Anda di halaman 1dari 52

1

Perlindungan konsumen
(Pasal 1 angka 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

 adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian


hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen
)

2
Perlindungan konsumen bertujuan
(Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen)

a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses
negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-


haknya sebagai konsumen;

d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen


sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha

g. produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan


konsumen.
4
Hakekat Perlindungan Konsumen
meningkatkan daya saing produk (barang dan/atau

jasa) Indonesia, sehingga patut disejajarkan dengan


produk negara-negara lain;
menyesuaikan mentalitas (mental switch) para

pelaku usaha (produser barang atau pemberi jasa)


dengan etika bisnis internasional.

5
HUBUNGAN PRODUSEN - KONSUMEN
(JALUR PEMASARAN)
Terdapat 2 Model:

Pelaku usaha Promosi Konsumen

Grosir/ Pengecer/ Konsumen


Produsen
Whole Saler Retailer
PENGERTIAN KONSUMEN
adalah setiap orang pemakai barang dan/atau

jasa
yang tersedia dalam masyarakat,

 baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

orang lain maupun makhluk hidup lain


dan tidak untuk diperdagangkan.
(Pasal 1 angka 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen)
PENGERTIAN BARANG
(Pasal 1 angka 4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen)

 adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak


berwujud,
 baik bergerak maupun tidak bergerak,

 dapat dihabiskan maupun tidak dapat


dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan,
dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh
konsumen.
PENGERTIAN JASA
(Pasal 1 angka 5 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen)

adalah setiap layanan yang berbentuk

pekerjaan atau prestasi yang disediakan


bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh

konsumen.
PENGERTIAN PELAKU USAHA
(Pasal 1 angka 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen)

 adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik


yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum
 yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia,
 baik sendiri maupun bersama-sama

 melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam


berbagai bidang ekonomi.
PENGERTIAN PROMOSI
(Pasal 1 angka 6 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

adalah kegiatan pengenalan atau

penyebarluasan informasi suatu barang


dan/atau jasa untuk menarik minat beli

konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang


akan dan sedang diperdagangkan.
)
Hubungan Produsen - Konsumen
(Jalur Pemasaran)

Produsen Grosir/ Pengecer/


Konsumen
Whole Saler Retailer

Pelaku usaha

Pelaku usaha
KONSUMEN PEMBELI
Pasal 1 angka 2 UU Perlindungan Pasal 1513 BW
Konsumen
 adalah setiap orang pemakai pembeli adalah mempunyai
barang dan/atau jasa kewajiban membayar harga
 yang tersedia dalam pembelian, pada waktu dan
masyarakat, ditempat sebagaimana
 baik bagi kepentingan diri ditetapkan menurut perjanjian
sendiri, keluarga, orang lain
maupun makhluk hidup lain
 dan tidak untuk
diperdagangkan.
Hak Hak Konsumen
Pengertian hak dalam perspektif
hukum adalah
Kepentingan yang dilindungi oleh hukum
Pengertian kepentingan adalah tuntutan yang di
harapkan untuk di penuhi
(Sudikno Mertokusuma, 1986, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Liberty,
Yogjakarta, Hal 40)
Pengertian hak hak konsumen
Adalah kepentingan konsumen yang di lindungi
hukum
Batasan Hukum Konsumen Dan
Hukum Perlindungan Konsumen
1. Hukum Konsumen menurut Mochtar Kusumaatmaja adalah:
“ Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara
berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/ atau jasa konsumen di dalam pergaulan
hidup.”

2. Hukum Perlindungan Konsumen adalah:


“Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam
hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/ atau jasa konsumen”.

Kesimpulan:
a. Hukum konsumen pada pokoknya lebih berperan dalam hubungan dan masalah konsumen yang
kondisi para pihaknya berimbang dalam kedudukan sosial ekonomi, daya saing maupun tingkat
pendidikannya.
b. Hukum Perlindungan Konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak-pihak yang mengadakan
hubungan hukum atau bermasalah itu dalam masyarkat tidak seimbang.
Kepentingan Perlindungan Hukum
1. hambatan bagi konsumen atas perarutan yang diterbitkan bukan
tujuan utamanya mengatur dan atau melindungi konsumen.

2. Kriteria konsumen dan apa kategori kepentingan konsumen.

3. Perilaku dari pelaku bisnis yang canggih, sehingga terhadap


perbuatan tersebut undang-undang tidak dapat menjangkaunya.

4. Hukum acara yang ada tidak dapat secara mudah dimanfaatkan


oleh konsumen yang dirugikan dalam hubungannya dengan
penyedia barang dan/atau jasa.
Hak hak konsumen yang di atur Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen)
 Pasal 4 yaitu :

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai
tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen
secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima
tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.


Tahap Tahap Transaksi Konsumen
Kemanfaatan Penerapan Tahapan Konsumen:
1. agar dengan mudah mencari akar permasalahan dan
mencari jalan penyelesaiannya.
2. penyusunan perundang-undangan yang melindungi
konsumen.
a. Tahap Pra transaksi konsumen.
b. Tahap transaksi konsumen.
c. Tahap purna transaksi konsumen.
Tahap Pra-transaksi konsumen
1. Konsumen mencari informasi atas barang dan jasa.
2. Informasi yang benar dan bertanggungjawab.
3. Informasi dapat berupa:
1. Label/etiket pada produk.
2. Kegiatan marketing berupa pamflet, brosur, selebaran,
3. Kegiatan peluncuran produk;
4. Iklan dan hal lainnya yang serupa.
4. Putusan pilihan konsumen yang benar atas barang dan
jasa yang dibutuhkan sangat bergantung atas kebenaran
dan bertanggungjawabnya informasi yang disediakan oleh
pihak-pihak yang berkaitan dengan barang dan jasa
konsumen.
Tahap Transaksi Konsumen
1. Transaksi konsumen/ perjanjian jual beli/ pengunaan jasa sudah
terjadi.
2. Dalam transaksi konsumen mengalami banyak masalah diakibatkan
dengan menggunakan perjanjian baku yang di buat pelaku usaha, di
mana konsumen tidak meneliti terlebih dahulu atas syarat-syarat
baku yang ditawarkan oleh pelaku usaha.
3. Sehingga konsumen tidak mengetahui secara detail tentang hak dan
kewajiban dalam memakai barang atau jasa
contoh : Penerapan syarat-syarat baku yang bersifat negatif ( hak
menuntut ganti rugi, pengalihan tanggungjawab) dinilai merugikan
posisi konsumen.
Tahap Purna-transaksi Konsumen
1. telah terjadi transaksi dan pelaksanaannya telah diselenggarakan.

2. Terdapat kepuasan atau kekecewaan dari konsumen.

3. Masalah hukum sering terjadi dalam purna transaksi adalah :

a. Kualitas barang/ pelayanan jasa yang telah digunakan oleh konsumen

tidak sesuai yang promosikan.

b. Tidak ada Layanan purna jual seperti penyediaan servis center dan suku

cadang.

c. sering terjadi pelaku usaha mengalihkan tanggung jawab apabila

konsumen mengalami kerugian terhadap memakai produknya


25
Hak Pelaku Usaha (Pasal 6 UUPK) adalah:
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidak baik;

c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum


sengketa konsumen;

d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.


kewajiban pelaku Usaha (Pasal 7 UUPK) adalah
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang
dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

27
Larangan Bagi Pelaku Usaha
Larangan sehubungan dengan berproduksi dan

memperdagangkan barang dan jasa (Pasal 8 UUPK)


Larangan sehubungan dengan memasarkan (Pasal 9-16

UUPK)
Larangan yang secara khusus ditujukan kepada pelaku

periklanan (Pasal 17 UUPK)


Larangan sehubungan dengan pelanggaran klaulsula baku

(Pasal 18 UUPK)
Perjanjian Baku
Asas asas perjanjian
 Asas kebebasan berkontrak

 Dalam Pasal 1338 ayat 1 BW menegaskan “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya.”


 Asas konsensualisme

 dapat disimpulkan melalui Pasal 1320 ayat 1 BW. Bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan

kedua belah pihak.


 Asas pacta sunt servanda

 Asas pacta sunt servanda didasarkan pada Pasal 1338 ayat 1 BW yang menegaskan “perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang.”


 Asas iktikad baik (geode trouw)

 Ketentuan tentang asas iktikad baik diatur dalam Pasal 1338 ayat 3 BW yang menegaskan “perjanjian harus dilaksanakan

dengan iktikad baik.”


 Asas kepribadian

 Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seorang yang akan melakukan kontrak hanya untuk

kepentingan perorangan. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1315 dan Pasal 1340 BW.
Hubungan Hukum Antara Pelaku Usaha
Dengan Konsumen
Dalam praktik perdagangan sering ditemukan cara
praktis untuk mengikat antara pelaku usaha dengan
konsumen
Yaitu salah satu pihak tela mempersiapakan sebuah
konsep (draft) perjanjian yang akan berlaku bagi para
pihak
 konsep perjanjian itu disusun sedemikian rupa
sehingga menghemat waktu dan uang untuk
menghindari dari negosiasi yang berlarut-larut
Bentuk-bentuk perjanjian dalam perlindungan
konsumen
Perjanjian standar/ Perjanjian baku
Konsumen

Take It leave it

jika konsuumen jika keberatan


membutuhkan tinggalkan saja.
silahkan ambil
Perjanjian standar
Berupa konsep (draft) perjanjian yang akan berlaku bagi

para pihak yang di susun sedemikian rupa sehingga


pada waktunya para pihak hanya tinggal mengisi
beberapa hal bersifat subjektif yaitu mengisi identitas
dan tanggal waktu pembuatan perjanjian dan tanda
tangan. Sedangkan ketentuan-ketentuan mengenai
perjanjian (term of conditions) sudah di tulis (tercetak)
lengkap, yang pada dasarnya tidak dapat diubah lagi.
Mengapa Timbul Praktik Standar Kontrak
 Dasar hukum pembuatan standar kontrak/ kontrak baku

 Timbulnya kontrak baku dalam hubungan antara pelaku usaha dan

konsumen adalah alasan ekonomis yaitu menghemat waktu dan uang,


karena untuk menghindari negosiasi yang berlarut –larut untuk
mencapai kesepakatan isi perjanjian yang membutuhkan waktu yang
cukup lama.
 Karena pelaku usaha yang berbentuk korporasi, memiliki konsultan

hukum yang bertugas untuk menyusun syarat-syarat perjanjian (Terms


Of Conditions )
Ciri-ciri Perjanjian Baku
 Perjanjian baku disebut juga perjanjian standar. Dalam bahasa Inggris

disebut standard contract, standard agreement.


 Kata baku atau standar artinya tolok ukur yang dipakai sebagai

patokan.
 Dalam hubungan ini, perjanjian baku artinya perjanjian yang menjadi

tolok ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap
kon-sumen yang mengadakan hubungan hukum de-ngan pengusaha.
 Yang dibakukan dalam perjanjian baku ialah model, rumusan, dan

ukuran.
Lanjut …
 Perjanjian baku dibuat secara tertulis berupa akta otentik atau di

bawah tangan.
 Perjanjian baku memuat syarat-syarat baku menggunakan kata-kata

atau susunan kalimat yang teratur dan rapi.


 Huruf yang dipakai kecil-kecil, kelihatan isinya padat dan sulit dibaca

dalam waktu singkat, dan hal ini yang merugikan konsumen.


 Contoh perjanjian baku adalah polis asuransi, kredita dengan

jaminan, tiket pengangkutan dan lainnya.


 Syarat-syarat perjanjian yang merupakan pernyataan ke-hendak

ditentukan sendiri secara sepihak oleh pelaku usaha


 perjanjian dimonopoli oleh pelaku usaha, maka sifatnya cenderung lebih

menguntungkan pelaku usaha daripada konsumen.


 Dalam perjanjian tergambar adanya klausula pengalihan/ pembebasan

tanggung jawab pengusaha, tang-gung jawab tersebut menjadi beban


konsumen.
 Pembuktian oleh pihak pelaku usaha yang membebaskan diri dari

tanggung jawab sulit diterima oleh konsumen karena ketidaktahuannya.


Klausula baku bertentangan dengan uu no. 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen
Pasal 18
1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untukdiperdagangkan
dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian
apabila:

2. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau
tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.

3. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian
yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal
demi hukum.

4. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undangundang ini.
Sanksi Pelaku Usaha Pencantumkan Perjanjian Baku
Sanksi Pidana
 Pasal 61

Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau


pengurusnya.
 Pasal 62

1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 8, Pasal, 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Pasal 19 UU PK
1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau
kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian
barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan
kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur
kesalahan.

5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat
membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Pelaku Usaha Periklanan Bertanggung Jawab Atas Iklan Yang
Diproduksi
Pasal 20 UU PK

 Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan

segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.


Pelaku Usaha Bertanggung Jawab Atas Barang Importir
Pasal 21 UU PK
1. Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila
importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar
negeri.

2. Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan
jasa asng tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing.
Pelaku Usaha Bertanggung Jawab Barang Dan/Atau Jasa Yang
Menjual Kepada Pelaku Usaha Lain
Pasal 24 UU PK

1. Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung
jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila :

a. pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apa pun atas
barang dan/atau jasa tersebut;

b. pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang
dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh,mutu, dan
komposisi.

2. Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari tanggung jawab atas
tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli
barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan
atas barang dan/atau jasa tersebut.
Pelaku Usaha Bertanggung Jawab Atas Menyedia Suku
Cadang Dan/Atau Fasilitas Purna Jual
Pasal 25 UU PK

1. Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya


berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun
wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan wajib
memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.

2. Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab


atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha
tersebut : a. tidakmenyediakan atau lalai menyediakan suku cadang
dan/atau fasilitas perbaikan; b. tidakmemenuhi atau gagalmemenuhi
jaminan ataugaransi yang diperjanjikan.
1. pemerintah (menteri/menteri teknis) bertanggung jawab membina
(koordinasi dan pelaksanaan) penyelenggaraan perlindungan
konsumen, yang meliputi:
a. diri pelaku usaha
b. Sarana dan prasana produksi
c. Iklim usaha secara keseluruhan, serta
d. konsumen
2. Pembinaan terhadap pelaku usaha supaya mengandung makna
mendorong pelaku usaha supaya bertindak sesuai dengan aturan yang
berlaku.
3. Pembinaan da pengawasan perlindungan konsumen ini diharapkan
pemenuhan hak-hak konsumen terjamin dan sebaliknya pemenuhan
48
kewajiban kewajiban pelaku usaha sebagai produsen dapat di pastikan
(dalam UUPK)

a. Badan Perlindungan Konsumen Nasional


(BPKN, PSL. 31-43) ;

b. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya


Masyarakat (LPKSM, PSL. 44).

c. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen


(BPSK, PSL. 49 - 58);

49
 Pemerintah bertanggungjawab atas pembinaan penyelenggaraan

perlindungan konsumen yang dilaksanakan oleh Menteri Perdagangan.


dan/atau Menteri Teknis terkait (PSL. 29-30)
 Menteri Perdagangan melaksanakan KOORDINASI atas

penyelenggaraan Perlindungan Konsumen


 Pembinaan penyelenggaraan Perlindungan Konsumen meliputi upaya :

 Terciptanya iklim usaha yang sehat antara pelaku usha dan konsumen
 Tumbuh kembangnya LPKSM dan BPSK
 Meningkatnya kualitas SDM dan kegiatan pengembangan
perlindungan konsumen
 Pengawasan barang beredar di Pabrik, Gudang, Pasar.

51
52
BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL
(PASAL 31 – 43)
 Fungsi BPKN adalah “ memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah

dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia”.

 Berkedudukan di Ibu Kota R.I dan bertanggungjawab kepada Presiden; bila

diperlukan dibentuk perwakilan di propinsi.

 BPKN terdiri dari ketua/wakil ketua merangkap anggota dan minimum 15 atau

maximum 25 anggota, berasal dari unsur-unsur pemerintah, pelaku usaha,


LPKSM, Akademisi dan tenaga ahli.

 Anggota diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri setelah

dikonsultasikan kepada DPR-RI.

 BPKN diangkat dan dilantik pertama kali pada tanggal 19 Oktober 2004

53

Anda mungkin juga menyukai