Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN

KEPERAWATAN
LANSIA DENGAN
GANGGUAN
DEMENSIA
KELOMPOK 2
Lansia

Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU No. 4 Tahun 1965 adalah seseorang yang mencapai umur 55
tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima
nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000) sedangkan menurut UU No. 12 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun
(Depsos, 1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan
fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan
kematian (Hutapea, 2005).
Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian lansia digolongkan menjadi 4,
yaitu:
 Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun
 Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun
 Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
 Lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Definisi Demensia

Menurut Grayson (2004), menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa,
melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga
terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.

Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan memori yang
sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari -hari. Demensia merupakan
keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata
mengganggu aktivitas kehidupan sehari hari (Nugroho, 2008).

Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi vegetatif atau keadaan
yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian, dan interpretasi atas
komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu. (Elizabeth J. Corwin, 2009).
Anatomi Fisiologi

 Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling


depan dari Otak Besar. Lobus ini berhubungan dengan
kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi,
perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian,
kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan
kemampuan bahasa secara umum.
 Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses
sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
 Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan
dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan
bahasa dalam bentuk suara.
 Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan
dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia
mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap
oleh retina mata.
Etiologi

Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar :
 Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal kelainan yaitu : terdapat
pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada sistem enzim, atau pada metabolisme.
 Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati, penyebab utama
dalam golongan ini diantaranya :
 Penyakit degenerasi spino-serebelar
 Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
 Khorea Huntington.
 Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam golongan ini diantaranya :
 Penyakit cerebro kardiovaskuler
 Penyakit- penyakit metabolik
 Gangguan nutrisi
 Akibat intoksikasi menahun
Manifestasi Klinis

Pada awal perjalanan penyakit, pasien mengalami pegal-pegal, cenderung mengalami


kegagalan dalam melakukan tugas tertentu yang kompleks dan memerlukan pemecahan
masalah. Beberapa hal yang sering ditemui pada demensia adalah :
Kemunduran intelektual yang disertai dengan gangguan :
 Memori (daya ingat)
 Orientasi : Gangguan orientasi orang, tempat dan waktu tetapi kesadarannya tidak mengalami
gangguan
 Bahasa : Aphasia, stereotipik, sirkumstansial, gangguan penamaan objek
 Daya pikir dan daya nilai : Daya pikir lebih lambat, aliran ide dan konsentrasi berkurang, sudut
pandang yang jelek dan kurang, pikiran paranoid, delusi, dll
 Kapasitas belajar komprehensif : Gangguan otak dalam memproses informasi yang masuk.
 Kemampuan dalam perhitungan
Next..

Adapun tanda-gejala yang lainnya sebagai berikut:


 Psikiatrik: Mengalami gangguan seperti cemas, depresi, perubahan kepribadian sehingga sering
menangis atau tertawa patologis, emosi ekstrim tanpa provokasi.
 Neurologis : Apraxia dan agnosia, kejang, sakit kepala, pusing, kelemahan, sering pingsan,
gangguan tidur, disartria, disfagia.
 Reaksi katastropi : Agitasi yang muncul sekunder akibat kesadaran subjektif terhadap defisit
intelektual yang dialami pada keadaan yang penuh stres.
 Sundown syndrome : Mengantuk, konfusi, ataksia, jatuh. Sindrome ini bisa muncul saat stimulus
eksternal berkurang atau karena pengaruh obat benzodiazepine.
Klasifikasi

Demensia dapat dibagi dalam 3 tipe yaitu :

1. Demensia Kortikal dan Sub Kortikal


2. Demensia Reversibel dan Non reversibel
3. Demensia Pre Senilis dan Senilis
Patofisiologi

Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia. Penuaan


menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan saraf pusat yaitu berat
otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada penuaan antara umur 30 sampai 70 tahun.
Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan kondisi-kondisi yang dapat
mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri. Penyakit degeneratif pada otak, gangguan vaskular
dan penyakit lainnya, serta gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung maupun tak
langsung dapat menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme iskemia, infark,
inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan mengganggu fungsi dari
area kortikal ataupun subkortikal.
Di samping itu, kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan untuk proses konduksi saraf juga akan
berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya pikir dan belajar),
gangguan sensorium (perhatian, kesadaran), persepsi, isi pikir, emosi dan mood. Fungsi yang
mengalami gangguan tergantung lokasi area yang terkena (kortikal atau subkortikal) atau
penyebabnya, karena manifestasinya dapat berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut akan
memicu keadaan konfusio akut demensia (Boedhi-Darmojo, 2009).
Komplikasi

1. Peningkatan risiko infeksi di seluruh bagian tubuh :


a. Ulkus Dekubitus
b. Infeksi saluran kencing
c. Pneumonia
2. Thromboemboli, infark miokardium.
3. Kejang
4. Kontraktur sendi
5. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
6. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan kurang dan kesulitan menggunakan peralatan
7. Kehilangan kemampuan berinteraksi
8. Harapan hidup berkurang
Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Portabel Demensia


 Untuk keperluan penapisan, pemeriksaan psikometrik sederhana misalnya dengan menggunakan
pemeriksaan mini status mental (Mini mental State Examination/MMSE) akan membantu menentukan
gangguan kognitif yang harus ditindaklanjuti dengan pemeriksaan lain.
 Pemeriksaan Diagnostik
 Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan penilaian menyeluruh, dengan memperhatikan usia
penderita, riwayat keluarga, awal dan perkembangan gejala serta adanya penyakit lain (misalnya
tekanan darah tinggi atau kencing manis). Dilakukan pemeriksaan kimia darah standar. Pemeriksaan
CT scan dan MRI dimaksudkan untuk menentukan adanya tumor, hidrosefalus atau stroke. Jika pada
seorang lanjut usia terjadi kemunduran ingatan yang terjadi secara bertahap, maka diduga
penyebabnya adalah penyakit Alzheimer. Diagnosis penyakit Alzheimer terbukti hanya jika dilakukan
otopsi terhadap otak, yang menunjukkan banyaknya sel saraf yang hilang. Sel yang tersisa tampak
semrawut dan di seluruh jaringan otak tersebar plak yang terdiri dari amiloid (sejenis protein
abnormal). Metode diagnostik yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit ini adalah pemeriksaan
pungsi lumbal dan PET (positron emission tomography), yang merupakan pemerisaan skening otak
khusus.
Penatalaksanaan

Walaupun penyembuhan total pada berbagai bentuk demensia biasanya tidak mungkin, dengan
penatalaksaan yang optimal dapat dicapai perbaikan hidup sehari-hari dari penderita. Prinsip
utama penatalaksanaan penderita demensia adalah sebagai berikut:
1. Optimalkan fungsi dari penderita
2. Kenali dan obati komplikasi
3. Upayakan perawatan berkesinambungan
4. Upayakan informasi medis bagi penderita dan keluarganya
5. Upayakan informasi pelayanan sosial yang ada pada penderita dan keluarganya
6. Upayakan nasihat keluarga untuk
7. Peran keluarga
Pengkajian
Pengkajian umum
Secara umum untuk melakukan pengkajian pasien lansia dengan demensia, kita dapat menggunakan
tehnik mengobservasi prilaku pasien dan wawancara langsung kepada pasien dan keluarganya. Observasi
yang kita lakukan terutama untuk mengkaji data objective demensia. Ketika mengobservasi prilaku pasien
untuk tanda-tanda seperti :
a. Kurang konsentrasi
b. Kurang kebersihan diri
c. Rentan terhadap kecelakaan: jatuh
d. Tidak mengenal waktu, tempat dan orang
e. Tremor
f. Kurang kordinasi gerak
g. Aktiftas terbatas
h. Sering mengulang kata-kata.
Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat :
a. Apakah lansia mengalami kebingungan
b. Kecemasan
c. Menunjukkan afek yang labil
d. Datar atau tidak sesuai
e. Bila data tersebut peroleh, data subjective didapatkan melalui wawancara.
Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan pada saat pengkajian, maka ditetapkan diagnosa
keperawatan :
1. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perasaan tidak berdaya, gangguan status kesehatan
psikososial, tidak ada persiapan untuk masuk rumah sakit, perubahan dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari, kurangnya sistem dukungan yang adekuat.
2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan : perubahan fisiologis, kehilangan memori/ingatan,
gangguan tidur, konflik psikologis, gangguan penilaian.
3. Perubahan persepsi-sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan/ atau
integrasi sensori (penyakit neurologi, tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri), stress
psikologi ( penyempitan pandangan perceptual disebabkan kecemasan), pembatasan
lingkungan secara terapeutik (isolasi, perawatan intensif, tirah baring), pembatasan lingkungan
social (institusional, panti jompo), stigma (gangguan jiwa, keterbelakangan mental), angguan
kimiawi (endogen, eksogen).
4. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan: kurangnya pendidikan tentang keamanan, riwayat
trauma terdahulu, kurangnya penglihatan, ketidakmampuan mengidentifikasi bahaya dalam
lingkungan, disorientasi, bingung, ganguan dalam pengambilan keputusan, kesulitan
keseimbangan, kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktifitas kejang
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
1 Sindrom stress Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Jalin hubungan saling mendukung dengan pasien
relokasi selama 3x4 jam diharapkan sindrom stress
berhubungan relokasi dapat diatasi dengan kriteria hasil :  Orientasikan pada lingkungan dan rutinitas baru
dengan perasaan
tidak berdaya,  Mengidentifikasi perubahan  Kaji tingkat stresor (seperti penyusaian diri, krisis perkembangan, peran keluarga, akibat
gangguan status perubahan status kesehatan)
kesehatan  Mampu beradaptasi pada perubahan
psikososial, tidak lingkungan dan aktivitas kehidupan sehari-  Tempatkan pada ruangan pribadi jika mungkin dan bergabung dengan orang terdekat dalam
ada persiapan hari aktivitas perawatan, waktu makan dsb
untuk masuk rumah
sakit, perubahan
 Mempertahankan rasa berharga pada diri dan  Tentukan jadwal aktivitas yang wajar dan masukan dalam kegiatan rutin
dalam aktivitas
identitas pribadi yang positif.
kehidupan sehari-
hari, kurangnya  Identifikasi kekuatan klien yang dimiliki sebelumnya
sistem dukungan  Membuat pernyataan positif tentang
yang adekuat lingkungan yang baru  Berikan penjelasan dan informasi yang menyhenangkan mengenai kegiatan/pristiwa

 Memperlihatkan penerimaan terhadap  Catat tingkah laku, munculnya perasaan curiga/paranoid, mudah tersinggung dan defensif
perubahan lingkungan dan penyesuaian
kehidupan  Pertahankan keadaan tenang , tempatkan dalam lingkungan yang memberikan kesempatan untuk
beristirahat
 Mampu menunjukkan rentang perasaan yang
sesuai/tidak cemas  Atasi tingkah laku agresif dengan pendekatan yang tenang

 Tidak menyimpan pengalaman menyakitkan  Gunakan sentuhan jika tidak mengalami paranoid/sedang mengalami agitasi sesaat

 Menggunakan bantuan dari sumber yang tepat  Rujuk kesumber pendukung perawatan diri
selama waktu pengaturan pada lingkungan
baru.
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan

2 Perubahan proses Setelah dilakukan tindakan  Kembangkan lingkungan yang mendukung dan hubungan klien-perawat yang terapeutik
pikir berhubungan keperawatan selama 3x4 jam
dengan : diharapkan toleran terhadap  Kaji derajat gangguan kognitif, bicarakan dengan keluarga mengenai perubahan prilaku
perubahan perubahan proses pikir dengan
fisiologis, kriteria hasil:  Lakukan pendekatan dengan cara perlahan dan tenang
kehilangan
memori/ingatan,  Mampu memperlihatkan kemampuan  Tatap wajah ketika berbicara dengan pasien
gangguan tidur, kognitif untuk menjalani konsekuensi
konflik psikologis, kejadian yang menegangkan terhadap
gangguan  Gunakan suara yang agak rendah dan berbicara dengan perlahan pada pasien
emosi dan pikiran tentang diri.
penilaian.
 Gunakan kata-kata pendek, kalimat dan instruksi sederhana (tahap demi tahap) dan ulangi
 Mampu mengembangkan strategi
instruksi tersebut sesuai kebutuhan
untuk mengatasi anggapan diri yang
negatif.
 Dengarkan dengan penuh perhatian pembicaraan pasien, interprestasikan pertanyaan, arti dan
kata, beri kata yang benar
 Mampu mengenali perubahan dalam
berpikir atau tingkah laku dan faktor
penyebab.  Hindari kritikan, argumentasi dan konfrontasi negatif

 Mampu memperlihatkan penurunan  Gunakan distraksi, bicarakan tentang kejadian yang sebenarnya saat psien mengungkapkan ide
tingkah laku yang tidak diinginkan, yang salah, jika tidak meningkatkan kecemasan
ancaman dan kebingungan.
 Fokuskan tingkah laku yang sesuai, berikan penguatan positif, gunakan sentuhan dengan
bijaksana, berikan perhatian pada setiap respon individu

 Berikan kesempatan untuk saling memiliki dan dimiliki secara personal

 Bantu pasien menemukan hal yang salah dalam penempatannya, berikan label gambar/hal yang
dimiliki, jangan menentang
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

3 Perubahan persepsi- Setelah dilakukan tindakan  Kembangkan lingkungan yang suportif dan hubungan perawat –klien
sensori berhubungan keperawatan selama 3x4 terapeutik
dengan perubahan jam diharapkan perubahan
persepsi, transmisi dan/ persepsi sensori dapat  Bantu klien untuk memahami halusinasi
atau integrasi sensori diatasi dengan kriteria hasil:
(penyakit neurologi,  Beri informasi tentang sifat halusinasi, hubungannya dengan stressor/
tidak mampu  Mengalami penurunan pengalaman emosional yang traumatik, pengobatan, dan cara mengatasi
berkomunikasi, halusinasi
gangguan tidur, nyeri),  Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut
stress psikologi (  Mengembangkan strategi mempengaruhi klien termasuk penurunan penglihatan dan pendengaran
penyempitan psikososial untuk mengurangi
pandangan perceptual stress atau mengatur perilaku  Ajarkan strategi untuk mengurangi stress
disebabkan
kecemasan),  Mendemonstrasikan respon  Anjurkan untuk menggunakan kaca mata atau alat bantu pendengaran sesuai
pembatasan lingkungan yang sesuai stimulasi keperluan.
secara terapeutik
(isolasi, perawatan  Perawat mampu  Berikan lingkungan yang tenang dan tidak kacau jika diperlukan ( music yang
intensif, tirah baring), mengidentifikasikan factor lembut, gambar/dinding cat sederhana)
pembatasan lingkungan eksternal yang berperan
social (institusional, terhadap perubahan  Berikan sentuhan dan perhatian
panti jompo), stigma kemampuan persepsi sensori.
(gangguan jiwa,  Berikan perhatian dalam indah secara berkala ( musik dan cerita peristiwa yang
keterbelakangan menyenangkan, foto)
mental), angguan
kimiawi (endogen,
eksogen).
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

4 Resiko terhadap cidera Setelah dilakukan  Kaji derajat gangguan kemampuan, tingkah laku
berhubungan dengan: tindakan keperawatan impulsive dan penurunan presepsi visual. Bantu
kurangnya pendidikan selama 3x4 jam keluarga mengidentifikasi resiko terjadinya bahaya
tentang keamanan, diharapkan cidera tidak yang mungkin timbul.
riwayat trauma terjadi dengan kriteria
terdahulu, kurangnya hasil:  Hilangkan sumber bahaya lingkungan.
penglihatan,
 Meningkatkan tingkat  Alihkan perhatian saat perilaku
ketidakmampuan
aktifitas teragitasi/berbahaya, seperti memanjat pagar
mengidentifikasi
tempat tidur.
bahaya dalam
 Dapat beradaptasi dengan
lingkungan,  Kaji efek samping obat, tanda keracunan (tanda
lingkungan umtuk
disorientasi, bingung, ekstra piramida, hipotensi ortostatik, gangguan
mengurangi resiko cidera
ganguan dalam penglihatan, gangguan gastrointestinal).
pengambilan  Tidak mengalami
keputusan, kesulitan trauma/cidera  Hindari penggunaan restrain terus menerus.
keseimbangan, Berikan kesempatan keluarga tinggal bersama klien
kelemahan, otot tidak  Keluarga mengenali selama periode agitasi akut
terkoordinasi, aktifitas potensial dilingkungan dan
kejang mengidentifikaksi tahap-
tahap untuk
memperbaikinya
Implementasi
Menurut Setiadi,(2012) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan,
implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.

Evaluasi
Menurut Setiadi,(2012) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan,
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencaan tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga,
dan tenaga kesehatan lainnya.
Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai