Anda di halaman 1dari 29

MINI C-EX

“ANASTESI PADA KELAINAN JANTUNG”

OLEH:
INDRI PUSPASARI G4A015126

PEMBIMBING: DR. AUNUN ROFIQ, SP. AN

KEPANITERAAN ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF


RSUD PROF DR MARGONO SOEKARJO
JURUSAN KEDOKTERANUMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2017
IDENTITAS PASIEN

 Nama : Tn. S
 Umur : 66 tahun
 Tanggal Lahir : 4 Februari 1950
 Alamat : Banjarsari RT 003 RW 002 Ajibarang
 Berat Badan: 90 kg
 Tinggi Badan : 165 cm
 Diagnosis : Abses perianal
 Pro : Debridement
 DPJP Anestesi : dr. Muklis Rudi Sp. An
 Tanggal Operasi : 19 Januari 2017
ANAMNESIS PRE ANESTESI

 Riwayat Penyakit Sekarang:


 Pasien datang ke IGD Prof DR Margono Soekarjo pada tanggal 16 Januari 2017 dengan
keluhan benjolan pada perianal yang membesar sejak 4 hari SMRS, nyeri, dan megeluarkan
cairan berwarna bening dan bernanah. Pasien memiliki riwayat meriang sekitar satu minggu
terakhir.
 Riwayat Penyakit Dahulu:
 Riwayat asma (-), maag (-), DM (-), sesak napas (+) bila tidur dengan satu bantal, bila
menaiki tangga, ataupun kelelahan ketika beraktivitas, Riw. Penyakit jantung (+)
saat tahun 2012 berupa jantung tersumbat dan jantung bengkak, sebelumnya
rutin berobat ke poli jantung sekitar 6 bulan lalu tidak pernah kontrol kembali,
pingsan(-), HT (+) tidak terkontro sudah lebih dari 5 tahun, hepatitis (-), GGK (-),
anemia (-), stroke (-), alergi makanan (-), alergi obat (-), riwayat operasi (-), mengorok (-),
riwayat trauma (-)
 Riwayat Penyakit Keluarga:
 Asma (-), diabetes (-), jantung (-), hipertensi (-), gangguan pembekuan darah (-)
PEMERIKSAAN FISIK

 Keadaan umum: baik


 Kesadaran: compos mentis, GCS E4V5M6
 Tanda Vital:
 Tekanan Darah : 130/100 mmHg
 Nadi : 104x per menit, isi tekanan cukup, reguler
 Respiratory Rate : 22 x per menit, reguler
 Suhu : 36,2 oC
 Airway: Clear (+), gigi palsu (-), gigi tanggal (-), gigi goyang (-), buka mulut 3 jari,
Mallampati II, TMD 6 cm
PEMERIKSAAN FISIK

 Kepala/Leher: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks pupil (+/+), pupil
isokor (3 cm/3 cm), massa di wajah (-), membran mukosa mulut basah, mulut
sianosis (-), massa di leher (-), luka bakar (-), deviasi trakea (-).
 Breathing/Thorak:
 Spontan (+), RR 22 x per menit
 Paru : Suara dasar vesikular (+/+), wheezing (-/-), ronki basah kasar (-/-), ronki basah
halus (-/-)
 Jantung : s1>s2 reguler, gallop (-), murmur (-)
 Circulation
 Nadi 104x per menit, tegangan dan isi cukup
PEMERIKSAAN FISIK

 Abdomen :
 Cembung, bising usus (+) normal, timpani, nyeri tekan (-)
 Ekstremitas
 Akral (hangat), turgor kulit (kembali cepat), capillary refill <2 detik, edema superior (-/-)
edema inferior (-/-), parese superior (-/-), parese inferior (-/-), paralise (-/-)
 Status lokalis Perianal
 Benjolan berdiameter sekiar 8 cm sekitarnya kemerahan, immobile, nyeri tekan, apabila
ditekan mengeluarkan nanah.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Hasil laboratorium 16/01/2017  Eosinofil : 1.7 %


 Hb : 12.7 gr/dL  Batang : 0,2 %
 Ht : 40 %  Segmen : 81.4 % (H)
 Leukosit : 11.310 U/L (H)  Limfosit : 8.1 % (L)
 Eritrosit : 4,2 juta/uL (L)  Monosit : 3,4 % (H)
 Trombosit: 87.000/uL (L)  Ureum : 50.6 mg/dL (H)
 MCV : 93.2 fL  Creatinin : 1.48 mg/dL(H)
 MCH : 30.0 pg/cell  GDS : 106 mg/dL
 MCHC : 32.2 %  Natrium : 146 mmol/L
 RDW : 14.8 %  Kalium : 4.6 mmol/L (H)
 MPV : 10.1 fL  Klorida : 114 mmol/L (H)
 Basofil : 0,2 %
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Hasil laboratorium 18/01/2017  MPV : 9.4 fL


 Hb : 11.8 gr/dL  Basofil : 0,1 %
 Ht : 36 % (L)  Eosinofil : 0.1 %
 Leukosit : 7.010 U/L  Batang : 0,0 %
 Eritrosit : 3.9 juta/uL (L)  Segmen : 78.9 % (H)
 Trombosit: 147.000/uL (L)  Limfosit : 11.1 % (L)
 MCV : 93.8 fL  Monosit : 9.8 % (H)
 MCH : 30.4 pg/cell
 MCHC : 32.4 %
 RDW : 14.4 %
EKG
RENCANA OPERASI

 ASSESMENT : ASA III


 RENCANA OPERASI : Debridement
 RENCANA ANESTESI : Regional Anestesi
LAPORAN ANESTESI DURANTEE OPERASI

 Tanggal operasi : 19/01/2017  Teknik anestesi


 Jam mulai anestesi : 13.00 WIB  Anestesi : Regional anestesi (SAB)

 Jam selesai anestesi : 14.40 WIB  Posisi pasien : Duduk


 Area Penyuntikan : L3-L4
 Kondisi pre-induksi
 Jarum : Spinocain no. 22
 Kesadaran : Compos Mentis
 Obat anestesi lokal: Bupivacain 7.5 mg
 GCS : E4V5M6
 Tekanan darah: 153/90 mmHg
 Heart rate : 112x per menit
 Respiratory Rate : 24x per menit
 Suhu : 36 0C
MONITORING DURANTE OPERASI
Jam SpO2 HR TD

13.00 99% 112 153/90

13.05 99% 112 153/90

13.10 99% 112 153/90

13.15 100% 94 112/74

13.20 100% 88 112/74


 Obat yang masuk:
13.25 100% 88 112/74

13.30 100% 88 112/74  Bupivacain 7.5 mg

Cairan yang masuk:


13.35 100% 88 112/74

13.40 100% 88 112/74

13.45 100% 88 112/74  Ringer laktat


13.50 100% 88 130/70

13.55 100% 88 130/70


 Perdarahan : 100 ml
14.00 100% 80 130/70
 Urin :-
14.05 100% 80 130/70

14.10 100% 80 130/70

14.15 100% 80 130/70

14.20 100% 78 123/86

14.25 100% 78 123/86

14.30 100% 78 123/86

14.35 100% 78 123/86

14.40 100% 78 123/86


LAPORAN POST ANESTESI (RR) 19
JANUARI 2017 (14.45 – 15.05)

 Subjektif : (-)
 Objektif :
 KU : Sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 TD : 120/80 mmHg
 RR : 22 x/menit
 HR : 90 x/menit
 Suhu : 36,2 ºC
 Saturasi O2 : 100 %
 Assesment : Post debridement atas indikasi abses perianal
 Bromage Score : 2
PEMBAHASAN
FISIOLOGI JANTUNG
KEADAAN JANTUNG PADA KELAINAN
JANTUNG
PENYAKIT JANTUNG KORONER
ANASTESI LOKAL

 Group I
 meliputi prokain dan kloroprokain yang memiliki potensi lemah dengan lama kerja
singkat
 Group II
 meliputi lidokain, mepivakain dan prilokain yang memiliki potensi dan lama kerja sedang.
 Group III
 meliputi tetrakain, bupivakain dan etidokain yang memiliki potensi kuat dengan lama
kerja panjang.
EFEK ANESTESI TERHADAP JANTUNG

 Umumnya, anestesi ini mendepresi automatisasi miokard dan menurunkan


durasi dari periode refraktori. Kontraktilitas miokard dan kecepatan konduksi
juga terdepresi dalam konsentrasi yang lebih tinggi.
 Pengaruh ini menyebabkan perubahan membran otot jantung dan inhibisi sistem saraf
autonom.
 Semua anestesi lokal, kecuali cocaine,merelaksasikan otot polos, yang sebabkan
vasodilatasi arteriolar.
 Kombinasi yang terjadi, yaitu bradikardi, blokade jantung, dan hipotensi dapat
mengkulminasi terjadinya henti jantung.
 Intoksikasi pada jantung mayor biasanya membutuhkan konsentrasi tiga kali lipat
dari konsentrasi yang dapat sebabkan kejang.
 Injeksi intravaskular bupivicaine yang tidak disengaja selama anestesi regional
mengakibatkan reaksi cardiotoksik yang berat, termasuk hipotensi, blok
atrioventrikular, irama idioventrikular, dan aritmia yang dapat mengancam nyawa
seperti takikardi ventrikular dan fibrilasi.
EFEK ANESTESI TERHADAP JANTUNG

 Ropivacaine memiliki banyak kesamaan dalam psikokimia dengan bupivacaine


kecuali bahwa sebagian dari ropivacaine adalah larut-lemak. Waktu onset dan
durasi kerja sama, namun ropivacaine memblok motorik lebih rendah, yang
sebabkan potensi lebih rendah
 Ropivacaine memiliki index terapi yang besar karena 70% lebih sedikit
menyebabkan intoksikasi kardia dibandingkan dengan bupivacaine.
 Ropivacain dikatakan memiliki toleransi terhadap sistem saraf pusat yang lebih
besar. Keamanan dari ropivacaine ini mungkin disebabkan karena kelarutan
lemaknya yang rendah, yang bertolak belakang dengan struktur dari bupivacaine.
MANAGEMENT PRE OPERATIF PADA PJK

 Anamnesa mencakup gejala-gejala, pengobatan yang sedang berlangsung dan yang


sudah, komplikasi dan hasil pemeriksaan sebelumnya.
 Pemeriksaan fisik pasien penyakit jantung koroner serupa dengan pasien hipertensi
bila belum parah.
 Pemeriksaan penunjang
 EKG awal normal pada 25-50% pasien dengan PJK.
 Segmen ST non spesifik dan perubahan gelombang T
 Infark yang terjadi sebelumnya sering ditandai dengan gelombang Q atau tidak adanya gelombang R
pada lead yang terdekat dengan infark
 QT interval yang memanjang (QTc > 0,44) mencerminkan adanya iskemia, keracunan obat
(biasanya obat antiaritmia, antidepresan, atau penotiazine), kelainan elektrolit (hipokalemia atau
hipomagnesemia), disfungsi otonom, prolap katup mitral, atau yang lebih jarang, kelainan kongenital.
MANAGEMENT PRE OPERATIF PADA PJK

 pasien yang memiliki penyakit jantung koroner, peripheral vascular disease, atau
minimal dua faktor risiko untuk penyakit jantung koroner (usia ≥ 60 tahun,
merokok, diabetes melitus, hipertensi, kolesterol total ≥ 240 mg/dL)
mendapatkan terapi β-bloker peri-operatif, kecuali pasien tersebut memiliki
intoleransi terhadap obat - obatan β-bloker.
MANAGEMENT INTRA OPERATIF PADA PJK

 Prioritas utama dalam mengelola pasien dengan penyakit jantung iskemik adalah
memelihara hubungan suplai dan kebutuhan jantung yang baik.
 Peningkatan denyut jantung dan tekanan darah akibat pengaruh otonom harus
dikontrol dengan anestesia yang dalam atau dengan penghambat adrenergik.
 Tekanan diastol arteri seharusnya dijaga pada 50 mmHg atau di atasnya. Tekanan
diastol yang lebih tinggi lebih disukai pada pasien dengan oklusi koroner derajat
tinggi
 Peningkatan left ventricular end diastolic pressure harus dihindari
 Konsentrasi hemoglobin darah yang adekuat (> 9-10 mg/dl) dan tekanan oksigen
arteri (> 60 mmHg) seharusnya dijaga.
 Monitoring juga dapat dilakukan dengan pemasangan EKG
MANAGEMENT INTRA OPERATIF PADA PJK

 Anestesi regional sering menjadi pilihan yang baik prosedur operasi di


ekstremitas, perineum, dan abdomen bawah.
 Penurunan tekanan darah setelah anestesi spinal atau epidural harus cepat diatasi
dengan dosis kecil fenilefrin (25 – 50 μg) atau obat sejenis untuk
mengembalikan tekanan perfusi koroner sampai cairan intravena yang cukup
diberikan.
 Dosis kecil efedrin (5 – 10 μg) dapat diberikan saat timbul bradikardi.
Hipotensi biasanya dapat dihindari dengan memberikan loading cairan
sebelumnya.
 Hipotensi yang tidak berespon terhadap fenilefrin atau efedrin dapt diatasi
dengan epinefrin (2 – 10 μg).
MANAGEMENT POST-OPERATIF

 Risiko postoperatif terbesar pada pasien-pasien seperti ini adalah iskemia yang
tidak terdeteksi.
 Sebagian besar gelombang Q pada infark miokardium perioperatif timbul dalam 3
hari pertama setelah operasi (biasanya setelah 24-48 jam)
 Infark non- gelombang Q timbul dalam 24 jam pertama. Karena kurang dari 50%
pasien mengeluhkan nyeri dada, pemeriksaan EKG penting untuk
mendeteksi kejadian ini.
 Manifestasi yang sering ditemukan adalah hipotensi yang tidak dapat dijelaskan.
Manifestasi lain, diantaranya gagal jantung kongestif dan perubahan status mental.
KESIMPULAN

 Pasien Tn. S , 66 tahun, post-operasi debridement atas indikasi abses perianal di


Instalasi Bedah Sentral RSUD Margono Soekarjo pada tanggal 19 Januari 2017.
Pasien memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya. Anastesi yang digunakan
adalah anastesi regional (SAB) dengan Buvipakain 7.5 mg. Obat-obat anastesi
memiliki efek terhadap fungsi jantung itu sendiri, sehingga penggunaan anastesi
pada kelainan jantung harus lebih diperhatikan terkait tingginya morbiditas dan
mortalitas yang ada pada kelainan jantung.
DAFTAR PUSTAKA

 Dickstain A, et al.Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure
2008.European Society Cardiology. European Heart Journal; 2008.
 Marwoto, Primatika DA. Anestesi lokal/Regional. Dalam : Soenarjo, Jatmiko DH. editor.
Anestesiologi. Semarang : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran UNDIP,
2010
 Mehrkens H, Geiger MP. . Local Anaesthetics. In : Peripheral regional Anaesthesia. 3rd. ed. Ulm 2005
 Miller, RD. Miller’s anesthesia, 7th edition. USA : Elsevier. 2009
 Morgan, GE. Clinical anesthesiology, 4th Edition. USA : McGraw-Hill. 2006.
 Poldermans D. Guidelines for pre-operative cardiac risk asessment and perioperative cardiac
management in non-cardiac surgery. Netherland : European Heart Journal. 2009.
 Raj Prithvi P. Local Anaesthetics In : Ross A, editors. Textbook of regional anesthesia. Philadelphia : Elsevier
Science. 2003
TERIMA KASIH.

Anda mungkin juga menyukai