Anda di halaman 1dari 40

REFERAT KARDIOLOGI YUNIOR

DEMAM REMATIK AKUT-


PENYAKIT JANTUNG
REUMATIK
GAVRILA PINASTHIKA

SUPERVISOR:
DR. AGUS PRIYATNO, SP.A(K)
DR. DR. ANINDITA S, SP.A(K)
PENDAHULUAN
Demam reumatik akut (DRA): penyakit inflamasi akut yang
menyertai faringitis, disebabkan oleh Streptococcus beta-
hemolyticus grup A.

Secara akut atau berulang dengan ≥1 gejala mayor

Puncak insiden : 5-15 tahun, jarang pada <4 tahun .

DRA yang menimbulkan gejala sisa pada katup-katup


jantung disebut sebagai penyakit jantung reumatik (PJR).
Prevalensi DRA (WHO) tahun 1984 di 16 negara
berkembang berkisar 0,1 -12,6 per 1.000 anak
sekolah.

Prevalensi pada anak-anak sekolah di beberapa negara


Asia pada tahun 1980-an berkisar 1 - 10 per 1.000.

Prevalensi DRA di Indonesia belum diketahui secara


pasti, meskipun beberapa penelitian menunjukkan
bahwa prevalensi PJR anak berkisar 0,3 - 0,8 per 1.000
anak sekolah.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Demam rematik
Definisi
Penyakit autoimun yang menyerang multisistem akibat infeksi
Streptokokus β-hemolitikus grup A pada faring yang biasanya
menyerang anak dan dewasa muda.

menyebabkan peradangan yang biasanya terjadi pada jantung,


kulit dan jaringan ikat.

Pada daerah endemik, 3% pasien yang mengalami faringitis oleh


Streptokokus berkembang menjadi DRA dalam 2 - 3 minggu
setelah infeksi saluran pernafasan bagian atas (ISPA).
Epidemiologi

Sebagian besar anak mengalami setidaknya 1 episode faringitis per


tahun, 15-20% di antaranya disebabkan streptokokus grup A.

10-50% anak asimtomatik adalah karier.

Hanya pada infeksi simtomatis, pasien akan menunjukkan


peningkatan respon antibodi.

Angka mortalitas karena PJR bervariasi, mulai dari 0,5 /100.000 di


Denmark, 8,2/ 100.000 di China, dan perkiraan tahun 2000 adalah
332.000 mortalitas karena PJR di seluruh dunia.

Angka mortalitias 7,6 per 100 000 populasi di Asia Tenggara.

Di negara berkembang masih banyak mortalitas karena DRA dan


PJR.
Etiologi
• Streptokokus : bakteri gram (+) yang ciri khasnya berpasangan atau
membentuk rantai.
• Dinding sel Streptokokus mengandung protein (antigen M, R, dan
T), karbohidrat (spesifik untuk tiap grup), dan peptidoglikan.
Protein M faktor virulensi utama dari Streptococcus pyogenes.
• Pada Streptokokus grup A, terdapat pili yang tersusun dari
sebagian besar protein M.
• Apabila Streptokokus mampu menghemolis sempurna sel darah
merah  area bersih (clear zone) disebut sebagai β-hemolitikus.
• Karena serotip tidak diketahui pada saat diagnosis klinis faringitis
Streptokokus, harus dianggap bahwa semua Streptokokus grup A
dapat menyebabkan demam rematik, karena itu semua episode
faringitis Streptokokus harus diobati.
Patogenesis
DRA adalah respons autoimun tipe lambat terhadap faringitis
streptokokus grup A.

Patogenesis streptokokus grup A sebagai penyebab demam rematik:

• (1) infeksi langsung kuman pada jaringan;


• (2) efek dari toksin streptokokus;
• (3) konsep kemiripan antigen streptokokus grup A terhadap antigen
tubuh  respons autoimun.

M-protein dari permukaan sel streptokokus memiliki kemiripan


struktural dengan myosin jantung.

Beberapa faktor lainya yang dipertimbangkan berperan dalam penyakit


ini adalah superantigen streptokokus, kerentanan genetik pasien dan
peran faktor lingkungan.
Patologi
• Dasar kelainan patologi DRA ialah reaksi inflamasi eksudatif dan
proliferatif jaringan mesenkim.

• Kelainan yang menetap hanya terjadi pada jantung; organ lain


(sendi, kulit, pembuluh darah, jaringan otak) dapat terkena
tetapi reversibel.
• Proses patologis pada demam reumatik melibatkan jaringan ikat
atau jaringan kolagen.

• Keterlibatan jantung pada demam reumatik dapat mengenai


setiap komponen jaringannya tetapi biasanya terbatas pada
endokardium dan miokardium.

• Reaksi radang mengenai lapisan endokardium endokarditis.


Proses endokarditis tersebut mengenai jaringan katup serta
dinding endokardium.
• Pada DRA jarang ditemukan perikaditis tanpa endokarditis atau
miokarditis.

Stadium ini
Pada stadium ditandai dengan
awal, bila ada Dengan perubahan
dilatasi jantung, berlanjutnya edematosa
perubahan radang, jaringan, disertai
histologis dapat perubahan oleh infiltrasi
minimal, eksudatif dan selular yang
walaupun proliferatif terdiri dari
gangguan fungsi menjadi lebih limfosit dan sel
jantung mungkin jelas. plasma dengan
mencolok. beberapa
granulosit.

• Jaringan lain yang terkena oleh proses penyakit, seperti


jaringan sendi, dapat menunjukkan fibrinoid.
• Pembentukan sel Aschoff  lesi patognomonis ini terdiri dari
infiltrat perivaskular sel besar dengan inti polimorf dan
sitoplasma basofil tersusun dalam roset sekeliling pusat
fibrinoid yang avaskular.
• Benda Aschoff dapat ditemukan pada setiap daerah
miokardium tetapi paling sering ditemukan dalam jaringan
aurikular kiri.
• Radang jaringan katup  paling sering katup mitral, disusul katup
aorta. Katup trikuspid jarang terlibat, dan katup pulmonal jarang
sekali terlibat.

• Radang awal pada endokarditis menyebabkan insufisiensi katup


 histologis terdiri dari edema dan infiltrasi selular jaringan katup
dan korda tendinea.

• Lesi yang khas endokarditis reumatik adalah ’tambalan (patch)


MacCallum’, daerah jaringan menebal yang ditemukan dalam atrium
kiri, yakni di atas dasar daun katup mitral posterior.

• Degenerasi hialin pada katup yang terkena  pembentukan veruka


pada tepi menghalangi pendekatan daun-daun katup secara total
dan menghalangi penutupan ostium katup.

• Dengan radang yang menetap, fibrosis dan klasifikasi katup.


• Pasien dengan pankarditis, menderita miokarditis juga
perikarditis. Eksudat fibrin menutupi permukaan viseral maupun
serosa (serositis)  cairan serohemoragis dalam rongga
perikardium.
Manifestasi klinis
• ISPA oleh kuman Streptococcus grup A:
demam, batuk, rasa sakit waktu
menelan.
• Pemeriksaan fisik : eksudat di tonsil +
tanda-tanda peradangan lain. Kelenjar
getah bening submandibular seringkali
membesar.
• Berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
• Setelah infeksi Streptococcus grup A terdapat periode laten selama
3 minggu (1-5 minggu) hingga munculnya manifestasi klinis demam
rematik. Namun pada korea dan karditis, periode latennya mungkin
memanjang sampai 6 bulan.
• Manifestasi klinis demam rematik yang paling sering dijumpai
adalah demam dan poliarthritis. Poliarthitis didapati pada 60-75%
kasus dan karditis pada 50-60%. Prevalensi terjadinya korea
bervariasi antar populasi, yakni antara 2-30%.
• Manifestasi Jones:
• Manifestasi mayor:
1. Karditis
• merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan
kematian penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan
kelainan katup sehingga terjadi PJR
• Karditis rematik selalu disertai dengan endocarditis/valvulitis
yang ditandai dengan murmur.
• Oleh karena itu, temuan miokarditis dan perikarditis tanpa
ditemukan adanya bising murmur tidak bisa dikatakan karditis
rematik dan harus dipikirkan penyebab karditis lainnya.
• a. Valvulitis/ endokarditis
• Episode primer dari karditis rematik harus dicurigai bila pada
pasien ditemukan
• (1) murmur sistolik pada apeks jantung akibat dari regurgitasi
mitral (dengan atau tanpa murmur mid-diastolik apikal), dan/atau
• (2) murmur diastolik pada basal jantung akibat dari regurgitasi
aorta, dan
• (3) tidak memiliki riwayat DRA atau pun penyakit jantung rematik.
• Sedangkan, pada pasien dengan riwayat PJR, karditis rematik
rekuren ditegakkan dengan adanya perubahan signifikan
karakteristik dari suara murmur yang telah dimiliki
sebelumnya atau munculnya murmur yang baru.
• b. Miokarditis
• selalu disertai dengan endocarditis/valvulitis yang ditandai
dengan adanya murmur sistolik pada apeks atau murmur
diastolik pada basal jantung.
• Miokarditis tanpa endocarditis/valvulitis tidak dapat dikatakan
disebabkan oleh demam rematik.
• Keterlibatan miokardium episode primer DRA  dari
timbulnya gejala gagal jantung kongestif dan pembesaran
jantung (radiologis).
• Meskipun adanya gagal jantung kongestif selalu dikaitkan
secara langsung dengan keterlibatan miokard pada demam
rematik, penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri tidak terjadi
pada demam rematik, dan tanda dan gejala gagal jantung
kongestif terjadi akibat inkompetensi katup yang berat.
• c. Perikarditis
• Timbulnya suara jantung menjauh, friction rub, dan nyeri
dada.
• Suara friction rub dapat menutupi murmur regurgitasi mitral,
yang kemudian menjadi jelas terdengar setelah perikarditis
mereda.
• Echokardiografi juga dapat menguatkan adanya efusi
perikardial ringan hingga sedang; efusi besar dan tamponade
jarang terjadi.
• Meskipun tidak spesifik, EKG mungkin menunjukkan kompleks
QRS low voltage dan perubahan segmen ST-T, dan jantung
mungkin tampak membesar dalam pemeriksaan radiologi.
Pasien dengan bentuk perikarditis ini biasanya diperlakukan
sebagai kasus karditis berat.
• 2. Arthritis
• nyeri hebat saat pergerakan aktif
maupun pasif, pembengkakan,
kemerahan, hangat dan pada aspirasi
cairan synovial menunjukan
peningkatan hitung sel leukosit

• 3. Korea Sydenham
• keterlibatan proses
radang pada
susunan saraf pusat,
ganglia basal, dan
nukleus kaudatus
otak
• 4. Eritema marginatum
• Makula atau papula berwarna merah jambu yang kemudian
melebar dengan pola lingkaran atau serpiginosa
• Tidak gatal, tidak nyeri, biasanya terjadi di awal perjalanan
penyakit DRA.
• 5. Nodulus subkutan
• terletak pada permukaan ekstensor sendi, terutama pada siku,
ruas jari, lutut dan persendian kaki, kadang di kepala.
• tidak nyeri, padat dan dapat bebas digerakkan
Manifestasi minor:
• Demam terjadi pada hampir semua onset demam rematik, biasanya
38,4–40,0°C, umumya selama 2 – 3 minggu, lalu sembuh spontan dan
jarang berkelanjutan.
• Arthralgia tanpa temuan objektif sering ditemukan pada demam
rematik. Umumnya terjadi pada sendi-sendi besar, bisa berupa nyeri
ringan hingga nyeri yang sangat berat, dan dapat bertahan selama
beberapa minggu.
• Nyeri perut dan epistaksis dapat terjadi pada sekitar 5% pasien dengan
demam rematik.
• Laju endap darah juga hampir selalu meningkat, begitu juga dengan
protein C-reaktif.

Bukti infeksi Streptococcus:

• Swab faring (+) bakteri Streptokokus hemolitikus.


• Titer antisteptolisin-O (ASTO) akan meningkat  mencapai puncak sekitar
satu bulan pascainfeksi dan menurun sampai normal setelah sekitar 2 tahun.
• Pada pemeriksaan EKG, sering menunjukkan sinus takikardia, namun
terkadang dapat dijumpai normal. Pemanjangan interval P-R terjadi pada 28-
40% pasien.
Diagnosis

Kriteria Jones- AHA (1992):

(1) Highly probable: 2 mayor atau 1 mayor + 2 minor


disertai bukti infeksi Streptokokus β-hemolitikus grup A
yaitu dengan peningkatan ASTO atau kultur positif.

(2) Doubtful diagnosis, jika terdapat 2 manifestasi mayor


atau 1 manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor
namun tidak terdapat bukti infeksi Streptokokus β-
hemolitikus grup A.

(3) Exception yakni jika diagnosis demam rematik dapat


ditegakkan bila hanya ditemukan korea saja atau karditis
indolen saja.
• Tabel 2.1 Kriteria Jones (revisi) untuk Pedoman dalam
Diagnosis Demam Rematik (1992)
Manifestasi mayor Manifestasi minor
Karditis Klinis
Poliarthritis Arthralgia
Korea Sydenham Demam
Eritema marginatum Laboratorium
Nodulus subkutan Reaktans fase akut
Laju endap darah (LED) naik
Protein C reaksi positif
Leukositosis
Pemanjangan interval PR pada
EKG
Bukti adanya infeksi streptokokus
Kenaikan titer antibodi antistreptokokus : ASTO dan lain-lain
Usapan faring positif untuk streptokokus beta hemolitikus
grup A
• Tabel 2.2 Kriteria WHO Tahun 2002-2003 untuk Diagnosis DR
dan PJR (Berdasarkan Revisi Kriteria Jones)

Kategori Diagnostik Kriteria


Episode primer DR. 2 mayor* atau 1 mayor + 2 minor**
ditambah bukti riwayat infeksi
streptokokus grup A***.
Serangan rekuren DR tanpa PJR 2 mayor atau 1 mayor dan 2 minor
ditambah bukti riwayat infeksi
stretokokus grup A.
Serangan rekuren DR pada pasien 2 minor ditambah dengan bukti riwayat
dengan PJR. infeksi stretokokus grup A.
Korea reumatik (Korea Sydenham) Tidak diperlukan manifestai mayor
Karditis dengan onset tersembunyi lainnya ataupun bukti riwayat infeksi
(Karditis Indolen) streptokokus grup A.
PJR dengan lesi katup kronis (Pasien Tidak membutuhkan kriteria lain untuk
datang pertama kali dengan stenosis di diagnosis memiliki PJR
mitral murni atau kombinasi dengan
penyakit katup mitral dan/ atau katup
aorta).
Kategori Diagnostik Kriteria
*Manifestasi mayor  Karditis, Poliartritis, Korea, Eritema
Marginatum, Nodul Subkutan
**Manifestasi minor  Klinis : demam, poliartralgia
 Laboratorium : Peningkatan reaktan fase akut
(laju endap darah atau hitung leukosit)
***Bukti mendukung adanya  Elektrokardiogram: interval P-R yang
riwayat infeksi streptokokus memanjang
dalam 45 hari terakhir.  Meningkatnya nilai antistreptolisin-O atau
antibodi streptokokus lainnya
 Kultur swab tenggorok positif streptokokus
 Rapid antigen test untuk streptokokus grup A
 Riwayat demam scarlet dalam waktu dekat
Tatalaksana

1. Tirah baring. Lama dan tingkat tirah baring tergantung pada sifat dan
keparahan serangan.

• Pasien harus diperiksa setiap hari untuk menemukan valvulitis dan


untuk memulai pengobatan dini apabila terjadi gagal jantung 
pengamatan ketat 2-3 minggu sejak awal serangan.

2. Eradikasi Streptokokus:
• Benzatin penicillin G, dosis tunggal
• Untuk BB > 30 kg : dosis 1,2 juta U i.m, dan
• Untuk BB < 30 kg : dosis 600.000 U i.m
• Jika alergi terhadap benzatin penisilin G :
• Eritromisin 40 mg/kgbb/hari dibagi 2-4 dosis selama 10 hari
• Alternatif lain :
• Penisilin V (Phenoxymethylpenicilin) oral, 2 x 250 mg
• Sulfadiazin oral, 1 gr sekali sehari
• Eritromisin oral, 2 x 250 mg
3. Anti-inflamasi untuk menekan manifestasi radang akut.

• Kriteria karditis :
• (1) Karditis minimal, jika tidak jelas ditemukan adanya
kardiomegali.
• (2) Karditis sedang apabila dijumpai kardiomegali ringan, dan
• (3) Karditis berat apabila jelas terdapat kardiomegali disertai
tanda gagal jantung.

Tabel 2.4. Panduan Obat Anti Inflamasi


Karditis Karditis
Arthritis ringan sedang Karditis berat

Prednison 0 0 0 2-6 minggu

Aspirin 1-2 minggu 3-4 minggu 6-8 minggu 2-4 bulan


• Dosis :
• Aspirin: 100 – 125 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4-5 dosis;
setelah minggu ke-2 dosis aspirin diturunkan menjadi 60 -
70 mg/kgbb/hari.
• Pasien pericarditis/ gagal jantung:
• Prednison: 1-2 mg/kgbb/hari (max. 80 mg/hari) selama 2 –
3 minggu dan tappering off 20-25% setiap minggu
• Bila penurunan ini dimulai, aspirin dapat diberikan bersama
dengan prednison.

• Pencegahan Demam Rematik
• Primer : eradikasi Streptokokus saat terjadi ISPA  tepat
waktu, tepat diagnosis
• Sekunder: mencegah terjadinya demam rematik berulang dan
penyakit jantung rematik
• Tabel 2.5. Dosis pengobatan dan pencegahan infeksi Streptokokus
Pengobatan Faringitis Pencegahan Infeksi
(Pencegahan Primer) (Pencegahan Sekunder)
1. Penisilin benzatin G IM 1. Penisilin benzatin G IM
a. 600 000-900 000 Unit untuk pasien a. 600 000 Unit untuk pasien < 30 kg
<30kg setiap 3-4 minggu
b. 1 200 000 Unit IM untuk pasien b. 1 200 000 Unit untuk pasien > 30 kg
>30kg setiap 3-4 minggu
2. Penisilin V oral: 2. Penisilin V oral:
250 mg, 3 atau 4 kali sehari selama 10 250mg, dua kali sehari
hari
3. Eritromisin: 3. Eritromisin:
40mg/kgbb/hari dibagi dalam 2-4 kali 250mg: dua kali sehari
dosis sehari (dosis maksimum
1g/hari) selama 10 hari
4. Sulfadiazin:
a. 0,5 g untuk pasien < 30kg sekali sehari
b. 1 gr untuk pasien >30kg sekali sehari
• Prognosis

Ada maupun tidak adanya kerusakan jantung permanen


menentukan prognosis

Perkembangan penyakit jantung sebagai akibat DRA dipengaruhi :

• Keadaan jantung pada saat memulai pengobatan.


• Kekambuhan dari demam rematik : Keparahan dari kerusakan
katup meningkat pada setiap kekambuhan.
• Penyembuhan dari kerusakan jantung
2. Penyakit jantung rematik
Definisi
• kelainan katup jantung yang menetap akibat demam reumatik
akut sebelumnya, terutama mengenai katup mitral (75%),
aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspid
• Terkenanya katup dan endokardium adalah manifestasi paling
penting dari demam rematik.
• Lesi pada katup berawal dari verrucae kecil yang terdiri dari
fibrin dan sel-sel darah di sepanjang perbatasan dari satu atau
lebih katup jantung.
• Sejalan dengan berkurangnya peradangan, verrucae akan
menghilang dan meninggalkan jaringan parut.
• Dengan serangan berulang dari demam rematik, verrucae
baru terbentuk di bekas tempat tumbuhnya verrucae
sebelumnya dan endokardium mural dan korda tendinea
menjadi terkena.
• Vegetasi pada katup jantung
Patofisiologi
• Reaksi autoimun terhadap infeksi Streptokokus  kerusakan
jaringan atau manifestasi demam reumatik, sebagai berikut:

• Streptokokus grup A menyebabkan infeksi pada faring,


(1)

• antigen Streptokokus menyebabkan pembentukan antibodi


(2) pada hospes yang hiperimun,

• antibodi bereaksi dengan antigen Streptokokus, dan dengan


jaringan hospes yang secara antigenik sama seperti
(3) Streptokokus

• autoantibodi tersebut bereaksi dengan jaringan hospes


(4) sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.
Patofisiologi PJR
• Kerusakan jaringan inflamasi pada lapisan jantung khususnya
endotel katup pembengkakan daun katup dan erosi pinggir
daun katup tidak sempurnanya penutupan daun katup mitral
saat sistolik  penurunan suplai darah ke aorta dan aliran darah
balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri
Pola kelainan katup dan prinsip penatalaksanaannya
1. Insufisiensi mitral
• Jika mobilitas katup masih baik, mungkin bisa dilakukan perbaikan
katup (valvuloplasti, anuloplasti). Bila daun katup kaku dan
terdapat kalsifikasi mungkin diperlukan penggantian katup (mitral
valve replacement).
2. Stenosis mitral
• melebarkan lubang katup mitral yang menyempit, tetapi indikasi
intervensi ini hanya untuk penderita kelas fungsional III ke atas.
3. Insufisiensi aorta
• Pilihan untuk katup buatan ditentukan berdasarkan umur,
kebutuhan, kontra indikasi untuk koagulan, serta lamanya umur
katup.
4. Kelainan katup trikuspid

5. Kelainan katup pulmonal


Prognosis
• Demam rematik tidak akan kambuh bila infeksi Streptokokus
diatasi. Prognosis sangat baik bila karditis sembuh pada
permulaan serangan akut demam rematik.
• Selama 5 tahun pertama perjalanan penyakit demam rematik
dan penyakit jantung rematik tidak membaik bila bising
organik katup tidak menghilang.
• Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat.
• Penyembuhan akan bertambah bila pengobatan dan
pencegahan sekunder dilakukan secara baik.
Penutup
DRA merupakan suatu penyakit inflamasi
sistemik non supuratif yang digolongkan
pada kelainan vaskular kolagen.

DRA dan gejala sisanya, yaitu PJR, merupakan jenis


penyakit jantung didapat yang paling banyak dijumpai
pada populasi anak-anak dan dewasa muda.

Pada PJR tidak hanya terjadi kerusakan pada daun katup


akibat timbulnya vegetasi pada permukaannya, namun
seluruh katup mitral mengalami kerusakan (dengan
pelebaran annulus dan tertariknya korda tendineae).

Katup mitral merupakan katup yang paling sering


dan paling berat mengalami kerusakan.
DRA didiagnosis berdasarkan kriteria Jones minimal 2
gejala mayor atau 1 gejala mayor = 2 gejala minor,
ditambah bukti pemeriksaan yang menunjukkan infeksi
streptokokus.

2 gejala mayor selalu lebih kuat dibandingkan 1 gejala


mayor + 2 gejala minor.

Penatalaksanaan pada DR maupun PJR : tirah baring,


eradikasi streptokokus, pemberian anti-inflamasi,
pencegahan primer dan sekunder serta tindakan operatif
pada kelainan katup.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai