Anda di halaman 1dari 26

ANALISA PR O T E I N

Tujuan
Analisa protein

Menera jumlah kandungan protein dalam bahan


makanan
Menentukan tingkat kualitas protein
Menelaah protein sebagai salah satu bahan kimia
secara biokimiawi, fisiologis, rheologis, enzimatis.
Pemecahan protein  profil asam amino
Analisa Protein

 Uji Ninhidrin
 Analisa jumlah protein total:
 Kjeldahl
 Metode Lowry
 Metode Biuret
 Metode spektrofotometer UV
 Metode Turbidimetri
 Metode pengecatan
 Titrasi formol
Analisa jumlah Protein total

Protein N (total)

Protein kasar (Crude protein)


= Jumlah protein dihitung berdasarkan
kandungan rata-rata unsur N dalam protein

 Tidak semua jenis protein


mengandung  N yang sama
 ada senyawa bukan protein yang
mengandung N
(misal: urea, asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit,
asam amino, amida, purin, pirimidin)
Analisa jumlah Protein total
Umumnya dilakukan peneraan empiris (tidak langsung) yakni
melalui penentuan kandungan N dalam bahan
Dikembangkan oleh Kjeldahl
Seharusnya hanya N dari protein saja yang ditentukan  sulit dan
kandungan senyawa lain dalam bahan sedikit.
Hasilnya : protein kasar (crude protein).

Dasar
 Protein alamiah  N rata-rata 16%
 Jumlah protein = jumlah N X 100/16
= jumlah N X 6,25
 Senyawa tertentu sudah diketahui komposisi
 fk (faktor perkalian):
 Protein gandum = 5,70

 Protein susu = 6,38

 Protein gelatin (kolagen yang terlarut) = 5,55


Faktor perkalian (fk) beberapa bahan

Macam Bahan Faktor perkalian (fk)


Bir, sirup, biji-bijian, ragi 6,25
Buah-buahan, the, anggur, malt
Makanan ternak
Beras 5,95
Roti, gandum, makaroni, mie 5,70
Kacang tanah 5,46
Kedele 5,75
Kenari 5,18
Susu 6,38
Gelatin 5,55
Analisa protein cara Kjeldahl
 3 tahap:

 Proses destruksi
 Proses destilasi
 Proses titrasi
Tahap destruksi
 Sampel dipanaskan dalam H2SO4 (p)  terpecah
menjadi unsur-unsurnya :
 C  CO dan CO2
 H  H2O
 N  (NH4)2SO4
 Kebutuhan H2SO4 (p)  minimum = 10 ml (18,4 g)
 1 g protein  9 g H2SO4
 1 g lemak  17,8 g H2SO2
 1 g Karbohidrat  7,3 g H2SO4
 lemak sebaiknya dihilangkan sebelum destruksi
 Sampel = 0,4 – 3,5 g Mikro Kjeldahl = 10 – 30 mg
 Destruksi selesai bila larutan jernih/tidak berwarna.
 Blanko  koreksi adanya senyawa N dari reagensia
Katalisator proses destruksi
 Katalisator  menaikkan
titik didih H2SO4 
mempercepat destruksi
 Jenis:
 Na2SO4 dan HgO (20 : 1)
 K2SO4
 CuSO4
 Se
 Suhu destruksi: 370 – 410oC
 1 g K2SO4 dapat menaikkan titik didih 3oC
Reaksi selama destruksi
(bila menggunakan HgO)

HgO + H2SO4 HgSO4 + H2O

2HgSO4 Hg2SO4 + SO2 + 2On

Hg2SO4 + 2H2SO4 2HgSO4 + 2H2O + SO2

[CHON] + On + H2SO4 CO2 + H2O+ [NH4]2SO4


Katalisator proses destruksi

 Penggunaan katalisator Hg

o Amonium sulfat yang terbentuk


dapat bereaksi dengan merkuri
oksida membentuk senyawa
kompleks merkuri-amonia

o Sebelum destilasi, Hg harus


diendapkan terlebih dahulu dg K2S
atau tiosulfat agar senyawa
kompleks merkuri-amonia pecah
menjadi amonium sulfat
Katalisator proses destruksi

 Penggunaan katalisator Se
o Tidak perlu diberi perlakuan
sebelum destilasi
o Se lebih reaktif dibandingkan
merkuri dan kuprisulfat
o Kelemahan Se: oksidasi sangat
cepat, sehingga nitrogennya
kemungkinan ikut hilang
o Solusi: penggunaan Se yang
sangat sedikit (< 0,25 g)
Destilasi
 Amonium sulfat dipecah menjadi amonia
(NH3 ) dengan penambahan NaOH sampai
alkalis dan dipanaskan
 NH3 yang dibebaskan ditangkap oleh
larutan asam standar yaitu HCl/asam borat
4% berlebihan ( indikator BCG + MR atau PP)
  ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam
asam, agar kontak antara asam dan amonia lebih baik

 superheating dicegah
dengan Zn.
 Destilasi diakhiri bila
semua NH3 sudah
dibebaskan (destilat tidak
bereaksi basis).
Tahap titrasi
Dengan penampung HC
lSisa HCl dititrasi dengan NaOH 0,1 N; indikator PP
sampai merah muda

ml NaOH (blanko – S)
%N =  X N NaOH X 14,008 X 100%
berat sampel (g) X 1000
Dengan penampung asam borat
 Titrasi dengan HCl 0,1N dengan indikator BCG + MR
 Akhir titrasi : biru  merah muda
ml HCl (S – Blanko)
%N =  X N NaOH X 14,008 X 100%
berat sampel (g) X 1000

 % Protein = % N X F/K (6,25)


Cara lain
penentuan N

 Cara Van Slyke


 Cara Dumas
Cara Van Slyke

Protein / asam amino direaksikan dengan


asam nitrit

Gas nitrogen yang terjadi diukur banyaknya


secara volumetris

RNH2 + HNO2  ROH + H2O + N2


1 grol N = 22,4 liter  kadar protein dapat dihitung
Protein

Pirolisis

Cara Dumas N

Ukur Volume
1 ml Larutan Protein Metode Lowry

Ditambah 5 ml Lowry B
 Protein dengan asam
fosfotungstat dalam suasana
alakalis akan berwarna biru
digojog, dibiarkan 10 menit  Intensitas warna biru
berkorelasi dengan kadar
protein
Ditambah 0,5 ml Lowry A  Peneraan pada λ = 600 nm
 Kurva standar  menggunakan
protein standar (Bovine Serum
digojog, dibiarkan 20 menit Albumin = BSA)
 Metode Lowry 10 – 20 kali
lebih sensitif dibandingkan
Didiamati OD-nya cara UV atau Biuret
pada λ = 600 nm
Metode Biuret
 Menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang
mengandung gugus amida asam (- CONH2) yang
berada bersama gugus amida asam yang lain atau
gugus yang lain seperti :
- CSNH2 - CHOHCH2NH2
- C(NH) NH2 - CHOHCH2 NH2
- CH2NH2 - CHNH2CH2OH
- CRHNH2 - CHNH2CHOH
 Intensitas warna biru-violet tergantung konsentrasi protein
 Pengukuran: pada  = 560 – 580 nm, perlu kurva standar
 Hanya protein/senyawa peptida yang bereaksi dengan
biuret kecuali urea  metode ini lebih baik
dibandingkan Kjeldahl
O H
ll l
HOOC-CH-NH-C-C-NH2 + CuSO4 + NaOH
l l
R R

RH R
l l l
NH2-C-C-NH-C-COOH
H l l
O H
l + Na2SO4 + H2O
Cu
l
H OH
l l l
HOOC-C-NH-C-C-NH2
l l l
R HR

Senyawa berwarna biru violet


Metode Spektrofotometer UV

 Protein (asam amino


tirosin, triptofan, dan
fenilalanin)
mengabsorbsi sinar UV
 Pengukuran  perlu
kurva standar
 Metode ini: cepat, mudah
dan tidak merusak bahan
Metode Turbidimetri
 Penambahan bahan pengendap
protein (misal: tri chloro acetic acid
(TCA), kalium feri cyanida
(K4Fe(CN)6), atau asam
sulfosalisilat  menyebabkan
kekeruhan dalam larutan yang
mengandung protein
 Perlu dibuat tabel atau kurva
hubungan antara kekeruhan dengan
kadar protein
 Untuk pentuan kadar protein bahan
yang berupa larutan
 Hasil: biasanya kurang tepat
Metode Pengecatan
 Bahan pewarna (misal: Orange
G, Orange 12 dan amido black)
dapat membentuk senyawa
berwarna dengan protein dan
menjadi tidak larut
 Sisa bahan pewarna yang tidak
bereaksi dalam larutan diukur
dengan colorimetrer  kadar
protein dapat ditentukan
dengan cepat
 Perlu kurva standar
Metode Titrasi Formol
 Metode ini hanya tepat untuk
penentuan proses terjadinya
pemecahan protein, dan kurang
tepat untuk penentuan protein.
 Larutan protein dinetralkan
dengan NaOH  kemudian
ditambah formalin, sehingga
terbentuk dimetilol
 Indikator: PP
 Titik akhir titrasi: perubahan
warna menjadi merah muda
BAHAN DISKUSI
 Kenapa faktor konversi dari kadar N ke kadar
protein tidak sama untuk semua bahan?
 Pada saat destilasi dan titrasi, kenapa larutan
untuk menitrasi berbeda jika larutan
penampung yang digunakan berbeda?
 Apa yang akan terjadi jika sampel yang
dianalisa terlalu banyak?
TUGAS

 Ditimbang 35 mg sampel dan dianalisa


kadar proteinnya dengan mikro
Kjeldahl, Volume HCl 0,02N untuk titrasi
blanko 0,08 ml. titrasi sampel = 7,88
ml.
 Jelaskan tahap-tahap dalam analisa tsb
dan apa tanda berakhirnya masing-masing
tahapan
 Hitung kadar protein sampel tsb

Anda mungkin juga menyukai