Anda di halaman 1dari 46

World Journal of Nephrology

HEPATORENAL SYNDROME:
Update on diagnosis and treatment
Olga Baraldi, Chiara Valentini, Gabriele Donati, Giorgia Comai, Vania Cuna, Irene Capelli, Maria Laura
Angelini, Maria Ilaria Moretti, Andrea Angeletti, Gaetano La Manna, Department of Experimental, Diagnostic,
Specialty Medicine, Nephrology, Dialysis, and Renal Transplant Unit, S. Orsola
University Hospital, 40138 Bologna, Italy 2015 November 6; 4(5): 511-520

Oleh :
MARIA KRISTINA G. MIRIP, S.Ked

PEMBIMBING :

dr. ITA MURBANI MH. Kes. Sp.PD-KGH. FINASIM

1
ABSTRAK
Acute kidney injury (gangguan ginjal akut) (AKI)
merupakan komplikasi umum pada pasien dengan
penyakit hepar (hati) stadium akhir dan sirosis lanjut
tanpa mempertimbangkan penyebab yang mendasarinya.
Sindrom hepatorenal (HRS), merupakan kegagalan fungsi
dari ginjal, salah satunya dapat disebabkan oleh AKI. HRS
dapat berpotensi reversibel tetapi melibatkan mekanisme
patogenik yang sangat kompleks dan managemen terapi
yang sangat kompleks juga. Sekali HRS berkembang lebih
lanjut, maka prognosis akan menjadi lebih buruk.
tinjauan ini berfokus pada pendekatan diagnosis HRS dan
membahas protokol terapu yang diadopsi dari praktek
klinis.

2
Kata Kunci:
Sindrom Hepatorenal; Sirosis; Acute
kidney injury (gangguan ginjal akut);
Diagnosis; Penatalaksanaan; Terlipressin;
Sistem Pendukung Liver (hepar/hati)

3
PATOGENESIS

Sindrom Hepatorenal (HRS) dapat dianggap sebagai
tahap akhir dari kondisi patofisiologis yang ditandai
penurunan aliran darah ginjal (menyebabkan
penurunan laju filtrasi glomerulus sedangkan diluar
ginjal terjadi vasodilatasi arteriol yang luas sehingga
dapat menyebabkan resistensi vaskular total dan
hipotensi) akibat fungsi hati yang memburuk pada
pasien dengan sirosis dan asites

4
PATOGENESIS

5
PATOFISIOLOGI

Perubahan hemodinamik terkait dengan endothelial


shear stress yang terjadi sebelum muncul asites dan
peningkatan faktor pro-angiogenik seperti vascular
endothelial growth factor dan platelet-derived growth
factor dan vasodilator (karbon monoksida,
endocannabinoids dan nitric oxide) yang mampu
menyebabkan terbentuknya pembuluh darah kolateral
(sirkulasi kolateral adalah suatu aliran darah baru yang
terbentuk) hepatik, splanknik dan porto-sistemik
(Gambar 1).

6
PATOGENESIS

Ketidakstabilan
“ - Spontaneous
bacterial peritonitis,
- Perdarahan
hemodinamik gastrointestinal
- Disfungsi sirkulasi
post-paracentesis

Gangguan ginjal diperburuk oleh disfungsi


jantung yang progresif yang dikenal sebagai
kardiomiopati sirosis.

7
Gangguan ginjal diperburuk oleh disfungsi jantung yang progresif yang
dikenal sebagai kardiomiopati sirosis

Akhir dari disfungsi jantung progresif ditandai dengan penurunan


diastolik akibat hipertrofi dari septum ventrikel, tidak adanya
respon ventrikel terhadap stres, disfungsi sistolik dan diastolik,
dan elektrofisiologi yang abnormal (perpanjangan (prolongation)
interval QT)

Disfungsi sistolik disebabkan oleh penurunan reseptor E-adrenergik dan


peningkatan kanabinoid endos-genus dan kardiosupresan seperti
oksida nitrat dan sitokin inflamasi dan apoptosis miosit.
Menurut Fede dkk [15], sekitar 20% pasien sirosis dengan ascites resisten-diuretik berpotensi
menimbulkan sindrom hepatorenal, sementara penelitian prospektif oleh Ginès dkk [4] pada 229
pasien dengan sirosis ditemukan 18% setelah diagnosis awal
HRS juga dapat timbul pada pasien dengan acute liver failure(gagal hati akut ) seperti yang
ditunjukkan pada penelitian Akriviadis dkk. Mereka mendapatkan 28 pasien dari 101 pasien
dengan hepatitis alkoholik mendapatkan sindrom hepatorenal setelah follow up selama empat
minggu.

Planas dkk [17], dalam sebuah penelitian terdapat 263 pasien sirosis dengan 41 pasien
dengan onset asites dalam 3 bulan follow up, dan ditemukan tingkat prevalensi hingga 2,6%
pada HRS tipe I dan 5% untuk HRS tipe II, dengan kumulatif probabilitas (kumulasi
kemungkinan) perkembangan penyakit sebesar 11,4% ,
Wong dkk [18] juga melaporkan sebanyak 48% pasien masih antri dalam daftar tunggu untuk
mendapatkan transplantasi hati (hepar).

Meskipun terdapat perbedaan dalam data literatur, prevalensi HRS telah menurun dalam
beberapa tahun terakhir, yang mungkin disebabkan oleh pemahaman patofisiologi dan
peningkatan managemen klinis yang lebih baik

Meskipun demikian tidak menjamin pasien HRS dapat bertahan hidup dalam jangka waktu yang
lama dan satu-satunya pengobatan yang efektif untuk kondisi ini adalah transplantasi hati.
9
DIAGNOSIS

10
DIAGNOSIS
▸ Kriteria diagnostik untuk HRS awalnya didefinisikan oleh
International Ascites Club (IAC) pada tahun 1994
▸ Sejak itu, pemahaman tentang patogenesis HRS dan
pengenalan terapi baru terus mengalami kemajuan
sehingga dilakukan revisi secara terus menerus dari
kriteria.
▸ Versi terbaru 2007 tidak termasuk penggunaan clearance
kreatinin (karena korelasi fungsi ginjal yang buruk pada
pasien dengan sirosis), dan telah menghilangkan kriteria
minor (fraksi ekskresi natrium, output urin) dianggap
kurang sensitif dan spesifik
▸ Infeksi bakteri tidak gunakan untuk mendiagnosis HRS
tetapi sangat penting untuk mengidentifikasi tidak adanya
syok septik 11
▸ Telah di deskripsikan sebelumnya,
sindrom hepatorenal terdiri dari 2
pembagian, I dan II. Tipe I dan tipe II
dibagi berdasarkan tingkat keparahan
dan tingkat perkembangan serta
dibedakan berdasarkan dasar patologi-
klinis

12
DIAGNOSIS

Tipe I HRS TIPE II HRS


• ditandai dengan onset akut dan gagal ginjal • Tipe II HRS mewakili respon ginjal terhadap
yang berkembang cepat dengan kenaikan 2 gangguan hemodinamik pada sirosis.
kali kadar serum kreatinin menjadi> 2,5 mg / • menunjukkan penurunan fungsi ginjal yang
dL (sesuai dengan pengurangan 50% pada lebih berat dan secara bertahap yang
creatinine clearance rate (nilai bersihan berhubungan dengan asites refrakter (asites
kreatinin)) dalam waktu kurang dari 2 refrakter : asites yang tidak berespon
minggu, terhadap terapi diuretik atau mengalami efek
• biasanya berhubungan dengan kerusakan samping yang tidak dapat dihindari seperti
multiorgan. hiponatremia, ensefalopati dan lain-lain).
• Prognosisnya buruk, hanya 10% pasien • Peningkatan kreatinin berangsur-angsur
yang bertahan hidup lebih lama dari 90 hari dengan nilai rata-rata 1,5-2,0 mg / dL. Tipe II
• Jenis HRS ini dapat berkembang secara HRS merupakan faktor pencetus terjadinya
spontan tetapi lebih sering muncul apabila HRS tipe I.
ada faktor pencetus peritonitis bakterial • Tingkat kelangsungan hidup rata-rata adalah
spontan atau infeksi lain seperti pneumonia, enam hingga delapan bulan setelah onset.
infeksi saluran kemih atau selulitis [24].
Faktor risiko potensial lainnya termasuk
hepatitis viral, alkoholik, toksik atau iskemik
(misalnya, TIPS Transjugular Intrahepatic
Portosystemic Shunt), perdarahan
gastrointestinal dan prosedur pembedahan
Diagnosis banding antara kedua
jenis HRS didasarkan pada
tingkat perkembangan dan
tingkat kerusakan ginjal,
sedangkan perbedaan
patofisiologi belum sepenuhnya
dibuktikan
DIAGNOSIS


Tipe I dan tipe II dibagi berdasarkan tingkat
keparahan dan tingkat perkembangan serta
dibedakan berdasarkan dasar patologi-klinis

15
Pemulihan spontan jarang terjadi pada
kedua kasus kecuali ada terjadi
peningkatan fungsi liver secara


signifikan.

Diagnosis banding antara HRS, penyebab lain dari


penyakit ginjal dan syok septik sangat sulit untuk
dibedakan walaupun telah ada kriteria IAC,
dimana serum kreatinin dibatasi sampai 1,5 mg /
dL, nampak tidak begitu tinggi karena tidak
memperhitungkan fluktuasi fisiologisnya. Selain itu,
nilai creatinin ≤ 1,5 mg / dL dapat diperhitungan
sebagai penurunan GFR

DIAGNOSIS
16
Jaringan AKI (AKI network = AKIN) telah diusulkan sebagai
definisi baru AKI untuk diagnosis HRS yang dirancang
untuk dimasukan kedalam kriteria IAC tradisional sehingga
dapat mengetahui kriteria yang cepat untuk mengenali
kerusakan pada ginjal

AKI didefinisikan sebagai hilangnya fungsi ginjal mendadak


yang mengakibatkan peningkatan kadar kreatinin serum
0,3 mg / dL dalam 48 jam atau peningkatan 50% dari nilai
basa

Tujuannya adalah untuk menerapkan kriteria AKI untuk


pasien sirosis dekompensasi untuk identifikasi awal gagal
ginjal dan dengan demikian menerapkan pengobatan yang
cepat dan agresif

17
DIAGNOSIS
Dua studi prospektif terbaru menilai penerapan
kriteria AKI pada pasien dengan sirosis
Penelitian oleh Fagundes dkk pada 375 pasien Hasil ini menunjukkan bahwa
Penelitian oleh Piano dkk pada 233 pasien AKI dengan nilai kreatinin serum
<1,5 mg / dL adalah kondisi
yang relatif jinak dan berpotensi
reversibel,

sedangkan keadaan dimana


terjadi perburukan ginjal secara
Pasien dengan progresig yang ditandai dengan
peningkatan penurunan GFR (nilai serum
pasien dengan kreatinin > 1,5 mg / dL)
kreatinin serum ≥ kreatinin> 1,5 mg / membawa prognosis yang buruk
0,3 mg / dL tetapi dL.
di bawah ambang
1,5 mg / dL penurunan ginjal dan tingkat
kematian secara signifikan lebih
tinggi pada kelompok dengan
kreatinin serum> 1,5 mg / dL,
dengan probabilitas yang lebih
rendah dari regresi penyakit
ginjal.
18
Meskipun demikian, editorial baru-baru ini oleh Arroyo dkk, menunjukkan
kurangnya bukti yang menunjukkan keunggulan dari pedoman IAC
sehubungan dengan AKI sebagai kerusakan organ tunggal (ginjal, hati atau
otak) dan hanya dapat digunakan untuk menyederhanakan perubahan
kompleks yang terjadi pada pasien dengan gagal hati dekompensasi.

Mindikoglu dkk, mengusulkan klasifikasi yang berkaitan dengan


perhitungan GFR dan renal blood flow (aliran darah ginjal) untuk membuat
tingkatan disfungsi renal (stratifikasi disfungsi renal), oleh karena itu di buat
konsep baru "pra-HRS", yaitu, pasien dengan pengurangan aliran darah
ginjal tetapi masih tetap normal atau sedikit menurun. Akan tetapi studi
lebih lanjut diperlukan untuk menetapkan kegunaan klinis konsep ini

19
DIAGNOSIS

20
▸ Pada semua pasien dengan gagal ginjal akut dan pada pasien
dengan sirosis, kreatinin serum mungkin tidak dapat
merefleksikan fungsi ginjal secara signifikan antara laki-laki dan
perempuan Karena itu diusulkan menggunakan cystain C sebagai
penanda alternatif fungsi ginjal.

▸ Seo dkk dan Sharawey et al, menunjukkan bahwa tingkat


cystatin C serum adalah penanda yang baik untuk memprediksi
HRS dan lamanya hidup pada pasien dengan asites sirosis

21
Dalam 2 tahun terakhir, IAC Karena saat ini tidak ada tes
mengadakan pertemuan
khusus untuk
pengembangan konsensus untuk
mengidentifikasi HRS,
menganalisa definisi AKI terbaru
diagnosis bertumpu pada
pada pasien dengan sirosis dan
pengecualian pada etiologi
HRS, para ahli yang baru
menyetujui penghapusan nilai penyebab lain yang dapat
cut-off serum kreatinin dari menyebabkan gagal ginjal.
kriteria diagnostik HRS dan Penting untuk menetapkan
mereka tidak menyarankan etiologi gangguan ginjal
untuk mengevaluasi Cystain C untuk penatalaksanaan yang
tekad tepat.

22
DIAGNOSIS
Onset AKI pada pasien dengan sirosis masuk ke dalam diagnosis
diferensial dengan bentuk lain dari gangguan ginjal:

Pra- Nefropati
ginjal obstruktif
(45%) (<1% ) [34,35]

Organik nekrosis
tubular akut
dan
glomerulonefr
itis (32%)
23
Parameter yang secara tradisional digunakan untuk membedakan
AKI dari penyakit ginjal kronis (CKD) (konsentrasi natrium urin,
serum dan osmolaritas urine) tidak berlaku pada pasien dengan
sirosis dan asites. Seperti halnya, nilai urea serum biasanya
berkurang pada pasien sirosis karena sintesis hepar yang terganggu

Belcher dkk [36] mengusulkan penggunaan urine biomakers pada


penderita AKI untuk mendukung proses diagnostik: kadar gelatinase
urin terkait lipidin (NGAL), interleukin 18 (IL-18), molekul 1 pada
gangguan ginjal dan liver fatty acid-binding protein meningkat pada
pasien penyakit hati dengan gangguan ginjal karena nekrosis tubular
akut
24
DIAGNOSIS

25
Penatalaksanaan

 Walaupun manajemen klinis pasien HRS


mengalami kemajuan dalam dua puluh tahun
terakhir, penatalaksanaan yang ada hanya dapat
meningkatkan kualitas hidup dalam jangka waktu
yang pendek tetapi hanya sedikit manfaat yang
diberikan untuk jangka panjang dari
penatalaksanaan tersebut.

26
▸ Armamentarium terapeutik saat ini termasuk obat dengan efek
vasokonstrik spesifik yang mempengaruhi sirkulasi splanknik selain
ginjal dan terapi penggantian liver yang bersifat artificial atau alami
(transplantasi hati). Transplantasi hati tetap merupakan satu-
satunya pengobatan yang benar-benar efektif tetapi dibatasi oleh
tingkat kematian yang tinggi pada pasien HRS dan kekurangan
donatur organ yang tersedia.

▸ Kajian literatur terbaru oleh Fabrizi dkk, mencatat bahwa fungsi


ginjal pra-transplantasi adalah prediktor terpenting untuk
kelangsungan hidup pasien setelah transplantasi hati. Perawatan
farmakologis dan perawatan medis berfungsi sebagai "jembatan"
untuk dilakukannya transplantasi untuk meningkatkan prognosis
pasien.

27
PENCEGAHAN DAN MANAJEMEN PASIEN UMUM

▸ Pasien sirosis dengan asites harus dimonitor secara ketat


untuk mencegah perburukan dan mengobati faktor
pencetus (Tabel 5).

▸ Jika ada kerusakan multiorgan, terutama pada beberapa


pasien dengan tipe I HRS, mungkin memerlukan
perawatan tingkat tinggi, dan masuk ke fasilitas
perawatan intensif. Selain itu, diet yang disesuaikan
dengan pasien dan program rehabilitasi fisik harus
direncanakan dan setiap pasien dinilai apakah telah
memenuhi syarat untuk transplantasi hati dengan tujuan
menghindari pengobatan yang agresif.

28
Prevention and general patient managemen

29
Tujuan pengobatan harus untuk
menstabilkan pasien sampai waktu
transplantasi hati dan
mengoptimalkan kondisi klinis
mereka agar transplantasi dapat
berhasil

30
Medical management
Untuk meningkatkan fungsi hati dengan
penggunaan vasokonstriksi splanknik dan
vasodilatasi ginjal untuk mengurangi
hipertensi portal dan meningkatkan
tekanan arteri sistemik

Pendekatan obat spesifik didasarkan pada


penggunaan agen vasokonstriktor (Terlipressin,
Norepinefrin, Midodrine) untuk memperbaiki
perubahan dalam sirkulasi darah.

31
Medical management
TERLIPRESSIN
• Perawatan pilihan untuk pasien dengan tipe I
dan tipe II HRS, dan terbukti menguragi  Dosis total harian tidak
tingkat mortilitas boleh melebihi 2 mg IV
• Terlipressin dapat diberikan sebagai bolus bolus setiap 4-6 jam atau
intravena mulai dari dosis 0,5 mg setiap 4-6 12 mg / hari pada infus
jam atau sebagai infus kontinu (2 mg / hari) kontinyu
• efek vasokontriksi dari terlipressin
memperbaiki disfungsi sirkulasi pada
penyakit liver stadium akhir, yang secara
tidak langsung menyeimbangkan kembali
vasokonstriksi intrarenal dan menurunkan
tingkat renin, noradrenalin dan menurunkan
serum kreatinin Akibatnya, ginjal
mendapatkan kembali kendali sistem
pengaturannya sendiri
• Mengurangi aliran vena porta dan tekanan
porto-sistemik sehingga meningkatkan aliran
arteri hepatik dan meningkatkan oksigenasi
hepatoselular. 32
▸ Terlipressin harus dikaitkan dengan albumin (dengan dosis 1 g / kg
per hari pada hari pertama, tanpa melebihi 100 g / d, diikuti oleh
20-40 g / d)
▸ Hubungan terlipressin-albumin meningkatkan fungsi ginjal
sebesar 40% -60% [48], meningkatkan jumlah pasien yang
memenuhi syarat untuk transplantasi hati . Ketika nilai kreatinin
serum mencapai <1,5 mg / dL, pengobatan dianggap selesai

33
▸ Efek samping dari Terlipressin termasuk sakit perut
dengan kram dan diare sampai iskemia usus;
jantung tachiarrhythmias dan nyeri dada sehingga
pemantauan EKG dianjurkan. Vasokonstriksi
disebabkan oleh terlipressin dapat juga
menyebabkan sianosis, livedo reticularis, nekrosis
pada kulit dan ekstremitas [53]. Terlipressin juga
bisa dikaitkan dengan hiponatremia tetapi tanpa
gangguan yang bermakna

34
• Jika pasien menunjukkan efek samping, dosis harus
dikurangi atau dihentikan. Continous Infus lebih aman
dan kurangnya efek samping

• Albumin asosiasi terlipressin menunjukkan


peningkatan tingkat kelangsungan hidup untuk efek
positif albumin pada fungsi jantung, pada
pengurangan oksida nitrat dan pada peningkatan
responsivitas dinding arteri terhadap vasokonstriktor

35
Alpha-adrenergic receptor agonist norepinephrine telah terbukti
efektif dalam perawatan HRS. Infus norepinefrin kontinyu (dengan
dosis 0,5-3 mg / jam) harus dikaitkan dengan albumin yang
diberikan sebagai bolus IV setidaknya dua kali sehari (1 g / kg
hingga maksimum 100 g / d). Tujuannya adalah untuk
meningkatkan tekanan arteri rata-rata sebesar 10 mmHg dan
output urin> 200 mL setiap empat jam. Periode pengobatan
maksimum tidak boleh melebihi 2 minggu

36
Medical management
Alpha-adrenergic receptor agonist
• Alpha-adrenergic receptor agonist norepinephrine telah terbukti
efektif dalam perawatan HRS
• Infus norepinefrin kontinyu (dengan dosis 0,5-3 mg / jam) harus
dikaitkan dengan albumin
• Tujuannya adalah untuk meningkatkan tekanan arteri rata-rata
sebesar 10 mmHg dan output urin> 200 mL setiap empat jam
• Periode pengobatan maksimum tidak boleh melebihi 2 minggu

Agen alfa-adrenergik (midodrine)


Midodrine dapat diberikan secara oral (dosis awal 7,5 mg setiap
8 jam hingga maksimum 12,5 mg tiga kali sehari) atau oktreotid
dapat diberikan dengan infus kontinyu (50 mcg / jam) atau
subkutan (dari 100 hingga 200 mcg 12,5 mg tiga kali harian)

37
Transjugular Intrahepatic
Portosystemic Shunt

Pembuatan shunt portosystemic untuk mengobati


asites refrakter dapat meningkatkan fungsi ginjal
pada pasien sirosis karena meningkatkan aliran balik
darah splanknik ke jantung kanan sehingga
meningkatkan volume darah arteri yang efektif dan
mengurangi tekanan sinusoidal hati

38
Renal Replacement Therapy

Indikasi untuk terapi Pasien dengan Terapi penggantian


penggantian ginjal sirosis beresiko ginjal kontinyu
tinggi perdarahan (Continuous renal
dan komplikasi replacement therapy :
RRT adalah salah hemodinamik CRRT) biasanya lebih
satu yang disebut sehingga disukai daripada dialisis
terapi penghubung terhambatnya intermiten karena
keputusan untuk stabilitas
yang Dirancang
hemodinamiknya yang
Untuk menunggu memulai dan
lebih besar dan dapat
transplantasi hati mengeola dipastikan fluktuasi yang
perawatan dialisis. lebih sedikit dalam
tekanan intrakranial.

39
Extracorporeal artificial liver
support therapy

Terapi yang lebih kompleks yang dikenal


sebagai tindakan pengembalian kembali
fungsi hati atau menggantikan fungsi hati
dalam detoksifikasi

40
Molecular adsorbent
recirculating system
Molecular adsorbent recirculating system (MARS)
menggabungkan monitor CRRT konvensional atau mesin
hemodialisis standar dengan sirkuit albumin dialisat. Sistem
ini didasarkan pada teknik menghilangkan zat toksin yang
terikat albumin (asam empedu dan oksida nitrat) dan sitokin
larut dalam air (IL-6 dan TNF-D) untuk menstabilkan fungsi
hati dan memperbaiki kerusakan organ.

Sistem MARS terdiri dari membran albumin-imper-meable


yang memisahkan darah pasien dari larutan albumin dialisat.
Albumin bebas dalam dialisat menarik dan mengikat racun
hati dalam darah pasien.

41
Fractionated plasma separation and
absorption (Prometheus)

Sistem Prometheus terdiri dari rangkaian primer (filter plasma


dan dialyzer) dan sirkuit sekunder untuk menghilangkan
molekul-molekul yang terikat albumin dan larut dalam air
dengan menggunakan sistem pemisahan plasma dan
adsorpsi fraksinasi (FPSA).

Tidak seperti MARS, plasma dipisahkan dari darah melalui


membran polisulfon cut-off point yang tinggi dan dimurnikan
dari toksin yang terikat albumin oleh absorbsi langsung dalam
resin containing cartridge.

42
Transplantasi hati tetap Transplantasi ginjal-hati
merupakan pengobatan gabungan dalam kasus-
pilihan kasus tertentu

Tingkat mortalitasnya
sangat tinggi pada pasien
dengan tipe I HRS Alokasi organ terutama
didasarkan pada skor MELD,
sebuah sistem yang dirancang
Pemulihan fungsi ginjal untuk menentukan tingkat
tidak universal keparahan penyakit
berdasarkan parameter
laboratorium (kreatinin serum,
bilirubin dan INR)

43
KESIMPULAN

▸ HRS adalah komplikasi yang mengancam jiwa yang timbul pada pasien
dengan sirosis hati dan dipicu oleh serangkaian perubahan hemodinamik dan
neurohormonal kompleks yang terkait dengan penyakit hati. Kondisi ini
membawa prognosis yang sangat buruk dan tingkat morbiditas dan mortalitas
yang tinggi.
▸ Beberapa tahun terakhir telah melihat penurunan prevalensi HRS dan
peningkatan outcome pasien memungkinkan untuk pemahaman lebih baik
mengenai patofisiologi dan kemajuan strategi terapeutik.
penatalaksanaan (pengobatan) dari manajemen medis (terutama berdasarkan
pemberian vasopressor), pembedahan (TIPS) atau terapi instrumental
(misalnya, penggantian ginjal dan sistem pendukung hati). Meskipun terapi
arma-mentarium yang kami miliki akan mengontrol sindrom dan memperoleh
remisi sementara, tidak ada jaminan resolusi penyakit.

44
Satu-satunya pengobatan yang efektif yang
menawarkan pasien harapan pemulihan lengkap
adalah transplantasi hati atau transplantasi ginjal-hati
gabungan dalam kasus-kasus tertentu. Keputusan
untuk memulai transplantasi harus hati-hati dinilai
pada pasien HRS mempertimbangkan semua faktor
potensial yang mungkin mempengaruhi operasi
transplantasi dan hasilnya.

45
46

Anda mungkin juga menyukai