Takdir adalah ketentuan suatu peristiwa yang terjadi
di alam raya ini yang meliputi semua sisi kejadiannya baik itu mengenai kadar atau ukurannya, tempatnya maupun waktunya. Dengan demikian segala sesuatu yang terjadi tentu ada takdirnya, termasuk manusia. Untuk memahami konsep takdir, umat Islam tidak dapat melepaskan diri dari dua dimensi pemahaman takdir. Kedua dimensi dimaksud ialah dimensi ketuhanan dan dimensi kemanusiaan. Dimensi Ketuhanan Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al Quran yang menginformasikan bahwa Allah maha kuasa menciptakan segala sesuatu termasuk menciptakan Takdir. Dia (Allah) telah menciptakan segala sesuatu dan sungguh telah menetapkannya (takdirnya) (Al-Furqaan / QS. 25:2) Apakah kamu tidak tahu bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Sesungguhnya itu semua telah ada dalam kitab, sesungguhnya itu sangat mudah bagi Allah (Al-Hajj / QS. 22:70) Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya (Al Maa'idah / QS. 5:17) Kalau Dia (Allah) menghendaki maka Dia memberi petunjuk kepadamu semuanya (Al-An'am / QS 6:149) Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat (As-Safat / 37:96) Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan (Luqman / QS. 31:22). Dimensi Kemanusiaan Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al Quran yang meginformasikan bahwa Allah memperintahkan manusia untuk berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapai cita-cita dan tujuan hidup yang dipilihnya. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia (Ar Ra'd / QS. 13:11) (Allah) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (Al Mulk / QS. 67:2) Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Nasrani, Shabiin (orang-orang yang mengikuti syariat Nabi zaman dahulu, atau orang-orang yang menyembah bintang atau dewa-dewa), siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan beramal saleh, maka mereka akan menerima ganjaran mereka di sisi Tuhan mereka, tidak ada rasa takut atas mereka, dan tidak juga mereka akan bersedih (Al-Baqarah / QS. 2:62). ... barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir... (Al Kahfi / QS. 18:29) Implikasi Iman kepada Takdir Kesadaran manusia untuk BERAGAMA merupakan kesadaran akan kelemahan dirinya. Terkait dengan fenomena takdir, maka WUJUD KELEMAHAN MANUSIA itu ialah ketidaktahuannya akan takdirnya. MANUSIA TIDAK TAHU APA YANG SEBENARNYA AKAN TERJADI. Kemampuan berfikirnya memang dapat membawa dirinya kepada perhitungan, proyeksi dan perencanaan yang canggih. Namun setelah diusahakan realisasinya tidak selalu sesuai dengan keinginannya. MANUISA HANYA TAHU TAKDIRNYA SETELAH TERJADI. Oleh sebab itu sekiranya manusia menginginkan perubahan kondisi dalam menjalani hidup di dunia ini, diperintah oleh Allah untuk berusaha dan berdoa untuk merubahnya. Usaha perubahan yang dilakukan oleh manusia itu, kalau berhasil seperti yang diinginkannya maka Allah melarangnya untuk menepuk dada sebagai hasil karyanya sendiri. Bahkan sekiranya usahanya itu dinialianya gagal dan bahkan manusia itu sedih bermuram durja menganggap dirinya sumber kegagalan, maka Allah juga menganggap hal itu sebagai kesombongan yang dilarang juga (Al Hadiid QS. 57:23). Kesimpulannya, karena manusia itu lemah (antara lain tidak tahu akan takdirnya) maka diwajibkan untuk BERUSAHA secara bersungguh-sungguh untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu BERIBADAH KEPADA_NYA. Dalam menjalani hidupnya, manusia diberikan pegangan hidup berupa wahyu Allah yaitu Al Quran dan Al Hadits untuk ditaati. QADLA Kalimat Qada & Qadar berasal dari bahasa Arab yang memiliki beberapa makna di antaranya Qada yang berati “Hukum” atau “Keputusan”. Hal ini dapat kita pahami dalam Qs An Nisaa-65 “ Maka demi tuhan mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap keputusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. Qada, yang berarti juga “Kehendak” atau “Menjadikan” yang di maksud di sini telah di terangkan Allah Qs Ali Imran-47 “ Maryam berkata yaa tuhanku apakah mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah di sentuh oleh seorang laki-laki manapun, Allah berfirman ( dengan perantaraan Jibril ) Demikianlah Allah menciptakan apa yang di kehendakinya. Apabila Allah berkehendak untuk menciptakan sesuatu maka Allah hanya cukup berkata “Jadilah” lalu jadilah dia”. Hal ini juga dapat kita lihat dalam Qs Fushshilat-12, yang mengupas tentang ketentuan Allah terhadap alam semesta dan jagat raya ini. QADAR Kalimat Qadar yang bermakna “Ukuran” . Firman Allah dalam Qs Ar Ra’d-17 yang menjelaskan bagaimana Allah Swt mengumpamakan yang benar itu sebagai air atau logam yang bermanfaat, sedangkan yang buruk/bathil itu sama dengan buih/sisa, tahi logam yang akan lenyap dan tidak ada guna sama sekali bagi manusia. Qadar Allah juga berarti “Kepastian” “Lalu Kami tentukan bentuknya maka Kami sebaik-baik yang mementukan ( Qs Al Mursalat-23 ). Sedangkan dalam bahasa Indonesia Qada & Qadar dalam artian sederhananya biasa kita sebut dengan Takdir Ilahi atau ketentuan Allah Taalla. TAKDIR DAN IHTIAR “Mengapa ya Tuhan tidak bersikap adil kepada saya? Sampai sekarang saya masih saja menderita. Takdir saya buruk sekali! Mengapa Tuhan tidak kasihan kepada saya?” “Saya sudah lakukan semua perintah Allah. Setiap hari saya berdoa agar saya dilepaskan dari berbagai derita. Namun tetap saja Allah tak mendengar dan tak mau mengabulkan do’a saya.” Mengapa tiba-tiba turun bencana besar yang menghabiskan segalanya dan menewaskan ribuan manusia? Mengapa Amerika dan Israel yang menguasai dunia? Mengapa orang jahat lebih kaya dan lebih sejahtera hidupnya, sementara orang-orang baik dan suci menderita? Mengapa koruptor besar itu dibebaskan? Mengapa perbuatan baik kita tidak mendapat ganjaran sepadan? Mengapa para Nabi bisa dibunuh? Mengapa mereka tidak menang saja? Apakah Tuhan tidak menolong mereka? Pemahaman Takdir, dari buku “Anak, Antara Kekuatan Gen dan Pendidikan”, karangan Prof. Muhammad Taqi Falsafi. Sebuah ilustrasi tentang seseorang yang mencoba menjatuhkan dirinya dari atas sebuah gedung bertingkat tinggi ke sebuah batu marmer yang keras. Orang tua itu berkata, “KALAU MEMANG SUDAH DITAKDIRKAN MATI, MAKA SAYA AKAN MATI. DAN JIKA DITAKDIRKAN HIDUP, PASTI SAYA AKAN TETAP HIDUP.” Menurut Prof. Falsafi, sungguh orang ini telah keliru besar memahami persoalan takdir. Katanya, ALLAH SWT TELAH MEMPUNYAI TAKDIR-TAKDIR PAKSAAN DALAM MASALAH INI DAN JUGA PUNYA TAKDIR IKHTIAR DI SISI YANG LAIN. Adapun TAKDIR PAKSAAN dalam masalah ini adalah: 1. Qadha dan qadar Allah telah menjadikan marmer sebagai batu keras dan kuat 2. Tengkorak kepala manusia diciptakan (berdasarkan qadha dan qadar Allah) dari tulang yang lembut dan berpotensi untuk pecah. 3. Qadha dan qadar Allah telah menetapkan adanya hukum gravitasi yang akan membuat benda jatuh ke tanah. 4. Qadha dan qadar Allah memutuskan bahwa setiap orang yang melemparkan diri dari ketinggian ke tanah yang keras, niscaya tulangnya akan hancur berantakan dan otaknya berhamburan keluar. 5. Qadha dan qadar Allah juga memutuskan bahwa setiap manusia harus mati ketika otaknya hancur. 6. Qadha dan qadar Allah jua telah memutuskan bahwa manusia mempunyai kehendak dan ikhtiar/pilihan. Ia bisa menjatuhkan dirinya lalu mati, atau menahan diri untuk tidak melakukan bunuh diri itu, lalu turun menuruni tangga dengan selamat. Lalu beliau mengutip satu riwayat dari Ibnu Nabatah, bahwa Ali bin Abi Thalib kw, pernah pada suatu hari berpindah dari satu tembok ke tembok yang lain. Para sahabat menegur beliau, “Wahai Amirul Mukminin, apakah Anda lari dari qadha Allah?” Imam Ali menjawab, “Saya lari dari qadha Allah menuju qadar Allah Azza wa Jalla.” Allah Swt telah menuliskan ketetapan segala sesuatu dalam Lauh Mahfuzh yang ada di sisi-Nya. Allah Swt berfirman dalam Qs Al Hajj-70 “ Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langgit dan di bumi, bahwa yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab ( Lauh Mahfuzh ) bagi Allah.
Mengenai Ayat ini pernah di pertanyakan pada Rasulullah
Saw, mengapa kita mesti berusaha dan tidak pasrah, nrimo saja dengan takdir, garis, nasib yang telah tertulis yaa Rasulullah ?. Beliau Saw memjawab, berusahalah kalian, masing-masing akan di mudahkan menurut takdir yang telah di tentukan baginya. Di dalam memahami Takdir Illahi atau Qada & Qadar Al Quran Nul Karim dan sunah Rasulullah Saw memberikan beberapa tahapan yang harus di kaji lewat pemahaman yang mendalam dari manusia, agar manusia itu tidak terjerembab masuk ke lumpur dosa dan rasa keputus asaan akibat rasa pesimis dalam menerima takdir tersebut. Di antaranya : AL-ILIM (PENGETAHUAN) yaitu mengimani dan meyakini bahwa Allah itu maha tahu atas segala sesuatu apa-apa yang ada di langgit dan di bumi. Baik secara umum maupun secara terperinci dan detail, baik perbuatan yang di nampakan maupun yang tersembunyi, baik perbuatan- Nya, perbuatan makhlik-Nya dan tak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi-Nya. AL KITABAH ( PENULISAN ) yaitu mengimani bahwa Allah Swt telah menuliskan ketetapan segala sesuatu dalam Lauh Mahfuzh yang ada di sisi-Nya. Allah Swt berfirman dalam Qs Al Hajj-70 “ Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langgit dan di bumi, bahwa yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab ( Lauh Mahfuzh ) bagi Allah. AL MASYI’AH (KEHENDAK) dari Allah Swt lihat Qs At Takwir-28-29 yang menerangkan bahwa kehendak Allah yang berlaku secara mutlak terhadap alam semesta ini. Al Khalq (Penciptaan) yaitu mengimani bahwa Allah Swt pencipta dari segala sesuatu, apa yang ada di langgit dan di bumi penciptanya tiada lain adalah Allah Swt sampai pada kematian dengan sebab apapun di ciptakan Allah Aza Wajalla. (lihat Qs Al Mulk-2.)