Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (RDS)


PADA BAYI
DISUSUN OLEH :

NADYA PUTRI HARAHAP ( P17120016025)

MUHAMMAD ANJAS AMRULLOH ( P17120016028 )


PENGERTIAN RDS

 Gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-
tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang
menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang
spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya
infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark 1986).

 Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan
sesak nafas berat (dyspnea ), frekuensi nafas meningkat tachypnea sianosis yang
menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru,adanya
gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis,
kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran pada
saat otopsi.
ETIOLOGI

RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya
produksi surfaktan, Fungsi surfaktan : untuk menjaga agar kantong
alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan
daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.

Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu :


1. Prematur
2. Asfiksia perinatal
3. Maternal diabetes
4. Seksio sesaria
PATOFISIOLOGI
PENCEGAHAN RDS

 Mencegah kelahiran < bulan (premature).


 Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan
indikasi medis
 Management yang tepat
 Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat
DM.
 Optimalisasi kesehatan ibu hamil.
 Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam.
 Obat-obat tocolysis (β-agonist : terbutalin, salbutamol)
 Cek kematangan paru (lewat cairan amniotic pengukuran rasio
lesitin/spingomielin : > 2 dinyatakan mature lung function)
MANIFESTASI KLINIS

 Adanya atelektasis alveoli


 Edema
 Kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum
protein kedalam alveoli
 Gejala klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak nafas pada bayi
prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60
x/menit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding
dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama
setelah lahir.
KLASIFIKASI GANGGUAN NAFAS

Frekuensi nafas Merintih saat ekspirasi Klasifikasi


(Pernafasan/menit) Retraksi dinding dada

60-90 - Ringan
60-90 + Sedang
>90 - Sedang
>90 + Berat
PENATALAKSANAAN MEDIS

Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS


adalah:
1. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
2. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan
menurunkan caiaran paru
3. Fenobarbital
4. Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
5. Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan
untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.

(cusson,1992)
PENATALAKSANAAN PERAWAT

 Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi,


yang paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan
dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
 Pantau selalu tanda vital
 Jaga kepatenan jalan nafas
 Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal) Jika
bayi mengalami apneu
 Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
 Lakukan penilaian lanjut
PEMERIKSAAN PENUNJANG / DIAGNOSTIK

1. Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan


elevasi diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar.
2. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan
nafas.
3. Data laboratorium
4. Profil paru :
• untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan
amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
• Analisa Gas Darah
KOMPLIKASI PENYAKIT

Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :


1. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (
pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema
intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan
gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang
menetap.
2. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul
kerana tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-
alat respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
Komplikasi jangka panjang

1. Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi


dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang
menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang
sering terjadi :
2. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru
kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa
gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan
tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi
mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden
BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
3. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-
70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia,
komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.
HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN OLEH PERAWAT

1. Mempertahankan penderita dalam suasana fisiologik yang


sebaik-baiknya, agar bayi mampu melanjutkan perkembangan
paru dan organ lain, sehingga ia dapat mengadakan adaptasi
sendiri terhadap sekitarnya.
2. Suhu bayi dijaga agar tetap normal (36,3 – 37°C) dengan
meletakkan bayi dalam inkubator antara 70 – 80%.
3. Berikan bayi cairan intravena yang disesuaikan dengan
kebutuhan kalorinya, Yang bertujuan untuk menjaga agar bayi
tidak mengalami dehidrasi, mempertahankan pengeluaran
cairan melalui ginjal dan mempertahankan keseimbangan
asam basa tubuh.
PENGKAJIAN
• Data yang dicari dalam riwayat keperawatan adalah kelahiran
pratrem, riwayat kehamilan sekarang (apakah selama hamil, ibu
menderita hipotensi dan pendarahan), riwayat neonatus (lahir
afiksia akibat hipoksia akut, terpajan pada keadaan hipotermia),
riwayat keluarga positif, nilai apgar rendah (termasuk tindakan
resusitasi yang dilakukan pada bayi.
• Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda dan gejala RDS.
Gejala tersebut dapat terjadi pada saat kelahiran atau antara
waktu. Perkembangan penyakit terjadi dengan cepat yang dimulai
dengan takipnea (>60 x/mnt), pernapasan mendengkur, atau
reaksi subcostal/intercostal, diikuti oleh pernapasan cuping
hidung, sianosis dan pucat, peningkatan gejala lapar udara
(serangan apnea, hipotonus), gerakan tubuh berirama, sulit
bernapas, dan sentakan dagu. Pada awalnya suara napas mungkin
. Kemudian dengan menurunnya pertukaran udara napas menjadi parau dan
pernapasan dalam

Pemeriksaan diagnostik untuk menentukan maturitas paru, meliputi permeriksaan


:
• Lesitin/spingomielin, rasio 2:1 mengindikasikan bahwa paru sudah matur.
• Fosfatidigliserol, meningkat pada usia kehamilan 33 minggu.
• Gas darah arteri (indikasi gagal pernapasan), Pao2 kurang dari 50 mmHg dan
Pco2 di atas 60 mmHg.
• Peningkatan kadar kalium (kalium dikeluarkan dari trauma sel alveolar).
• Sinar-X menunjukkan adanya atelectasis.
• Pemeriksaan diagnostic.
• Perjalanan klinis memburuk dalam 24-48 jam pertama setelah kelahiran dan
menetap lebih dari 24 jam.
ANALISIS DATA PENGKAJIAN

Setelah didapat data berdasarkan pengkajian di


atas, data tersebut dianalisis. Selanjutnya, semua
masalah yang ditemui dirumuskan menjadi
diagnose keperawatan untuk kebutuhan intervensi
keperawatan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut NANDA (2015) diagnosa keperawatan yang mungkin


muncul pada pasien RDS yaitu :

1. Pola nafas tidak efektif b.d imaturitas paru, imaturitas SSP,


defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar
2. Inefektif pola nafas b.d akumulasi secret
3. Resiko Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. intake yang
tidak adekuat
4. Gangguan perfusi jaringan b.d suplai O2 ke jaringan menurun,
saturasi O2 dalam darah menurun
5. Nyeri b.d proses inflamasi dan penimbunan asam laktat
INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif b.d imaturitas paru, imaturitas SSP,


defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar

Tujuan dan Kriteria hasil :


Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
bayi dapat :
Menunjukkan oksigenasi yang adekuat
Menunjukkan frekuensi dan pola napas dalam batas yang sesuai
dengan usia dan berat badan
Intervensi :
Mandiri :
1. Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal :
2. Tempatkan pada posisi telungkup bila mungkin
3. Tempatkan posisi telentang dengan kepala pada posisi mengendus dengan leher sedikit ekstensi
dan hidung menghadap ke atas
4. Hindari hiperekstensi leher
5. Observasi adanya penyimpangan dari fungsi pernapasan (Misal: mengorok, sianosis, pernapasan
cuping hidung, apnea)
6. Lakukan penghisapan
7. Penghisapan endotracheal sebelum pemberian surfaktan
8. Pertahankan suhu lingkungan yang netral
Rasional :
1. Karena posisi ini menghasilkan perbaikan oksigenasi, pemberian makanan ditoleransi dengan lebih
baik, lebih mengatur pola tidur atau istirahat dan mencegah adanya penyempitan jalan napas
2. Karena akan mengurangi diameter trachea
3. Untuk mengenali tanda-tanda distress
4. Untuk menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaring, trachea, dan selang endotracheal
5. Untuk memastikan bahwa jalan napas bersih
6. Untuk menghemat penggunaan O2
2. Inefektif pola nafas b.d akumulasi secret

Tujuan dan Kriteria hasil :


1. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan bayi dapat :
2. Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas
bersih atau jelas
3. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan
napas. Misalnya : batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :

Mandiri :
1. Auskultasi bunyi napas, catat adanya mengi, krekels, dan ronki
2. Aspirasi (hisap) sekresi dari jalan napas, batasi setiap penghisapan sampai 5 detik dengan waktu
yang cukup diantara tindakan
3. Beri posisi terlentang dengan kepala pada posisi mengendus dengan leher seditik ekstensi dan
hidung menghadap ke atas. Posisikan anak semi telungkup dan posisi miring
4. Lakukan perkusi, vibrasi, dan drainase postural
5. Berikan nebulasi dengan larutan dan alasan yang tepat sesuai kebutuhan
6. Observasi anak dengan ketat setelah terapi aerosol
7. Puasakan anak
8. Pastikan untuk memasukkan cairan yang adekuat

Rasional :
1. Untuk mengetahui obstruksi jalan napas dan dimana letaknya
2. Untuk memungkinkan reoksigenasi
3. Untuk menghindari hiperekstensi leher dan mencegah aspirasi sekresi
4. Untuk mempermudah drainase sekresi
5. Memberikan kelembaban membran mukosa dan membantu pengenceran sekret untuk
memudahkan pembersihan
6. Untuk mencegah aspirasi karena volume yang besar dan sputum dapat tiba-tiba mengental
7. Untuk mencegah aspirasi cairan misal: anak dengan takipnea hebat
8. Untuk mengencerkan sekret
3. Resiko Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
b.d. intake yang tidak adekuat

Tujuan dan Kriteria hasil :


Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan bayi mendapat nutrisi yang adekuat dengan
masukan kalori untuk mempertahankan keseimbangan
nitrogen positif dan menunjukkan pertambahan berat
badan yang tepat dengan kriteria hasil :
Bayi menunjukkan penambahan BB yang mantap (20-30
gr/hari)
Otot kuat
Lingkar lengan > 9,5 cm
Lingkar dada > 33 cm
Intervensi :
1. Pemberian minuman dimulai pada waktu bayi berumur 3 jam dengan jumlah cairan pertama
kali 1-5ml/ jam dan jumlahnya dapat ditambah sedikit demi sedikit setiap 12 jam
2. Sebelum pemberian minuman pertama harus dilakukan penghisapan cairan lambung
3. Pemberian minuman sebaiknya sedikit demi sedikit tapi frekuensinya lebih sering
4. Banyaknya cairan yang diberikan 60 ml/kgBB/hari dinaikkan sampai 200 ml/kg/BB/hari
sampai akhir minggu kedua
5. Bila bayi belum dapat disusui ASI dipompa dan dimasukkan ke dalam botol steril
6. Asistensi ibu ketika menyusui bila mungkin dan diinginkan
7. Bila ASI tidak ada maka diganti dengan susu buatan yang mengandung lemak yang mudah
dicerna oleh bayi dan mengandung 20 kalori per 30 ml air atau sekurang-kurangnya bayi
mendapatkan 110 Kkal/kg/BB/hari
8. Gunakan pemberian makanan nasogastrik bila bayi mudah lelah, mengalami penyakit
hisapan, reflek muntah atau menelan yang lemah
9. Bila daya hisap dan menelan mulai baik, maka nasogastrik berangsur-angsur dapat diganti
dengan pipet, sendok, botol, atau dengan dot

Rasional :
1. Menghindari terjadinya hipoglikemia dan hiperbilirubinemia
2. Untuk mengetahui ada tidaknya atresia esophagus dan mencegah muntah
3. Untuk menghindari bayi tersedak
4. Untuk menjaga nutrisi yang adekuat
5. Agar bayi tidak mengalami diare dan susu lebih bisa dicerna oleh bayi
4. Gangguan perfusi jaringan b/d suplai O2 ke jaringan
menurun, saturasi O2 dalam darah menurun

Tujuan dan Kriteria hasil :


Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan bayi dapat : Menunjukkan tingkat perfusi
sesuai secara individual, (Misal: status mental biasa atau
normal, irama jantung atau frekuensi dan nadi perifer
dalam batas normal, tidak adanya sianosis sentral dan
perifer, kulit hangat atau kering, haluaran urine dan berat
jenis dalam batas normal
Intervensi :
Mandiri :
1. Auskultasi frekuensi dan irama jantung, catat terjadinya irama jantung ekstra
2. Observasi perubahan status mental
3. Observasi warna dan suhu kulit atau membran mukosa
4. Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
5. Evaluasi ekstremitas untuk ada atau tidaknya kualitas nadi. Catat nyeri tekan betis atau
pembengkakan
6. Tinggikan kaki atau telapak bayi bila di tempat tidur

Rasional :
1. Takikardia sebagai akibat hipoksemia dan kompensasi upaya peningkatan aliran darah dan
perfusi jaringan. Gangguan irama berhubungan dengan hipoksemia. Ketidakseimbangan
elektrolit, atau peningkatan regangan jantung kanan. Bunyi jantung ekstra misal: S1 dan S4
terlihat sebagai peningkatan kerja jantung atau terjadinya dekompensasi
2. Gelisah dan perubahan sensori atau motorik dapat menunjukkan gangguan aliran darah,
hipoksia, dan cedera vaskuler serebral (CVS) sebagai akibat emboli sistemik
3. Kulit pucat atau sianosis, kuku, membran bibir atau lidah menunjukkan vaskontriksi atau
syok dan gangguan aliran darah sistemik
4. Syok lanjutan ata penurunan curah jantung menimbulkan penurunan perfusi ginjal.
Dimanifestasikan oleh penurunan haluaran urin dengan berat jenis normal atau meningkat
5. EP sering dicetuskan oleh trombus yang naik dari vena profunda (pelvis atau kaki), tanda
dan gejala mungkin tak tampak
6. Tindakan ini dilakukan untuk menurunkan statis vena di kaki dan pengumpulan darah pada
vena pelvis untuk menurunkan resiko pembentukan thrombus
5. Nyeri b.d proses inflamasi dan penimbunan asam laktat

Tujuan dan Kriteria hasil :


Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan :
Bayi tidak mengalami nyeri dan nyeri menurun sampai ke tingkat
yang
dapat diterima
Bayi beristirahat dengan tenang atau tidak menunjukkan tanda-
tanda ketidaknyamanan, skala nyeri menurun
Intervensi :
1. Kenali bahwa bayi, tanpa memperhatikan usia gestasi merasakan nyeri
2. Bedakan antara manifestasi klinis nyeri dan stress atau letih
3. Gunakan tindakan nonfarmakologis yang sesuai dengan usia dan kondisi
bayi, ubah posisi, membedong, melindungi, menimang, mengayun,
memainkan musik, mengurangi stimulasi lingkungan, tindakan kenyamanan
taktil (mengayun, menepuk) dan penghisapan non nutritif (empeng)
4. Kaji efektivitas tindakan nyeri non farmakologis
5. Anjurkan orang tua untuk memberikan tindakan kenyamanan bila mungkin

Rasional :
1. Untuk mengetahui apakah bayi mengalami nyeri atau tidak
2. Untuk membedakan apakah bayi mengalami nyeri, keletihan atau stress
3. Untuk meminimalkan nyeri dan memberikan rasa nyaman pada bayi
4. Karena beberapa tindakan (misal: mengayun) dapat meningkatkan distress
bayi prematurUntuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kedekatan bayi
dengan orang tua
EVALUASI

Sebagai langkah terakhir evaluasi menetapkan kondisi


klien disesuaikan dengan tujuan keperawatan. Artinya,
masalah yang diungkapkan sebagai diagnose keperawatan
dinilai sebagai berhasil atau gagal.

Anda mungkin juga menyukai