Adi Saputra
Asdar Sukur
Dewi Djamaludin
Hidayanti
Warni Rasid
Nurhayati Adam
Raniyawati
Suhartini Naser
Sumiyati
Tirsa Umamit
Waraswtiawati
Latar Belakang
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki prospek pengembangan sapi perah yang
tergolong cukup besar. Indonesia memiliki sumber daya
alam yang melimpah serta sumber daya manusia yang
mencukupi. Sejauh ini usaha peternakan masih belum
mampu mencukupi kebutuhan protein hewani masyarakat
Indonesia. Kondisi pengembangan usaha peternakan sapi
perah di Indonesia cukup memprihatinkan. Meskipun
tingkat kesukaan sebagian masyarakat Indonesia terhadap
susu masih sangat rendah, namun untuk memenuhi
kebutuhan gizi, Indonesia masih mengimpor susu dari luar
negeri.
Lanjut
Sebagian besar peternakan sapi perah di Indonesia
masih bersifat tradisional, sehingga banyak peternak-
peternak kecil yang belum paham mengenai cara
pengolahan susu segar agar bisa bertahan lama untuk
dipasarkan ke luar kota.
Susu sebagai salah satu produk peternakan
merupakan sumber protein hewani yang semakin
dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas hidup
masyarakat. Sebagai upaya untuk memenuhi
kebutuhan susu tersebut dilakukan peningkatan
populasi, produksi dan produktifivitas sapi perah.
B. Tujuan
Untuk mengetahui perkembangan agribisnis peternakan
sapi perah di Indonesia.
Tinjauan Puastaka
A. Usaha Peternakan Sapi Perah
Yusdja (2005) menjelaskan bahwa industri
pengembangan sapi perah di Indonesia sudah mempunyai
struktur yang cukup lengkap yang terdiri dari peternak,
pabrik pakan, industri pengolahan susu yang maju serta
adanya kelembagaan yang menaungi peternak sapi perah
yang tergabung dalam GKSI(Gabungan Koperasi Susu
Indonesia). Struktur usaha peternakan sapi perah terdiri
dari empat skala usaha yaitu usaha skala besar (>100 ekor),
usaha skala menengah(30-100 ekor), usaha skala kecil (10-30
ekor) dan usahaternak rakyat (1-9 ekor), usaha ternak rakyat
inilah yang sebagian besar merupakan anggota koperasi
susu.
Lanjut
Sapi perah di Indonesia diperkenalkan sekitar 140 tahun
yang lalu, yang dimulai dengan pengimporan sapi-sapi
bangsa Ayrshire, Jersey, MilkingShorthorn dari Australia
yang kemudian dilanjutkan dengan pengimporan sapi
bangsa Fries Holland (FH) dari Belanda.
B. Produksi Susu
Susu adalah hasil pemerahan sapi atau hewan
menyusui lainnya yang dapat dimakan atau dapat
digunakan sebagai bahan makanan yang aman dan sehat
serta tidak dikurangi komponen-komponennya atau
ditambah bahan-bahan lain (Direktorat Jenderal
Peternakan, 2006).
Lanjut
C. Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Pada tahun 2010 Badan Pusat Statistik mencatat bahwa
subsektor peternakan menyumbang Rp. 36,743 Milyar
dari jumlah total PDB sektor pertanian secaranasional.
Menurut Despal et al (2008) produksi susu yang
dihasilkan dalam negeri baru mampu mencukupi 1/3
permintaan dalam negeri sehingga sebagian susu harus
impor.
Jika kondisi ini tidak diperbaiki dengan membangun
sistem agribisnis yang berbasis peternakan, maka
Indonesia akan terus menjadi negara pengimpor hasil
ternak khususnya susu sapi (Daryanto, 2007).
Lanjut
Berbeda dengan Ardia, (2000) menjelaskan bahwa
kondisi peternakan sapi perah di Indonesia saat ini
adalah pertama:
a. skala usahanya kecil (2-5 ekor)
b. motif produknya adalah rumah tangga
c. dilakukan sebagai usaha sampingan tanpa terlalu
memperhatikan laba rugi dan masih jauh dari
teknologi sertadidukung oleh manajemen usaha dan
permodalan yang masih lemah
d. kualitas secara umum bervariasi dan bersifat padat
karya.
PEMBAHASAN
A. Sistem Agrbisnis Sapi Perah Di Indonesia
Sistem agribisnis pada komoditas sapi perah dibangun
berdasarkan sistem vertical integration, yaitu antar pelaku
agribisnis satu sama lain saling tergantung pada produk
susu. Produksi susu hasil peternakan rakyat sebagian besar
disalurkan ke Koperasi/KUD. Koperasi memberikan
pelayanan kepada peternak sebagai anggotanya, berupa
pemasaran hasil produksinya juga melayani kebutuhan
konsentrat, obat-obatan, IB, memberikan fasilitas
penyaluran kredit, dan memberikan pelayanan
penyuluhan.
Lanjut
Sejak abad ke-19 peternakan sapi perah telah dimulai yaitu
dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, dan
Milking shorthorn dari Australia. Pada permulaan abad ke-20
dilanjutkan dengan mengimpor sapi-sapi Fries-Holland dari
Belanda. Sapi perah yang dewasa ini dipelihara di Indonesia
pada umumnya adalah sapi Peranakan Fries-Holland.
Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki
karakteristik laju pertumbuhan ekonomi yang cukup baik
diikuti dengan laju pertumbuhan yang pesat. Selain itu
perkembangan masyarakat saat ini lebih ke arah yang lebih
maju baik dari segi pendapatan maupun tingkat pengetahuan
masyarakat mengenai pentingnya nilai gizi pangan. Salah
satu produk pangan yang terus mengalami peningkatan
permintaan setiap tahunnya adalah susu. Peningkatan
tersebut ditandai dengan meningkatnya konsumsi susu per
kapita dari tahun ke tahun.
Menurut Dirjen industri Agro, Kementrian
Perindustrian, Panggah Susanto mengatakan
pertumbuhan sektor pengelolaan susu pada tahun 2013
sebesar 12 persen/meningkat dibandingkan pada tahun
sebelumnya sebesar 10 persen. Namun disisi lain jumlah
konsumsi susu perkapita masyarakat indonesia baru
mencapai 11,09 liter per tahun, masih jauh di bawah
konsumsi perkapita negara-negara ASEAN lainnya
yang mencapai lebih dari 20 liter per kapita pertahun.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya
konsumsi susu di Indonesia:
Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya
mengkonsumsi susu
Mahalnya harga susu di pasaran
Rendahnya daya beli masyarakat
Susu lokal hanya mampu disediakan 30% dan tidak
sebanding dengan jumlah penduduk di Indonesia
Menyebabkan alergi lactose intolerance
B. Pola Agribisnis Peternakan Sapi Perah
Pada subsistem I (pra produksi), semua input
produksi (konsentrat, obat-obatan, hijauan, semen beku,
peralatan inseminasi buatan, alat-alat dan mesin perah,
dan sebagainya), disuplai untuk kegiatan budidaya sapi
perah. Dengan adanya suplai input produksi tersebut,
maka keberadaan sapi perah telah memajukan usaha atau
perusahaan yang bergerak di bidang input p roduksi,
seperti adanya pabrik pakan, pabrik peralatan dan mesin
perah, dan sebagainya. yang diproduksi oleh perusahaan
Pengembangan agribisnis berbasis sapi perah harus
dilakukan secara terintegrasi dari hulu sampai hilir. Selain
itu, secara kelembagaan antara peternak, koperasi dan IPS
harus menjalankan pola kemitraannya secara sinergis.
C. Permasalahan dan Hambatan Peternakan Sapi Perah di
Indonesia
a. Kondisi Peternakan Sapi Perah Rakyat
Skala usaha peternakan sapi perah sekitar 5,8
ekor/unit usaha dan kemampuan produksi sekitar 11,6
liter/ekor/hari, rataan kemampuan produksi susu di Jawa
Barat sekitar 8,20 kg/ekor/hari dengan skala usaha 3,3
ekor/peternak.
Lanjut
b. Ketersediaan pakan
Satu permasalahan utama yang sering dialami oleh
para peternak adalah kontinyuitasn masalah hijauan.
c. Kendala Manajemen Peternakan Sapi perah Rakyat
Kendala manajemen peternakan sapi perah rakyat di
Indonesia adalah:
1. Masih rendahnya roduktivitas sapi perah yang dipelihara
peternak, karena mutu genetik (bibit) sapi perahnya
rendah, juga karena manajemen budidaya ternak dan
kualitas pakan yang diberikan tidak memadai.
2. Rendahnya kualitas susu yang ditunjukan antara lain oleh
tingginya kandungan kuman sekitar rata-rata diatas 10
juta/cc, yang diakibatkan oleh sistem manajemen
kandang yang tradisional, sehingga harga yang terbentuk
pun menjadi rendah.
3. Sapi perah sangat tergantung pada ketersediaan lahan sebagai penghasil
pakan. Realitanya, lahan produktif bagi kepentingan peternakan sapi
perah semakin terdesak oleh kebutuhan sektor lainnya.
4. Rataan jumlah pemilikan ternak yang tidak efesien (3,3 ekor/peternak),
sehingga kurang menjanjikan keuntungan bagi peternak. Hal ini
menjadikan tantangan tersendiri untuk meningkatkan skala usahanya,
sehingga usaha peternak menjadi efesien.
5. Semakin langkanya sumberdaya manusia berupa tenaga kerja muda
yang berusaha di bidang peternakan sapi perah. Hal ini sebagai dampak
dari pergeseran orientasi pembangunan yang mengarah ke sektor jasa dan
industri.
6. Belum terjadinya integrasi dan koordinasi yang harmonis antar lembaga
pemerintah, swasta, koperasi dan peternak, sehingga berbagai kebijakan
yang diterapkan oleh pemerintah kurang diantisipasi oleh para pelaku
bisnis.
d. Pemasaran dan Pengolahan Hasil Produksi
Berdasarkan data yang telah diungkapkan, masih
terdapat kekurangan suplai susu untuk memenuhi permintaan
di Indonesia.
e. Koperasi Persusuan
Permasalahan pada koperasi adalah:
1. Orientasi usaha masih subsisten. Umumnya Koperasi dan
UKM melakukan kegiatan usahanya masih berorientasi
subsisten.
2. Kendala operasionalisasi kebijakan pemerintah. Koperasi
dan UKM merupakan ajang atau obyek dari proses
pembangunan bukannya subyek pembangunan.
3. Sumber Daya Manusia (SDM).
f. Permasalahan Industri Pengolahan Susu
Seiring dengan dibebaskannya perusahaan
pengolahan susu untuk tidak selalu menyerap susu dari
peternak dan diberikannya kebebasan impor susu, maka
para peternak dan koperasi harus mampu bersaing dengan
produk susu dari luar negeri.
Selain itu, untuk produk ultra high temperature
yang diproduksi oleh perusahaan dalam bentuk susu cair
kemasan masih menjadi penolong bagi susu segar dari
peternak karena IPS tidak berani membayar mahal untuk
mengimpor susu cair dari luar negeri. Selama ini, 80% susu
dari peternak diserap oleh IPS.
D. Kebijakan Pemerintah terhadap Pemberdayaan Peternakan
Sapi Perah
Pemerintah telah menyiapkan paket kebijakan khusus
untuk pemberdayaan peternakan. Kebijakan yang sudah
dibahas bersama Kementerian Perdagangan dan Kementerian
Pertanian sudah diterbitkan tahun 2017. Salah satu paketnya
adalah skema pembinaan dan kemitraan peternak lokal dengan
industri. Kemitraan ini mendorong program pemerataan
kesejahteraan masyarakat.Industri pengolahan susu (IPS) harus
bermitra dengan peternak lokal. Satu pabrik bisa membina 3-5
peternak lokal melalui koperasi atau kelompok usaha bersama
(KUB) untuk meningkatkan penyerapan susu segar dari dalam
negeri. Kementerian Perindustrian akan membantu melalui
subsidi peralatan seperti mesin pendingin.
menurut Airlangga, sampai saat ini hanya delapan
dari 58 IPS di Indonesia yang bermitra dengan peternak
dan menyerap susu segar di dalam negeri. Penyerapan
bahan baku susu lokal masih sekitar 23 persen atau 825
ribu ton dari kebutuhan 3,7 juta ton tahun 2016. Sehingga
kekurangan bahan baku yang diimpor sebanyak 2,8 juta
ton dalam bentuk skim milk powder, anhydrous milk fat,
dan butter milk powder dari berbagai negara, terutama
dari Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Uni
Eropa.