Anda di halaman 1dari 20

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN

AUTISME
Kelompok 8

•Anisa Arifin
•Dessy Dwiyani
•Dona Rosmawati
•Santi Desmasari
Defenisi
 Autime berasal dati kata auto yang berarti sendiri.
 Autisme adalah suatu keadaan dimana seseorang anak berbuat
semaunya sendiri baik cara berpikir maupun berperilaku.
Keadaan ini mulai terjadi sejak usia masih muda, biasanya sekitar
usia 2-3 tahun. Autisme bisa mengenai siapa saja, baik yang
sosio-ekonomi mapan maupun kurang, anak atau dewasa dan
semua etnis (Yatim, 2007)
 Manurut kamus psikologi, autism adalah anak dengan
kecendrungan diam dan suka menyendiri yang ekstrem. Anak
autism bisa duduk dan bermain berjam-jam dengan jemarinya
sendiri atau dengan serpihan kertas, serta tampak tenggelam
dalam dunianya sendiri (Yusuf, 2015)
Penyebab Autisme

Faktor internal Factor Ekternal


 Faktor genetic  Keracunan Logam Berat
 Faktor psikologis  Merkuri (Hg)

 Faktor neurobiologis  Timbal


 Cadmium (Cd)
 Faktor kehamilan dan
 Arsenik (Aa)
kelahiran
 Aluminium (Al)
 TerinfekaiVirus
 Kelainan Otak Akibat Autisme
 Kelainan neurokimia
 Kelainan neuroanatomi
Klasifikasi Autisme
 Autisme Infantil atau autism masa anak-anak
Autism pada masa anak-anak yaitu penarikan diri yang ektream
dari lingkungan sosialnya, gangguan dalam berkomunikasi, serta
tingkah laku yang terbatas dan berulang (strereotipik) yang
muncul sebelum usia 3 tahun. Gangguan ini 3 sampai 4 kali lebih
banyak pada anak laki-laki dari pada perempuan.
 Asperger Syndrome (AS)
Individu dengan sindrom ini memiliki tingkat intelegensi dan
komunikasi lebih tinggi dari pada mereka yang autis masa anak-
anak. Namun mereka mengalami kesulitan dalam interaksi social.
Secara umum sindrom ini dapat dikatakan bentuk lebih ringan dari
autisme.
 Rett Syndrome
Umum ya dialami oleh anak perempuan. Muncul pada anak usia 7-24
bulan, dimana sebelumnya terlihat perkembangan yang normal,
kemudian diikuti oleh kemunduran berupa kehilangan kemampuan
gerakkan tangan serta keterampilan morotik yang terlah terlatih.
 Childhood Disintegrative Disorder
Perkembangan yang normal hingga usia 2 sampai 10 tahun, kemudian
diikuti dengan kehilangan kemampuan yang signifikan dalam
keterampilan terlatih pada beberapa bidang perkembangan setelah
beberapa bulan gangguan berlangsung. Terjadi pula gangguan yang khas
dari fungsi social, komunikasi, dan perilaku. Sebagian penderita
mengalami retardasi mental yang berat.
 Perpasive Developmental Not Otherwise Spesified (PDD-NOS)
individu yang menampilkan perilaku autis, tetapi pada tingkat yang
lebih rendah dan baru muncul setelah usia 3 tahun atau lebih.
Patofisiologi
Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan, yaitu suatu gangguan
terhadap cara otak berkembang.
Penelitian post-mortem menunjukkan adanya abnormalitas di daerah-
daerah yang berbeda pada otak anak-anak dan orang dewasa penyandang
autisme yang berbeda-beda pula. Pada beberapa bagian dijumpai adanya
abnormalitas berupa substansia grisea yang walaupun volumenya sama
seperti anak normal tetapi mengandung lebih sedikit neuron.
Kimia otak yang paling jelas dijumpai abnormal kadarnya pada anak
dengan autis adalah serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu sebagai
neurotransmiter yang bekerja sebagai pengantar sinyal di sel-sel saraf.
Anak-anak penyandang autism dijumpai 30-50% mempunyai kadar
serotonin tinggi dalam darah. Perkembangan norepinefrine (NE), dopamin
(DA), dan 5-HT juga mengalami gangguan (Griadhi, R. 2013)
Tanda dan Gejala Autisme
Gejala yang harus diwaspadai menurut usia
Usia 0-6 bulan Usia 6-12 bulan
 Bayi tampak terlalu tenang (jarang  Bayi tampak terlalu tenang
menangis)
 Terlalu sensitive, cepat  Terlihat sensitive
terganggu/terusik  Gerakkan tangan kaki dan
 Gerakkan tangan dan kaki tampak tangan terlalu berlebihan
berlebihan terutama bila mandi
 Tidak ditemukan senyum social  Sulit bila digendong
diatas usia 10 tahun  Menggigit tangan dan badan
 Tidak ada kontak mata diusia 3 orang lain secara berlebihan
bulan
 Perkembangan motor kasar/halus  Tidak ada kontak mata
sering tampak normal  Perkembangan motor kasar
/halus tampak normal
Usia 6-12 bulan Usia 2-3 tahun
 Kaku bila digendong  Tidak tertarik untuk
 Tidak mau bermain dengan mainan
sederhana seperti cik-lub-ba bersosialisasi dengan anak
 Tidak mengeluarkan kata-kata lain
 Tidak tertarik pada boneka  Melihat orang sebagai
 Hanya memperhatikan tangannya “benda”
sendiri
 Terdapat keterlambatan dalam  Kontak mata terbatas
perkembangan motor kasar/halus  Tertarik pada benda-benda
 Tidak dapat makan –makanan yang
lunak tertentu
 Kaku bila digendong
Gejala-gajala akan tampak makin jelas setelah anak mencapai
usia tiga tahun

Gangguan dalam bidang komunikasi


Usia 4-5 tahun verbal dan nonverbal.
 Terlambat bicara.
 Meracau dengan bahasa yang tak dapat
 Sering didapatkan anak dimengerti orang lain.
ekolalia (membeo)  Bila kata-kata mulai diucapkan, ia tidak
 Mengeluarkan suara yang mengerti artinya.
aneh (nada tinggi atau datar)  Bicara tidak dipakai untuk komunikasi.

 Marah bila rutinitasnya  Banyak meniru atau membeo (echolalia).


diganggu atau dirubah  Beberapa anak sangat pandai menirukan
nyanyian, nada, dan kata-kata tanpa
 Sering menyakiti diri sendiri mengerti artinya. Sebagian dari anak-
(membenturkan kepala) anak ini tetap tak dapat bicara sampai
 Temperamen tantrum atau dewasa.
agresif  Bila menginginkan sesuatu ia menarik
tangan yang terdekat dan mengharapkan
tangan tersebut melakukan sesuatu
untuknya.
Gangguan dalam bidang Gangguan dalam bidang
interaksi sosial. perilaku.
 Perilaku yang berlebihan (excess) dan
kekurangan (deficient).
 perilaku yang berlebihan adalah adanya
hiperaktivitas motorik, seperti tidak bisa
 Menolak atau menghindar untuk diam, jalan mondar-mandir tanpa tujuan
bertatap mata. yang jelas, melompat lompat,
 Tak mau menengok bila  perilaku yang kekurangan adalah duduk diam
dipanggil. bengong dengan tatap mata yang kosong,
melakukan permainan yang sama atau
 Sering kali menolak untuk monoton dan kurang variatif secara
dipeluk. berulang-ulang, sering duduk diam terpukau

 Tak ada usaha untuk melakukan  Kadang-kadang ada kelekatan pada benda
tertentu, seperti kartu, kertas, gambar, gelang
interaksi dengan orang lain, karet, atau apa saja yang terus dipeganganya dan
lebih asyik main sendiri. dibawa ke mana saja.
 Bila didekati untuk diajak main,  Perilaku ritual (ritualistic).
ia malah menjauh.  Perilaku yang ritualistic sering terjadi sulit
mengubah rutinitas sehari-hari, misalnya bila
bermain harus melakukan urut-urutan tertentu,
bila berpergian harus melalui rute yang sama.
Gangguan dalan bidang Gangguan dalam persepsi
perasaan atau emosi. sensori.
 Tidak dapat ikut merasakan apa  Mencium atau menggigit
yang dirasakan orang lain, mainan atau benda apa saja.
misalnya melihat anak menangis,
maka ia tidak merasa kasihan,  Bila mendengar suara
tetapi merasa terganggu dan tertentu, maka ia langsung
anak yang menangis tersebut menutup telinga.
mungkin didatangi dan dipukul.
 Kadang tertawa sendiri,  Tidak menyukai rabaan atau
menangis, atau marah tanpa pelukan.
sebab yang nyata.  Merasa sangat tidak nyaman
 Sering mengamuk tak terkendali bila dipakaikan pakaian dari
(bisa menjadi agresif dan bahan yang kasar.
destruktif).
Penatalaksanaan
 Terapi Psikofarmaka : Haloperidol, Fenfluramin, Naltrexon, Clompramin.
 Terapi Perilaku : Metode lavass adalah metode modifikasi tingkah laku yang disebut dengan
Applied Behavioral Analysis (ABA) dengan sistem penghargaan (reward) dan hukuman (punishment).
 Terapi Bicara : Anak dipaksa untuk berbicara kata demi kata, serta cara ucapan harus diperhatikan.
Setelah mampu berbicara, diajarkan berdialog
 Terapi Okupasional: menghilangkan gangguan perkembangan motorik halusnya dengan
memperkuat otot-otot jari supaya anak dapat menulis atau melakukan keterampilan lainnya
 Terapi Fisik: menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.
 Terapi Social: membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-
teman sebaya dan mengajari cara-caranya
 Terapi Bermain:Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan
interaksi sosial.
 Terapi Perkembangan: Anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya,
kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional, dan intelektualnya.
 TerapiVisual : metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar.
 Pendidikan Khusus : Satu guru menghadapi satu anak dalam ruangan yang tidak luas dan tidak
ada gambar-gambar didinding atau benda-benda yang tidak perlu, yang dapat mengalihkan perhatian
anak.
 Terapi alternatif : terapi baru yang masih berlanjut dengan penelitian. Terapi ini meliputi mandi
sauna, pemijatan, dan shower, yang diikuti olahraga, konsumsi vitamin dosis tinggi, serta air putih
minimal dua liter sehari. Tujuannya untuk mengeluarkan racun yang menumpuk dalam tubuh.
Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan CT Scanning dan Pnemo encephalogram
 Pemeriksaan Histopatologi
 Pemeriksaan EEG
 Pemeriksaan Laboratorium
Asuhan Keperawatan pada Autisme
 Pengkajian
Data Fokus:
 Riwayat gangguan psikiatri/jiwa pada keluarga
 Riwayat keluarga yang terkena autism
 Riwayat kesehatan anak saat dalam kandungan
 Status perkembangan anak
 Pemeriksaan fisik
 Psikososial
 Neurologis
 Gastrointertinal
Diagnose Keperawatan

 Kelemahan interaksi social b/d ketidakmampuan percaya


pada orang lain
 Gangguan komunikasi verbal dan non verbal b/d ransangan
sesoris tidak adekuat, gangguan keterampilan reseptif,
ketidakmampuan mengungkapkan perasaan
 Resiko tinggi cedera : menyakiri diri sendiri b/d kurang
pengawasan
 Kecemasan orang tua b/d perkembangan anak
Intervensi Keperawatan
1. Kelemahan interaksi social b/d ketidakmampuan percaya
pada orang lain.
Tujuan : Anak dapat dan mau berinteraksi dengan orang lain maupun
lingkungan sekitarnya.
Intervensi :
 Batasi jumlah pengasuh anak
 Tunjukan rasa kehangatan/privasi dan penerimaan pada anak
 Tingkatkan pemeliharaan dan hubungan kepercayaan pada anak
 Motivasi anak untuk berhubungan dengan orang lain
 Pertahankan kontak mata anak selama berhubungan dengan orang lain
 Berikan sentuhan, senyuman, dan pelukkan untuk menguatkan sosialisasi
pada anak
2. Gangguan komunikasi verbal dan non verbal b/d ransangan sesoris tidak
adekuat, gangguan keterampilan reseptif, ketidakmampuan mengungkapkan
perasaan
Tujuan : Anak dapat berkomunikasi dan mengungkapkan perasaannya kepada orang lain
Intervensi :
 Pelihara hubungan saling percaya untuk memahami komunikasi pada anak
 Gunakan kalimat sederhana atau gambar/lambing sebagai media
 Anjurkan kepada orang tua atau pengasuh untuk melatih anak secara konsisten
 Pantau pemenuhan kebutuhan komunikasi anak sampai anak menguasai
 Validasi tingkat pemahaman anak tentang pelajaran yang telah diberikan
 Pertahankan kontak mata dalam terima ungkapan bukan lisan
 Beri penghargaan atas keberhasilan anak
 Bicara pada anak dengan kalimat yang jelas dan sederhana
 Hindari suasana bising saat berkomunikasi dengan anak
3. Resiko tinggi cedera : menyakiri diri sendiri b/d
kurang pengawasan
Tujuan : Anak tidak menyakiti dirinya sendiri
Intervensi :
 Bina hubungan saling percaya
 Alihkan perilaku menyakiri diri yang terjadi akibat dari
peningkatan prospek
 Alihkan perhatian dengan hiburan/ aktivitas lain
 Siapkan alat pelindung atau proteksi
 Pertahankan lingkungan yang nyaman bagi anak
4. Kecemasan orang tua b/d perkembangan anak
Tujuan : Kecemasan orang tua dapat berkurang dab tidak
berkelanjutan
Intervensi :
 Beri penjelasan pada orang tua bahwa anak autis bukan
aib/penyakit
 Anjurkan kepada orang tua untuk membawa anaknya ke ketempat
terapi serta lakukan secara konsisten
 Berikan motivasi pada orang tua agar dapat menerima kondisi
anaknya yang special
 Anjurkan orang tua untuk mengikuti perkumpulan orang tua yang
juga memiliki anak autisme
 Berikan informasi mengenai penanganan anak autisme

Anda mungkin juga menyukai