Anda di halaman 1dari 36

Rivandy Holil

1506730281 / Forensik C
Suatu peristiwa yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia, yang dapat

terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, yang menyebabkan hilangnya jiwa

manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan, serta melampaui kemampuan dan

sumber daya masyarakat untuk menanggulanginya. Kejadian tersebut menghasilkan

lebih banyak pasien pada satu waktu daripada sumber daya lokal yang tersedia

dengan menggunakan prosedur rutin. Sehingga membutuhkan pengaturan darurat

yang luar biasa dan bantuan tambahan.


 Merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam
Contoh:

1. Gempa bumi

2. Tsunami

3. Gunung meletus

4. Banjir

5. Kekeringan

6. Angin Topan

7. Tanah Longsor
 Merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa

nonalam
Contoh:
1. Gagal teknologi

2. Gagal modernisasi

3. Epidemi

4. Wabah penyakit

5. Ledakan nuklir
 Merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa

yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau
antarkomunitas masyarakat, dan terror
Contoh:
1. Konflik etnis

2. Perang saudara

3. Terorisme

4. Tawuran

5. Kerusuhan
Penanganan korban bencana masal dilakukan dengan Triase Bencana, yang berfungsi
untuk menetapkan prioritas penanganan korban bencana berdasarkan status “sakit”
korban serta memprioritaskan korban mana yang harus ditolong terlebih dahulu
berdasarkan keparahan injuri yang dialami korban. Triase digunakan untuk memetakan
kondisi serta jumlah korban dalam bencana. Terdapat empat tingkat dalam triase
bencana:
 Hijau  Tidak gawat, tidak darurat; injuri minor

 Kuning  Gawat, tidak darurat; injuri parah tapi dapat ditoleransi 45-60 menit tanpa risiko yang

berarti

 Merah  Gawat, darurat; injuri parah dan dapat meninggal, tetapi masih dapat diselamatkan

 Hitam  Meninggal dunia


Triase di Tempat

 Dilakukan di tempat korban ditemukan atau di tempat penampungan korban sementara

 Dapat dilakukan oleh tenaga awam terlatih di lokasi (cth: polisi, pemadam kebakaran)  minimal bisa
membedakan traise merah/kuning dan hijau

 Setiap korban diberi tanda sesuai tingkat kegawatdaruratannya (pita merah, pita hijau, pita hitam)

Triase Medik

 Dilakukan oleh tenaga medis terlatih dan berpengalaman dengan tujuan untuk menentukan tingkat
perawatan yang dibutuhkan korban

Triase Evakuasi

 Ditujukan pada korban yang membutuhkan perawatan lebih lanjut di RS dengan sarana yang lebih
lengkap
BNPB BPBD PPK

DVI KEMENKES
Tugas:
 Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang
mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi
secara adil dan setara
 Menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana
berdasarkan peraturan perundang-undangan
 Menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat
 Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada presiden setiap 1 bulan sekali
dalam kondisi normal dan pada setiap saat dalam kondisi darurat bencana
 Menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional dan internasional
 Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari APBN
 Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan
 Menyusun pedoman pembentukan BPBD
Tugas:
 Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah dan BNPB
terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan
darurat, rehabilitasi serta rekonstruksi secara adil dan setara
 Menetapkan standardisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana
berdasarkan peraturan perundang-undangan
 Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana serta penanganannya
 Melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada wilayahnya
 Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada kepala daerah setiap sebulan
sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana
 Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang
 Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari APBD
 Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Merupakan unit fungsional di
daerah yang ditunjuk untuk
mempercepat dan mendekatkan
fungsi bantuan pelayanan
kesehatan dalam penanggulangan
kesehatan pada kejadian bencana.
Terdapat 9 PPK Regional di
Indonesi yang dapat dilihat pada
gambar disamping.
Fungsi PPK:

 Sebagai pusat komando dan pusat informasi (media centre)kesiapsiagaan dan

penanggulangan kesehatan akibat bencana dan krisis kesehatan lainnya

 Fasilitasi buffer stock logistic kesehatan (bahan, alat dan obat-obatan)

 Menyiapkan dan menggerakkan Tim Reaksi Cepat dan bantuan SDM kesehatan

yang siap digerakkan di daerah yang memerlukan bantuan akibat bencana dan
krisis kesehatan lainnya

 Sebagai pusat networking antara 3 komponen kesehatan dalam regional tsb:

 DINKES

 Fasilitas kesehatan

 Perguruan tinggi
 Tugas dan wewnang KEMENKES adalah merumuskan kebijakan, memberikan

standar dan arahan serta mengkoordinasikan penanganan krisis dan masalah


kesehatan lain, baik dalam tahap sebelum, saat, maupun setelah terjadinya
bencana

 Secara aktif membantu mengoordinasikan bantuan kesehatan yang diperlukan

oleh daerah yang mengalami situasi krisis dan masalah kesehatan lain

 Dapat bekerjasama dan melibatkan instansi pemerintah dan non-pemerintah,

LSM, lembaga internasional, organisasi profesi maupun organisasi


kemasyarakatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
PP No. 8 tahun 2008
tentang BNPB

BNPB dalam menjalankan


tugas dan fungsinya, BNPB
dikoordinasikan oleh
Kementerian Koordinator
Bidang Kesejahteraan
Rakyat dan salah satu
unsur pengarah BNPB
adalah pejabat Eselon 1
KEMENKES
 DVI (Disaster Victim Identification) adalah suatu definisi yang diberikan untuk
sebuah prosedur identifikasi korban mati akibat bencana masal secara ilmiah
yang dapat dipertanggungjawabkan dan mengacu kepada standar baku Interpol.
Prinsip dalam bekerja bagi tim DVI adalah team work sesuai dengan
keahlian/kompetensi dan pengalaman. 5 fase dalam proses DVI mencakup the
scene, the mortuary, ante mortem information retrieval, reconciliation dan
debriefing.

 Standar baku yang ditentukan oleh Interpol dalam identifikasi jenazah DVI
adalah:
 Primer: fingerprint, dental, DNA

 Secondary: medical, property, photography


 Identifikasi korban yang meninggal membutuhkan data lengkap  Antemortem

dan Postmortem

 Pemeriksaan kavitas oral oleh dokter gigi forensik

 Jika rekam medis tidak dapat ditemukan, maka dokter gigi ahli forensik tidak

dapat berkontribusi dengan maksimal terhadap identifikasi korban bencana

 Sehingga, korban yang tidak memiliki rekam medis harus diidentifikasi dengan

superimposisi fotografi. Contoh foto yang dapat digunkan adalah foto yang
menunjukkan gigi anterior atas. Metode penyempitan DNA dan sidik jari yang
sesuai melalui perkiraan usia dental juga dapat dilakukan
Pengambilan Jenazah

Penyimpanan Jenazah

Pengidentifikasian Jenazah

Penyimpanan Jangka Panjang


dan Penguburan Jenazah
 Merupakan langkah pertama dalam manajemen jenazah

 Biasanya berlangsung dalam suasana kacau dan tidak teratur

 Harus dilakukan secara cepat untuk membantu proses identifikasi dan mengurangi
beban psikologis pada korban selamat

 Jangan sampai mengganggu proses pemberian bantuan kepada korban selamat

 Sering kali dilakukan secara spontan oleh individu-individu dalam jumlah besar,
termasuk:
 Warga yang selamat Perlu koordinasi agar
prosedur dan langkah
 Relawan (PMI atau BSMI)
pencegahan untuk
 Tim pencarian dan penyelamatan kesehatan dan
keselamatan dapat
 Personil militer, kepolisian dan pertahanan sipil terlaksana dengan baik
 Kesehatan dan Keselamatan

 Tim pengambilan jenazah perlu


mengenakan alat pelindung (sarung
tangan dan sepatu boot untuk pekerjaan
berat) dan mencucui tangan dengan sabun
dan air setelah menangani jenazah

 Jika bekerja di lingkungan dengan


puing.reruntuhan bangunan, siapkan
pertolongan pertama dan perawatan medis
sekiranya mereka mengalami luka-luka

 Tim medis local perlu berjaga untuk


menangani luka-luka yang berpotensi
tetanus
 Jenazah akan membusuk dengan cepat tanpa penyimpanan berpendingin

 Dalam waktu 12-48 jam pada cuaca panas  pembusukan sudah mencapai titik di mana

wajah jenazah tak dapat dikenali

 Setiap (bagian) jenazah harus ditempatkan dalam kantung jenazah atau dibungkus dengan

lembaran sebelum dimasukkan ke dalam tempat penyimpanan

 Label anti-air dan nomor identifikasi tunggal harus sudah dipasangkan pada jenazah

 Metode penyimpanan:

 Pendinginan

 Penguburan sementara

 Es kering
Pendinginan

 Suhu 2oC – 4oC merupakan suhu terbaik

 Kontainer dalam jumlah memadai jarang tersedia di lokasi bencana. Oleh

Karena itu perlu tempat penyimpanan alternative sebelum tempat berpendingin


tersedia

 Wadah pengangkutan yang biasa dipergunakan perusahaan ekspedisi


komersial dapat menyimpan hingga 50 jenazah

Sedapat mungkin hindari es batu


• Pada cuaca panas, es mencair dengan cepat sehingga perlu es batu dalam jumlah besar
• Ketika mencair, es akan menjadi air limbah dalam jumlah besar  menimbulkan risiko
diare. Pembuangan air ini akan menjadi isu penanganan tersendiri
• Air bisa merusak jenazah dan barang pribadi (cth: KTP, SIM)
Langkah-langkah identifikasi
jenazah:

1. Berikan nomor acuan tunggal

 Nomor tidak boleh ganda

 Ditulis pada label anti air

 Rekatkan pada jenazah/bagian

jenazah

 Label yang sama juga


dilekatkan pada pembungkus
jenazah
Langkah-langkah identifikasi
jenazah:

2. Ambil foto

 Sebaiknya dengan kamera


digital  lebih mudah untuk
penyimpanan dan distribusi
foto

 Bersihkan jenazah seperlunya

 Gambar tidak boleh


blur/terpotong
Langkah-langkah identifikasi jenazah:

3. Pencatatan pada formulir

Catat data berikut pada formulir:

 Jenis kelamin (verifikasi dengan melihat alat vital jenazah)

 Kelompok usia (bayi, anak, remaja, dewasa, lansia)

 Barang pribadi (perhiasan, KTP, SIM, pakaian)

 Ciri spesifik yang tampak pada kulit (tato, bekas luka, tanda lahir) atau setiap kelainan

khusus

 Ras, tinggi badan, warna dan panjang rambut, warna mata

4. Amankan barang pribadi jenazah


a) Penyimpanan jangka panjang dilakukan untuk jenazah yang belum teridentifikasi

b) Tujuannya adalah untuk menjaga keutuhan barang bukti untuk keperluan penyelidikan di

kemudian hari

c) Hindari kremasi, karena akan menghancurkan barang bukti dan memerlukan bahan basar

yang besar. Sisa jenazah yang tidak hangus perlu dilakukan penguburan sehingga
prosesnya lebih lama

d) Yang perlu diperhatikan ketika menyimpan jenazah dalam jangka panjang

 Lokasi makam

 Jarak dengan sumber air

 Konstruksi makam
Lokasi makam

Perhatikan kondisi tanah, ketinggian maksimum air tanah dan luas lahan yang tersedia.
Lokasi makam harus disetujui oleh masyarakat yang tinggal di sekitar, harus cukup
dekat untuk dikunjungi pihak keluarga, harus ditandai dengan jelas dan dikelilingi zona
penyangga dengan lebar minimal 10m untuk ditanami dengan tumbuhan berakar dalam
dan untuk memisahkan lokasi makam dari kawasan berpenduduk

Jarak dari sumber air

Jarak makam dengan sumber air (sungai, danau, mata air, tepi laut, dll) bergantung
kepada jumlah jenazah, dengan ketentuan pada tabel dibawah:
1. Manajemen Jenazah setelah Bencana. Buku Panduan Lapangan bagi Penolong

Pertama. ICRC 2006.

2. Senn DR, Souviron RR. Forensic Dentistry. 2nd ed. Forensic Dentistry. Boca Raton:

CRC Press; 2010. 305-368 p.

3. UU RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

4. PAHO. Natural Disaster: Protectecting the Punlic’s Health. Washington DC: Pan

American Sanitary Bureau.Washington DC; 2000

5. KEMENKES RI. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat

Bencana

Anda mungkin juga menyukai