Anda di halaman 1dari 27

SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK (SPT)

Sumber: jackmac34, pixabay.com


PETA KONSEP
Pengertian dan Fungsi Surat
Pemberitahuan Pajak

Tata Cara Penyelesaian Surat


Pemberitahuan Pajak

Batas Waktu Penyampaian Surat


Pemberitahuan Pajak

SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK Batas Waktu Perpanjangan


(SPT) Penyampaian spt

Sanksi Administrasi Perpajakan

Pembetulan Surat Pemberitahuan


Pajak (SPT) Tahunan

Wajib Pajak yang Dikecualikan dari


Kewajiban Penyampaian SPT
A. Pengertian dan Fungsi Surat
Pemberitahuan Pajak
1. Pengertian dan Dasar Hukum Surat Pemberitahuan Pajak
Surat Pemberitahuan Pajak adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan
objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
Dasar hukum Surat Pemberitahuan Pajak tercantum dalam Undang-Undang Ketentuan
Umum Perpajakan, antara lain:
a. Pasal 3 Ayat 1:
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap,
dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka
Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya
ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau
dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
b. Pasal 3 Ayat 1a:
c. Pasal 3 Ayat 1b
2. Fungsi Surat Pemberitahuan Pajak
a. Bagi Wajib Pajak PPh, yaitu sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang dan juga untuk melaporkan:
1) pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan
sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain
dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;
2) penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan
objek pajak;
3) harta dan kewajiban;
4) pembayaran dari pemotong atau pemungut pajak tentang
pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau
badan lain dalam satu Masa Pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Bagi Pengusaha Kena Pajak, yaitu sebagai sarana untuk melaporkan
dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM) yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan:
1) pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan
sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak
lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
c. Bagi pemotong atau pemungut pajak, yaitu sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong
atau dipungut serta disetorkannya.
3. Jenis Surat Pemberitahuan Pajak

SPT
Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan
dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak, dan
atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
perpajakan

Untuk Suatu Masa Untuk Suatu Tahun Pajak atau Bagian


Pajak Tahun Pajak

SPT Masa SPT Tahunan


B. Tata Cara Penyelesaian Surat
Pemberitahuan Pajak
1. Pihak yang Memiliki Kewajiban Mengisi SPT
a. Wajib Pajak orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan
dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas.
b. Wajib Pajak orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan
dari modal dan lain-lain.
c. Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa/kegiatan yang jumlahnya telah melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak.
d. Kuasa warisan yang belum terbagi.
e. Pejabat negara, PNS, anggota TNI/POLRI dan pegawai BUMN/D sesuai
dengan Keputusan Presiden No. 33 Tahun 1986.
f. Warga Negara Indonesia yang bekerja pada perwakilan negara asing dan
perwakilan organisasi internasional.
g. Orang asing yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan atau orang yang dalam suatu Tahun Pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk tinggal di Indonesia.
h. Masing-masing suami-istri yang dikenakan PPh secara terpisah dalam hal:
i. Suami-istri telah hidup berpisah.
j. Dikehendaki secara tertulis oleh suami-istri berdasarkan perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan.

Sumber: Joergelman, pixabay.com


2. Administrasi SPT oleh Wajib Pajak
Berikut ini langkah-langkah Wajib Pajak mengurus dan menyampakian SPT-nya.
a. Wajib Pajak mengambil sendiri Surat Pemberitahuan Pajak di tempat yang ditetapkan
oleh Direktorat Jenderal Pajak.
b. Wajib Pajak mengambil sendiri Surat Pemberitahuan Pajak atau dengan cara mengunduh
formulir SPT atau aplikasi e-SPT dari situs Direktorat Jenderal Pajak.
c. Wajib Pajak harus mengisi formulir SPT, dalam bentuk kertas dan/atau dalam bentuk
elektronik, dengan benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan petunjuk pengisian yang
diberikan.
d. Wajib Pajak harus menandatangani Surat Pemberitahuan Pajak yang telah diisi sebelum
melaporkannya. Sementara itu, untuk Wajib Pajak badan, Surat Pemberitahuan Pajak
ditandatangani oleh salah seorang pengurus atau direksi.
e. Wajib Pajak harus menyampaikan SPT yang telah diisi dan ditandatangani ke kantor
Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau melalui tempat lain yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
f. Surat Pemberitahuan Pajak dapat disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak ke
kantor pelayanan pajak atau melalui kantor pos, atau melalui e-filing pada alamat
www.pajak.go.id.
Wajib Pajak

• Mengambil sendiri
• Mengisi
• Menandatangani
• Menyampaikan

KPP

• SPT Masa: paling lambat 20 hari setelah akhir Masa Pajak.


• SPT Tahunan PPh orang pribadi: paling lambat 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak.
• SPT Tahunan PPH badan: paling lambat 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak.

Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1
(satu) Surat Pemberitahuan Masa.
C. Batas Waktu Penyampaian Surat
Pemberitahuan Pajak
Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak disesuaikan dengan Tahun Pajak
yang digunakan oleh Wajib Pajak. Jika batas waktu tersebut bertepatan dengan hari
libur, termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyampaian Surat Pemberitahuan
Pajak dimajukan satu hari kerja.
1. Surat Pemberitahuan Pajak Masa
Surat Pemberitahuan Pajak Masa adalah surat yang digunakan untuk melaporkan
pembayaran pihak yang terutang dalam suatu Masa Pajak. (Batas waktu pelaporan
lihat di tabel halaman 52-53.)

Sumber: webandi, pixabay.com


2. Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan
Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang
dalam satu Tahun Pajak.
Batas waktu penyampaian SPT tahunan.

No. Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran Batas Waktu Pelaporan


Tahunan
1 PPh orang Sebelum SPT Tahunan PPh Akhir bulan ketiga setelah
pribadi disampaikan berakhirnya Tahun Pajak atau
Bagian Tahun Pajak
2 PPh badan Sebelum SPT Tahunan PPh Akhir bulan keempat setelah
disampaikan berakhirnya Tahun Pajak atau
Bagian Tahun Pajak
3 PBB 6 (enam) bulan sejak tanggal ----
diterimanya SPPT
3. Surat Pemberitahuan Pajak dalam Media Elektronik
Wajib Pajak dapat men-download (mengunduh) aplikasi e-SPT di situs www.pajak.go.id.
Layanan e-SPT adalah data SPT Wajib Pajak dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh
Wajib Pajak dengan menggunakan aplikasi e-SPT , sedangkan e-filing adalah suatu cara
penyampaian SPT atau Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yang dilakukan
secara online yang real time melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service
Provider (ASP).
Wajib Pajak yang akan menyampaikan e-SPT melalui layanan e-filing harus memiliki
Electronic Filling Identification Number (eFIN) dan memperoleh sertifikat (digital
certificate) dari Direktorat Jenderal Pajak. eFIN adalah nomor identitas yang diberikan
oleh kantor pelayanan pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar kepada Wajib Pajak
yang mengajukan permohonan untuk menyampaikan SPT secara elektronik (e-filing).
4. Prosedur Permohonan untuk Mendapatkan eFIN
a. Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala KPP tempat Wajib
Pajak terdaftar (fotokopi kartu NPWP atau SKT dan untuk Wajib Pajak sebagai Pengusaha
Kena Pajak disertai dengan fotokopi Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak).
b. Permohonan dapat disetujui apabila:
1) alamat yang tercantum pada permohonan sama dengan alamat dalam database
(master file) Wajib Pajak di Direktorat Jenderal Pajak;
2) bagi Wajib Pajak yang telah berkewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan,
telah menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi atau badan untuk
Tahun Pajak terakhir, SPT Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Tahun Pajak
terakhir, dan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk 6 Masa Pajak terakhir.
c. Keputusan atas permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak untuk memperoleh eFIN akan
diberikan paling lama 2 hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
d. Jika eFIN hilang, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pencetakan ulang dengan
syarat menunjukkan kartu NPWP atau SKT yang asli dan untuk Wajib Pajak sebagai
Pengusaha Kena Pajak harus disertai Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang asli.
e. Wajib Pajak yang sudah mendapatkan eFIN dapat mendaftarkan diri melalui satu
atau beberapa situs ASP yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
f. Setelah Wajib Pajak mendaftarkan diri, ASP mengirimkan kepada Wajib Pajak
tata cara penyampaian SPT secara elektronik (e-filing). Aplikasi e-SPT disertai
dengan petunjuk penggunaannya, dan informasi lainnya.
g. Wajib Pajak meminta sertifikat (digital certificate) ke Direktorat Jenderal Pajak
melalui situs ASP, tempat Wajib Pajak mendaftar. Sertifikat tersebut selanjutnya
akan digunakan sebagai alat yang berfungsi sebagai pengaman data Wajib Pajak
dalam setiap proses e-filing melalui suatu ASP ke Direktorat Jenderal Pajak.
h. SPT yang telah diisi secara benar, jelas, dan lengkap disampaikan secara
elektronik melalui suatu ASP oleh Wajib Pajak ke Direktorat Jenderal Pajak. Jika
SPT dinilai lengkap, Wajib Pajak akan diberikan Bukti Penerimaan secara
elektronik yang dibubuhkan pada bagian bawah induk SPT yang telah diterima.
i. e-filing dapat dilakukan selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu, atau dengan
kata lain tidak mengenal hari libur, dengan standar Waktu Indonesia Bagian
Barat. e-SPT yang disampaikan pada akhir batas waktu penyampaian SPT yang
jatuh pada hari libur, dianggap disampaikan tepat waktu.
j. Wajib Pajak mencetak dan menandatangani induk SPT yang telah dikirimkan
melalui e-filing dan diterima oleh Direktorat Jenderal Pajak. Selanjutnya, Wajib
Pajak wajib menyampaikan induk beserta Surat Setoran Pajak (jika ada) dan
dokumen lain yang wajib dilampirkan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar secara
langsung maupun melalui surat dengan pertimbangan waktu paling lama:
1) empat belas hari sejak batas terakhir pelaporan SPT jika SPT disampaikan
sebelum batas akhir penyampaian.
2) empat belas hari sejak tanggal penyampaian SPT secara elektronik jika SPT
disampaikan setelah lewat batas akhir penyampaian.
k. ASP wajib memberikan jaminan kepada Wajib Pajak bahwa SPT beserta lampiran
yang disampaikan secara elektronik dijamin kerahasiaannya, diterima di
Direktorat Jenderal Pajak secara lengkap dan real time, serta diakui oleh pihak
Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak.
D. Batas Waktu Perpanjangan
Penyampaian spt
Perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT dibatasi paling lama 2 bulan sejak batas
waktu penyampaian surat pemberitahuan pajak tahunan. Perpanjangan surat
pemberitahuan pajak tahunan disampaikan ke KPP sebelum batas waktu penyampaian
SPT tahunan berakhir.
1. Prosedur Perpanjangan Waktu Penyampaian SPT
Prosedur perpanjangan waktu penyampaian SPT, yaitu:
a. Permohonan diajukan secara tertulis sebelum batas waktu penyampaian SPT
Tahunan Pajak Penghasilan berakhir dengan menyebutkan alasan-alasannya.
b. Menyampaikan penghitungan sementara Pajak Penghasilan yang terutang dan
dilampiri laporan keuangan sementara Tahun Pajak yang bersangkutan bagi
Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan.
c. Melampirkan bukti pelunasan atas kekurangan pajak yang terutang apabila
menurut penghitungan sementara kurang bayar berupa Surat Setoran Pajak
(SSP).
d. Permohonan menggunakan formulir 1770Y (orang pribadi)/ 1771Y (Badan).
2. SPT Tidak Disampaikan
E. Sanksi Administrasi Perpajakan

1. Sanksi Administrasi Terlambat Menyampaikan SPT


a. Surat Pemberitahuan Pajak yang tidak disampaikan dalam jangka
waktu yang ditentukan (terlambat) akan dikenakan sanksi
administrasi berupa denda dengan perincian seperti dalam tabel
berikut.
b. Atas keterlambatan pembayaran pajak yang terutang dikenakan
sanksi denda bunga 2% sebulan.
c. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB) dengan sanksi administrasi kenaikan sebesar
50% dari pajak yang tidak atau kurang bayar untuk SPT yang tidak
disampaikan pada waktunya padahal telah ditegur.
2. Sanksi Administrasi Alpa Menyampaikan SPT
Sanksi administrasi alpa menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak dapat
dijelaskan sebagai berikut.
a. Bagi Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat
Pemberitahuan Pajak atau menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak
tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila
kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak. Selanjutnya,
Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah
pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar
200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui
penerbitan SKPKB (Pasal 13A).
b. Bagi Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat
Pemberitahuan Pajak atau menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak tetapi
isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya
tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dan
perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A, dikenakan denda paling sedikit 1 kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan
paling singkat 3 bulan atau paling lama 1 tahun (Pasal 38).
c. Bagi Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan
Pajak atau menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak tetapi dengan keterangan
yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan
dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar (Pasal 39 ayat 1).
3. Perkecualian Sanksi Administrasi
a. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia.
b. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.
c. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang
tidak tinggal lagi di Indonesia.
d. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia.
e. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum
dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi.
g. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan.
h. Wajib Pajak lain, yaitu Wajib Pajak yang tidak dapat menyampaikan Surat
Pemberitahuan Pajak dalam jangka waktu yang telah ditentukan karena
keadaan kerusuhan massal, kebakaran, ledakan bom atau aksi terorisme,
perang antarsuku, dan kegagalan sistem komputer administrasi penerimaan
negara atau perpajakan yang penetapannya didasarkan pada Peraturan
Direktur Jenderal Pajak.
F. Pembetulan Surat Pemberitahuan
Pajak (SPT) Tahunan
Sanksi akibat pembetulan Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan adalah sebagai berikut.
a. Sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang
bayar (Pasal 8 ayat 2) diberikan kepada Wajib Pajak jika pembetulan SPT
dilakukan sebelum Direktur Jenderal Pajak melakukan tindakan pemeriksaan.
b. Sanksi administrasi berupa denda 150% dari jumlah pajak yang kurang dibayar
(Pasal 8 (3)) diberikan jika pembetulan SPT dilakukan sekalipun telah dilakukan
tindakan pemeriksaan, tetapi sepanjang belum dilakukan penyidikan mengenai
adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak, yaitu kealpaannya tidak
menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap.
c. Sanksi administrasi berupa kenaikan 50% dari pajak yang kurang bayar (Pasal 8
(5)) adalah apabila pembetulan SPT dilakukan setelah ada pemeriksaan pajak,
namun Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak dan
Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran SPT dengan kemauan sendiri dalam
laporan tersendiri. Pengungkapan ini terbatas pada hal-hal sebagai berikut:
1) Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil.
2) Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih besar atau lebih
kecil.
3) Jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil.
4) Jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil.
G. Wajib Pajak yang Dikecualikan dari
Kewajiban Penyampaian SPT

Anda mungkin juga menyukai