Anda di halaman 1dari 18

Factors Associated with Worsening Proliferative

Diabetic Retinopathy in Eyes Treated with Panretinal


Photocoagulation or Ranibizumab
Faktor-faktor Yang Terkait Dengan Perburukan PDR pada Mata yang
di terapi dengan Panretinal Photocoagulation atau Ranibizunab

Disusun Oleh:
Yoga Pratayoga Misbahudin
1102013309

Pembimbing :
dr.nasrudin sp.M
 Kata kunci pencarian :

Proliferatif diabetes retinophaty, PDR, Ranibizunab

 Dipilih jurnal dengan judul asli :

Factors Associated with Worsening Proliferative Diabetic Retinopathy in Eyes Treated with
Panretinal Photocoagulation or Ranibizumab
Authors :
Susan B. Bressler, MD,1 Wesley T. Beaulieu, PhD,2 Adam R. Glassman, MS,2 Jeffrey G. Gross, MD,3
Lee M. Jampol, MD,4 Michele Melia, ScM,2 Mark A. Peters, MD,5 Michael E. Rauser, MD,6
 Dimuat di :

the American Academy of Ophthalmology Published by Elsevier Inc,2016.12.05


 Diunduh di :

https://www.aaojournal.org/article/S0161-6420(16)31179-4/pdf
Pada tanggal 29 april 2018. Pukul 08.00 WIB
TUJUAN
 Untuk mengidentifikasi Faktor-faktor Yang Terkait Dengan Perburukan Pada PDR yang di
terapi dengan Panretinal Photocoagulation atau Ranibizunab
DISIGN
 Uji klinis acak (55 situs di Amerika Serikat)
SAMPEL
 394 mata dari 305 orang dewasa PDR dengan ketajaman visual (VA/ visual actuity ) 20/320
atau lebih dan tidak ada riwayat PRP (panretinal photocoagulation).
INTERVENSI
 Fotokoagulasi panretinal atau suntikan ranibizumab intravitreous (0,5 mg / 0,05 ml).
HASIL PENGUKURAN UTAMA:
 Waktu dari pengacakan sampel smpai terjadi perburukan PDR adalah adanya perdarahan
vitreous pertamakali, ablasio retina, neovaskularisasi segmen anterior, atau glaukoma
neovascular.
HASIL
Setelah 2 tahun, kemungkinan memburuknya PDR adalah 42% pada panretinal
photocoagulasi (PRP) dan 34% pada Ranibizunab dengan hazard ratio (HR) 1.33;
99% dan confidence interval (CI) 0.90 - 1.98; P=0.063). Tingkat perburukan paling
parah pada PDR dihubungkan dengan peningkatan risiko perburukan dari adanya
campur tangan pengobatan adalah 64% pada PDR yang derajat berat dan 23%
pada PDR derajat sedang atau rendah (HR, 3.97; 99% CI, 2.48 sampai 6.36) P <
0.001).
Dalam kelompok pengobatan PRP, mata yang menerima PRP konvensional single-
spot juga berisiko lebih tinggi untuk terjadinya perburukan PDR (60% P =0,008),
terlepas dari jumlah titik yang ditempatkan atau jumlah sittings pada saat awal
dilakukannya PRP. Pada kedua kelompok pengobatan baik PRP atau Ranibizunab
dengan gangguan penglihatan (VA 20/32 atau lebih buruk) dengan center involved
diabetik makular edema (DME) akan diberikan ranibizunab. Oleh karena itu untuk
menggabungkan hasilnya akan dibandingkan dengan yang tidak memiliki center
involved DME. Untuk kelompok ini didapatkan perburukan PDR yang lebih besar
dengan PRP daripada Ranibizunab (45% vs.31%; HR, 1.62; 99% CI, 1.01 to 2.60; P
¼ 0.008).
KESIMPULAN
Pada Individu dengan PDR, ranibizumab menyebabkan kurangnya kejadian
perburukan pada PDR, terutama pada orang yang menderita center-involved
diabetic makular edema. Meskipun terapi faktor pertumbuhan endotel anti-
vaskular membutuhkan jadwal kunjungan yang lebih sering daripada PRP,
temuan ini memberikan bukti tambahan yang mendukung bahwa penggunaan
ranibizumab sebagai terapi alternatif PDR lebih baik dibandingkan PRP,
setidaknya setelah 2 tahun.
Diabetic Retinopathy Clinical Research Network menerbitkan hasil penelitian protocol
selama 2 tahun yang membandingkan PRP ( Panretinal Photocoagulation) dengan suntikan
ranibizunab. dalam 2 tahun kunjungan, mata yang diberikan ranbizunab telah dilakukan ETDRS
electronic Early Treatment untuk melihat visus dimana huruf nya tidak lebih dari 5 huruf ( letter)
lebih buruk dibanddingkan PRP. mata yang diberikan pengobatan ranibizunab juga memberikan
risiko pegurangan lapang pandang. rata-rata terjadiya endoftalmitis sangat rendah yaitu 0,5 %.
katarak jarang terjadi yaitu 2 % pada ranibizunab dan 6% pada PRP. walapun PRP dianggap sebagai
one-and-done treatment 45% mata yang di berokan PRP harus ditambahkan sumplemen setelah
meneyelsaikan PRP tahap awal.
Keadaan mata yang mungkin muncul pada perburukan PDR termasuk hemorrhage vitreous
(VH), pelepasan retina (RD), anterior segmen neovaskularisasi (neovaskularisasi dari iris [NVI] atau
neovaskularisasi dari sudut [NVA]), neovascular glaukoma (NVG), vitrektomi, dan administrasi PRP
dalam kelompok ranibizumab atau PRP.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan
pengembangan, waktu, dan tingkat keparahan dari setiap keadaan mata danintervensi pada mata
yang diberikan PRP dibandingkan ranibizumab. Faktor prediktif potensial dari setapkeadaan mata
tersebut juga telah diteliti.
METODE
Dari55 situs yang terdaftar, diambil 309 peserta ( 394 mata) dengan rerata usia
52 tahun, 44% adalah wanita, dan 52% berkulit putih, semua peserta penelitian
menderita PDR,belum pernah melakukan PRP sebelumnya, dan dikoreksi terbaik
dengan visus 20/320 atau lebih dengan Snellen chart.
1 kelompok penelitian dipilih secara acak untuk diterapi dengan PRP( 1-3 sitting)
atau dengan injeksi ranibizumab (Lucentis).sedangkan 1 kelompok mendapatkan
terapi PRP pada satu mata dan Ranibizunab pada mata yang lain. Untuk kedua
kelompok tersebut, ketajaman visus yang menjadi kriteria inklusi pada penelitian
ini adalah 20/32 atau lebih buruk ( dengan snellen chart) yang menderita DME
Semua peserta melakukan kunjungan pada 16, 32, 52, 68, 84, dan 104 minggu.
Selain itu, peserta yang diberikan ranibizumab mempunyai kunjungan setiap 4
minggu di tahun pertama untuk menentukan kebutuhan retreat neovaskluarisasi.
Kunjungan bisa diperpanjang hingga 16 minggu pada tahun kedua jika suntikan
ditunda terus menerus.
Semua peserta dengan center-involved DME (atas kebijaksanaan penyidik)
mempunyai waktu kunjungan kapan saja untukpengobatan DME. Pada kelompok
PRP suplemen mata diizinkan jika ukuran atau jumlah neovaskularisasi
meningkat.
Terjadinya VH, RD (traksi, rhegmatogenous, atau unspecified Type), NVI atau NVA, dan
NVG didapatkan saat formulir laporan diselsaikan saat dilakukan kunjungan oleh
peneliti. Prosedur setelah pengacakan termasuk vitrektomi dan PRP juga divaluasi. PRP
tambahan dilakukan jika PRPinisial telah sesai dilakukan. Indikasi untuk vitrektomi
dilakukan setelah 2 tahun kunjungan selesai.
 Proportional hazards regression digunakan untuk menguji perbedaan
kelompok dalam tingkat kejadian perburukan PDR. Untuk gabungan dan
tambahan PRP. Analisis Univariate dilakukan untuk setiap faktor sambil
mengendalikan kelompok perlakuan. analisis multivariat termasuk faktor
prediktif dari analisis univariat dengan P<0.10 ditujukan untuk
mengdidentifikasi faktor yang terkait dalam kejadian perburukan PDR.
Backward stepwise regression digunakan untuk analisa data akhir.
keparahan VH/RD di evaluasi dengan cara membandingkan visus saat
kunjungan sekarang dan visus kunjunga sebelumnya
Dalam analisis ini, tidak ada penyesuaian formal untuk pengujian hipotesis
ganda, dan oleh karena itu P <0,01 dianggap sugestif, bukan definitif.. Semua
analisis statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SAS versi
9.4
Results
 Kejadian VH untuk pertama kali, RD,NVI atau NVA, atau NVG, probabilitas kumulatif adalah
42% pada kelompok PRP (99% CI, 33% hingga 52%) dibandingkan dengan kelompok
ranibizumab 34% (99% CI, 25% hingga 44%) (P ¼ 0,063; Gambar 1A).
 Probabilitas kumulatif selama 2 tahun untuk VH adalah 39% (99% CI, 30% menjadi 49%) untuk
kelompok PRP dan 30% (99% CI, 22% hingga 40%) untuk kelompok ranibizumab (HR, 1,38; 99%
CI, 0,91 hingga 2,10; P ¼ 0,048; Gambar 1B). Jika dilihat dari 2 kunjungan penilaian pertama
pada 16 dan 32 minggu, tingkat VH lebih besar pada kelompok PRP (HR, 2.15;99% CI, 1,02
hingga 4,50; P ¼ 0,008).
 Probabilitas kumulatif selama 2 tahun untuk terjadinya RD rendah pada setiap kelompok
perlakuan pada 11% (99% CI, 6% hingga 19%) untuk kelompok PRP dan 5% (99% CI, 2% hingga
13%) untuk kelompok ranibizumab (HR, 2.13; 99% CI, 0.80 hingga 5.65; P ¼0,046; Gambar 1C).
Ablasio retina terjadi pada 55% dari semua RD dalam kelompok ranibizumab dan 71% dalam
kelompok PRP
 Probabilitas kumulatif selama 2 tahun untuk dilakukannya vitrektomi lebih besar di kelompok
PRP 17% (99% CI, 11% hingga 26%) dibandingkan dengan mata ranibizumab 5% ( 99% CI, 2%
hingga 11%; HR, 3,81; 99% CI, 1,46 hingga 9,91;P <0,001
 Probabilitas kumulatif selama 2 tahun unuk terjadinya central-involved DME lebih tinggipada
kelompok PRP 45% (99% CI, 35% to 56%) dibandingkan dengan kelompok ranibizumab 31%,
(99% CI, 22% to 42%; HR, 1.62; 99% CI, 1.01 to 2.60; P ¼ 0.008;
 Dalam 1 ahun pertama, 35 % kelompok yang diberikan pengobatan PRP di visit selama 16
 Kedua kelompok mengalami kehilangan penglihatan terkait dengan VH, yang
mungkin lebih parah pada kelompok PRP. VH adalah indikasi utama untuk
dilakukannya operasi. Pada kelompok ranibizumab potensi terjadinya dan
tingkat keparahan VH yang terjadi lebih rendah sehingga hal tersebut dapat
menjelaskan mengapa pada kelompok PRP virectomy lebih sering dilakukan.
Pada ahir tahun ke 2 hanya didapatkan 13% partisipan yang di vitrectomy
dari kelompok ranibizunab dan 49% dari kelompok PRP.

 Analisis yang dilakuka pada penelitian ini mempunyai keterbatasan.


Penyelsaian penelitian dilakukan selama 2 tahun ini hanya 87%
yangberhasil bertahan yang tentunya akan mempengaruhi hasil pada
penelitian ini.
Tingkat keparahan retinopati diabetik yang diketahui dengan test electronik early treatmen diabetic
retinophaty (ETDRS) didapatkan 64% PDR berisiko tinggi atau lebih buruk (Level ETDRS l ≥71) dan 23%
PDR berisiko sedang atau lebih baik (ETDRS level 65) (HR, 3.97; 99% CI, 2,48 hingga 6,36; P <0,001).
Kelompok Panretinal Photocoagulation
Pada kelompok PRP dibagimenjadi 2 tipe yaitu pattern scan dan single spot. Pada penelitian ini
digunakan 60 % pattern scan dan 39% single spot.alokasi untuk pemilihan penggunaan patern scan
ataupun single spot tidak di gunakan metode acak tapi di serahkan kepada peneliti sesuai dengan
ketersedian alat
Indikasi untuk Vitrektomi dan Penggunaan Panretinal Fotokoagulasi selama Vitrektomi
Pendarahan vitreous adalah indikasi utama untuk vitrektomi, termasuk 24 dari 30 (80%) dan 6 dari 8
(75%) prosedur vitrektomi di PRP danelompok ranibizumab.
 Perubahan Visus dengan Vitreous Hemorrhage atau Ablasi retina.

 perubahan visus diantara 2 kunjungan pada partisipan yang mengalami VH adalah 19.2±24.9 letter
dari 69 kelompok PRP dan 14.8±±28.3 letter dari 52 kelompok ranibizumab ( letters score)
 Perbandinga penurunan visus pada PRP adalah 5,0 letter lebih buruk dibandingkan ranibizumab.
Pada partisipan yang menderita VH yang mengalami penurunan visus 10 letter bahkan lebi adalah 58
% pada PRP dan 42% pada ranibizumab.
Kelompok mata yang diberikan erapi ranibizumab memiliki kejadian
peburukan lebih rendah dibandingkan dengan PTP ( 34% vs 42%) walaupun
secara statistik nilainya tidak signifikan P 0,063.
Pada kelompok PRP,mata yang diterapi dengan pattern scan memiliki
perburukan PDR lebih tinggi dibandingkan dengan single spot PRP.hal ini
dikaitkan dengan jumlah dan tipe luka bakar dan area total ablasio retina
yang dapat disebabkan oleh laser itu sendiri. Suatu penelitian menyebutkan
bahwa sebenarnya pattern scan tidak begitu efektif dalam meregresi
neovaskulasasi,namun bukti yang relevan mengenai hal tersebut belum
ditemukan.
 PRP laser type (60% [pattern scan] vs. 39% [single spot] (HR, 2.04; 99% CI,
1.02 to 4.08; P ¼ 0.008). Alokasi untuk pemindaian pola atau laser titik
tunggal tidak diacak dan diserahkan kepada ketersediaan laser dan
kebijaksanaan penyidik. Namun, peserta awal dan faktor okular tampak
seimbang antara mata yang menerima pemindaian pola atau PRP satu
tempat. kecuali mungkin membran epiretinal, yang lebih umum pada
kelompok spot tunggal (51% vs. 34%). Selanjutnya, dari 19 peneliti yang
menggunakan pemindaian pola laser13 (68%) menggunakan metode ini
secara eksklusif
 Pada kelompok PRP dibagimenjadi 2 tipe yaitu pattern scan dan single spot.
Pada penelitian ini digunakan 60 % pattern scan dan 39% single spot.alokasi
unuk pemilihan penggunaan patern scan ataupun single spot tidak di
gunakan metode acak tapi di serahkan kepada peneliti sesuaidengan
ketersedian alat
 Perdarahan vitreous adalah perburukan yang paling umum dalam anaisis
ini. Hasil analisis menunjukkan perbedaan kelompok perlakuan dalam
tingkat VH selama bulan-bulan awal pengobatan, dengan kelompok PRP
mengalami VH pada tingkat yang lebih cepat daripada kelompok
ranibizumab sampai 32 minggu. Tingkat kejadian serupa untuk sisa tindak
lanjut selama 2 tahun. Kelompok ranibizumab menerima 4 suntikan
bulanan wajib (dengan menerima 6 dosis berturut-turut), tetapi persyaratan
frekuensi injeksi di luar kunjungan 6 bulan berdasarkan regresi penyakit.
Tidak diketahui bagaimana yang lebih intens rejimen pengobatan akan
mempengaruhi hasil. Namun,VH berulang (setelah VH pertama dan dalam 2
tahun terjadi memiliki presentasi yang rendah yaiu perdarahan ulang di 18
(9%) dan 16 (8%) dari kelompok PRP dan kelompok ranibizumab
 Kedua kelompok mengalami kehilangan penglihatan terkait dengan VH, yang
mungkin lebih parah pada kelompok PRP. VH adalah indikasi utama untuk
operasi pada kedua kelompok.karena pada ranibizumab potensi terjadinya
dan tingkat keparahan VH yang terjadi lebi rendah sehingga dapat
menjelaskan pada kelompok PRP virectomy lebi sering dilakukan. Pada ahir
tahun ke 2 hanya didaptkan 13% partisipan yang di vitrectomy dari
kelompok ranibizunab dan 49% dari kelompok PRP
 Faktanya lebih dari setengah partisipan yangdibeikan ranibizunab memiliki
komplikasi pengobatan yang lebih rendah dibandingkan dengan PRP.
Walapun pemberian terapi anti-vaskular endotelial membutuhkan lebih
banyakkunjungan dari pada PRP ( 16 kali vs 22 kali).
 Penelitian ini memberikan bukti untuk pemberian ranibizunab sebagai terapi
pilihan drai pada PRP untuk pasien yang menderita PDR.
 Peneltian yang lebih baik sangat diharapkan, karena 1 dari 3 pasang mata
yang diberikan mungkin belummengalami komplikasi yang buruk dalam
periode 2 tahun.saat ini penambahan waktu selama 5 tahun sedang dalam
penelitian

Anda mungkin juga menyukai