Anda di halaman 1dari 35

Systemic Lupus Eritematosus

(SLE)

Oleh: Rina Andriyani


0218011073
PSPD Unila
Definisi SLE

Suatu penyakit autoimun yang ditandai oleh


produksi antibodi terhadap komponen-
komponen inti sel yang menyebabkan
inflamasi dan disfungsi multiorgan dengan
manifestasi klinik bervariasi dari ringan
sampai berat.
Patogenesa SLE
Adanya satu atau beberapa faktor pemicu yang
tepat pada individu yang memiliki predisposisi
genetik akan menghasilkan tenaga pendorong
abnormal terhadap sel T CD4, mengakibatkan
hilangnya toleransi sel T terhadap self antigen.

Akibatnya akan muncul sel T autoreaktif yang


akan menyebabkan induksi dan ekspansi sel B,
baik yang memproduksi autoantibodi atau
berupa sel memori.
Pada SLE autoantibodi yang terbentuk
ditujukan terhadap antigen yang terutama
terletak di nukleoplasma yang meliputi DNA,
protein histon dan non histon. Antibodi ini
secara bersama-sama disebut ANA (anti
nuclear antibody).

Dengan antigennya yang spesifik, ANA akan


membentuk kompleks imun yang akan beredar
dalam sirkulasi. Kompleks imun ini akan
mengendap pada berbagai macam organ
dengan akibat terjadinya fiksasi komplemen
pada organ tersebut.
Fiksasi komplemen pada organ tersebut akan
menghasilkan substansi penyebab timbulnya
reaksi radang.

Reaksi radang inilah yang menyebabkan


timbulnya keluhan atau gejala pada organ yang
terkena.
Faktor Resiko SLE
Etiologi pasti belum diketahui dengan jelas,
diperkirakan dipengaruhi oleh faktor:
1. Genetik
 Jenis kelamin (frekuensi pada wanita dewasa 8x
lebih banyak dari pria dewasa)
 Umur (lebih sering pada usia 20-40th)
 Etnik (negroid, cina dan filipina)
 Faktor keturunan

2. Hormonal
 Estrogen menambah resiko SLE
 Prolaktin (merangsang respon imun)
3. Lingkungan
sinar ultra violet mengurangi supresi imun sehingga
terapi menjadi kurang efektif atau menyebabkan
kekambuhan SLE. Sel kulit mengeluarkan sitokin
dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi lokal
atau sistemik melalui peredaran pembuluh darah

4. Obat-obatan
 Obat pasti penyebab lupus (menimbulkan ANA +):
Klorpromazin, Isoniazid, Metildopa, Hidralazin dan
Prokainamid
 Eksaserbasi SLE: Sulfonamid, Penisilin dan
kontrasepsi oral
Gambaran Klinis SLE

Gejala konstitusional berupa demam, lelah,


lemah, berat badan menurun.
Kelainan muskuloskeletal berupa nyeri sendi
(sendi proksimal, tangan, pergelangan tangan,
siku, lutut dan pergelangan kaki).
Kelainan mukokutan berupa ruam kulit
berbentuk kupu-kupu yang khas (butterfly-
rash), alopesia, ulserasi palatum durum.
 Mata: konjungtivitis, edema periorbital, perdarahan
subkonjungtiva, uveitis.
 Ginjal: proteinuri, hematuri, hipertemsi, sindrom
nefrotik, dan gagal ginjal.
 Kardiovaskular: perikarditis, endokarditis, iskemia
miokard.
 Paru-paru: Efusi pleura
 Saluran pencernaan: nyeri abdomen, mual, muntah.
 Hati: hepatomegali
 KGB: Limfadenopati
 Kelenjar parotis membesar
 Gangguan sensorik dan motorik
 Psikosis organik dan kejang
Diagnosis SLE
Kriteria diagnosis SLE oleh ARA (American Rheumatism
Assotiation), jika terdapat empat atau lebih, dari ke 11
kriteria sbb:
1. Ruam malar, berupa eritema terbatas, rata atau meninggi,
letaknya di daerah malar, biasanya tidak mengenai lipatan
nasolibialis.

2. Ruam diskoid, berupa bercak eritematosa yang meninggi


dengan sisik keratin yang melekat disertai penyumbatan
folikel.

3. Fotosensitivitas, terjadi lesi kulit akibat reaksi abnormal


terhadap sinar matahari.

4. Ulserasi di mulut atau nasofaring biasanya tidak nyeri.


5. Artritis non erosif pada 2 atau lebih sendi perifer
ditandai oleh nyeri, bengkak atau efusi

6. Serositis
 Pleuritis: adanya riwayat nyeri pleura atau
terdengarnya bunyi gesekan pleura
 Perikarditis: diperoleh dari gambaran EKG atau
terdengarnya gesekan perikardium

7. Kelainan ginjal
 proteinuria persisten >0,5 gr/hari atau > +3
 atau adanya silinder selular, mungkin eritrosit,
hemoglobin granular, tubular atau campuran.
8. Gangguan neurologi
 Kejang yang timbul spontan tanpa adanya obat yang
menyebabkan atau kelainan metabolik seperti uremia,
ketosidosis, dan gangguan keseimbangan cairan.
 Psikosis yang timbul spontan tanpa adanya obat yang
menyebabkan atau kelainan metabolik seperti uremia,
ketosidosis, dan gangguan keseimbangan cairan.

9. Kelainan hematologi
 Anemia hemolitik dengan retikulositosis
 Leukopeni kurang dari 4000/mm3 pada dua kali
pemeriksaan atau lebih
 Limfopeni kurang dari 1500/mm3 pada dua kali
pemeriksaan atau lebih
 Trombositopeni kurang dari 100.000/mm3 tanpa adanya
obat yang mungkin menyebabkan
10. Gangguan imunologi
 sel-sel eritemetosus +
 Anti DNA (antibodi terhadap native DNA dengan
titer abnormal)
 Anti Sm yaitu adanya antibodi terhadap antigen inti
otot polos
 Uji serologi positif palsu untuk sifilis selama paling
sedikit 6 bulan.

11. Antibodi antinuklear


titer abnormal antibodi antinuklear yang diukur secara
imunofloresensi atau cara lain setara pada waktu
yang sama dan dengan tidak adanya obat yang
berkaitan dengan sindrom lupus karena obat.
Pembagian derajat SLE
a.Kelompok ringan
Termasuk pada kelompok ini ialah :demam, artritis,
perikarditis ringan, efusi pleura/perikard ringan,
kelelahan dan sakit kepala.

b.Kelompok berat
Termasuk pada kelompok ini ialah : efusi pleura dan
perikard masif, penyakit ginjal, anemia hemolitik,
trombositopenia, lupus serebral, vaskulitis akut,
miokarditis, lupus pneumonitis dan perdarahan paru.

Keuntungan pembagian ini ialah untuk menentukan


dosis steroid atau obat lainnya.
Diagnosis Banding SLE
 Artritis rheumatoid
 Endokarditis bakterial akut
 Septikemia disebabkan gonokokus atau
meningokokus yang disertai artritis dan lesi kulit
 Reaksi terhadap obat
 Limfoma
 Leukemia
 Trombotik trombositopeni purpura
 Sarkoidosis
 Sifilis II
 Sepsis bakterial
Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan hematologi
-hemoglobin
-leukosit
-trombosit

 Pemeriksaan imunologi
-sel LE
-antibodi antinuklear
-anti DNA
-uji serologis sifilis
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan umum
1. Kelelahan
Hampir setengah penderita LES mengeluh kelelahan.
Sebelumnya kita harus mengklarifikasi apakah
kelelahan ini bagian dari derajat sakitnya atau karena
penyakit lain yaitu: anemia, demam, infeksi,
gangguan hormonal atau komplikasi pengobatan dan
emotional stress.

Gejala ini merupakan manifestasi yang berhubungan


dengan disfungsi sitokin dalam proses inflamasi
sehingga peningkatan keluhan dapat sebagai
parameter aktivitas inflamasi. Upaya mengurangi
kelelahan di samping pemberian obat ialah : cukup
istirahat, batasi aktivitas dan mampu mengubah gaya
hidup.
2. Merokok
Walaupun prevalensi LES lebih banyak pada wanita,
cukup banyak wanita perokok. Kebiasaan merokok
akan mengurangi oksigenisasi, memperberat
fenomena Raynaud yang disebabkan penyempitan
pembuluh darah akibat bahan yang terkandung pada
sigaret/rokok.

3. Cuaca
Walaupun di Indonesia tidak ditemukan cuaca yang
sangat berbeda dan hanya ada dua musim akan tetapi
pada sebagian penderita LES khususnya dengan
keluhan artritis sebaiknya menghindari perubahan
cuaca karena akan mempengaruhi proses inflamasi.
4. Stres dan trauma fisik
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa perubahan
emosi dan trauma fisik dapat mempengaruhi sistem
imun melalui : penurunan respon mitogen limfosit,
menurunkan fungsi sitotoksik limfosit dan menaikkan
aktivitas sel NK (Natural Killer).

Keadan stres tidak selalu mempengaruhi aktivasi


penyakit, sedangkan trauma fisik dilaporkan tidak
berhubungan dengan aktivasi SLE itu sendiri.

Namun demikian umumnya beberapa peneliti


sependapat bahwa stres dan trauma fisik sebaiknya
dikurangi atau dihindari karena keadaan yang prima
akan memperbaiki penyakitnya.
5. Diet
Tidak ada diet khusus yang diperlukan pasien LES,
makanan yang berimbang dapat memperbaiki kondisi
tubuh.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa minyak ikan
(fish oil) yang mengandung eicosapentanoic acid dan
docosahexanoic acid dapat menghambat agregasi
trombosit, leukotrien dan 5-lipoxygenase di sel
monosit dan polimorfonuklear.
Sedangkan pada penderita dengan hiperkolesterol perlu
pembatasan makanan agar kadar lipid kembali
normal.
6. Sinar matahari (sinar ultra violet)
Seperti diketahui bahwa sinar ultra violet
mempunyai tiga gelombang, dua dari tiga
gelombang tersebut (320 dan 400 nm)
berperan dalam proses fototoksik.

Gelombang ini terpapar terutama pada pukul 10


pagi s/d pukul 3 sore, sehingga semua pasien
LES dianjurkan untuk menghindari paparan
sinar matahari pada waktu-waktu tersebut.
7. Kontrasepsi oral
Secara teoritis semua obat yang mengandung
estrogen tinggi akan memperberat LES, akan
tetapi bila kadarnya rendah tidak akan
membahayakan penyakitnya.
Pada penderita LES yang mengeluh sakit kepala
atau tromboflebitis jangan menggunakan obat
yang mengandung estrogen.
Penatalaksanaan Farmakologi
1. NSAID dan Salisilat
 NSAID terutama dipakai untuk SLE derajat ringan.
Sering dipakai bersamaan dengan kortikosteroid
untuk mengurangi dosis kortikosteroid.
 Terapi simtomatis pada artritis, artralgia, mialgia
dan demam: Preparat salisilat atau preparat lain
(indometasin 3x25mg perhari, asetaminofen
6x650mg perhari, dan ibuprofen 4x300-400mg
perhari)
 Terapi eritema: lokal dengan krem atau salep
kortikosteroid
 Terapi ulserasi mulut dan nasofaring: lokal.
2.Kortikosteroid
 Obat yang sangat penting dalam terapi SLE
 Digunakan secara topikal untuk manifestasi kulit
 Dosis rendah untuk aktivitas SLE ringan: prednison
< 0,5 mg/kgBB/hari dosis tunggal atau terbagi.
 Dosis tinggi untuk aktivitas SLE berat: oral
(prednison 1mg/kg BB/hari dosis tunggal atau
terbagi), intravena (metilprednison Na-suksinat IV
selama 30 menit, tiga hari berturut-turut)
 Pada keadaan berat terutama gg SSP dengan kejang
dan psikosis: prednison 100-200 mg/hari atau
2mg/kgBB/hari. Jika sudah tenang dosis diturunkan
dengan kecepatan 2,5-5,0mg/minggu samai dicapai
dosis pemeliharaan yang diberikab selang sehari
3. Obat Anti Malaria
Mekanisme kerja tidak diketahui, ada beberapa
kemungkinan seperti antiinflamasi,
imunosupresif, fotoprotektif dan stabilisasi
nukleoprotein.
Efektif dalam mengatasi manifestasi kulit,
muskuloskeletal, dan kelainan sistemik ringan.
Preparat: Klorokuin atau hidroksiklorokuin
200-500 mg perhari, dengan disertai kontrol ke
dokter ahli mata karena efek degenerasi
makula.
Klorokuin mengikat DNA sehingga tidak dapat
bereaksi dengan anti-DNA.
4. Obat Imunosupresif
Diberikan bersamaan dengan kortikosteroid
Dianjurkan pada kasus gawat atau lesi difus
dan membranosa pada ginjal yang memberikan
respon baik thd kortikosteroid dosis tinggi.
Preparat: azatioprin (3-4 mg/kgBB/hari
maksimum 200 mg perhari, kemudian
diturunkan menjadi 1-2 mg/kgBB/hari jika
timbul gejala toksis) dan siklofosfamid (100-
150mg/hari.
SLE derajat ringan
Edukasi:
 Menghindari kelelahan dengan tidur 8-10 jam sehari
 Menghindari pajanan sinar matahari dengan
menggunakan tabir surya.
Farmakologi:
 obat anti inflamasi non steroid merupakan pilihan utama
(aspirin 650-975 mg 3-4 kali sehari)
 Bila pengobatan di atas gagal, dapat ditambah prednison
2,5 mg-5 mg/hari, dapat dinaikkan secara bertahap 20%
tiap 1-2 minggu, sesuai kebutuhan.
SLE derajat berat
Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan
pertama.
Obat anti inflamasi non steroid dan anti
malaria tidak diberikan.
Pemberian prednison dan lama pemberian
disesuaikan dengan kelainan organ sasaran
yang terkena.
Pengobatan pada kasus-kasus khusus
1. Anemia hemolitik autoimun.
Prednison : 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kgbb/hari)
Bila dalam beberapa hari sampai 1 minggu belum ada
perbaikan maka dosis dapat ditingkatkan sampai
100 mg-120 mg/hari. Umunmya respon penuh akan
dicapai dalam 8-12 minggu.

2. Trombositopenia otoimun.
Prednison : 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kgbb./hari).
Bila tidak ada respon dalam 4 minggu ditambahkan
Imunoglobulin intravena (IVIG) 0,4 mg/kgbb./hari
selama 5 hari berturut-turut.
3. Vaskulis sistemik akut.
Prednison : 60-100 mg/hari
umumnya respon akan terlihat dalam beberapa
hari,kecuali pada kasus dengan komplikasi gangren di
tungkai, respon terlihat dalam beberapa minggu. Pada
keadaan akut diberikan steroid parenteral.

4. Perikarditis
- Ringan : obat anti inflamasi non steroid atau anti
malaria. Bila dengan obat ini tidak efektif dapat diberi
prednison 20-40 mg/hari.
- Berat : prednison 1 mg /kgbb./hari.
5. Miokarditis
Prednison 1 mg/kgbb/hari; bila tidak efektif dapat dikombinasi
dengan siklofosfamid.

6. Efusi pleura
Prednison 15-40 mg/hari. Bila efusi masif, lakukan pungsi
pleura/drainage.

7. Lupus pneumonitis
Prednison 1-1,5 mg/kgbb./hari selama 4-6 minggu.

8. Lupus serebral
- Metil prednisolon 2 mg/kgbb./hari untuk 3-5 hari, bila
berhasil dilanjutkan pemberian oral 5-7 hari lalu diturunkan
perlahan.
- Metil prednisolon pulse dosis selama 3 hari berturut-turut.
Prognosa

Pemakaian kortikosteroid secara teratur dan


terencana, pemakaian obat imunosupresif dan
antibiotik, antihipertensi dan hemodialisa akan
meningkatkan survival rate.

Kematian paling sering diakibatkan oleh


komplikasi pada ginjal dan SSP
.
Daftar Pustaka
 Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid
I. Penerbit Media aesculapius FKUI. Jakarta.

 Price, Sylvia. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses


Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

 Stein, Jay. 2001. Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam edisi 3.


Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

 Sudoyo, Aru dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid
II. Pusat Penerbitan FKUI: Jakarta.

 Sukmana, Nanang. 2004. Penatalaksanaan LES pada


Berbagai Target Organ. www.kalbefarma.com

Anda mungkin juga menyukai