Anda di halaman 1dari 44

Pembimbing:

dr.Berri Rahmadhoni, Sp.OG


LATAR BELAKANG
TUJUAN
Frekuensi
terjadinya
preeklampsia
di Indonesia :
3-10%

Eklampsia
merupakan
salah satu
penyebab
kematian
terbesar pada
ibu hamil Preeklampsia berat
: bekurangnya
perfusi organ
ditandai dengan
peningkatan
tekanan darah dan
proteinuria
Melengkapi syarat tugas stase
OBGYN

Melengkapi syarat Kepanitraan


Klinis Senior (KKS) di RSUD Solok
DEFINISI, KLASIFIKASI, ETIOLOGI, FAKTOR PREDISPOSISI
PREEKLAMPSIA
PENEGAKAN DIAGNOSIS PREEKLAMPSIA
PENATALAKSANAAN PREEKLAMPSIA
KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS PREEKLAMPSIA
• Pre eklampsia adalah
kumpulan gejala yang timbul
pada ibu hamil, bersalin dan
dalam masa nifas yang terdiri
dari trias yaitu hipertensi,
proteinuria dan edema
Preeklampsia ringan Preeklampsia berat

• Tekanan darah sistole ≥ 140 • Tekanan darah sistolik≥ 160/110


mmHg s/d < 160 mmHg, mmHg dan tekanan diastolik ≥
tekanan diastole≥ 90 mmHg s/d 110 mmHg.
< 110 mmHg. Atau kenaikan • Proteinuria> 5 gram/24 jam atau
tekanan darah sistole> 30 4+ dalam pemeriksaan
mmHg, kenaikan tekanan darah kualitatif. Oliguria, yaitu
diastole hamil). > 15 mmHg produksi urine kurang dari 500
(dari tekanan darah sebelum cc/ 24 jam. Gangguan Visus dan
• Proteinuria kwantitatif ≥ 300 Cerebral: penurunan kesadaran,
mg/24 jam atau lebih per liter nyeri kepala, dan pandangan
atau nilai kwalitatif 1+ atau 2+. kabur.
• Edema umum, kaki, jari tangan, • Nyeri epigastrium atau nyeri
dan muka atau kenaikan berat pada kuadran kanan atas
badan 1 kg atau lebih abdomen.Edema paru-paru dan
perminggu. sianosis
Teoti kelainan vaskularisasi plasenta

Teori Iskhemia Plasenta, Radikal Bebas, dan


Disfungsi Endotel

Teori Intoleransi Imunologik antar Ibu dan Janin

Teori Adaptasi Kardiovaskular

Teori Stimulus Inflamasi


Umur

Mola
Paritas
hidatidosa
Distensi rahim
yang
berlebihan
karena
hidramnion dan
gemelli
Diabetes
Obesitas
Millitus

Sosio
ekonomi
rendah
Pemeriksaan
fisik

Pemeriksaan
Anamnesis
Penunjang

Diagnosis
TEKANAN DARAH
MENINGKAT
( 140/90 mmHg)

NYERI KEPALA HIPERTENSI


GANGGUAN KRONIK
HAMIL
PENGLIHATAN
HIPERREFLEKSIA < 20 MG SUPERIMPOSED
PROTEINURIA PREECLAMPSIA
KOMA

KEJANG + EKLAMPSIA

HAMIL HIPERTENSI
> 20 MG
PREEKLAMPSIA
KEJANG –
RINGAN

PREEKLAMPSIA
BERAT
DIAGNOSIS TEKANAN DARAH TANDA LAIN

HIPERTENSI KENAIKAN DIASTOLIK PROTEINURIA (-)


15 mmHg ATAU  90 KEHAMILAN > 20 mg
mmHg DALAM 2
PENGUKURAN JARAK 1
JAM

PREEKLAMPSIA IDEM PROTEINURIA 1+


RINGAN

PREEKLAMPSIA TEKANAN DIASTOLIK > PROTEINURIA 2+


BERAT 110 mmHg OLIGURIA
HIPERREFLEKSIA
GANGG.PENGLIHATAN
NYERI EPIGASTRIUM
DIAGNOSIS TEKANAN DARAH TANDA LAIN

HIPERTENSI KRONIK HIPERTENSI KEHAMILAN < 20 mg

SUPERIMPOSED
PREECLAMPSIA HIPERTENSI KRONIK PROTEINURIA DAN
TANDA LAIN
PREEKLAMPSIA
Penatalaksanaan Umum
• Observasi KU, dan tanda tanda vital setiap jam
• Pasang foley cathether
• Observasi ketat DJJ dan tanda tanda kemajuan
persalinan
Penatalaksanaan Khusus
• Loading dose = 4 gram MgSO4 40% IV (10
menit)
• Maintanance dose= 6 gram MgSO4 dalam RL
(24 jam)
• Nifedipin 10 mg/ oral
 Penatalaksanaan rawat jalan pasien pre eklampsia
ringan, dengan cara ibu dianjurkan banyak istirahat
(berbaring tidur/miring), diet (cukup protein,
rendah karbohidrat, lemak dan garam), pemberian
sedative ringan : tablet Phenobarbital 3x30 mg atau
diazepam 3x2 mg per oral selama 7 hari (atas
instruksi dokter), kunjungan ulang setiap 1 minggu,
pemeriksaan laboratorium : hemoglobin, hematokrit,
trombosit, urine lengkap, asam urat darah, fungsi hati,
fungsi ginjal.
Penatalaksanaan rawat tinggal pasien pre eklampsia
ringan berdasarkan
 kriteria : setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan
tidak menunjukkan adanya perbaikan dari gejala-
gejala pre eklampsia, kenaikan berat badan ibu 1 kg
atau lebih perminggu selama 2 kali berturut-turut (2
minggu), timbul salah satu atau lebih gejala atau
tanda-tanda pre eklampsia berat. Bila setelah 1
minggu perawatan di atas tidak ada perbaikan,
maka pre eklampsia ringan dianggap sebagai pre
eklampsia berat. Jika dalam perawatan di rumah
sakit sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan
kehamilan masih preterm maka penderita tetap
dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan.
Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan rawat
jalan.
 Kehamilan preterm (kurang 37 minggu) : bila
desakan darah mencapai normotensif selama
perawatan, persalinan ditunggu sampai aterm, bila
desakan darah turun tetapi belum mencapai
normotensif selama perawatan maka kehamilannya
dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau
lebih.8,9
 Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih) : Persalinan
ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau
dipertimbangkan untuk melakukan induksi
persalinan pada taksiran tanggal persalinan.2
 Cara persalinan : Persalinan dapat dilakukan secara
spontan bila perlu memperpendek kala II.
 Pengobatan medisinalis.
 Pengobatan dengan pemberian MgSO4 sebagai anti
kejang, cara kerja MgSO4 menghambat atau
menurunkan kadar asetikolin pada rangsangan serat
saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular.
Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium
pada sinaps. Dengan pemberian Sulfat, magnesium
akan menggeser kalsium, sehingga aliran
rangsangan tidak terjadi
 Pengobatan secara medisinalis:
 Dilakukan perawatan / rawat inap.
 Istirahat mutlak / isolasi.
 Diet rendah garam.
 Infus yang diberikan : 5% Ringer-Dekstrose atau
cairan garam faali dengan jumlah < 125 cc/jam atau
infus 2 Dekstrose 5% : 1 Ringer Lactat (60-125 cc/
jam).
 Suntikan sulfas magnesikus : Loading dose : 4 gr
MgSO4 20 % IV (20 % dalam 20 ml) pemberian
selama 4 – 5 menit (1 gr/menit), kemudian 10 gr 50%
dalam 10 ml IM 5 gr (12,5 cc) dibokong kiri dan 5 gr
(12,5cc) di bokong kanan, selanjutnya maintenance
dose 4 atau 5 gr MgSO4 50% setiap 4 jam , atau
pemberian dengan infus larutan Ringer 6 gr /6jam
(Magnesium Sulfat dihentikan setelah 24 Jam Post
Partum)
Syarat pemberian MgSO4 :
 Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi
intoksidasi yaitu kalsium Glukonas 10 % = 1
gr (10% dalam 10 cc) diberikan IV pelan-
pelan (3 menit).
 Reflek patella ( + ) kuat.
 Frekuensi pernafasan > 16 x/menit, tidak ada
tanda-tanda distres napas.2
 Dipasang kateter menetap.2
 Antihipertensi yang diberikan :
 Nifedipin : dosis awal diberikan 10-20 mg, diulang 30
menit bila perlu. Dosis maksimum 120 mg per 24
jam.
 Klonidine (Catapres) : satu ampul mengandung 0,15
mg/cc (dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faali
larutan aquades) untuk suntikan, mula-mula 5 cc IV
pelan-pelan selam 5 menit, 5 menit kemudian
dilakukan pengukuran tekanan darah, bila belum
ada penurunan maka diberikan lagi sisanya (5 cc) IV
pelanpelan selama 5 menit. Pengobatan hipertensi
harus memperhatikan : menurunkan tekanan darah
tidak boleh lebih dari 20% dalam satu jam, tekanan
darah tidak boleh kurang dari 140/90 mmHg.
Pengobatan obstetric.
1. Belum inpartu.
 Dilakukan induksi persalinan segera sesudah
pemberian MgSO4.
 Dilakukan amniotomi dan drip oksitosin dengan
syarat pelvik skor bishop>5.
 SC dilakukan bila : syarat drip tidak dipenuhi, 12 jam
sejak drip oksitosin anak belum lahir, kesejahteraan
janin buruk.
Inpartu.
 Fase Laten : 6 jam tidak masuk fase aktif, dilakukan
SC.
 Fase Aktif : Amniotomi, kalau perlu drip oksitosin, bila
6 jam pembukaan belum lengkap dilakukan SC
• Jenis penelitian ini adalah survei
deskriptif

TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

• Penelitian dilakukan di Bagian Obstetri dan


Ginekologi RSUD Solok Mulai tanggal 13
Februari 2017 sampai dengan Maret 2017.
• Populasi penelitian
adalah seluruh ibu hamil
dengan Preeklampsia
berat di Bagian Obstetri
dan Ginekologi RSUD
Solok Mulai tanggal 13
Februari 2017 sampai
dengan Maret 2017.
Penelitian ini berlangsung mulai tanggal 13
Februari 2017 sampai dengan 22 Maret
2017. Jumlah pasien preeklampsia di ruang
Kebidanan RSUD Solok periode Februari
2017 sampai Maret 2017, adalah 22 orang.
Karakteristik N % Mean

< 20 th 0 0%
Usia 20 – 35 th 13 59,1 % 34 th

> 35 th 9 40,9 %

+ 12 54,6 %
Proteinuria ++ 9 40,9 % -

+++ 1 4,5 %

< 50.000 0 0%
Trombosit 50.000 – 100.000 1 4,5 %
239.000
100.000 -150.000 1 4,5 %

> 150.000 20 91 %
 Berdasarkan tabel diatas, dari 22 kasus
preeclampsia, sebanyak 1 kasus (4,5%) diantaranya
merupakan preeklampsia berat dengan nilai
trombosit 50.000 – 100.000/mm3, sebanyak 1 kasus
(4,5%) diantaranya merupakan preeklampsia berat
dengan nilai trombosit 100.000 – 150.000/mm3 dan
sebanyak 20 kasus (91%) diantaranya merupakan
preeklampsia berat dengan nilai trombosit >
150.000/mm3.
 Berdasarkan usia, sebanyak 13 kasus (59,1%)
diantaranya merupakan preeklampsia berat
dengan usia 20 – 35 th, dan sebanyak 9 kasus
(40,9%) diantaranya merupakan
preeklampsia berat dengan usia > 35 th.
 Berdasarkan nilai proteinurina, sebanyak 12
kasus (54,6%) diantaranya merupakan
preeklampsia berat dengan proteinuria +,
sebanyak 9 kasus (40,9%) diantaranya
merupakan preeklampsia berat dengan
proteinuria ++, dan sebanyak 1 kasus (4,5%)
diantaranya merupakan preeklampsia berat
dengan proteinuria +++.
Trombosit
Karakteristik < 50.000 50.000 – 100.000 100.000- 150.000 > 150.000

Usia
- < 20 th 0 0 0 0
- 20 – 35 th 0 1 1 11
- > 35 th 0 0 0 9

Proteinuria
- + 0 0 0 12
- ++ 0 0 1 8
- +++ 0 1 0 0
 Berdasarkan tabel diatas, dari 22 kasus
preekampsia, sebanyak 1 kasus (4,5%) merupakan
pasien preeklampsia usia 20-35 tahun dengan nilai
trombosit 50.000-100.000/mm3, sebanyak 1 kasus
(4,5%) merupakan pasien preeklampsia usia 20-35
tahun dengan nilai trombosit 100.000-150.000/mm3,
sebanyak 11 kasus (50%) merupakan pasien
preeklampsia usia 20-35 tahun dengan nilai
trombosit >150.000/mm3, dan sebanyak 9 kasus
(41%) merupakan kasus preeklampsia dengan usia
> 35 tahun dengan nilai trombosit > 150.000/mm3.
 Berdasarkan nilai trombosit dan proteinuria, di
dapatkan sebanyak 12 kasus (54,4%) merupakan
pasien preeclampsia proteinuria +1 dengan nilai
trombosit > 150.000/mm3, sebanyak 1 kasus (4,5%)
merupakan pasien preeclampsia proteinuria +2
dengan nilai trombosit 100.000-150.000/mm3,
sebanyak 8 kasus (36,6%) merupakan pasien
preeclampsia proteinuria +2 dengan nilai trombosit
> 150.000/mm3, sebanyak 1 kasus (4,5%)
merupakan pasien preeclampsia proteinuria +3
dengan nilai trombosit 50.000-100.000/mm3.
 Martin dkk (1991) melaporkan dari 158
preeklampsia berat didapati kadar trombosit
berbeda - beda. Didapatinya 19% pasien
pada saat masuk rumah sakit dengan jumlah
trombosit > 150.000/mm3, 35% antara
100.000 –150.000/mm3, 31% antara 50.000–
100.000/mm3 dan 15% < 50.000/mm3
 Hasil penelitian lain oleh Rahayu, I.D (2012) di VK
IRD RSU Dr. Soetomo Surabaya yang menunjukkan
bahwa 35 tahun bisa terjadi pre eklampsia karena
pada usia 74 mayoritas kejadian pre eklampsia
berdasarkan umur (42,26 %) pada kelompok umur >
35 tahun dan usia < 20 tahun (38,83 %).
 Dari 22 kasus preeklampsia di RSUD Solok periode
Februari 2017 sampai Maret 2017, 0 kasus (0%)
diantaranya merupakan preeklampsi berat dengan
nilai trombosit <50.000 mm3, sebanyak 1 kasus
(4,5%) diantaranya merupakan preeklampsia berat
dengan nilai trombosit 50.000 – 100.000 mm3,
sebanyak 1 kasus (4,5%) diantaranya merupakan
preeklampsia berat dengan nilai trombosit 100.000 –
150.000 mm3 dan sebanyak 20 kasus (91%)
diantaranya merupakan preeklampsia berat dengan
nilai trombosit > 150.000 mm3.
 Berdasarkan usia, sebanyak 0 kasus (0%)
diantaranya merupakan preeklampsia berat dengan
usia < 20 th, sebanyak 13 kasus (59,1%) diantaranya
merupakan preeklampsia berat dengan usia 20 – 35
th, dan sebanyak 9 kasus (40,9%) diantaranya
merupakan preeklampsia berat dengan usia > 35 th.
 Berdasarkan nilai proteinuria, sebanyak 12 kasus
(54,6%) diantaranya merupakan preeklampsia berat
dengan proteinuria +, sebanyak 9 kasus (40,9%)
diantaranya merupakan preeklampsia berat dengan
proteinuria ++, dan sebanyak 1 kasus (4,5%)
diantaranya merupakan preeklampsia berat dengan
proteinuria +++.
SARAN
Diharapakan dilakukan penelitian tentang
gambaran kadar trombosit pada pasien dengan peb
dengan jumlah sample yang lebih luas

Anda mungkin juga menyukai