektif alfa 1ª
• Pemeriksaan lab (Tamsulosin). Dosis dimulai
1mg/hari sedangkan dosis
tamsulosin adalah 0,2-0,4
mg/hari.

Purnomo, Basuki B. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto. 2011.
Operasi
TURP (Transuretra Reseksi TUIP (Transuretra Insisi
Prostatektomi terbuka
Prostat) Prostat)
• Dapat dilakukan melalui • Menggunakan loop kawat • Melebarkan urethra
pendekatan suprapubik resectoscope untuk dengan membuat
transvesikal atau menghilangkan jaringan beberapa potongan kecil di
retropubikinfrafesikal. obstruksi leher kandung kemih, di
• Dianjurkan untuk prostat • Menggunakan cairan irigan mana terdapat kelenjar
yang sangat besar >100 (pembilas) agar daerah yg prostat.
gram direseksi tidak tertutup • Prosedur ini digunakan
oleh darah. pada hiperplasia prostat
• Cairan yg digunakan non yang tidak terlalu besar,
ionic agar tidak terjadi tanpa ada pembesaran
hantaran listrik (H2O lobus medius (<30 mL)
steril/aquades atau glisin).
• Aquades dapat
menyebabakan
hiponatremia atau gejala
intoksikasi air (sindroma
TURP).

Purnomo, Basuki B. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto. 2011.
1. cara melakukan TURP, 2. uretra prostatika
pasca TURP
Laser Prostatektomi Elektrovaporasi Prostat

• Energi laser menghancurkan • Diperuntukkan pada prostat


jaringan prostat dan yang tidak terlalu besar (<50
menyebabkan penyusutan gram)
• Tidak menimbulkan • Tidak banyak menimbulkan
perdarahan. perdarahan pada saat operasi
• Lebih sedikit komplikasi,
penyembuhan lebih cepat.
• Tidak dapat diperoleh
jaringan untuk pemeriksaan
patologi.
• Sering menimbulkan disuria
pasca bedah.
• Tidak langsung dpt miksi
spontan pasca bedah
• Dianjurkan pada pasien
terapi antikoagulan lama.

Operasi Laser pada Prostat


Purnomo, Basuki B. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto. 2011.
TERAPI
Invasive Minimal
TUMT (Transuretra Microwave TUNA (Transuretral Needle
Stent
Thermotherapy) Ablation of the Prostat)
• Pemanasan dengan • Memakai energi dari frekuensi • Stent prostat dipasang pada
gelombang mikro pada frek radio yang menimbulkan uretra prostatika untuk
915-1296 Mhz yang panas sampai mencapai 100 C mengatasi obstruksi karena
dipancarkan melalui antena sehingga menyebabkan pembesaran prostat.
dalam uretra. nekrosis jaringan. • Dipasang intraluminal
• Pemanasan >44 C • Kateter dimasukkan ke dalam diantara leher buli-buli dan
menyebabkan destruksi uretra melalui sistoskopi disebelah proximal
jaringan zona transisional dengan anastesi lokal verumontanum sehingga
karena nekrosis koagulasi xylocaine sehingga jarum urine leluasa melewati lumen.
• Tanpa anastesi terletak pada kelenjar • Dapat dipasang secara
• Direkomendasikan untuk prostat. permanen atau temporer.
prostat uk. Kecil. • Temporer (6-36 bulan) dan
permanen (jika suatu saat
ingin dilepas membutuhkan
anastesi umum)
• Untuk pasien yg tidak dpt
menjalani operasi karena
resiko pembedahan tinggi.
• Perdarahan uretra dan rasa
tidak nyaman pada penis.

Purnomo, Basuki B. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto. 2011.
Penatalaksanaan
 McVary, Kevin T. American Urological Association Guideline: Management of
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). American Urological Association Education
and Research, Inc. 2010.
 Edwards, Jonathan L. Diagnostic and Management of Benign Prostatic
Hyperplasia. Ohio: American Family Physician; 2008. 1403-1410
 Purnomo, Basuki B. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto.
2011.
 Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartz’s Principles of Surgery 8th
Edition. Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2005
 Sjamsuhidajat R, De Jong W. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar Ilmu Bedah, EGC,
Jakarta, 1997; 2008. 1058-64.
 Sarma. Aruna V. Benign Prostatic Hyperplasia and Lower Urinary Tract
Symptoms. The Department of Urology, University of Michigan, Ann Arbor. 2012.
 Senagore, Anthony J. The Gale Encyclopedia of Surgery Vol. 2. USA: Gale; 2004.
1041-1045
 Rahardjo, J. Rahardjo, J. Prostat Hipertropi. Dalam : Kumpulan Ilmu Bedah.
Binarupa aksara, Jakarta ; 2005.160-169.
 Lepor, Herbert. Pathophysiology, Epidemiology, and Natural History of Benign
Prostatic Hyperplasia. US: PMC. 2004.

Anda mungkin juga menyukai