Anda di halaman 1dari 74

PEMILIHAN JENIS LENGKUNG

GEOMETRIK JALAN

Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan


Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
Alinemen HORIZONTAL
- Alinemen horisontal adalah proyeksi sumbu
jalan pada bidang horisontal
- Alinemen horisontal sering disebut juga
dengan situasi jalan atau “trase jalan”
- Alinemen horisontal tersusun dari garis
lurus yang disebut tangen dan bagian
lengkung yang disebut tikungan
- Alinemen jalan lengkap juga menunjukkan
data-data tikungan, jenis pekerjaan utama
dan garis kebebasan samping, serta
bangunan-bangunan yang ada di jalan
Alinemen HORIZONTAL
TIPE-TIPE ALINEMEN
-FULL –CIRCLE

-SPIRAL-CIRCLE-SPIRAL

-SPIRAL - SPIRAL
Bagian Tikungan
Bagian tikungan jalan harus dapat memebuhi
 Mengimbangi gaya sentrifugal

 Daerah bebas pandang disamping

Bentuk:
– Full circle
– Spiral Circle Spiral
– Spiral-Spiral
 Superelevasi, e
– eMAX = 8% atau 10%
Panjang jari-jari tikungan
minimum, Rmin

 Rmin = VR2 / {127 (emax + f )}


– f = 0,14 – 0,24
– emax = superelevasi max

VR (Km/Jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

R min (m) 600 370 210 115 80 50 30 15


Bentuk Lengkung Horizontal
Garis lengkung dapat terdiri dari:

• Busur lingkaran saja (Full-Circle).

• Busur lingkaran dan busur peralihan (Spiral-


Circle-Spiral),

• Busur peralihan saja (Spiral-Spiral),


Lengkung Busur Lingkaran Sederhana (Full Circle )
• Lengkung Full Circle ini digunakan pada
lengkung yang berjari-jari R- besar dan sudut
tangen yang relatif kecil yang memberikan nilai
e ≤ 3% (Bina Marga) atau p≤ 0,10 (AASHTO).
 sin (a+b) = sin a cos b + sin b cos a
 sin 2a = 2 sin a cos a

 cos (a+b) = cos a cos b - sin a sin b

 cos 2a = cos a cos a - sin a sin a

 cos 2a = cos2a - sin2 a

= 2 cos2a - 1
= 1 - 2 sin2a

2 tg 2a
 tg 2a = --------------
1 - tg2a
 sin a cos a = ½ sin 2a
 cos2a = ½(1 + cos 2a)

 sin2a = ½ (1 - cos 2a)


Persamaan lengkung busur lingkaran sederhana:

Tc  R  tg
2
Tc
R  Ec 

sin
2
Tc Tc
 E c  -
  
sin
2
tan
2
E c  Tc  tg
4
   2  2   2 2 
 1  cos   1  cos  sin   sin  sin 
E c  Tc  2  Tc  4 4  Tc  4 4
       
 sin   2 cos sin   2 cos sin 
 2   4 4   4 4 

Δ
Lc   xR, Δ dalam derajad Lc  0,01745  Δ  R
180
Diagram superelevasi untuk lengkung berbentuk Full Circle.
(belok kanan – Bina Marga 1997)

Kec,Rencana Vr 20 30 40 50 60 80 100
B.Marga (1/m) 1/50 1/75 1/100 1/115 1/125 1/150 1/100
Ls’ = B ( em + en ) x m
Dimana :
B = Lebar perkerasan ( m )
em = Kemiringan melintang maksimum relatif ( superelevasi max di tikungan )
en = Kemiringan perkerasan pada jalan lurus
Lengkung peralihan
 Sisipan antar bagian lurus dan lengkung
 Bentuk Spiral atau Parabola
 Panjang lengkung peralihan, LS
ditetapkan:
– Waktu tempuh max 3 detik
– Antisipasi gaya sentrifugal
– Tingkat perubahan kelandaian re-max
 VR <80 Km/jam, re-max = 0,035 m/m/detik
 VR ≥ 80 Km/jam, re-max = 0,025 m/m/detik
– Gunakan tabel LS
ANALISIS SHORT
Panjang lengkung peralihan (Ls) yang digunakan dalam
perencanaan adalah yang terpanjang dari pemenuhan
persyaratan untuk:
• Kelandaian relatif maksimum

Modifikasi rumus SHORT

Berdasarkan panjang perjalanan selama waktu tempuh 3


detik (Bina Marga) atau 2 detik (AASHTO)= Ls = (V/3.6) . T
No Kecepatan Rencana (Vr)
20 30 40 50 60 80 100
Bina Marga 1/50 1/75 1/100 1/115 1/125 1/150 1/100
No Kecepatan Rencana (Vr)
32 48 64 80 88 96 104
AASHTO 1/33 1/150 1/175 1/200 1/213 1/222 1/244
Ringkasan Rumus LS
(pilih LS terpanjang dari 3 rumus)

1. LS = (VR /3,60) T
2. LS = 0,022 VR3/(R.C) – 2,727 VR . E / C
3. LS = (emax-en) VR / (3,60 re)

• T = waktu tempuh lengkung peralihan ( 3 detik)


• VR =Kecepatan rencana, Km/jam
• C = perubahan percepatan(0.4)atau 0.1 - 1 m/detik3
• R =iari-jari tikungan, m
• En = superelevasi normal, 2% s.d. 2,5%
• re = tingkat perubahan capaian superelevasi(m/m/detik)
 VR <80 Km/jam, re-max = 0,035 m/m/detik
 VR ≥ 80 Km/jam, re-max = 0,025 m/m/detik
Panjang Jari-jari tikungan
tanpa lengkung peralihan,
RTLP

VR (Km/Jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

RTLP (m) 2500 1500 900 500 350 250 130 60


Panjang Jari-jari tikungan
tanpa superelevasi, RTSe

VR (Km/Jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

RTSe (m) 5000 2000 1250 700 - - - -


Pergeseran lintasan pada
tikungan dengan lengkung
peralihan, p
 p = LS2/(24RC),
RC=jari-jari circle.

 p<0,25m tidak
perlu lengkung
peralihan
Metoda pencapaian
Superelevasi
 Pencapaian secara Linear
 Pada tikungan SCS:
– Dari superelevasi normal pd bagian lurus s.d. TS: dari (2%-
2,5%) s.d. (0%)
– dari TS s.d. SC: 0% s.d. superelevasi penuh (e%)
 Pada tikungan fC:
– Bina Marga
3/4 LS pada bagian lurus
1/4 LS pada bagian Circle
– AASHTO
2/3 LS pada bagian lurus
1/3 LS pada bagian Circle

 Pada tikungan SS:


– Superelevasi seluruhnya dilakukan pada bagian Spiral
Metoda pencapaian superelevasi pada
tikungan SCS
Lengkung Spiral-Circle-Spiral (S-C-S)
syarat Lc ≥ 20 m, Lc ≥ 25 m (AASHTO)
Diagram Superelevasi S-C-S
Persamaan :
90.Ls c = Δ - 2s
S 
π.Rc
θc
Lc  π.Rc SYARAT Lc ≥ 20 m Lc ≥ 25 m
180
L2s
p  R(1  cos s )
6R
L3s
k  Ls  2
 RSin  s
40 R

Es = (Rc+P)sec1/2 Δ-Rc Ts = (Rc+P) tg 1/2 Δ+k


1/m = (e + en).B/Ls
Lengkung Spiral-Spiral (S-S)
Ls berdasar bentuk lengk spiral harus ≥Ls Tabel (atau ke 3 pers)
Persamaan :
s = ½ Δ

θs.π.Rc (Ls Berdasar bentuk lengkung


Ls  spiral HARUS > Ls Tabel)
90
3
Ls 2
Ls
p - Rc(1 - cos ) k  Ls - 2
- Rc sin 
6Rc 40.Rc
L = 2 Ls

Ts = (Rc+p) tg1/2Δ +k

Es = (Rc+p)sec1/2Δ-Rc

1/m = (e + en).B/Ls
L = Lc+2 Ls
Ts = (Rc+p) tg1/2Δ +k
Es = (Rc+p)sec1/2Δ-Rc

θs.π.Rc
Ls 
90

Ls 2
p - Rc(1 - cos )
Ls 3 6Rc
k  Ls - 2
- Rc sin 
40.Rc
DIAGRAM SUPERLEVASI
Metoda pencapaian superelevasi pada
tikungan fC - AASHTO
Diagram Superelevasi S-C-S
DIAGRAM SUPERLEVASI
Panjang lengkung peralihan (Ls) yang digunakan dalam
perencanaan adalah yang terpanjang dari pemenuhan
persyaratan untuk:
• Kelandaian relatif maksimum

No Kecepatan Rencana (Vr)


20 30 40 50 60 80 100
Bina Marga 1/50 1/75 1/100 1/115 1/125 1/150 1/200
No Kecepatan Rencana (Vr)
32 48 64 80 88 96 104
AASHTO 1/33 1/150 1/175 1/200 1/213 1/222 1/244
stasioning
PI3
PI1
ST1 ST2
TS1 CT B
SC CS TC
SC=CS TS2
A PI2

STA A = 0 + 000
STA TS1 = STA A + dA_PI1-Ts1
STA PI1 = STA A + dA_PI1
STA SC=CS = STATs1 + Ls1
STA ST1 = STA SC=CS + Ls1
STA TS2 = STA ST1 + dPI1_PI2 – Ts1 – Ts2
STA PI2 = STA TS2 + Ts2
STA SC = STA TS2 + Ls
STA CS = STA SC + Lc
STA ST2 = STA CS + Ls
STA TC = STA ST2 + dPI2_PI3 -Ts2-Tc
STA PI3 = STA TC + Tc
STA CT = STA TC + Lc
STA B = STA CT + dPI3_B - Tc
• Bagaimana seharusnya nilai fm, harus dihitung ??
• Apa perbedaan Metode Bina Marga dan AASHTO ??
• Bagaimana anda tahu kalau pada bentuk lengkung SS
nilai Lc pasti 0 ??
• Mengapa pada contoh perhitungan bentuk lengkung Full
Circle mengambil angka 716 meter? Apakah boleh
mengambil angka yang lain???
• Apa sebenarnya Ls’ (Ls Fiktif) tersebut , apakah
manipestasi Ls fiktif di lapangan sebenarnya??
• Apakah perhitungan yang didapatkan pada saat
merencanakan lengkung harus sesuai pengaplikasiannya
di lapangan atau ada toleransi tertentu??
• Ada berapa jenis tikungan dalam alinemen horisontal??
• Ada berapa cara hitung Ls dan mana yang dipakai ??
Pelebaran di
tikungan
 Konsistensi geometrik, di
tikungan sama dgn di
bagian lurus
 Kendaraan harus tetap
pada lajurnya
 Penambahan pelebaran
karena gerak melingkar
membutuhkan ruang lebih
 Mengikuti kendaraan
rencana
 Pelebaran <0,60m, dapat
diabaikan
Aplikasi
pelebaran di
tikungan
Pelebaran di tikungan
Tikungan Gabungan (TG)

 Tipe:
– TG searah
– TG Balik Arah
 R1/R2 ≥ 2/3, TG searah harus dihindari
 R1/R2 < 2/3, TG harus dilengkapi bagian
lurus (atau clothoide) sepanjang ≥20m
 Setiap TG Balik arah HARUS dilengkapi
bagian lurus sepanjang ≥30m
TG searah
TG Balik Arah
Clothoid Spiral
While AutoCAD Civil 3D supports several spiral types, the clothoid
spiral is the most commonly used spiral type. The clothoid spiral
is used world wide in both highway and railway track design.

First investigated by the Swiss mathematician Leonard Euler, the


curvature function of the clothoid is a linear function chosen such
that the curvature is zero (0) as a function of length where the spiral
meets the tangent. The curvature then increases linearly until it is
equal to the adjacent curve at the point where the spiral and curve
meet.

Such an alignment provides for continuity of the position function and


its first derivative (local azimuth), just as a tangent and curve do at a
Point of Curvature (PC). However, unlike the simple curve, it also
maintains continuity of the second derivative (local curvature), which
becomes increasingly important at higher speeds.
Formula
Clothoid spirals can be expressed as:

Flatness of spiral:

Total angle subtended by spiral:

Tangent distance at spiral-curve point from tangent-spiral


point is:

Tangent offset distance at spiral-curve point from


tangent-spiral point
is:
Bloss Spiral
Instead of using the clothoid, the Bloss spiral with the parabola
of fifth degrees can be used as a transition. This spiral has an
advantage over the clothoid in that the shift P is smaller and
therefore there is a longer transition, with a larger spiral
extension (K). This factor is important in rail design.
Formula
Bloss spirals can be expressed as:

Other key expressions:


Tangent distance at spiral-curve point from tangent-spiral point
is:

Tangent offset distance at spiral-curve point from tangent-


spiral point is:
Sinusoidal Curves
These curves represent a consistent course of curvature and
are applicable to transition from 0 through 90 degrees of
tangent deflections. However, sinusoidal curves are not widely
used because they are steeper than a true spiral and are
therefore difficult to tabulate and stake out.

Formula
Sinusoidal curves can be expressed as:

Differentiating with l we get an equation for l/r, where r is the


radius of curvature at any given point:

l2  L    2l  
   2  cos   1
2 RL  4 R    L  
Cosinusoidal Curves
Following is the equation for the Cosinusoidal curve

1  L  l 
 l  * sin  
2R    L 
Differentiating with l we get equation for 1/r, where r is the
radius of curvature at any given point.

2R
r 
 l 
1  cos 
L
Cubic Spiral (JP)
This spiral is developed for requirements in Japan. Some
approximations of the clothoid have been developed to use in
situations to accommodate a small deflection angle or a large
radius. One of these approximations, used for design in Japan,
is the Cubic Spiral (JP).
Formula
Cubic Spirals (JP) can be expressed as:

Where X = Tangent distance at spiral-curve point from tangent-


spiral point
This formula can also be expressed as:

Where θ is central angle the spiral


The following illustration shows how the three spiral types compared to
the clothoid spiral: (four spiral types )
Spiral calculation parameters
The following illustration features the clothoid degree of curve function:

Clothoid degree of curve function


Quadratic (Schramm) Spirals
Quadratic (Schramm) spirals have low values of vertical
acceleration. They contain two second-degree parabolas whose
radii vary as a function of curve length.

Curvature of the first parabola: for

Curvature of the second parabola: for

This curve is specified by the user-defined length (L) of the


transition curve.

Anda mungkin juga menyukai