Edo Prasetyo
Khairudin Hanan
M. Atthariq O
Putri Annisa
Riski Febi
Silva Ayunita
a. Sekilas Tentang ajaran agama islam di arab
b. Teori masuk dan berkembangnya islam di nusantara
1. Perdagangan
2. Saluran perkawinan
3. Pendidikan
4. Tasawuf
5. Dakwah
c. Kehidupan politik, sosial budaya, ekonomi
masyarakat indonesia pada masa masuknya islam di
nusantara
d. Peranan utama pada proses integrasi
e. Sunan-Sunan
AJARAN AGAMA ISLAM DI ARAB
Perkembangan Islam Periode Mekkah
Setelah beberapa tahun lamanya Nabi Muhammad SAW menetap di Madinah, akhirnya turun perintah
jihad, yaitu perang. Perang ini ditunjukkan untuk melawan Mekkah dan mempertahankan Ka’bah.
Pertempuran sengit terjadi di gurun Badar dan Uhud (tahun 630 M). ka’bah berhasil dikuasi oleh orang-
orang Islam dan akhinya penduduk Mekkah dalam waktu kurang lebih dua tahun sebagian besar Jazirah
Arab telah memeluk agama islam. Orang-orang Yahudi dan Kristen yang mengakui kedaulatan agama
Islam dibiarkan tetap memeluk agama mereka dan dilindungi harta dan jiwanya.
Kemenangan umat Islam membawa bangsa Arab ke arah persatuan dan kesatuan karena sudah lama
bangsa itu hidup dalam perpecahan dan saling bermusuhan. Nabi Muhammad SAW berhasil penuh
dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai Rasul dan pemimpin negara. Namun Nabi
Muhammad SAW tidak dapat mengenyam masa kejayaan Islam, karena sesudah menegakkan dasar-
dasar yang kukuh, pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun 632 M beliau wafat dan dimakamkan di
Madinah.
Kekhafilahan Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, muncullah para Khalifah. Fungsi mereka
menggantikan jabatan Nabi Muhammad SAW sebagai kepala negara, hakim dan panglima
perang. Jabatan khalifah ini terus berlangsung hingga tahun 1923 M dan baru setelah Mustafa
kemal Pasha menjadi kepala negara sistem kekhalifahan dihapuskan. Muhammad V merupakan
Khalifah terakhir.
Khalifah-khalifah yang pernah berkuasa diantaranya :
5. Kekhalifahan Ummayah
Setelah kedudukan khalifah dikuasai oleh keluarga Ummayah (661-750 M). Pusat kekuasaan negara
Islam dipindahkan keluar Jazirah Arab, yaitu ke Syria (Damaskus)
Pada masa ini, dasar-dasar demokrasi Arab lenyap, karena jabatan khalifah dipegang secara turun temurun.
Hidup khalifah sama dengan hidup raja dengan kekuasaannya yang mutlak.
Wilayah kekuasaaan negara islam pada masa ini meliputi wilayah yang sangat luas. Ke sebelah barat sampai
ke daerah spanyol dan ke sebelah timur kedaerah Pakistan dan Asia Tenggara. Perluasan wilayah ini dilakukan
oleh :
• Musa memimpin tentara islam menyerbu kearah barat menyusuri daerah Afrika utara samapai Maroko.
Perjalanan ini dilanjutkan oleh Tarik dan berhasil menduduki semenanjung Iberia serta menguasai Spanyol
(712 M)
• Muhammad Kasim berhasil menduduki daerah lembah sungai Shindu (721 M)
• Maslama memimpin tentara Islam menyerang konstatinopel tetapi trap serangan dapat dipukul mundur.
Baru ada tahun 1453 M konstatinopel dapat dikuasai.
Pada tahun 750 M, terjadi perebutan kekuasaan terhadap keluarga Ummayah yang dilakukan oleh golongan
Abbasiyah dalam perebutan kekuasaan itu, hampir seluruh keluarga Ummayah dimusnahkan. Hanya seorang
yang berhasil meloloskandiri, yait Abdur Rachman.
6. Kekhalifahan Abbasiyah
Salah satu tempat yang menjadi pelabuhan utama bagi masuknya Islam adalah
pelabuhan bandar khalifah yang terletak di Pantai Barus, Sumatra Barat. Oleh
karena itu, wilayah Sumatra Barat dan Aceh menjadi pintu masuk Islam ke
Nusantara hingga dikenal sebagai Serambi Mekah. Di pelabuhan-pelabuhan
Sumatra para pedagang dari Cina, Arab, maupun wilayah lain berdatangan
membawa komoditas masing-masing. Tidak jarang mereka menetap dalam
waktu yang relatif lama sambil menunggu perubahan angin yang membawa
mereka pulang ke tempat asal. Selama menunggu itulah para pedagang
berinteraksi dengan warga pribumi. Ajakan dakwah pun mengalir di sela-sela
perbincangan bisnis. Ajakan dakwah Islam pun diterima dengan baik oleh para
pedagang Nusantara. Para pedagang yang umumnya adalah para bangsawan
kerajaan yang relatif terpelajar mampu menyerap keindahan Islam dan
menerima Islam sebagai jalan hidupnya. Meskipun demikian, ada pula
pedagang yang menolak Islam karena merasa tidak cocok dengan ajaran
persamaan derajat di kalangan manusia yang ada dalam Islam.
B. Saluran perkawinan
E. Dakwah
Proses islamisasi di Indonesia juga dilakukan melalui saluran dakwah yang dilakukan
oleh para ulama. Peranan ulama sangat besar dalam proses awal perkembangan Islam
di Indonesia. Mereka sangat aktif menyebarkan agama Islam di berbagai wilayah di
Indonesia. Para ulama yang sangat berjasa dalam penyebaran agama Islam di Jawa
adalah Wali Sanga. Adapun nama-nama Wali sanga adalah sebagai berikut.
1). Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik berasal dari Persia.
2). Sunan Ampel atau Raden Rahmat.
3). Sunan Drajat atau Syarifudin (putra Raden Rahmat)
4). SunanBonang atau Mahdun Ibrahim (putra Raden Rahmat)
5). Sunan Giri atau Raden Paku (murid Sunan Ampel).
6). Sunan Kalijaga atau Joko Said.
7). Sunan Kudus atau Jafar Sidiq.
8). Sunan Muri atau Raden Umar Said.
9). Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah.
F. Kesenian
Saluran islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah
wayang. Proses islamisasi melalui kesenian ini dilakukan salah
satunya adalah oleh Sunan Kalijaga. Sebagian besar cerita yang
diangkat dalam perwayangannya adalah diambil dari cerita
ramayana dan mahabrata, Sunan kalijaga tidak pernah
meminta upah kepada para penonton. Sunan kalijaga hanya
meminta para penonton mengikutinya mengucapkan dua
kalimat syahadat.
Selain wayang, media yang dipergunakan dalam penyebaran
islam di indonesia adalah seni bangunan, seni pahat, seni tari,
seni musik dan seni sastra.
G. Politik
Di daerah maluku dan sulawesi selatan, kebanyakan rakyat
masuk islam setelah rajanya masuk islam terlebih dahulu.
Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya islam di
wilayah ini. Jalur politik juga ditempuh ketika kerajaan islam
menaklukan kerajaan non islam, baik di sumatera, jawa, atau
indonesia bagian timur.
KEHIDUPAN POLITIK, SOSIAL BUDAYA,
EKONOMI, MASYARAKAT INDONESIA PADA
MASA MASUKNYA ISLAM DI NUSANTARA
Pengaruh Penyebaran Islam di Bidang Politik
Seperti yang kita tahu, penyebaran budaya Islam di Indonesia berlangsung secara damai.
Islam berkembang lewat perantaraan bahasa Arab. Pada perkembangannya, terjadi
proses saling pengaruh antara Islam yang sudah terakulturasi dengan budaya lokal
dengan Islam yang baru masuk dari wilayah Timur Tengah.
Maka dari itu pengaruh penyebaran Islam di bidang Politik antara lain :
Sistem pemerintahan masih berbentuk kerajaan tetapi namanya berubah menjadi
Kesultanan.
Raja berganti gelar Menjadi Sultan
Para Pemimpinnya di sebut Khalifah
Agama Islam dalam waktu yang relatif cepat, ternyata agama Islam dapat diterima
dengan baik oleh sebagian besar lapisan masyarakat Indonesia, mulai dari rakyat jelata
hingga raja-raja.
Sehingga penganut agama ini pada akhir abad ke-6 H (abad ke 12 M) dan tahun-tahun
selanjutnya, berhasil menjadi kekuatan muslim Indonesia yang ditakuti dan
diperhitungkan. Masuknya pengaruh Islam di Indonesia memberikan dampak dalam
berbagai kehidupan masyarkat Indonesia apabila diperhatikan, maka terlihat bahwa
perkembangan agama Islam di Indonesia memberikan pengaruh hingga saat sekarang
dan itu tidak lepas dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Adapun pengaruh yang
dapat terlihat akibat perkembangan agama Islam di Indonesia sebagai berikut :
a. Bidang Sosial Politik, perkembangan agama Islam membuat letak geografis kota-kota
yang mejadi pusat kerajaan berada diwilayah atau muara sungai yang besar seperti
Samudera Pasai, Pidie, Aeh, Demak, Banten, Ternate, Goa dan Makasar merupakan
pusat kerajaan yang bercorak maritim.
Dengan demikian, masyarakatnya lebih menggantungkan kehidupan pada perdagangan
sementara untuk kekuatan militernya dititikberatkan pada angkatan laut. Dari segi tata
kota, umumnya ota-kota di atas terdiri dari tempat peribadatan (masjid), pasar, tempat
tinggal penguasa (kraton) serta perkampungan penduduk. Perkampungan penduduk itu
sendiri terbagi berdasarkan status social ekonomi, keagamaan, kekuasaan dalam
pemerintahan. Umumnya, perkampungan untuk pedagang asing ditentukan oleh
penguasa kota. Adapun perkampungan-perkampungan yang ada diberi nama
berdasarkan fungsi dalam pemerintahan. Dalam kehidupan pendudukan, masyarakat
kota-kota kerjaan Islam itu terbagi juga dalam stratifikasi, yaitu sebagai berikut
1. Golongan raja dan keluarga. Mereka ini adalah golongan penguasa. Umumnya, para
penguasa Islam ini menggunakan gelar sultan. Gelar sultan sendiri dipakai untuk
pertama kali di Indonesia oleh Sultan Malik As-Saleh.
2. Golongan elit, yaitu kelompok lapisan atas. Mereka ini terdiri atas golongan tentara,
ulama dan para saudagar. Dalam golongan ini, kaum ulama merupakan kelompok yang
menempati peran yang sangat penting. Di antara mereka terdapat orang-orang yang
dianggap wali yang menjadi penasehat para sultan.
3. Golongan orang kebanyakan. Mereka ini merupakan lapisan masyarakat yang terbesar.
Golongan ini dalam masyarakat Jawa disebut wong cilik. Mereka terdiri atas para
pedagang, petani, tukang, nelayan serta pejabat rendahan.
4. Golongan budak. Mereka ini umumnya berkerja di lingkungan istana maupun
bangsawan. Umumnya mereka berkerja di lingkungan ini karena mereka tidak mampu
mebayar hutang dan tawanan perang. Dalam system birokrasi pemerintahan Islam,
seorang pemimpin Negara juga merangkap sebagai pemimpin agama.
Pengaruh Penyebaran Islam di Bidang Sosial dan Budaya
Hindu Budha lebih dulu masuk di Nusantara daripada Islam, namun dengan mudahnya
Islam dapat masuk dan membaur di antara masyarakat Indonesia. Hal ini di karena kan
Islam masuk secara damai, sehingga kaum Pribumi dengan mudahnya dapat menerima
ajara Islam. Akan tetapi karena Kebudayaan yang berkembang di masyarakat Indonesia
begitu kuat ,maka berkembangnya kebudayaan islam tidak menggantikan atau
memusnahkan kebudayaan yang sudah ada. Hingga terjadilah Akulturasi Budaya, antara
kebudayaan Pra-Islam dengan Kebudayaan Islam.
Contoh Pengaruh Islam di bidang sosial dan budaya:
1. Seni Bangunan
Seni dan arsitektur bangunan islam di Indonesia sangatlah unik dan akulturatif. Seni
bangunan yang merupakan ciri khas Islam adalah Masjid dengan menaranya,dan
Makam.
Masjid merupakan tempat ibadah bagi orang-orang yang beragama islam. Bangunan
masjid merupakan contoh akulturasi antara kebudayaan islam dan kebudayaan nenek
moyang. Oleh sebab itu masjid yang berada di indonesia berbeda dengan masjid yang
berada di negara lain. Contohnya adalah bentuk nya yang menyerupai bangunan
candi,yang merupakan budaya nenek moyang. Selain itu masjid di indonesia jarang yang
memiliki menara sebagai tempat mengumandangkan adzan, hal ini karena di gantikan
oleh bedhug atau kentongan sebagai pertanda waktu sholat, baru kemudian adzan di
kumandangkan.
Makam adalah adalah lokasi dikebumikannya jasad seseorang pasca meninggal dunia.
Setelah pengaruh Islam, makam seorang berpengaruh tidak lagi diwujudkan ke dalam
bentuk candi melainkan sekadar cungkup. Lokasi tubuh dikebumikan ini ditandai pula
batu nisan. Nisan merupakan bentuk penerapan Islam di Indonesia. Nisan Indonesia
bukan sekadar batu, melainkan terdapat ukiran penanda siapa orang yang dikebumikan.
2. Aksara dan Seni Sastra
Dalam aksara Islam terkenal dengan tulisan kaligrafi arab bahkan tulisan kaligrafi di
abadikan dalam seni ukir. Dan dalam seni sastra, islam meninggalkan beberapa jenis
sastra,antara lain:
Hikayat adalah karya sastra yang berisi cerita sejarah ataupun dongeng,yang ditulis
dalam bentuk karangan atau prosa. Contohnya: Hikayat Iskandar Zulkarnain,Hikayat si
Miskin,Hikayat 1001 Malam.
Babad hampir sama dengan hikayat. Penulisannya seperti penulisan sejarah tapi
berdasarkan fakta. Jadi isinya campuran antara fakta sejarah, mitos, dan kepercayaan.
Contohnya : babad Tanah Jawi,Babad Cirebon,Babad Mataram dan Babad surakarta.
Syair berasal dari perkataan arab, untuk menamakan karya sastra yang berupa sajak-
sajak yang terdiri atas empat baris setiap baitnya. Contohnya : Syair Sang Tua.
Suluk merupakan karya sastra yang berupa kitab-kitab dan isinya menjelaskan
tasawufnya. Contohnya : Suluk sukarsa, Suluk Wujil, dan Suluk malang sumirang.
3. Kesenian
Seudati merupakan tarian dari Aceh yang di bawakan oleh delapan orang
dengan melantunkan syair yang isinya Sholawat Nabi. Kata Seudati berasal dari kata
Syaidati yang artinya permainan orang-orang besar.
Wayang pertunjukan wayang sudah ada dejak zaman Hindu-Budha ,akan tetapi pada
zaman islam kesenian ini terus di kembangkan sebagai sarana untuk berdakwah.
Kemudian dari cerita Amir Hamzah muncullhah Wayang Golek.
Permainan Debus merupakan tarian yang pada puncak acara, para penari menusukan
benda tajam ketubuhnya tanpa meninggalkan luka. Tarian ini di awali dengan
pembacaan ayat-ayat dalam Al-Quran dan Sholawat Nabi.
Selain contoh diatas, masih terdapat bentuk lain dari akulturasi kebudayaan pra-Islam
dengan kebudayaan Islam, yang masih di terapkan dalam masyarakat Indonesia sampai
sekarang, antara lain sebagai berikut :
Sungkeman. Kebiasaan ini berasal dari pulau Jawa yang umumnya
dilakukan pada saat Hari Raya dan pada upacara pernikahan, tetapi
kadang kala dilakukan juga setiap kali bertemu.
Tabot atau Tabuik, adalah upacara tradisional masyarakat Bengkulu
untuk mengenang kisah kepahlawanan dan kematian cucu Nabi
Muhammad, Hasan dan Husein bin Ali bin Abi Thalib dalam peperangan
dengan pasukan Ubaidillah bin Zaid di padang Karbala, Irak pada
tanggal 10 Muharam 61 Hijriah (681 M).
Maulid Nabi adalah kenduri yang dilakukan dalam rangka memperingati
hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Islam telah memperkenalkan tradisi baru dalam Bentuk bangunan. Surutnya Majapahit yang
diikuti oleh perkembangan agama Islam menentukan perubahan tersebut. Islam telah
memperkenalkan tradisi bangunan, seperti mesjid dan makam. Islam melarang
pembakaran jenazah yang merupakan tradisi dalam ajaran Hindu-Buddha; sebaliknya
jenazah bersangkutan harus dimakamkan di dalam tanah. Maka dari itu, peninggalan
berupa nisan bertuliskan Arab merupakan pembaruan seni arsitektur pada masanya.
Tempat sentral perubahan seni arsitektur dalam Islam terjadi di pelabuhan yang
meruapkan pusat pembangunan wilayah baru Islam. Sementara para petani di pedesaan
dalam hal seni arsitektur masih mempertahankan tradisi Hindu-Buddha. Tak diketahui
seberapa jauh Islam mengambil tradisi India dalam hal seni, karena beberapa keraton
yang terdapat di Indonesia usianya kurang dari 200 tahun. Pengaruhnya terlihat dari
unsur kota.
Masjid menggantikan posisi candi sebagai titik utama kehidupan keagamaan. Letak makam
selalu ditempatkan di belakang masjid sebagai penghormatan bagi leluhur kerajaan.
Adapula makam yang ditempatkan di bukit atau gunung yang tinggi seperti di Imogiri,
makam para raja Mataram-Islam, yang memperlihatkan cara pandang masyarakat
Indonesia (Jawa) tentang alam kosmik zaman prasejarah. Sementara, daerah yang
tertutup tembok masjid merupakan peninggalan tradisi Hindu-Buddha.
Masjid adalah tempat ibadah umat Islam. Masjid-masjid awal yang dibangun pasca
penetrasi Islam ke nusantara cukup berbeda dengan yang berkembang di Timur Tengah.
Salah satunya tidak terdapatnya kubah di puncak bangunan. Kubah digantikan semacam
meru, susunan limas tiga atau lima tingkat, serupa dengan arsitektur Hindu. Masjid
Banten memiliki meru lima tingkat, sementara masjid Kudus dan Demak tiga tingkat.
Namun, bentuk bangunan dinding yang bujur sangkar sama dengan budaya induknya.
Perbedaan lain, menara masjid awalnya tidak dibangun di Indonesia. Menara dimaksudkan
sebagai tempat mengumandakan adzan, seruan penanda shalat. Peran menara digantikan
bedug atau tabuh sebagai penanda masuknya waktu shalat. Setelah bedug atau tabuh
dibunyikan, mulailah adzan dilakukan. Namun, ada pula menara yang dibangun semisal di
masjid Kudus dan Demak. Uniknya, bentuk menara di kedua masjid mirip bangunan candi
Hindu. Meskipun di masa kini telah dilengkapi menara, bangunan-bangunan masjid jauh di
masa sebelumnya masih mempertahankan bentuk lokalnya, terutama meru dan limas
bertingkat tiga.
Pusara. Pusara atau makam adalah lokasi dikebumikannya jasad seseorang pasca meninggal
dunia. Setelah pengaruh Islam, makam seorang berpengaruh tidak lagi diwujudkan ke dalam
bentuk candi melainkan sekadar cungkup. Lokasi tubuh dikebumikan ini ditandai pula batu
nisan. Nisan merupakan bentuk penerapan Islam di Indonesia. Nisan Indonesia bukan
sekadar batu, melainkan terdapat ukiran penanda siapa orang yang dikebumikan.
Seni Ukir. Ajaran Islam melarang kreasi makhluk bernyawa ke dalam seni. Larangan dipegang
para penyebar Islam dan orang-orang Islam Indonesia. Sebagai pengganti kreativitas, mereka
aktif membuat kaligrafi serta ukiran tersamar. Misalnya bentuk dedaunan, bunga, bukit-bukit
karang, pemandangan, serta garis-garis geometris. Termasuk ke dalamnya pembuatan
kaligrafi huruf Arab. Ukiran misalnya terdapat di Masjid Mantingan dekat Jepara, daerah
Indonesia yang terkenal karena seni ukirnya.
Seni Sastra. Seperti India, Islam pun memberi pengaruh terhadap sastra nusantara. Sastra
bermuatan Islam terutama berkembang di sekitar Selat Malaka dan Jawa. Di sekitar Selat
Malaka merupakan perkembangan baru, sementara di Jawa merupakan kembangan sastra
Hindu-Buddha. Sastrawan Islam melakukan gubahan baru atas Mahabarata, Ramayana, dan
Pancatantra. Hasil gubahan misalnya Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Perang Pandawa Jaya,
Hikayat Seri Rama, Hikayat Maharaja Rawana, Hikayat Panjatanderan. Di Jawa, muncul sastra-
sastra lama yang diberi muatan Islam semisal Bratayuda, Serat Rama, atau Arjuna Sasrabahu.
Di Melayu berkembang Sya’ir, terutama yang digubah Hamzah Fansuri berupa suluk (kitab
yang membentangkan persoalan tasawuf). Suluk gubahan Fansuri misalnya Sya’ir Perahu,
Sya’ir Si Burung Pingai, Asrar al-Arifin, dan Syarab al Asyiqin.
Pengaruh Islam di Bidang Kesusastraan
Karya sastra merupakan alat efektif dalam penyebaran sebuah agama. Jalur sastra inilah
yang ditempuh masyarakat muslim dalam penyebaran ajaran mereka. Karya-karya sastra
bercorak Islam yang ditulis di Indonesia, terutama Sumatera dan Jawa, awalnya
merupakan gubahan atas karya-karya sastra klasik dan Hindu-Buddha. Cara ini ditempuh
agar masyarakat pribumi tak terlalu kaget akan ajaran Islam.
Selanjutnya, tema-tema yang ada mulai bernuansa Islami seperti kisah atau cerita para nabi
dan rasul, sahabat Nabi, pahlawan-pahlawan Islam, hingga raja-raja Sumatera dan Jawa.
Adakalanya kisah-kisah tersebut bersifat setengah imajinatif; dalam arti tak sepenuhnya
benar.
Seni rupa dalam dunia Islam berbeda dengan seni rupa dalam Hindu-Buddha. Dalam ajaran
Islam tak diperbolehkan menggambar, memahat, membuat relief yang objeknya berupa
makhluk hidup khususnya hewan. Maka dari itu, seni rupa Islam identik dengan seni
kaligrafi.
Seni kaligrafi adalah seni menulis aksara indah yang merupakan kata atau kalimat. Dalam
Islam, biasanya kaligrafi berwujud gambar binatang atau manusia (tapi hanya Bentuk
siluetnya saja). Ada pula, seni kaligrafi yang tidak berbentuk makhluk hidup, melainkan
hanya rangkaian aksara yang diperindah. Teks-teks dari Al-Quran merupakan tema yang
sering dituangkan dalam seni kaligrafi ini. Sedangkan, bahanbahan yang digunakan
sebagai tempat untuk menulis kaligrafi ini adalah nisan makam, pada dinding masjid,
mihrab masjid, kain tenunan atau kertas sebagai pajangan atau kayu sebagai pajangan.
Selain huruf Arab, tradisi kaligrafi dikenal pula di Cina, Jepang, dan Korea.
Pengaruh Islam di Bidang Seni Tari dan Musik
Dalam bidang seni tari dan musik, budaya Islam hingga sekarang begitu
terasa dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Dalam
perjalanannya, kebudayaan Islam sebelum masuk ke wilayah
Indonesia telah dahulu bercampur dengan kebudayaan lain, misalnya
kebudayaan Afrika Utara, Persia, anak Benua India, dan lain-lain. Dan
telah menjadi hukum alam, bahwa setiap tarian memerlukan iringan
musik. Begitu pula seni tari Islami, selalu diiringi alunan musik
sebagai penyemangat sekaligus sebagai sarana perenungan.
Lazimnya tarian-tarian ini dipraktikkan di daerah pesisir laut yang
pengaruh Islamnya kental, karena daerah pesisir merupakan tempat
pertama kali Islam berkembang, baik sebagai kekuatan ekonomi,
sosial, budaya, dan politik.
4. Sunan Bonang
Ia anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya
adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M dari seorang
perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati di Tuban
Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke
berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul.
Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada
budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali
–yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas
5. Sunan Kalijaga
Dialah “wali” yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar
tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban -keturunan dari tokoh
pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya Wilatikta diperkirakan telah
menganut Islam
Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah nama
panggilan seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden
Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang
disandangnya.
Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga
memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa
mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk berendam (‘kungkum’) di sungai (kali) atau “jaga kali”.
Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya
sebagai “penghulu suci” kesultanan.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami
masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten,
bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah
pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid
Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah
kreasi Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang.
Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia
juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang
pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan
Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.
Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir,
wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan
sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa
Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan
Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang
Kotagede – Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.
6. Sunan Gunung Jati
Banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati. Diantaranya adalah
bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra’ Mi’raj, lalu bertemu Rasulullah
SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaeman.
Semua itu hanya mengisyaratkan kekaguman masyarakat masa itu pada Sunan Gunung Jati.
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M. Ibunya
adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya
adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari
Palestina.
Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia
sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan
atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai
Kasultanan Pakungwati.
Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya “wali songo” yang memimpin
pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran
untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan.
Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas. Namun ia juga
mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan
antar wilayah.
Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan ekspedisi ke
Banten. Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela penguasaan wilayah
Banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten.
Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni
dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 M,
Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di
7. Sunan Drajat
Nama kecilnya Raden Qosim. Ia anak Sunan Ampel. Dengan demikian
ia bersaudara dengan Sunan Bonang. Diperkirakan Sunan Drajat
yang bergelar Raden Syaifuddin ini lahir pada tahun 1470 M. Sunan
Drajat mendapat tugas pertama kali dari ayahnya untuk berdakwah
ke pesisir Gresik, melalui laut. Ia kemudian terdampar di Dusun Jelog
–pesisir Banjarwati atau Lamongan sekarang. Tapi setahun
berikutnya Sunan Drajat berpindah 1 kilometer ke selatan dan
mendirikan padepokan santri Dalem Duwur, yang kini bernama Desa
Drajat, Paciran-Lamongan.
Dalam pengajaran tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara
ayahnya: langsung dan tidak banyak mendekati budaya lokal.
Meskipun demikian, cara penyampaiannya mengadaptasi cara
berkesenian yang dilakukan Sunan Muria. Terutama seni suluk. Maka
ia menggubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah
“berilah tongkat pada si buta/beri makan pada yang lapar/beri
pakaian pada yang telanjang’.
Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka
menolong. Di pondok pesantrennya, ia banyak memelihara anak-anak
yatim-piatu dan fakir miskin.
8. Sunan Kudus
Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan
Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang
putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat
menjadi Panglima Perang.
Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai
daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya
pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara
penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari
pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.
Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-
simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara,
gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah
wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.
Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya.
Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman
masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka
mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah yang berarti “sapi betina”.
Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk
menyembelih sapi.
Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara
berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan
yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan
begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.
Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia
juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di
9. Sunan Muria
Ia putra Dewi Saroh –adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh
Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden
Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di
lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota Kudus
Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan
Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka
tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk
menyebarkan agama Islam.
Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-
keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah
kesukaannya.
Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam
konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai
pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun
rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat
diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah
dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu
hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.