Anda di halaman 1dari 44

KELOMPOK 5

Edo Prasetyo
Khairudin Hanan
M. Atthariq O
Putri Annisa
Riski Febi
Silva Ayunita
a. Sekilas Tentang ajaran agama islam di arab
b. Teori masuk dan berkembangnya islam di nusantara
1. Perdagangan
2. Saluran perkawinan
3. Pendidikan
4. Tasawuf
5. Dakwah
c. Kehidupan politik, sosial budaya, ekonomi
masyarakat indonesia pada masa masuknya islam di
nusantara
d. Peranan utama pada proses integrasi
e. Sunan-Sunan
AJARAN AGAMA ISLAM DI ARAB
 Perkembangan Islam Periode Mekkah

Pada awalnya agama islam hanya berkembang dikota Mekkah dan


sekitarnya. Namun awalnya agama islam hanya diterima oleh
kalangan bahwa seperti orang miskin, wanita pekerja maupun para
budak. Sejak penyebaran agama Islam dilakukan secara terbuka,
muncul reaksi perlawanan yang menentang penyebaran islam seperti
penyiksaan ,ancaman keselamatan terhadap para pengikut Islam.
Sehingga pada tahun 615 Nabi Muhammad SAW mengungsikan
pengikutnya ke Habsyah, selanjutnya menjadi Abbesinia (Ethiopia
sekarang).
Faktor penyebab terjadinya perlawanan terhadap agama Islam bukan
semata-mata karena masalah agama yang dipandang bertentangan
dengan kepercayaan asli masyarakat, tetapi karena faktor politik,
yaitu khawatiran terhadap kemungkinan keluarga Abu Muthalib
menguasai Mekkah, faktor ekonomi yaitu menurunnya pendapatan
para pemahat patung dan faktor sosial , karena kaum bangsawan
atau raja tidak setuju derajatnya disamakan dengan rakyat biasa.
 Perkembangan Islam Periode Madinah
Terjadinya perlawanan yang menentang penyebaran agama Islam dari Mekkah, menyebabkan Nabi
Muhammad SAW melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah. Tetpi sebelum hijrah dilakukan, telah
terjadi peristiwa yang sangat penting, yaitu peristiwa Isra’ dan Mi’raj pada tanggal 27 Rajab tahun 621
M.
Keadaan di Madinah sangat jauh berbeda dengan di Mekkah, kalau di Mekkah, Nabi Muhammad SAW
islam dimusuhi dan mendapat perlawanan sehingga tidak mungkin untuk berkembang sedangkan di
Madinah Nabi Muhammad SAW disambut dengan gembira, karena kedatangan Nabi sudah lama
diharapkan.
Di Madinah perkembangan agama Islam cukup pesat dan penganutnya semakin bertambah banyak.
Oleh karena itu, sejak Nabi Muhammad SAW menetap di Madinah, maka masyarakat Madinah menjadi
4 golongan yaitu :
1. Kaum Muhajirin, terdiri atas orang-orang Mekkah yang ikut serta melakukan hijrah dengan Nabi
2. Kaum Ashar, terdiri atas orang-orang Madinah yang membantu Nabi Muhammad SAW
3. Kaum Munafiqin, terdiri dari mereka yang hanya ikut memeluk agama Islam untuk mencari
keuntungan lahiriah belaka
4. Kaum Yahudi, terdiridari golongan pengikut Nabi Musa yang mengetahui ajaran Islam, tetapi tidak
sudi meyakini Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi atau Rasul.

Setelah beberapa tahun lamanya Nabi Muhammad SAW menetap di Madinah, akhirnya turun perintah
jihad, yaitu perang. Perang ini ditunjukkan untuk melawan Mekkah dan mempertahankan Ka’bah.
Pertempuran sengit terjadi di gurun Badar dan Uhud (tahun 630 M). ka’bah berhasil dikuasi oleh orang-
orang Islam dan akhinya penduduk Mekkah dalam waktu kurang lebih dua tahun sebagian besar Jazirah
Arab telah memeluk agama islam. Orang-orang Yahudi dan Kristen yang mengakui kedaulatan agama
Islam dibiarkan tetap memeluk agama mereka dan dilindungi harta dan jiwanya.
Kemenangan umat Islam membawa bangsa Arab ke arah persatuan dan kesatuan karena sudah lama
bangsa itu hidup dalam perpecahan dan saling bermusuhan. Nabi Muhammad SAW berhasil penuh
dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai Rasul dan pemimpin negara. Namun Nabi
Muhammad SAW tidak dapat mengenyam masa kejayaan Islam, karena sesudah menegakkan dasar-
dasar yang kukuh, pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun 632 M beliau wafat dan dimakamkan di
Madinah.
Kekhafilahan Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, muncullah para Khalifah. Fungsi mereka
menggantikan jabatan Nabi Muhammad SAW sebagai kepala negara, hakim dan panglima
perang. Jabatan khalifah ini terus berlangsung hingga tahun 1923 M dan baru setelah Mustafa
kemal Pasha menjadi kepala negara sistem kekhalifahan dihapuskan. Muhammad V merupakan
Khalifah terakhir.
Khalifah-khalifah yang pernah berkuasa diantaranya :

1. Khalifah Abu Bakar


Ada beberapa tindakan yang penting dilaksanakan oleh Khalifah Abu Bakar
(632-634 M), diantaranya :
• Mengembalikan suku-suku Arab yang murtad ke agama Islam.
• Membasmi nabi-nabi palsu, seperti Tulaiha, Musilama dan lain-lain
• Mulainya pengumpulan lembaran surat-surat Al Qur’an
• Peramalan ekspansi Islam keluar Jazirah Arab

2. Khalifah Umar Bin Khattab


Ada beberapa tindakan yang penting dari khafilah umar (634-644 M)
diantaranya :
• Tahun Hijrah dijadikan permulaan tahun Islam yaitu tahun 622 M
sama dengan 1 tahun Hijrah
• Daerah Islam diperluas sampai daerah perbatasan India dan Tripoli (di Afrika Utara). Perluasan
wilayah ke Asia kecil dan Persia dilakukan oleh Khalid bin Al Walid sedang ke Afrika Utara dipimp
Amir bin Al As
• Akibat perluasan wilayah itu, Islam mendapat kekuatan politik di daerah-daerah yang sejak dulu
mempunyai kebudayaan tinggi. Kemudian terjadi perpaduan antara agama islam dengan
kebudayaan setempat, yang telah terkena pengaruh kebudayaan Yunani.
3. Khalifah Usman bin Affan
Jasa besar Khalifah Usman (644-656 M) pada masa pemerintahannya adalah dibukukannya secara
resmi kitab suci Al Qur’an. Pekerjaan ini diserahkan kepada Zaid bin Tsabit dan susunan Al Qur’an itu
hingga sekarang tidak mengalami perubahan

4. Khalifah Ali bin Abi Thalib


Setelah berakhirnya pertentangan-pertentangan dalam tubuh Islam maka Ali, menantu Nabi,
menduduki jabatan kekhalifahan (656-661 M). Namun, keluarga Ummayah tidak menyetujui Ali sebagai
khalifah dan mereka mencalonkan Mu’awaiyah (Gubernur Syria) sebagai khalifah. Akhirnya perang
saudara tidak dapat dihindarkan lagi. Dalam pertempuran di Siffin (657 M) pasukan Mu’awiyah hampir
dapat dihancurkan. Tetapi Mu’awiyah menggunakan tipu muslihat dan berdalih untuk mencegah
pertentangan maka mengajukan supaya dibentuk Badan menjadi khalifah. Badan Pengadilan
menentukan bahwa yang menang adalah Mu’awiyah, keputusan itu tidak memuaskan Ali, sehingga
bentrokan berjalan terus. Pada tahun 661 Ali mati terbunuh, dengan demikian mulailah kekhalifahan
keluarga Ummayah .

5. Kekhalifahan Ummayah
Setelah kedudukan khalifah dikuasai oleh keluarga Ummayah (661-750 M). Pusat kekuasaan negara
Islam dipindahkan keluar Jazirah Arab, yaitu ke Syria (Damaskus)
Pada masa ini, dasar-dasar demokrasi Arab lenyap, karena jabatan khalifah dipegang secara turun temurun.
Hidup khalifah sama dengan hidup raja dengan kekuasaannya yang mutlak.
Wilayah kekuasaaan negara islam pada masa ini meliputi wilayah yang sangat luas. Ke sebelah barat sampai
ke daerah spanyol dan ke sebelah timur kedaerah Pakistan dan Asia Tenggara. Perluasan wilayah ini dilakukan
oleh :
• Musa memimpin tentara islam menyerbu kearah barat menyusuri daerah Afrika utara samapai Maroko.
Perjalanan ini dilanjutkan oleh Tarik dan berhasil menduduki semenanjung Iberia serta menguasai Spanyol
(712 M)
• Muhammad Kasim berhasil menduduki daerah lembah sungai Shindu (721 M)
• Maslama memimpin tentara Islam menyerang konstatinopel tetapi trap serangan dapat dipukul mundur.
Baru ada tahun 1453 M konstatinopel dapat dikuasai.
Pada tahun 750 M, terjadi perebutan kekuasaan terhadap keluarga Ummayah yang dilakukan oleh golongan
Abbasiyah dalam perebutan kekuasaan itu, hampir seluruh keluarga Ummayah dimusnahkan. Hanya seorang
yang berhasil meloloskandiri, yait Abdur Rachman.
6. Kekhalifahan Abbasiyah

Pada masa ini pusat kekhalifahan dipinahkan dari Damaskus ke Bagdad.


Kekhalifahan Abbasiyah (750-1258 M) mengalami perkembangan yang cukup
pesat dan pada masa pemerintahan Harun Al Rasyid (786-809 M) mencapai
puncak yang gemilang. Hal ini tak lepas dari :
• Bagdad merupakan pelabuhan transito dan perdagangannya maju pesat
• Buku-buku filsafat dan ilmu pengetahuan baik dari Yunani maupun dari Persia
diterjemahan kedalam bahasa dan huruf Arab
• Harun Al Rasyid mengadakan persahabatan dengan Karel Agung (Perancis).
Peristiwa ini terjadi berdasarkan situasi politik sebagai berikut :
Bagdad bermusuhan dengan Byzantium dalam memperebutkan Asia kecil
Bagdad bermusuhan dengan keamiran Cordoba dalam memperebutkan daerah
pantai utara Afrika dan juga karena Cordoba tidak mau mengakui kekhalifahan
Bagdad
Perancis bermusuhan dengan Cordoba dalam memperebutkan daerah Spanyol
Utara, juga bermusuhan dengan Byzantium karena daerah Italia.
Dalam perebutan berikutnya kekhalifahan mengalami kemunduran. Hal ini
disebabkan oleh :
• Terjadinya perebutan jabatan khalifah diantara keluarga sediri, sehingga dalam
istana terdapat kelompok-kelompok yang saling bertentangan
• Pertentangan itu mengakibatkan pemerintahan pusat menjadi lemah, sehingga
daerah-daerah bagian banyak yang memerdekakan diri
7. Kekhalifahan Cordoba Abdur Rachman,
satu-satunya keturunan kekhalifahan Ummayah yang berhasil menyelamatkan diri
dari serangan golongan Abbasiyah mendirikan kekhalifahan Cordoba di Spanyol. Ia
tetap menyebut dirinya Amir dan tidak mau mengakui kekhalifahan Bagdad. Baru
pada masa kekuasaan Abdur Rachman III, Cordoba menyatakan dirinya sebagai
khalifah dan kedudukannya seimbang dengan kekhalifahan Bagdad (929 M).

Pada jaman kekhalifahan Cordoba ilmu Pengetahuan dan kebudayaan


berkembang pesat. Masjid-masjid banyak dibangun istana dan perpustakaan
didirikan ahli-ahli bangunan, tabib, pengarang, ahli-ahli fikir, ahli pakaian dan ahli-
ahli kemasyarakatan banyak terdapat di Cordoba.

Kemajuan dalam bidang kebudayaan itu mendorong orang-orang Eropa untuk


belajar di spanyol. Kebudayaan dari timur yang telah tinggi dan juga warisan
kebudayaan Romawi danYunani Kuno yang telah hidang dari Eropa Barat,
diketemukan kembali melalui Islam di spanyol .

Daerah kekuasaan Islam pada perkembangan selanjutnya makin sempit. Akan


tetapi, pikiran-pikiran Islam makin meluas. Apabila mula-mula mempertahankan
dan meluaskan pengaruh Islam dengan pedang, tetapi pada waktu-waktu
berikutnya perluasan Islam dilakukan dengan jalan damai yaitu melalui
perdagangan. Melalui perdagangan inilah Islam masuk ke wilayah Indonesia.
TEORI MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI
NUSANTARA
1. Teori Gujarat, Teori Orientalis Pemecah KeBhinekaan Indonesia
Siapa sangka justru teori besutan Snouck Hurgronje lah yang kondang dan
dipercaya orang Indonesia. Hanya akibat sistem penulisan yang katanya
berasal dari negara maju, sejarah masuknya Islam ke Indonesia mengikuti
hasil penulisan sarjana Belanda. Padahal metode penulisannya dan bukti
sejarahnya pun cukup nyeleneh dan amat lemah.
Teori gujarat dikomandoi orientalis ulung, Snouck Hurgronje. Didoktrinkan
Islam masuk ke Indonesia melalui Gujarat,India. Menuurtnya Islam tidak
mungkin masuk ke Nusantara Indonesia langsung dari Arabia tanpa melalui
ajaran tasawuf yang berkembang di India.
Yang dijelaskan pula perkembangan Islam di daerah India yakni Gujarat.
Menurut anggapan Snouck daerah yang pertama dimasuki Islam adalah
kesultanan Samudra Pasai, di abad ke-13 Masehi. Snouck pun tidak dapat
menjelaskan antara masuknya Islam dengan perkembangan penyebaran
Islam di Indonesia.
Demikian pula tidak mampu menjelaskan mazhab apa yang dianut di
Gujarat dan di Samudra pasai menganut mazhab apa? pertanyaan yang
seharusnya disadari adalah “Mungkinkah Islam begitu masuk ke samudra
pasai langsung mendirikan kesultanan?”
Suatu kekeliruan teori yang tidak berhasil dijawab oleh Guru Besar Studi
Islam dari Universitas Leiden tersebut.
2. Teori Makkah: Jejak Muawiyah di Abad ke-7 M
Dalam sebuah seminar di Medan tahun 1963 “Masuknya Agama Islam ke
Indonesia”, Prof Dr. Buya Hamka dapat lebih menggunakan fakta yang diangkat
dari berita Cina Dinasti Tang.
Bukti kuat yang disertai adanya peninggalan jejak Muawiyah, adapun waktu
masuknya Islam ke Nusantara terjadi pada abad ke-7 M. Dalam beritanya
dituturkan ditemuinya hunian wirausahwan arab Islam di pantai barat Sumatra,
sehingga disimpulkan Islam masuk ke Indonesia langsung dari Arab yang
dibawa oleh para pengusaha Arab.
Sementara kerajaan samudra pasai yang disangkakan Snouck baru didirikan pada
abad 1275M atau abad ke-13M. Yang bukan awal masuknya Islam melainkan
awal perkembangan mazhab Sya’fii di Indonesia.
3. Teori Persia:
Adapula teori yang lemah namun tidak digaungkan dan tidak pula dijadikan pakem
layaknya teori Gujarat milik Snouck. Yakni teori Persia hasil pemikiran Prof. Dr.
Abubakar Atjeh yang mengikuti pandangan Dr. Hosein Djajadinigrat. Dikatakan
Islam masuk ke Indonesia lewat persia dan bermazhab Syi’ah (menyimpang).
Pandangan masuknya Islam ke Indonesia didasari atas sistem mengeja membaca
huruf Al-Quran yang mirip dengan persia. Seperti yang sudah diduga teori ini
cukup lemah karena:
Tidak semua masyarakat persia menganut mazhab Syi’ah
ketika pada saat Baghdad menjadi ibu kota Khilafah Abbasiyah, masyarakat dan
pemimpinnya (umumnya) penganut Ahlul Shunnah wal Jama’ah
Pengguna sistem baca persia dijawa barat bukan penganut mazhab Syiah, yang
justru masyarakatnya menganut mazhab Syafi’i
4. Teori Cina: Kronik Klenteng Sam Po Kong
Adalah pendapat Dr. Slamet Muljana ditahun 1968 dalam “Runtuhnja hindu Djawa dan Timbulnya
Negara-negara Islam di Nusantara” yang mengatakan Sultan demak adalah peranakan Cina bahkan
menyimpulkan bahwa para wali sanga pun peranakan cina.
Pendapat ini, bertolak dari Kronik Klenteng Sam Po Kong.
Misalnya Sultan Demak Panembahan fatah dalam Kronik Klenteng Sam Po Kong bernama
panembahan Jin Bun (nama Cinanya). Demikian pula dengan Sultan Trenggana disebutkan dalam
nama Cina, Tung Ka Lo.
Bagaimana dengan Wali Sanga?
demikian juga mereka ‘bertransformasi’ yang antara lain Soenan Ampel dengan nama Cina Bong Swi
Hoo. Soenan Goenoeng Djati dengan nama Cina, Toh A Bo.
Sebenarnya menurut budaya Cina dalam penulisan sejarah nama tempat yang bukan negri Cina, dan
nama orang yang bukan bangsa Cina, juga diCinakan penulisnya.
Oleh sebab itu tafsir Prof. Dr. Slamet Muljana tergolong aneh.
Mengapa tidak seluruh pelaku sejarah dan nama tempat yang diCinakan ditafsirkan sebagai Cina
semua? Sehingga tidak ada pribumi ataupun bangsa lainnya.
Apakah kita akan berkesimpulan pendiri Nahdlatoel Oelama, Hasjim Asj’ari dan K.H. Achmad Dahlan
pendiri Muhammadiyah berasal dari Arab? karena namanya dari bahasa Arab
5. Teori Maritim
Berawal dari N.A. Baloch sejarahwan asal Pakistan, berpendapat masuknya Islam ke Nusantara akibat
umat Islam memiliki navigator ulung dalam penguasaan maritim / kelautan dan pasar. Yang
kemudian melalui aktivitas ini penyebaran Islam berlangsung di sepanjang jaln laut niaga di pantai
pantai persinggahan pada abad ke-1 H atau abad ke-7 M.
Dijelaskan pula rentang waktunya, terjadi pada abad ke-1 H atau 7M, yang proses penyebaran dan
perkembangan dakwah ajaran Islam ini berlangsung selama lima abad dari 1H hingga 5H atau 7M
hingga 12M.
N.A. Baloch juga menjelaskan mulai abad ke-6 H / 13M terjadi pengembangan Dakwah Islam hingga ke
pedalaman oleh masyarakat pribumi. Selain itu Aceh pada abad ke-9M yang diikuti di wilayah
lainnya di Nusantara.
itulah sejarah masuknya Islam ke Indonesia serta penyebarannya hingga abad ke-13. Yang diambil dari
buku Api Sejarah, Ahmad Mansur Suryanegara.
A. Melalui Jalur Perdagangan
Salah satu jalur masuknya Islam di Nusantara adalah melalui kontak perdagangan.
Para pedagang yang berasal dari Arab dan wilayah lain yang telah lebih dahulu
memeluk agama Islam berhubungan dengan para pedagang Nusantara.
Hubungan dagang ini tidak jarang menjadi jalan untuk penyebaran agama Islam
di Nusantara. Saat berinteraksi dagang, para pedagang muslim menyisipkan
ajaran Islam. Dengan cara ini tidak sedikit para pedagang Nusantara yang
selanjutnya beralih memeluk agama Islam.

Salah satu tempat yang menjadi pelabuhan utama bagi masuknya Islam adalah
pelabuhan bandar khalifah yang terletak di Pantai Barus, Sumatra Barat. Oleh
karena itu, wilayah Sumatra Barat dan Aceh menjadi pintu masuk Islam ke
Nusantara hingga dikenal sebagai Serambi Mekah. Di pelabuhan-pelabuhan
Sumatra para pedagang dari Cina, Arab, maupun wilayah lain berdatangan
membawa komoditas masing-masing. Tidak jarang mereka menetap dalam
waktu yang relatif lama sambil menunggu perubahan angin yang membawa
mereka pulang ke tempat asal. Selama menunggu itulah para pedagang
berinteraksi dengan warga pribumi. Ajakan dakwah pun mengalir di sela-sela
perbincangan bisnis. Ajakan dakwah Islam pun diterima dengan baik oleh para
pedagang Nusantara. Para pedagang yang umumnya adalah para bangsawan
kerajaan yang relatif terpelajar mampu menyerap keindahan Islam dan
menerima Islam sebagai jalan hidupnya. Meskipun demikian, ada pula
pedagang yang menolak Islam karena merasa tidak cocok dengan ajaran
persamaan derajat di kalangan manusia yang ada dalam Islam.
B. Saluran perkawinan

Sejak masuk dan berkembangnya, Islam di Indonesia memerlukan proses yang


sangat panjang dan melalui saluran-saluran Dakwah Islam yang beragam,
seperti perdagangan, perkawinan, tarekat (tasawuf), pendidikan dan
kesenian. Saluran dakwah tersebut tentu bukan suatu kebetulan, bersifat
situasional atau sekedar iseng, tetapi tentunya sebuah skenario cerdas
dalam membuat stategi dakwah. Pengalaman dakwah dari generasi ke
generasi mulai sahabat, tabi’in dan tabi’it memberikan pendidikan dakwah
yang luar biasa bagi penegakan Khilafah fil Ardi. Jadi sangatlah dangkal
apabila proses dakwah di Indonesia adalah sebuah kebetulan disebabkan
oleh para saudagar Islam. Harusnya bisa dilihat bahwa umat Islam sejak
jaman Rosululloh adalah para Tentara perang yang tangguh di medan laga
sekaligus para pedagang yang handal di bidang ekonomi, siapa yang tidak
kenal pada sahabat Abdurrahman bin Auf yang telah memberikan pondasi
ekonomi yang kuat di yastrib saat awal pembentukan Madinatul
Munawwarah, maka Abdurrahman bin Auf lainnya telah melanglang buana
hingga di bumi nusantara, mereka adalah para Utusan Allah dengan
perbekalan ekonomi yang kuat dan ilmu Dieniyah yang kokoh. Pada tahap
awal dakwah, saluran perdagangan sangat dimungkinkan. Hal ini sejalan
dengan kesibukan lalu lintas perdagangan jalur sutera abad ke-7 sampai
abad ke-16 M. Para pedangan dari Arab, Persia, India dan China ikut ambil
bagian dalam aktivitas perdagangan dengan masyarakat di Asia: Barat,
Timur dan Tenggara.
C. Melalui Jalur Pendidikan
Selain dari jalur perdagangan dan pernikahan, jalur
pendidikan termasuk jalur yang sangat penting
dalam sejarah masuknya Islam ke Indonesia. Jalur
pendidikan dibentuk oleh para DAI yang memang
mengabdikan dirinya untuk menyebarkan Islam ke
wilayah baru.
Para DAI ini bukanlah padagang, melainkan mereka
adalah para pengembara yang hanya mengembara
menuju wilayah baru yang belum tersentuh Islam
sama sekali dipandu oleh para pedagang hanya
untuk berrdakwah. Dari para DAI inilah gerak Islam di
Indonesia semakin marak.
Kalau pada awalnya Islam hanya di pantai-pantai
sepanjang jalar perdagangan, berkah para DAI gerak
dakwah Islam berkembang luas hingga ke pulau-
pulau di Indonesia bagian timur.
D. Tasawuf
Jalur lain yang tidak kalah pentingnya dalam proses islamisasi di indonesia adalah
tasawuf. Salah satu sifat khas dari ajaran ini adalah mengakomodasi terhadap budaya
loka, sehingga banyak menyebabkan banyak masyarakat indonesia yang tertarik
menerima ajaran tersebut.
Dengan tasawuf, bentuk islam yang diajarkan kepada para penduduk pribumi mempunyai
persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya beragama hindu, sehingga
ajaran islam dapat dengan mudah diterima oleh mereka.
Beberapa contoh sufi yang mengajarkan tasawuf ini adalah : Syeikh Lemah Abang,
Hamzah Fansuri di Aceh dan Sunan Panggung di Jawa.

E. Dakwah
Proses islamisasi di Indonesia juga dilakukan melalui saluran dakwah yang dilakukan
oleh para ulama. Peranan ulama sangat besar dalam proses awal perkembangan Islam
di Indonesia. Mereka sangat aktif menyebarkan agama Islam di berbagai wilayah di
Indonesia. Para ulama yang sangat berjasa dalam penyebaran agama Islam di Jawa
adalah Wali Sanga. Adapun nama-nama Wali sanga adalah sebagai berikut.
1). Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik berasal dari Persia.
2). Sunan Ampel atau Raden Rahmat.
3). Sunan Drajat atau Syarifudin (putra Raden Rahmat)
4). SunanBonang atau Mahdun Ibrahim (putra Raden Rahmat)
5). Sunan Giri atau Raden Paku (murid Sunan Ampel).
6). Sunan Kalijaga atau Joko Said.
7). Sunan Kudus atau Jafar Sidiq.
8). Sunan Muri atau Raden Umar Said.
9). Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah.
F. Kesenian
Saluran islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah
wayang. Proses islamisasi melalui kesenian ini dilakukan salah
satunya adalah oleh Sunan Kalijaga. Sebagian besar cerita yang
diangkat dalam perwayangannya adalah diambil dari cerita
ramayana dan mahabrata, Sunan kalijaga tidak pernah
meminta upah kepada para penonton. Sunan kalijaga hanya
meminta para penonton mengikutinya mengucapkan dua
kalimat syahadat.
Selain wayang, media yang dipergunakan dalam penyebaran
islam di indonesia adalah seni bangunan, seni pahat, seni tari,
seni musik dan seni sastra.
G. Politik
Di daerah maluku dan sulawesi selatan, kebanyakan rakyat
masuk islam setelah rajanya masuk islam terlebih dahulu.
Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya islam di
wilayah ini. Jalur politik juga ditempuh ketika kerajaan islam
menaklukan kerajaan non islam, baik di sumatera, jawa, atau
indonesia bagian timur.
KEHIDUPAN POLITIK, SOSIAL BUDAYA,
EKONOMI, MASYARAKAT INDONESIA PADA
MASA MASUKNYA ISLAM DI NUSANTARA
Pengaruh Penyebaran Islam di Bidang Politik

Seperti yang kita tahu, penyebaran budaya Islam di Indonesia berlangsung secara damai.
Islam berkembang lewat perantaraan bahasa Arab. Pada perkembangannya, terjadi
proses saling pengaruh antara Islam yang sudah terakulturasi dengan budaya lokal
dengan Islam yang baru masuk dari wilayah Timur Tengah.
Maka dari itu pengaruh penyebaran Islam di bidang Politik antara lain :
 Sistem pemerintahan masih berbentuk kerajaan tetapi namanya berubah menjadi
Kesultanan.
 Raja berganti gelar Menjadi Sultan
 Para Pemimpinnya di sebut Khalifah
 Agama Islam dalam waktu yang relatif cepat, ternyata agama Islam dapat diterima
dengan baik oleh sebagian besar lapisan masyarakat Indonesia, mulai dari rakyat jelata
hingga raja-raja.
Sehingga penganut agama ini pada akhir abad ke-6 H (abad ke 12 M) dan tahun-tahun
selanjutnya, berhasil menjadi kekuatan muslim Indonesia yang ditakuti dan
diperhitungkan. Masuknya pengaruh Islam di Indonesia memberikan dampak dalam
berbagai kehidupan masyarkat Indonesia apabila diperhatikan, maka terlihat bahwa
perkembangan agama Islam di Indonesia memberikan pengaruh hingga saat sekarang
dan itu tidak lepas dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Adapun pengaruh yang
dapat terlihat akibat perkembangan agama Islam di Indonesia sebagai berikut :
a. Bidang Sosial Politik, perkembangan agama Islam membuat letak geografis kota-kota
yang mejadi pusat kerajaan berada diwilayah atau muara sungai yang besar seperti
Samudera Pasai, Pidie, Aeh, Demak, Banten, Ternate, Goa dan Makasar merupakan
pusat kerajaan yang bercorak maritim.
Dengan demikian, masyarakatnya lebih menggantungkan kehidupan pada perdagangan
sementara untuk kekuatan militernya dititikberatkan pada angkatan laut. Dari segi tata
kota, umumnya ota-kota di atas terdiri dari tempat peribadatan (masjid), pasar, tempat
tinggal penguasa (kraton) serta perkampungan penduduk. Perkampungan penduduk itu
sendiri terbagi berdasarkan status social ekonomi, keagamaan, kekuasaan dalam
pemerintahan. Umumnya, perkampungan untuk pedagang asing ditentukan oleh
penguasa kota. Adapun perkampungan-perkampungan yang ada diberi nama
berdasarkan fungsi dalam pemerintahan. Dalam kehidupan pendudukan, masyarakat
kota-kota kerjaan Islam itu terbagi juga dalam stratifikasi, yaitu sebagai berikut
 1. Golongan raja dan keluarga. Mereka ini adalah golongan penguasa. Umumnya, para
penguasa Islam ini menggunakan gelar sultan. Gelar sultan sendiri dipakai untuk
pertama kali di Indonesia oleh Sultan Malik As-Saleh.
 2. Golongan elit, yaitu kelompok lapisan atas. Mereka ini terdiri atas golongan tentara,
ulama dan para saudagar. Dalam golongan ini, kaum ulama merupakan kelompok yang
menempati peran yang sangat penting. Di antara mereka terdapat orang-orang yang
dianggap wali yang menjadi penasehat para sultan.
 3. Golongan orang kebanyakan. Mereka ini merupakan lapisan masyarakat yang terbesar.
Golongan ini dalam masyarakat Jawa disebut wong cilik. Mereka terdiri atas para
pedagang, petani, tukang, nelayan serta pejabat rendahan.
 4. Golongan budak. Mereka ini umumnya berkerja di lingkungan istana maupun
bangsawan. Umumnya mereka berkerja di lingkungan ini karena mereka tidak mampu
mebayar hutang dan tawanan perang. Dalam system birokrasi pemerintahan Islam,
seorang pemimpin Negara juga merangkap sebagai pemimpin agama.
Pengaruh Penyebaran Islam di Bidang Sosial dan Budaya

Hindu Budha lebih dulu masuk di Nusantara daripada Islam, namun dengan mudahnya
Islam dapat masuk dan membaur di antara masyarakat Indonesia. Hal ini di karena kan
Islam masuk secara damai, sehingga kaum Pribumi dengan mudahnya dapat menerima
ajara Islam. Akan tetapi karena Kebudayaan yang berkembang di masyarakat Indonesia
begitu kuat ,maka berkembangnya kebudayaan islam tidak menggantikan atau
memusnahkan kebudayaan yang sudah ada. Hingga terjadilah Akulturasi Budaya, antara
kebudayaan Pra-Islam dengan Kebudayaan Islam.
Contoh Pengaruh Islam di bidang sosial dan budaya:
1. Seni Bangunan
Seni dan arsitektur bangunan islam di Indonesia sangatlah unik dan akulturatif. Seni
bangunan yang merupakan ciri khas Islam adalah Masjid dengan menaranya,dan
Makam.
 Masjid merupakan tempat ibadah bagi orang-orang yang beragama islam. Bangunan
masjid merupakan contoh akulturasi antara kebudayaan islam dan kebudayaan nenek
moyang. Oleh sebab itu masjid yang berada di indonesia berbeda dengan masjid yang
berada di negara lain. Contohnya adalah bentuk nya yang menyerupai bangunan
candi,yang merupakan budaya nenek moyang. Selain itu masjid di indonesia jarang yang
memiliki menara sebagai tempat mengumandangkan adzan, hal ini karena di gantikan
oleh bedhug atau kentongan sebagai pertanda waktu sholat, baru kemudian adzan di
kumandangkan.
 Makam adalah adalah lokasi dikebumikannya jasad seseorang pasca meninggal dunia.
Setelah pengaruh Islam, makam seorang berpengaruh tidak lagi diwujudkan ke dalam
bentuk candi melainkan sekadar cungkup. Lokasi tubuh dikebumikan ini ditandai pula
batu nisan. Nisan merupakan bentuk penerapan Islam di Indonesia. Nisan Indonesia
bukan sekadar batu, melainkan terdapat ukiran penanda siapa orang yang dikebumikan.
2. Aksara dan Seni Sastra
Dalam aksara Islam terkenal dengan tulisan kaligrafi arab bahkan tulisan kaligrafi di
abadikan dalam seni ukir. Dan dalam seni sastra, islam meninggalkan beberapa jenis
sastra,antara lain:
 Hikayat adalah karya sastra yang berisi cerita sejarah ataupun dongeng,yang ditulis
dalam bentuk karangan atau prosa. Contohnya: Hikayat Iskandar Zulkarnain,Hikayat si
Miskin,Hikayat 1001 Malam.
 Babad hampir sama dengan hikayat. Penulisannya seperti penulisan sejarah tapi
berdasarkan fakta. Jadi isinya campuran antara fakta sejarah, mitos, dan kepercayaan.
Contohnya : babad Tanah Jawi,Babad Cirebon,Babad Mataram dan Babad surakarta.
 Syair berasal dari perkataan arab, untuk menamakan karya sastra yang berupa sajak-
sajak yang terdiri atas empat baris setiap baitnya. Contohnya : Syair Sang Tua.
 Suluk merupakan karya sastra yang berupa kitab-kitab dan isinya menjelaskan
tasawufnya. Contohnya : Suluk sukarsa, Suluk Wujil, dan Suluk malang sumirang.
3. Kesenian
 Seudati merupakan tarian dari Aceh yang di bawakan oleh delapan orang
dengan melantunkan syair yang isinya Sholawat Nabi. Kata Seudati berasal dari kata
Syaidati yang artinya permainan orang-orang besar.
 Wayang pertunjukan wayang sudah ada dejak zaman Hindu-Budha ,akan tetapi pada
zaman islam kesenian ini terus di kembangkan sebagai sarana untuk berdakwah.
Kemudian dari cerita Amir Hamzah muncullhah Wayang Golek.
 Permainan Debus merupakan tarian yang pada puncak acara, para penari menusukan
benda tajam ketubuhnya tanpa meninggalkan luka. Tarian ini di awali dengan
pembacaan ayat-ayat dalam Al-Quran dan Sholawat Nabi.
 Selain contoh diatas, masih terdapat bentuk lain dari akulturasi kebudayaan pra-Islam
dengan kebudayaan Islam, yang masih di terapkan dalam masyarakat Indonesia sampai
sekarang, antara lain sebagai berikut :
 Sungkeman. Kebiasaan ini berasal dari pulau Jawa yang umumnya
dilakukan pada saat Hari Raya dan pada upacara pernikahan, tetapi
kadang kala dilakukan juga setiap kali bertemu.
 Tabot atau Tabuik, adalah upacara tradisional masyarakat Bengkulu
untuk mengenang kisah kepahlawanan dan kematian cucu Nabi
Muhammad, Hasan dan Husein bin Ali bin Abi Thalib dalam peperangan
dengan pasukan Ubaidillah bin Zaid di padang Karbala, Irak pada
tanggal 10 Muharam 61 Hijriah (681 M).
 Maulid Nabi adalah kenduri yang dilakukan dalam rangka memperingati
hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Pengaruh Islam di Bidang Bahasa


Konversi Islam nusantara awalnya terjadi di sekitar semenanjung Malaya.
Menyusul konversi tersebut, penduduknya meneruskan penggunaan
bahasa Melayu. Melayu lalu digunakan sebagai bahasa dagang yang
banyak digunakan di bagian barat kepulauan Indonesia. Seiring
perkembangan awal Islam, bahasa Melayu pun memasukkan sejumlah
kosakata Arab ke dalam struktur bahasanya. Bahkan, Taylor mencatat
sekitar 15% dari kosakata bahasa Melayu merupakan adaptasi bahasa
Arab.[7] Selain itu, terjadi modifikasi atas huruf-huruf Pallawa ke dalam
huruf Arab, dan ini kemudian dikenal sebagai huruf Jawi.
Bersamaan naiknya Islam menjadi agama dominan kepulauan nusantara,
terjadi sinkretisasi atas bahasa yang digunakan Islam. Sinkretisasi terjadi
misalnya dalam struktur penanggalan Çaka. Penanggalan ini adalah
mainstream di kebudayaan India. Secara sinkretis, nama-nama bulan Islam
disinkretisasi Agung Hanyakrakusuma (sultan Mataram Islam) ke dalam
sistem penanggalan Çaka. Penanggalan çaka berbasis penanggalan
Matahari (syamsiah, mirip gregorian), sementara penanggalan Islam
berbasis peredaran Bulan (qamariah). Hasilnya pada 1625, Agung
Hanyakrakusuma mendekritkan perubahan penanggalan Çaka menjadi
penanggalan Jawa yang sudah banyak dipengaruhi budaya Islam. Nama-
nama bulan yang digunakan tetap 12, sama dengan penanggalan Hijriyah
(versi Islam). Penyebutan nama bulan mengacu pada bahasa Arab seperti
Sura (Muharram atau Assyura dalam Syiah), Sapar (Safar), Mulud (Rabi’ul
Awal), Bakda Mulud (Rabi’ul Akhir), Jumadilawal (Jumadil Awal), Jumadilakir
(Jumadil Akhir), Rejeb (Rajab), Ruwah (Sya’ban), Pasa (Ramadhan), Sawal
(Syawal), Sela (Dzulqaidah), dan Besar (Dzulhijjah). Namun, penanggalan
hariannya tetap mengikuti penanggalan Çaka sebab saat itu penanggalan
harian Çaka paling banyak digunakan penduduk sehingga tidak bisa
digantikan begitu saja tanpa menciptakan perubahan radikal dalam
aktivitas masyarakat (revolusi sosial).

Selain pembagian bulan, bahasa Arab merambah ke dalam kosakata. Sama


dengan sejumlah bahasa Sanskerta yang diakui selaku bagian dari bahasa
Indonesia, kosakata Arab pun akhirnya masuk ke dalam struktur bahasa
Indonesia, yang sedikit contohnya sebagai berikut:
Kosakata Indonesia yang dipengaruhi Bahasa Arab
Bahasa Arab ini bahkan semakin signifikan di abad ke-18 dan 19 di Indonesia, di
mana masyarakat nusantara lebih familiar membaca huruf Arab ketimbang Latin.
Bahkan, di masa kolonial Belanda, mata uang ditulis dalam huruf Arab Melayu, Arab
Pegon, ataupun Arab Jawi. Tulisan Arab pun masih sering diketemukan sebagai
keterangan dalam batu nisan.

Pengaruh Islam di Bidang Pendidikan


Salah satu wujud pengaruh Islam yang lebih sistemik secara budaya adalah
pesantren. Asal katanya pesantren kemungkinan shastri (dari bahasa Sanskerta)
yang berarti orang-orang yang tahu kitab suci agama Hindu. Atau, kata cantrik dari
bahasa Jawa yang berarti orang yang mengikuti kemana pun gurunya pergi.
Fenomena pesantren telah berkembang sebelum Islam masuk. Pesantren saat itu
menjadi tempat pendidikan dan pengajaran agama Hindu. Setelah Islam masuk,
kurikulum dan proses pendidikan pesantren diambilalih Islam.
Pada dasarnya, pesantren adalah sebuah asrama tradisional pendidikan Islam.
Siswa tinggal bersama untuk belajar ilmu keagamaan di bawah bimbingan guru yang
disebut Kyai. Asrama siswa berada di dalam kompleks pesantren di mana kyai
berdomisili. Dengan kata lain, pesantren dapat diidentifikasi adanya lima elemen
pokok yaitu: pondok, masjid, santri, kyai, dan kitab-kitab klasik (kitab kuning).[8]
Seputar peran signifikan pesantren ini, Harry J. Benda menyebut sejarah Islam ala
Indonesia adalah sejarah memperbesarkan peradaban santri dan pengaruhnya
terhadap kehidupan keagamaan, sosial, dan ekonomi di Indonesia.[9] Melalui
pesantren, budaya Islam dikembangkan dan beradaptasi dengan budaya lokal yang
berkembang di sekitarnya tanpa mengakibatkan konflik horisontal signifikan.
Pengaruh Islam di Bidang Arsitektur dan Kesenian

Islam telah memperkenalkan tradisi baru dalam Bentuk bangunan. Surutnya Majapahit yang
diikuti oleh perkembangan agama Islam menentukan perubahan tersebut. Islam telah
memperkenalkan tradisi bangunan, seperti mesjid dan makam. Islam melarang
pembakaran jenazah yang merupakan tradisi dalam ajaran Hindu-Buddha; sebaliknya
jenazah bersangkutan harus dimakamkan di dalam tanah. Maka dari itu, peninggalan
berupa nisan bertuliskan Arab merupakan pembaruan seni arsitektur pada masanya.
Tempat sentral perubahan seni arsitektur dalam Islam terjadi di pelabuhan yang
meruapkan pusat pembangunan wilayah baru Islam. Sementara para petani di pedesaan
dalam hal seni arsitektur masih mempertahankan tradisi Hindu-Buddha. Tak diketahui
seberapa jauh Islam mengambil tradisi India dalam hal seni, karena beberapa keraton
yang terdapat di Indonesia usianya kurang dari 200 tahun. Pengaruhnya terlihat dari
unsur kota.
Masjid menggantikan posisi candi sebagai titik utama kehidupan keagamaan. Letak makam
selalu ditempatkan di belakang masjid sebagai penghormatan bagi leluhur kerajaan.
Adapula makam yang ditempatkan di bukit atau gunung yang tinggi seperti di Imogiri,
makam para raja Mataram-Islam, yang memperlihatkan cara pandang masyarakat
Indonesia (Jawa) tentang alam kosmik zaman prasejarah. Sementara, daerah yang
tertutup tembok masjid merupakan peninggalan tradisi Hindu-Buddha.
Masjid adalah tempat ibadah umat Islam. Masjid-masjid awal yang dibangun pasca
penetrasi Islam ke nusantara cukup berbeda dengan yang berkembang di Timur Tengah.
Salah satunya tidak terdapatnya kubah di puncak bangunan. Kubah digantikan semacam
meru, susunan limas tiga atau lima tingkat, serupa dengan arsitektur Hindu. Masjid
Banten memiliki meru lima tingkat, sementara masjid Kudus dan Demak tiga tingkat.
Namun, bentuk bangunan dinding yang bujur sangkar sama dengan budaya induknya.
Perbedaan lain, menara masjid awalnya tidak dibangun di Indonesia. Menara dimaksudkan
sebagai tempat mengumandakan adzan, seruan penanda shalat. Peran menara digantikan
bedug atau tabuh sebagai penanda masuknya waktu shalat. Setelah bedug atau tabuh
dibunyikan, mulailah adzan dilakukan. Namun, ada pula menara yang dibangun semisal di
masjid Kudus dan Demak. Uniknya, bentuk menara di kedua masjid mirip bangunan candi
Hindu. Meskipun di masa kini telah dilengkapi menara, bangunan-bangunan masjid jauh di
masa sebelumnya masih mempertahankan bentuk lokalnya, terutama meru dan limas
bertingkat tiga.
 Pusara. Pusara atau makam adalah lokasi dikebumikannya jasad seseorang pasca meninggal
dunia. Setelah pengaruh Islam, makam seorang berpengaruh tidak lagi diwujudkan ke dalam
bentuk candi melainkan sekadar cungkup. Lokasi tubuh dikebumikan ini ditandai pula batu
nisan. Nisan merupakan bentuk penerapan Islam di Indonesia. Nisan Indonesia bukan
sekadar batu, melainkan terdapat ukiran penanda siapa orang yang dikebumikan.
 Seni Ukir. Ajaran Islam melarang kreasi makhluk bernyawa ke dalam seni. Larangan dipegang
para penyebar Islam dan orang-orang Islam Indonesia. Sebagai pengganti kreativitas, mereka
aktif membuat kaligrafi serta ukiran tersamar. Misalnya bentuk dedaunan, bunga, bukit-bukit
karang, pemandangan, serta garis-garis geometris. Termasuk ke dalamnya pembuatan
kaligrafi huruf Arab. Ukiran misalnya terdapat di Masjid Mantingan dekat Jepara, daerah
Indonesia yang terkenal karena seni ukirnya.
 Seni Sastra. Seperti India, Islam pun memberi pengaruh terhadap sastra nusantara. Sastra
bermuatan Islam terutama berkembang di sekitar Selat Malaka dan Jawa. Di sekitar Selat
Malaka merupakan perkembangan baru, sementara di Jawa merupakan kembangan sastra
Hindu-Buddha. Sastrawan Islam melakukan gubahan baru atas Mahabarata, Ramayana, dan
Pancatantra. Hasil gubahan misalnya Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Perang Pandawa Jaya,
Hikayat Seri Rama, Hikayat Maharaja Rawana, Hikayat Panjatanderan. Di Jawa, muncul sastra-
sastra lama yang diberi muatan Islam semisal Bratayuda, Serat Rama, atau Arjuna Sasrabahu.
Di Melayu berkembang Sya’ir, terutama yang digubah Hamzah Fansuri berupa suluk (kitab
yang membentangkan persoalan tasawuf). Suluk gubahan Fansuri misalnya Sya’ir Perahu,
Sya’ir Si Burung Pingai, Asrar al-Arifin, dan Syarab al Asyiqin.
Pengaruh Islam di Bidang Kesusastraan

Karya sastra merupakan alat efektif dalam penyebaran sebuah agama. Jalur sastra inilah
yang ditempuh masyarakat muslim dalam penyebaran ajaran mereka. Karya-karya sastra
bercorak Islam yang ditulis di Indonesia, terutama Sumatera dan Jawa, awalnya
merupakan gubahan atas karya-karya sastra klasik dan Hindu-Buddha. Cara ini ditempuh
agar masyarakat pribumi tak terlalu kaget akan ajaran Islam.
Selanjutnya, tema-tema yang ada mulai bernuansa Islami seperti kisah atau cerita para nabi
dan rasul, sahabat Nabi, pahlawan-pahlawan Islam, hingga raja-raja Sumatera dan Jawa.
Adakalanya kisah-kisah tersebut bersifat setengah imajinatif; dalam arti tak sepenuhnya
benar.

Pengaruh Islam di Bidang Seni Rupa dan Kaligrafi

Seni rupa dalam dunia Islam berbeda dengan seni rupa dalam Hindu-Buddha. Dalam ajaran
Islam tak diperbolehkan menggambar, memahat, membuat relief yang objeknya berupa
makhluk hidup khususnya hewan. Maka dari itu, seni rupa Islam identik dengan seni
kaligrafi.
Seni kaligrafi adalah seni menulis aksara indah yang merupakan kata atau kalimat. Dalam
Islam, biasanya kaligrafi berwujud gambar binatang atau manusia (tapi hanya Bentuk
siluetnya saja). Ada pula, seni kaligrafi yang tidak berbentuk makhluk hidup, melainkan
hanya rangkaian aksara yang diperindah. Teks-teks dari Al-Quran merupakan tema yang
sering dituangkan dalam seni kaligrafi ini. Sedangkan, bahanbahan yang digunakan
sebagai tempat untuk menulis kaligrafi ini adalah nisan makam, pada dinding masjid,
mihrab masjid, kain tenunan atau kertas sebagai pajangan atau kayu sebagai pajangan.
Selain huruf Arab, tradisi kaligrafi dikenal pula di Cina, Jepang, dan Korea.
Pengaruh Islam di Bidang Seni Tari dan Musik

Dalam bidang seni tari dan musik, budaya Islam hingga sekarang begitu
terasa dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Dalam
perjalanannya, kebudayaan Islam sebelum masuk ke wilayah
Indonesia telah dahulu bercampur dengan kebudayaan lain, misalnya
kebudayaan Afrika Utara, Persia, anak Benua India, dan lain-lain. Dan
telah menjadi hukum alam, bahwa setiap tarian memerlukan iringan
musik. Begitu pula seni tari Islami, selalu diiringi alunan musik
sebagai penyemangat sekaligus sebagai sarana perenungan.
Lazimnya tarian-tarian ini dipraktikkan di daerah pesisir laut yang
pengaruh Islamnya kental, karena daerah pesisir merupakan tempat
pertama kali Islam berkembang, baik sebagai kekuatan ekonomi,
sosial, budaya, dan politik.

Pengaruh Islam di Bidang Seni Busana

Dalam agama Islam, ada jenis pakaian tertentu yang menunjukkan


identitas umat Islam. Jenis pakaian tersebut adalah sarung, baju
koko, kopeah, kerudung, jilbab, dan sebagainya
Peran Ulama dalam Proses Integrasi
Sebagaimana kita ketahui orang yang bergelar ulama di dalam agama
Islam merupakan orang yang telah memiliki pengetahuan keilmuan
secara mendalam dalam bidang agama Islam. Tentunya peran ulama
dalam integrasi salah satu faktor penting dimana dengan segala
kemampuan dan cara dalam melakukan dakwahnya mereka bisa
menyampaikan pemahaman-pemahaman konsep Islam yang tidak
mengenal kasta dalam kehidupan bermasyarakat dan mengarahkan
seluruh masyarakat antarsuku untuk hidup bersatu dan menjalin
persaudaraan. Berikut adalah peranan Ulama dalam proses integrasi.

Agama Islam yang masuk dan berkembang di Nusantara mengajarkan


kebersamaan dan mengembangkan toleransi dalam kehidupan
beragama. Islam mengajarkan persamaan dan tidak mengenal kasta-
kasta dalam kehidupan masyarakat. Konsep ajaran Islam memunculkan
perilaku kearah persatuan dan persamaan derajat. Disisi lain, datangnya
pedagang-pedagang Islam diIndonesia mendorong berkembangnya
tempat-tempat perdagangan di daerah pantai. Tempat-tempat
perdagangan itu kemudian berkembang menjadi pelabuhan dan kota-
kota pantai. Bahkan kota-kota pantai yang merupakan bandar dan pusat
perdagangan, berkembang menjadi kerajaan.Timbulnya kerajaan-
kerajaan Islam menandai awal terjadinya proses integrasi. Meskipun
masing-masing kerajaan memiliki cara dan faktor pendukung yang
berbeda-beda dalam proses integrasinya.
Cara perkembangan dan penyebaran agama islam di Indonesia adalah
dengan cara damai, cara-cara tersebut juga digunakan para ulama
dan dai untuk menyiarkan agama islam. Penyebaran ini didukung
oleh hubungan perdagangan antara pedagang islam dengan
bangsawan pribumi. Melalui hubungan itulah islam diterima oleh
masyarakat. Jalur persebarannya yaitu dengan jalur perkawinan,
perdagangan, kesenian dan lain-lain.
Intregasi artinya penyatuan, wali songo berperan dalam proses
integrasi nasional seperti pada bidang sastra yaitu bahasa melayu.
Dulu bahasa itu hanya bagi bangsawan, namun dengan adanya para
wali yang menjadikan bahasa itu sebagai bahasa nusantara yang
kelak menjadi bahasa persatuan Indonesia. Bidang pendidikan yaitu
dengan adanya pesantren pesantren yang kelak akan mengambil
andil dalam memerangi penjajah.
Peranan wali songo dalam proses integrasi bangsa juga sebagai pelopor
agama islam bagi bangsa indonesia. Karena melalui wali songo
masyarakat indonesia terdahulu mempercayai dan meyakini agama
islam berkat adanya peranan wali songo. Sampailah pada akhirnya
indonesia menjadi negara mayoritas beragama islam yang cukup
besar di dunia.
Hal ini terbukti dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di
Nusantara. Seperti Kerajaan Demak, Kerajaan Makasar, Kesultanan
Banten, Kerajaan Cirebon dan lain sebagainya.
“Walisongo” berarti sembilan orang wali”
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya
Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah
simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak
tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar
dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap
kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung,
membuat “sembilan wali” ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai
dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “tabib” bagi
Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai
“paus dari Timur” hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian
dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa -yakni
nuansa Hindu dan Budha.
1. Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik)
Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan
lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah
Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah
Jawa terhadap As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi
Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian
rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak,
ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku).
Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana
Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini
sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw.
Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama
tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang
memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan
Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan
misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau
Jawa meninggalkan keluarganya.
Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang.
Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih
berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah
daerah Leran kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik.
Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara
membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga
murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk
mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah
diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar
kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.
Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia
merangkul masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka
sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat
sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang
saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar
agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya
kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.n
2. Sunan Ampel
Ia putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad Tanah Jawi dan
Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden
Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama Ampel sendiri,
diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama bermukim. Di daerah
Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya
(kota Wonokromo sekarang)
Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa
pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun
1440, sebelum ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah
tiga tahun di Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik.
Dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari
Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting salah seorang raja
Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya.
Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari
perkawinannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya yang
menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika
Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak didirikan,
Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia
pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja
Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M.
Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit, ia
membangun mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul
masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut menjadi
sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara bahkan
mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah.
Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai
pelosok Jawa dan Madura.
Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia
hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman
akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main,
moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk “tidak
berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan
narkotik, dan tidak berzina.”

Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan


dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.
 3. Sunan Giri
Ia memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan
(kini Banyuwangi) pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang
dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya–seorang putri raja
Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut anak oleh Nyai
Semboja (Babad Tanah Jawi versi Meinsma).
Ayahnya adalah Maulana Ishak. saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil
meng-Islamkan isterinya, tapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan
keluarga isterinya berkelana hingga ke Samudra Pasai.
Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah
juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka
pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah
“giri”. Maka ia dijuluki Sunan Giri.
Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga
sebagai pusat pengembangan masyarakat. Raja Majapahit -konon karena khawatir Sunan Giri
mencetuskan pemberontakan- memberi keleluasaan padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka
pesantren itupun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton.
Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata.
Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa, waktu itu. Ketika Raden Patah
melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai penasihat dan panglima militer
Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari
pengaruh Sunan Giri. Ia diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa.
Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran Singosari, dikenal
sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan Amangkurat II pada Abad 18.
Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih ke
berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga Nusa
Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan dua
sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau.
Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fikih.
Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pecipta karya
seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak
suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan
Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.

4. Sunan Bonang
Ia anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya
adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M dari seorang
perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati di Tuban
Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke
berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul.
Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada
budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali
–yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas

Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan


simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk
menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan
Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.
Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-
nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di
halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi
setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah
yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus,
masih menolak untuk menyembelih sapi.
Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya
secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah
pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan
Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.
Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya,
ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat
Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang,
Arya Penangsang.

5. Sunan Kalijaga
Dialah “wali” yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar
tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban -keturunan dari tokoh
pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya Wilatikta diperkirakan telah
menganut Islam
Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah nama
panggilan seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden
Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang
disandangnya.
Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga
memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa
mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk berendam (‘kungkum’) di sungai (kali) atau “jaga kali”.
Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya
sebagai “penghulu suci” kesultanan.

Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami
masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten,
bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah
pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid
Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah
kreasi Sunan Kalijaga.

Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang.
Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia
juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.

Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang
pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan
Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.

Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir,
wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan
sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa
Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.

Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan
Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang
Kotagede – Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.
6. Sunan Gunung Jati
Banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati. Diantaranya adalah
bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra’ Mi’raj, lalu bertemu Rasulullah
SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaeman.
Semua itu hanya mengisyaratkan kekaguman masyarakat masa itu pada Sunan Gunung Jati.
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M. Ibunya
adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya
adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari
Palestina.
Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia
sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan
atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai
Kasultanan Pakungwati.
Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya “wali songo” yang memimpin
pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran
untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan.
Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas. Namun ia juga
mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan
antar wilayah.
Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan ekspedisi ke
Banten. Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela penguasaan wilayah
Banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten.

Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni
dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 M,
Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di
7. Sunan Drajat
Nama kecilnya Raden Qosim. Ia anak Sunan Ampel. Dengan demikian
ia bersaudara dengan Sunan Bonang. Diperkirakan Sunan Drajat
yang bergelar Raden Syaifuddin ini lahir pada tahun 1470 M. Sunan
Drajat mendapat tugas pertama kali dari ayahnya untuk berdakwah
ke pesisir Gresik, melalui laut. Ia kemudian terdampar di Dusun Jelog
–pesisir Banjarwati atau Lamongan sekarang. Tapi setahun
berikutnya Sunan Drajat berpindah 1 kilometer ke selatan dan
mendirikan padepokan santri Dalem Duwur, yang kini bernama Desa
Drajat, Paciran-Lamongan.
Dalam pengajaran tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara
ayahnya: langsung dan tidak banyak mendekati budaya lokal.
Meskipun demikian, cara penyampaiannya mengadaptasi cara
berkesenian yang dilakukan Sunan Muria. Terutama seni suluk. Maka
ia menggubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah
“berilah tongkat pada si buta/beri makan pada yang lapar/beri
pakaian pada yang telanjang’.
Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka
menolong. Di pondok pesantrennya, ia banyak memelihara anak-anak
yatim-piatu dan fakir miskin.
8. Sunan Kudus
Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan
Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang
putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat
menjadi Panglima Perang.
Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai
daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya
pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara
penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari
pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.
Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-
simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara,
gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah
wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.
Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya.
Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman
masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka
mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah yang berarti “sapi betina”.
Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk
menyembelih sapi.
Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara
berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan
yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan
begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.
Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia
juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di
9. Sunan Muria
Ia putra Dewi Saroh –adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh
Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden
Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di
lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota Kudus
Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan
Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka
tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk
menyebarkan agama Islam.
Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-
keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah
kesukaannya.
Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam
konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai
pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun
rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat
diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah
dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu
hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.

Anda mungkin juga menyukai