Anda di halaman 1dari 57

Benny Syahputra, ST., M.

Si
 Memilih Pasangan Hidup Dalam Islam
 Pernikahaan
 Pendidikan Anak
Kriteria Dasar : 4 hal

‫ل َربَعْ ِل َما ِل َها‬ْ ُ ‫ح اَل َمرأ َْة‬


ُْ ‫ل تُن َك‬َْ ‫ي ِ ْقَا‬
ْ ‫ن النَّ ِب‬ َ َ ‫عنْ أ َ ِبي ُه َري َر ْة‬
ِْ ‫ع‬ َ
ْ‫ين ت َ ِربَت‬ ِْ ‫لد‬ ِْ ‫س ِب َها َو ِل َج َما ِل َها َو ِل ِديِْن َها فَاظفَرْ ِبذَا‬
ِْ َ ‫ت ا‬ َ ‫َو ِل َح‬
َْ َ‫يَد‬
‫اك‬
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW
bersabda,`Wanita itu dinikahi karena empat hal : karena
agamanya, nasabnya, hartanya dan kecantikannya. Maka
perhatikanlah agamanya kamu akan selamat (HR. Bukhari,
Muslim)
Kriteria Dasar : AGAMA

 Aqidahnya benar dan kuat


 Ibadahnya rajin
 Akhlaqnya mulia
 Menutup Aurat
 Menjaga kohormatan dirinya
 Fasih membaca Al-Quran
 Pemahaman syariahnya tidak terbata-bata
 Berbakti kepada orang tuanya
 Menjaga lisannya
 Pandai mengatur waktunya
 Menjaga amanah yang diberikan kepadanya
 Menjaga diri dari dosa-dosa meskipun kecil
Kriteria Berikutnya : Kesuburan

ْ‫تَزَ َّو ُجوا اَل َود ُو ْدَ اَل َولُو ْدَ فإِنِْي ُم َكاثِرْ ِب ُك ُْم الَنِْبيَا َْء يَو َم‬
‫اَل ِقيَا َم ِْة‬
Nikahilah wanita yang banyak anak karena Aku berlomba
dengan nabi lain pada hari kiamat.
(HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibbam)

Dari Abi Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Menikahlah,


karena aku berlomba dengan umat lain dalam jumlah umat.
Dan janganlah kalian menjadi seperti para rahib nasrani. (HR.
Al-Baihaqi 7/78)
Kriteria Berikutnya :

◦ Kesehatan Badan
◦ Intelektualitas
◦ Kejiwaan
◦ Kebersahajaan
◦ Kemampuan Mendidik Anak
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda
:

ْ‫إذاْجاءكمْمنْترضونْدينهْوخلقهْفزوجوهْإال‬
‫تفعلوهْتكنْفتنةْفيْالرضْوفسادْكبير‬
“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian
ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia.
Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi
dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi. Al Albani
berkata dalam Adh Dho’ifah bahwa hadits ini hasan
lighoirihi)
 Mendapatkan Informasi Dasar
 Melihat Langsung

َ ‫ب أ َ َحدُ ُك ُْم ال َمرأ َْة‬


َْ ‫ط‬ َ ‫ ِإذَا َخ‬ ِ‫للَا‬
َّْ َ ‫ل‬
ُْ ‫سو‬ُ ‫ل َر‬ َْ ‫ قَا‬: ‫ل‬
َْ ‫ قَا‬ ‫عنْ َجا ِب ْر‬ َ
َْْ‫اح َها فَلْيَفع‬ ِ ‫عو ْهُ ِإلَى ِن َك‬ ُ ‫ع أَنْ يَن‬
ُ ‫ظ َْر ِمن َها َما يَد‬ َ َ ‫فَإِنْ اِست‬
َْ ‫طا‬
Apabila salah seorang di antara kamu hendak meminang seorang perempuan, kemudian
dia dapat melihat sebahagian apa yang kiranya dapat menarik untuk mengawininya,
maka kerjakanlah. (HR Ahmad dan Abu Daud)

: ْ‫ج اِم َرأَة‬ َْ ‫ قَا‬ ‫ي‬


َْ ‫ل ِل َر ُجْْ تَزَ َّو‬ َّْ ‫ن اَلنَّ ِب‬َّْ َ ‫ أ‬ َ ‫عنْ أ َ ِبي ُه َري َر ْة‬
َ
‫ظرْ ِإلَي َها‬ ُ ‫ اِذ َْهبْ فَان‬: ‫ل‬ َْ ‫ قَا‬. ‫ ال‬: ‫ل‬ َْ ‫ت ِإلَي َها ؟ قَا‬ َْ ‫ظر‬ َ َ‫أَن‬
Dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW bertanya kepada seseorang yang hendak menikahi
wanita,"Apakah kamu sudah pernah melihatnya?". "Belum", jawabnya. Nabi SAW
bersabda,"Pergilah melihatnya dahulu". (HR. Muslim)
1. Tidak boleh saling menikah.
2. Boleh menemani safar seorang wanita
3. Boleh berdua-duaan antara laki-laki dan
wanita.
4. Boleh seorang wanita menampakkan
perhiasan dan anggota tubuh tempat
perhiasan tersebut, dan juga kepada
sesama wanita.
5. Boleh berjabat tangan dan bersentuhan
antara lawan jenis.
ِّْ‫ع َّماتُكُمْ َو َخ َاَلتُكُمْ َوْبَنَاُُْ اْلَخ‬ َ ‫خ َواتُكُمْ َو‬ َْ َ ‫علَيكُمْ أ ُ َّم َهاتُكُمْ َوبَنَاتُكُمْ َوأ‬ َ ْ‫ُح ِّر َمت‬
‫ع ِّْة َْوأ ُ َّم َها‬
َ ‫ضا‬ َ ‫الر‬َّ ‫ن‬ َْ ‫ضعْنَكُمْ َوأ َ َخ َواتُكُمْ ِّم‬ َ ‫الَّلتِّي أَر‬ َّ ‫ت َوأ ُ َّم َهات ُ ُك ُْم‬ ِّْ ‫َوبَنَاُُْ اْلُخ‬
ْ‫ن فَ ِّإن‬ َّْ ‫الَّل ِّتي َد َخلتُمْ ِّب ِّه‬ َّ ‫سا ِّئ ُك ُْم‬
َ ‫وركُمْ ِّمنْ ِّن‬ ِّ ‫الَّل ِّتي ِّفي ُح ُج‬ َّ ‫سا ِّئكُمْ َو َربَا ِّئبُ ُك ُْم‬
َ ‫ت ُ ِّن‬
ُْ‫ين ِّْمنْ أَص ََّل ِّبك‬ َْ ‫علَي ُْكمْ َو َح ََّلئِّ ُْل أَبنَائِّ ُك ُْم الَّ ِّذ‬ َ ‫ح‬ َْ ‫َّل ُجنَا‬ ْ َ َ‫ن ف‬
َّْ ‫لَمْ تَكُونُوا َد َخلتُمْ ِّب ِّه‬
‫ورا َر ِّحي ًما‬ ً ُ ‫غف‬ َ ‫َان‬َْ ‫ّللاَْ ك‬ َّ ‫ن‬ َّْ ‫َ ِّإ‬ َْ ْ‫ن ِّإ ََّلْ َما قَد‬
َْ َ‫سل‬ ِّْ ‫ن اْلُختَي‬ َْ ‫م َوأَنْ تَج َمعُوا بَي‬
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan;
saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan;
saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu
istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah
kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri
anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan
yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [An-Nisa: 23]
Kelompok Pertama : Mahram karena
Kekerabatan (Nasab), ada tujuh:

1) Ibu,
ْ‫علَيكُمْ أ ُ َّم َهاتُكُم‬
َ ْ‫ُح ِّر َمت‬
“Diharamkan atas kalian menikahi Ibu-ibu
kalian.”

Mencakup nenek dan seterusnya ke atas, baik


dari pihak bapak maupun ibu.
2) Anak perempuan,

ْ‫َوبَنَاتُكُم‬
“Dan anak-anak perempuan kalian.”

Mencakup cucu dan seterusnya ke bawah, baik


cucu dari anak laki-laki maupun anak
perempuan.
3) Saudara perempuan (kakak atau adik
perempuan),

ْ‫َوأ َ َخ َواتُكُم‬
“Dan saudari-saudari kalian.”
Mencakup saudari sebapak dan seibu, saudari
sebapak saja maupun seibu saja.
4) Bibi dari pihak bapak,

ْ‫ع َّماتُكُم‬
َ ‫َو‬
“Dan bibi-bibi (saudari bapak) kalian.”

Mencakup saudari bapak sebapak dan seibu,


saudari sebapak saja maupun seibu saja.
5) Bibi dari pihak ibu,

ْ‫َو َخ َاَلتُكُم‬
“Dan bibi-bibi (saudari ibu) kalian.”

Mencakup saudari ibu sebapak dan seibu, saudari


sebapak saja maupun seibu saja.
6) Keponakan (anak perempuannya saudara
laki-laki),

ِّْ‫اُ اْلَخ‬
ُْ َ‫َوبَن‬
“Dan keponakan-keponakan perempuan (anak
perempuannya saudara laki-laki) kalian.”
Mencakup anak perempuannya saudara laki-laki sebapak dan
seibu, saudara sebapak saja maupun seibu saja.
7) Keponakan (anak perempuannya saudara
perempuan),

ِّ ‫اُ اْلُخ‬
ْ‫ت‬ ُْ َ‫َوبَن‬
“Dan keponakan-keponakan perempuan (anak
perempuannya saudara perempuan) kalian.”

Mencakup anak perempuannya saudara perempuan sebapak


dan seibu, sebapak saja maupun seibu saja.
Kelompok Kedua: Mahram karena Persusuan, (Ar-
radha’ah)

ْ‫ع ِّة‬ َ ‫الر‬


َ ‫ضا‬ َّ ‫ن‬َْ ‫ضعنَكُمْ َوْأ َ َخ َواتُكُمْ ِّم‬
َ ‫الَّلتِّي أَر‬
َّ ‫َوأ ُ َّم َهات ُ ُك ُْم‬
“Dan diharamkan kalian menikahi ibu-ibu susu
kalian dan saudari-saudari sepersusuan kalian.”
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

ْ‫ب‬ َ َّ‫ن الن‬


ِّ ‫س‬ َْ ‫ع ِّْة َما يَح ُر ُْم ِّْم‬ َ ‫الر‬
َ ‫ضا‬ َّ ‫ن‬َْ ‫يَح ُر ُْم ِّم‬
“Diharamkan dengan sebab persusuan apa yang
diharamkan dengan sebab nasab.” [Al-Bukhari dan
Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]
1. Ibu susu dan seterusnya ke atas
2. Ibu susu tiri, maksudnya istri lain dari bapak susu
3. Anak perempuan dari ibu susu dan seterusnya ke bawah, sama saja
apakah dari satu suami atau lebih
4. Anak perempuan dari bapak susu dari istrinya yang lain, dan
seterusnya ke bawah
5. Saudara perempuan dari ibu susu
6. Saudara perempuan dari bapak susu
7. Anak perempuan dari saudara laki-laki sepersusuan
8. Anak perempuan dari saudara perempuan sepersusuan
9. Bibi dari ibu susu dan bapak susu, baik bibi dari pihak bapak
maupun ibu
10.Saudara perempuan sepersusuan walau bukan anak dari bapak
susu dan ibu susu
Catatan :
 Pendapat yang kuat insya Allah adalah, persusuan yang
menyebabkan mahram hanyalah apabila terpenuhi dua
syarat: Dilakukan di masa dua tahun pertama seorang anak
dan minimal 5 kali persusuan, berdasar pada hadits dari
`Aisyah radhiyallahu `anha, beliau berkata, “Termasuk yang di
turunkan dalam Al Qur’an bahwa sepuluh kali persusuan
dapat mengharamkan (pernikahan) kemudian dihapus
dengan lima kali persusuan.” (HR. Muslim 2/1075/1452)
 Yang menjadi mahram hanyalah anak yang menyusu
tersebut, adapun saudara-saudaranya bukan mahram bagi
ibu susunya, sehingga apabila misalkan saudara laki-lakinya
sekandung menikahi saudara perempuannya sepersusuan
maka boleh.
Kelompok Ketiga: Mahram karena Pernikahan (Mushaharah)
ada empat:
1) Ibu mertua,
ْ‫سائِّكُم‬ ُْ ‫َوأ ُ َّم َه‬
َ ِّ‫اُ ن‬
“Dan diharamkan kalian menikahi ibu-ibu
mertua kalian.”
Mencakup nenek istri dan seterusnya ke atas, baik nenek dari
sisi bapaknya maupun ibunya, menjadi mahram dengan adanya
akad nikah saja, walaupun belum berhubungan suami istri, dan
walaupun telah terjadi perceraian maka ibu mertua tetap
mahram.
2) Anak istri (anak tiri) yang ibunya telah digauli,

ْ‫ن فَ ِّإن‬
َّْ ‫الَّلتِّي َد َخلتُمْ ِّْب ِّه‬
َّ ‫سائِّ ُك ُْم‬
َ ِّْ‫وركُمْ ِّمنْ ن‬
ِّ ‫الَّلتِّي فِّي ُح ُج‬ َّ ‫َو َربَائِّبُ ُك ُْم‬
ْ‫علَيكُم‬ َْ ‫ح‬ َْ َ‫ن ف‬
َْ ‫َّل ُجنَا‬ َّْ ‫لَمْ تَكُونُوا َد َخلتُمْ ِّب ِّه‬

“Dan diharamkan kalian menikahi anak-anak


perempuan istri-istri kalian yang telah kalian gauli
ibunya, yang berada dalam pemeliharaan kalian.”

Mencakup cucu istri dan seterusnya ke bawah, menjadi mahram ketika


telah berhubungan suami istri atau melihat yang hanya pantas dilihat
oleh suami, tidak sekedar akad saja, sehingga jika mereka bercerai
sebelum itu maka tidak ada hubungan mahram.
3) Menantu,

ْ‫ين ِّمنْ أَص ََّل ِّبكُم‬


َْ ‫َو َح ََّل ِّئ ُْل أَبنَا ِّئ ُك ُْم الَّ ِّذ‬
“Dan istri-istri anak kandung kalian
(menantu).”

Mencakup istri cucu dan seterusnya ke bawah jika telah terjadi


akad nikah, meskipun pernikahan mereka telah berakhir karena
kematian, talak maupun menjadi rusak akadnya, hubungan
mahram tetap ada.
4) Istri bapak (ibu tiri),

ِّْ ‫سا‬
َ ِّْ‫ن الن‬ َْ ‫َو ََلْ تَن ِّك ُحوا َما نَ َك‬
َْ ‫ح آبَا ُؤكُمْ ِّم‬

“Dan janganlah kalian menikahi wanita-wanita


yang pernah dinikahi bapak kalian.” [An-Nisa:
22]

Mencakup istri kakek dan seterusnya ke atas, menjadi mahram


dengan adanya akad nikah saja, walaupun belum berhubungan
suami istri, dan walaupun telah terjadi perceraian maka istri
bapak tetap mahram.
ibu mertua, menantu dan istri bapak menjadi
mahram hanya dengan akad nikah. Adapun
anak perempuan istri, menjadi mahram dengan
dua syarat, akad nikah dan menggauli ibunya
atau melihat yang hanya pantas dilihat oleh
suami.
1). Ipar (saudara perempuan istri), baik saudara
sebapak dan seibu, sebapak saja atau seibu saja.
Mahram sementara artinya tidak boleh dinikahi
sementara waktu saja. Di akhir ayat yang mulia ini
Allah ta’ala berfirman tentang mahram sementara
(yaitu ipar) yang tidak berlaku padanya seluruh
hukum-hukum pada mahram selamanya,

َ ‫َان‬
ِّْ ‫غفُو ًرا َر‬
‫ح‬ َْ ‫ّللاَ ك‬
َّْ ‫ن‬َّْ ِّ‫َ إ‬ َ ْ‫ن إِّ ََّْل َما ْقَد‬
َْ َ‫سل‬ َْ ‫َوأَنْ تَج َمعُوا بَي‬
ِّْ ‫ن اْلُختَي‬
‫ي ًما‬
“Dan diharamkan atas kalian menikahi dua wanita bersaudara
sekaligus, kecuali yang telah dilakukan di masa lampau,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
2) Bibi istri, baik dari bapaknya maupun ibunya.
Termasuk mahram sementara adalah bibi istri,
baik bibi dari pihak bapaknya atau ibunya. Maka
tidak dibenarkan bersentuhan atau berjabat
dengan ipar dan bibi istri, atau membuka aurat di
depannya, atau ikhtilat, atau menemani safar, dan
lain-lain yang dibolehkan bersama mahram
selamanya.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

َ ‫ْوَلَْبَي َنْال َمرأ َ ِّة‬،‫ا‬


‫ْو َخالَ ِّت َْها‬ َْ ‫ع َّم ِّت َه‬ َ ‫َلَْيُج َم ُعْبَي َنْال َمرأ َ ِّة‬
َ ‫ْو‬
“Tidak boleh disatukan antara seorang wanita dan bibinya
(saudara perempuan ayahnya) dan tidak boleh pula antara
seorang wanita dan bibinya (saudara perempuan ibunya).” [HR.
Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
1. Anak angkat (dan tidak boleh dinasabkan
kepada orang tua angkatnya)
2. Orang tua angkat
3. Sepupu (walau sepupu bisa menjadi wali)
4. Istri Paman
5. Saudara tiri yang tidak sebapak atau seibu,
maksudnya apabila duda dan janda
menikah, dan masing-masing membawa
anak dari pasangan sebelumnya maka
anak-anak tersebut bukan mahram
6) Istri lain dari bapak mertua, maksudnya
bapak mertua memiliki istri selain ibu
mertua (ibu istri), maka tidak termasuk
mahram, dan pendapat yang kuat insya
Allah adalah boleh menikahi seorang wanita
dan ibu tirinya (yang telah diceraikan atau
ditinggal mati suaminya)
7) Anak tiri saudara, maksudnya apabila
saudara kandung menikahi janda yang
memiliki anak, maka anaknya yang berasal
dari suami yang lain bukan mahram bagi
saudara bapak tirinya
8) Anak tiri bukan mahram bagi istri yang lain,
maksudnya apabila seseorang menikahi
wanita yang memiliki anak laki-laki dari
suami sebelumnya, maka anak tersebut
bukan mahram bagi istrinya yang lain
9) Anak tiri tersebut juga bukan mahram bagi
saudara-saudara perempuannya
10) Perjanjian mahram sementara, seperti yang
dilakukan oleh sebagian orang jahil ketika
akan berangkat haji atau umroh mereka
mengadakan perjanjian mahram sementara
untuk menipu syari’at, maka ini adalah dosa
dan kedustaan.
 Manusia wajib berusaha maksimal dan berdoa
optimal dalam segala hal termasuk dalam
mencari jodoh.
 Jodoh harus dicari bukan hanya ditunggu.
 Terlalu selektif dalam memilih jodoh sangat
mungkin akan sulit mendapatkan pasangan.
 Betul bahwa setiap orang memiliki pasangan/
jodoh tetapi tidak mesti satu banding satu.
 Jodoh itu bisa ditemukan ketika di dunia
tetapi sangat mungkin ditemukan di akhirat.
.
Sesudah akad nikah, saya :
………………………………………. bin ……………………………………. berjanji dengan
sesungguh hati bahwa saya akan mempergauli istri saya yang bernama :
………………………….. binti ……………………………….. dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf)
menurut ajaran Islam.
Kepada istri saya tersebut saya menyatakan sighat ta’lik sebagai berikut :
Apabila saya :
1. Meninggalkan istri saya selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
2. Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya;
3. Menyakiti badan atau jasmani istri saya;
4. Membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya selama 6 (enam) bulan atau lebih,
Dan karena perbuatan saya tersebut, istri saya tidak ridho dan mengajukan gugatan kepada
Pengadilan Agama, maka apabila gugatannya diterima oleh Pengadilan tersebut kemudian
istri sayamembayar uang sebesar Rp. 10,000,- (sepuluh ribu rupiah) sebagai ‘iwadl
(pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya.
Kepada Pengadilan Agama saya memberikan kuasa untuk menerima uang ‘iwadl
(pengganti) tersebut dan menyerahkannya kepada Badan Amil Zakat Nasional setempat
untuk keperluan ibadah sosial.
………., ………………………. 2018
Suami,
(………………………)
1. Pengantin : Pengantin pria boleh diwakili. Pengantin
wanita boleh tidak hadir di tempat akad
2. Wali : Ayah, kakak, kakek atau pamannya. Bisa juga
wali hakim (dari negara) atau wali muhakam dari
masyarakat jika wali hakim tidak ada.
Minimal dua orang pria
4. Mahar : Besaran mahar merupakan hasil
kesepakatan antara calon mempelai pria dan calon
mempelai wanita.
5. Ijab Qabul : Fungsinya agar kedua belah pihak
sepakat menerima akad pernikahan ini dengan
segala akibatnya. Redaksi ijab qabul sangat
fleksibel, bisa panjang bisa pula singkat, yang
penting essensinya.
 Ada dua syarat dalam pernikahan yakni : (1).
Seagama : haram menikah dengan orang nonmuslim,
kecuali dengan wanita ahli kitab. (2). ‘Antaradhin
yakni sama-sama rido. Kedua mempelai mau
menerima pernikahan ini. Jika ada satu di antara
keduanya yang tidak rida maka pernikahannya
haram.

Selain dua syarat di atas terdapat syarat lainnya


yakni baligh dan kufu. Balig ialah telah cukup
dewasa dan mengerti essensi pernikahan. Sedangkan
kufu yakni setara dalam pendidikan, kedudukan,
usia,dll. Tetapi kedua syarat ini bukan syarat sah
melainkan syarat kesempurnaan (lebih baik).
 Nikah biasa : Setelah akad nikah dilanjutkan dengan walimah kemudian
keduanya berumah tangga.

 Nikah Gantung : Ialah manakala setelah selesai akad nikah tidak diikuti
langsung dengan berumah tangga. Rumah tangganya ditangguhkan
karena ada reasoning tertentu.

 Nikah shigar : Pernikahan dengan cara tukar adik tanpa mahar. Misalnya
Ahmad menikah dengan adik perempuan Ali, sedangkan Ali menikah
dengan adik perempuan Ahmad tanpa maskawin. Hukumnya haram,
kecuali memakai mahar.

 Nikah mut’ah (nikah kontrak), ialah menikah dengan batas waktu


tertentu misalnya untuk selama 3 bulan, 3 tahun dll. Hukumnya haram.

 Nikah Sirri : Syarat dan rukunya dipenuhi tetapi pelaksanaan akad


nikahnya di bawah tangan, tidak dibukukan oleh KUA atau catatan sipil
serta tidak dipublikasikan secara luas
 Antara lain salah seorang mempelai terkena
aturan tidak boleh menikah selama ikatan
dinas.
 Calon mempelai masih duduk di bangku SMA
yang terkena aturan tidak boleh menikah.
 PNS yang berpoligami tetapi khawatir
diketahui atasannya sehingga dapat dipecat.
 Berpoligami tetapi takut diketahui isteri
pertama.
 Bisa menimbulkan firtnah
 Tidak memiliki surat nikah sehingga bagi
anaknya akan sulit membuat akte lahir.
 Jika dicerai tidak akan memiliki surat cerai
dan surat janda dari pengadilan.
 Sulit menuntut hak waris.
 Sulit menuntut kepemilikan anak manakala
terjadi kericuhan gara-gara cerai,
 Secara syar’i, nikah sirri adalah nikah yang memenuhi
syarat dan rukun nikah, jadi nikahnya sah.
 Nikah sirri sebenarnya dipublikasikan tetapi terbatas.
 Nikah sirri yang haram manakala pernikahan tersebut
tanpa wali.
 Pemerintah sedang menyiapkan UU nikah sirri. Pelaku
nikah sirri diancam hukuman kurungan selama 6
bulan.
 Nikah sirri model lain adalah dilakukan hanya oleh
mempelai isteri dan mempelai pria, tanpa ada wali
dan saksi. Ini dilakukan karena dalam keadaan
darurat. Hukumnya halal.
 Nabi bersabda : “Aulim bisyattin” walimahkan
walaupun hanya menyembelih seekor kambing
 Nabi bersabda : “A’linu nikahakum”, umumkanlah
pernikahanmu.
 Fungsi walimah adalah publikasi dan
permohonan doa.
 Doa untuk kedua pengantin : “Barakallahu laka,
wabaraka ‘alaika, wajama’a bainakuma fi khairin”.
Mudah-mudahan keberkahan Allah bagimu di
kala suka, dan keberkahan atasmu di kala duka,
serta menyatukan anda berdua dalam kebaikan.
: “Allahumma jannibnasy syaithan, wa
jannibisy syaithan ‘amma razaqtana”.

:” Qabbilu bil qublah


wal kalam”.
 Kewajiban memberikan pangan,sandang dan
papan. Jika suami wafat dan hanya mempunyai
satu rumah, maka itu rumah sebaiknya diberikan
kepada isteri.
 Kewajiban menjaga perasaan dan ruhiyah isteri.
 Kewajiban mendidik agar isteri benar dalam
beragama.
 Kewajiban mendoakan.
 Kewajiban menjaga kehormatan dan nama baik
isteri.
 Kewajiban membantu kesulitan isteri.
 Kewajiban bersabar manakala isteri memiliki
kekurangan.
 Hak mendapatkan pengakuan sebagai suami.
 Hak mendapatkan pelayanan dari isteri termasuk
pelayanan seksual.
 Hak menceraikan.
 Hak menolak menceraikan isterinya.
 Hak mendapat warisan manakala isterinya wafat
 Hak mendapatkan anak manakala terjadi cerai.
 Hak mendapatkan kembali isterinya melalui rujuk
manakala telah bercerai.
 Hak melakukan poligami
 Menjaga kehormatan diri terutama ketika
suami tidak ada, antara lain tidak boleh
menerima tamu pria nonmahram manakala
tidak ada suami atau anak dewasa di rumah.
 Menjaga kehormatan/ nama baik suami.
 Menaati suami selama suami tidak
memerintah kepada maksiat
 Melayani kehendak suami sekemampuan diri.
 Melayani nafsu seksual seoptimal mungkin,
tetapi boleh menolak jika tidak mampu.
 Hak mendapatkan pengakuan sebagai isteri.
 Hak mendapatkan pangan, sandang dan
papan.
 Hak mendapat perlindungan
 Hak mendapat pelayanan seksual.
 Hak gugat cerai melalui khulu’
 Hak mendapat warisan manakala suami wafat
 Hak mendapatkan mut’ah. jika dicerai
 Hak mendapatkan anak manakala cerai
 Hak menolak dipoligami
 Ilaa : adalah suami bersumpah untuk tidak akan menggauli lagi
isterinya. Sumpah ilaa bisa dibatalkan dengan memerdekakan
hamba sahaya, atau berpuasa 10 hari atau memberi makan 10
fakir miskin. Selama tidak dibatalkan, suami haram menggauli
isterinya. Jika tidak dicabut juga maka akan berujung pada cerai.
 Dhihar : Suami mempersamakan tubuh isteri dengan ibu
kandung suami. Misalnya suami mengatakan :”Punggungmu
seperti punggung ibu saya”.Suami terkena finalti yakni harus
memerdekakan hamba sahaya, atau berpuasa 2 bulan, atau
memberi makan 60 fakir miskin. Selama tidak dibatalkan, suami
haram menggauli isterinya. Jika tidak dicabut juga maka akan
berujung pada cerai.
 Syiqaq manakala suami isteri bersengketa. Solusinya harus
dihadirkan hakam (pendamai) dari pihak isteri dan suami untuk
ikut menyelesaikan persoalan. Akan tetapi jika segala upaya
ternyata gagal, maka barulah memasuki tahap cerai.
 Nusyuz : Manakala isteri menampakkan
perilaku tidak menaati suami. Misalnya istri
mengobrol yang tidak patut dengan pria lain
yang bisa memancing kecemburuan
suaminya.
 Solusinya ada empat tahapan yakni (1).
Dinasehati (2). Pisah tempat tidur(3). Dipukul
bagian paha ke bawah (4). Diceraikan.
 Apabila isteri benar-benar berzina
(bersenggama) dengan pria lain, maka isteri
bisa langsung dicerai.
 Suami menuduh istrinya telah berbuat zina tanpa mampu
menghadirkan empat orang saksi.
 Solusinya : Di pengadilan, suami wajib menyampaikan
kesaksiannya dengan empat kali bersumpah sebagai pengganti
saksi. Ia bersumpah : “Demi Allah, saya yakin isteriku telah
berbuat zina”. Sumpah itu diulang sampai empat kali. Sumpah
kelimanya dia berkata :”Demi Allah, jika tuduhanku meleset, saya
siap menerima laknat dari Allah.
 Isterinya diminta membantah dengan empat kali sumpah juga.
Dia berkata :”Demi Allah, saya tidak berbuat zina “. Diucapkan
empat kali. Sumpah kelimanya ia berkata :”Demi Allah, jika saya
berbohong, saya pun siap menerima laknat Allah”.
 Setelah tidak jelas siapa yang bersalah, maka hakim menceraikan
suami isteri itu. Dalam hal ini tidak ada rujuk atas cerai gara-
gara li’an.
 Khulu’ : ialah gugat cerai dari pihak isteri
kepada suaminya karena suami dianggap
telah melanggar kesepakatan atau melanggar
syar’i. Misalnya suka mabuk, tidak memberi
nafkah, tidak mau memenuhi kebutuhan
biologis isteri, pelit, impoten, atau galak.
 Isteri mengajukan gugat cerai dengan
menyerahkan iwadl yakni sejumlah uang atau
harta yang diserahkan kepada suaminya atau
kepada pengadilan.
 Fasakh adalah membatalkan pernikahan karena
sebab-sebab yang dibenarkan syar’i, antara lain
janda menikah sebelum habis iddah, menikah
dengan sdr sebapa, ternyata salah seorang
pengantin nonmuslim, isteri tidak mau
disenggamai, isteri mengalami cacat tubuh di
bagian tertentu sehingga menghilangkan gairah
seksual suami, ternyata isteri tidak perawan
padahal sebelum menikah ia mengaku masih
perawan.
 Jika membatalkan pernikahan sebelum
disetubuhi maka maskawinnya dibayar setengah
dan perempuan itu menjadi janda tanpa iddah
(janda kembang).
 Thalaq atau cerai ialah memutuskan
pernikahan dari pihak suami.
 Cara mentalak bisa secara lisan atau tulisan.
Bisa secara sharih (jelas) bisa juga secara
kinayah (sindiran), misalnya saya pulangkan
kamu kepada orang tuamu.
 Thalaq yang diakui negara ialah thalaq yang
dilakukan di depan pengadilan.
 Setelah thalaq suami diharuskan memberikan
uang penggembira kepada mantan isterinya
yang disebut mut’ah.

Anda mungkin juga menyukai