Anda di halaman 1dari 31

KONSEP BERMAIN

PADA ANAK

By. Ners. Fatimah, S.Kep


DEFINISI BERMAIN

 Bermain adalah cerminan kemampuan fisik,


intelektual, emosional dan sosial
 Bermain merupakan media yang baik untuk
belajar karena dengan bermain , anak akan
berkata-kata, belajar memnyesuaikan diri
dengan lingkungan, melakukan apa yang
dapat dilakukan, mengenal waktu, jarak,
serta suara . (Wong, 2000).
 Bermain adalah cara alamiah bagi anak untuk
mengungkapkan konflik dalam dirinya yang
tidak disadari. (Miller dan Keong, 1983).
 Bermain adalah kegiatan yang dilakukan
sesuai dgn keinginanya sendiri dan
memperoleh kesenangan. (Foster, 1989).
 Kegiatan bermain tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan anak sehari-hari karena bermain
sama dengan kerja pada orang dewasa, yang
dapat menurunkan stres anak, belajar
berkomunikasi dengan lingkungan,
menyesuaikan diri dengan lingkungan, belajar
mengenal dunia dan meningkatkan
kesejahteraan mental serta sosial anak.”
FUNGSI BERMAIN PADA ANAK

 Membantu Perkembangan Sensorik dan


Motorik
 Membantu Perkembangan Kognitif
 Meningkatkan Sosialisasi Anak
 Meningkatkan Kreatifitas
 Meningkatkan Kesadaran Diri
 Mempunyai Nilai Terapeutik
 Mempunyai Nilai Moral Pada Anak
TUJUAN BERMAIN

1. dapat melanjut pertumbuhan dan


perkembangan yang normal.
2. dapat mengekspresikan keinginan, perasaan
dan fantasi melalui permainan
3. dapat mengembangkan kreativitas melalui
pengalaman bermain yang tepat.
4. dapat beradaptasi lebih efektif terhadap
stress karena sakit dan dirawat di rumah
sakit dan mendapatkan kesenangan.
macam-macam dari permainan diantaranya:

Berdasarkan isinya :
 Sosial affective play : hub interpersonal yg menyenangkan antara
anak dgn orla (EX : ciluk-baa).
 Sense of pleasure play : permaianan yg sifatnya memberikan
kesenangan pada anak (EX : main air dan pasir).
 Skiil play : permainan yg sifatnya memberikan keterampilan pada
anak (EX: naik sepeda).
 Dramatik Role play : anak bermain imajinasi/fantasi (EX : dokter
dan perawat).
 Games : permaianan yg menggunakan alat tertentu yg
menggunakan perhitungan / skor (EX : ular tangga).
 Un occupied behaviour: anak tidak memainkan alat permainan
tertentu, tapi situasi atau objek yang ada disekelilingnya , yg
digunakan sebagai alat permainan(EX : jinjit-jinjit, bungkuk-
bungkuk, memainkan kursi, meja dsb).
 Onlooker play : anak hanya mengamati temannya yg sedang bermain,
tanpa ada inisiatif utk ikut berpartisifasi dlm permainan(EX : Congklak).
 Solitary play : anak tampak berada dlm klp permaianan, tetapi anak
bermain sendiri dgn alat permainan yg dimilikinya.
 Parallel play : anak menggunakan alat permaianan yg sama, tetapi
antara satu anak dgn anak lain tidak terjadi kontak satu sama lain
sehingga antara anak satu dgn lainya tida ada sosialisasi.
 Associative play : permeianna ini sudah terjadi komunikasi antara satu
anak dgn anak lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin
 dan tujuan permaianan tidak jelas (EX bermain boneka,masak-masak).
 Cooperative play : aturan permainan dlm klp tampak lebih jelas pada
permaiann jenis ini, dan punya tujuan serta pemimpin (EX : main sepak
bola).
PEDOMAN UNTUK KEAMANAN BERMAIN

 Menurut Soetjiningsih (1995), agar anak-anak


dapat bermain dengan maksimal, maka
diperlukan hal-hal seperti: Ekstra energi,
Waktu, Alat permainan, Ruang untuk
bermain, Pengetahuan cara bermain,
Teman bermain
KARAKTERISTIK BERMAIN (USIA
BAYI-PRASEKOLAH)
 Usia 0-1 tahun: Jenis permainan yang
dianjurkan pada usia ini antara lain: benda
(permainan) aman yang dapat dimasukkan
kedalam mulut, gambar bentuk muka,
boneka orang dan binatang, alat permainan
yang dapat digoyang dan menimbulkan
suara, alat permaian berupa selimut, boneka,
dan lain-lain.
 Usia 1-2 tahun : melatih gerakan mendorong
dan menarik, melatih imajinasi, membedakan
beberapa bunyi

 Usia 3-6 tahun : mengembangkan kreativitas


dan sosialisasi sehingga sangat diperlukan
permainan yang dapat mengembangkan
kemampuan menyamakan dan membedakan,
kemampuan berbahasa, mengembangkan
kecerdasan, menumbuhkan sportifitas,
mengembangkan koordinasi motorik,
menegembangkan dan mengontrol emosi,
motorik kasar dan halus,
TERAPI BERMAIN PADA ANAK YANG
DIHOSPITALISASI
Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh seorang anak bila
bermain dilaksanakan di suatu rumah sakit, antara lain:
 Memfasilitasi situasi yang tidak familiar
 Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan
kontrol
 Membantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan
 Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang fungsi
dan bagian tubuh
 Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang
penggunaan dan tujuan peralatan dan prosedur medis
 Memberi peralihan dan relaksasi
 Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan
yang asing (Wong ,1996).
PRINSIP BERMAIN DI RS :

 Tidak banyak mengeluarkan energi, singkat


dan sederhana.
 Mempertimbangkan keamanan dan infeksi
silang.
 Kelompok umur yg sama.
 Permainan tidak bertentangan dgn
pengobatan
 Semua alat permainan dpt dicuci
 Melibatkan orang tua
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
BERMAIN
 Tahap Perkembangan : setiap tahap
perkembangan mempunyai
potensi/keterbatasan.
 Status kesehatan
 Jenis Kelamin : sangat dipengarhi oleh usia
terutama perminan yang digunakan.
 Lingkungan : lokasi, kultur, negara.
 Alat Permainan Yang cocok
MASIH
SEMANGAT….????
TOILET TRAINING
PADA ANAK
toilet training

 Toilet training merupakan metode pelatihan


buang air untuk balita atau metode yang
diberikan kepada balita agar membuang air
besar atau kecil di toilet atau kamar mandi.
 orangtua/pengasuh mengajarkan cara-cara
buang air kecil (BAK) dan buang air besar
(BAB) di toilet pada anak.
 Toilet training adalah upaya pelatihan kontrol
BAK dan BAB anak yang masing masing
dilakukan oleh sistem perkemihan dan
defekasi.
 Seorang anak dikatakan sedang menjalani
toilet training bila ia diajarkan untuk datang
ke toilet saat ingin BAK atau BAB, membuka
pakaian seperlunya, melakukan miksi atau
defekasi, membersihkan kembali dirinya, dan
memakai kembali pakaian yang dilepaskan.
TUJUAN TOILET TRAINING

 mengajarkan kepada anak untuk mengontrol


keinginannya BAB atau BAK.
 Hal ini berhubungan dengan perkembangan
sosial anak di mana ia dituntut secara sosial
untuk menjaga kebersihan diri dan
melakukan BAB atau BAK pada tempatnya,
yaitu toilet.
 Penguasaan anak terhadap kemampuan
miksi dan defekasi terkontrol ini bisa simultan
maupun berkala/bertahap. Kontrol
perkemihan biasanya lebih mudah dilakukan
pada siang hari, sedangkan pada malam hari
sering terjadi kegagalan.
 Kegagalan ini akan terkompensasi setelah
beberapa tahun. Toilet training dilakukan
dalam dua minggu sampai dua bulan
(Schmitt, 1991).
 Perlu di perhatikan juga teknik pelaksanaan
dan sikap orangtua.
 Berhasil atau tidaknya fase toilet training ini
sangat berpengaruh terhadap perkembangan
selanjutnya dari seorang anak yaitu
kemampuan mengendalikan perkemihan dan
pencernaan (Rugolotto, 2004).
 Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung
sangat pesat pada lima tahu pertama kehidupan
anak. Proses ini mencakup perkembangan
kemampuan kognitif dan perilaku.
 Seringkali dalam membesarkan anak, para
orangtua terjebak dalam pola pikir untuk
menyelesaikan semua pendidikan anak secepat
mungkin, baik itu berbicara, berjalan, bahkan
menggunakan toilet. Sebenarnya semua hal
tersebut merupakan langkah perkembangan
normal yang prosesnya tidak perlu terburu-buru
(Gilbert, 2003).
Keuntungan Dilakukannya Toilet
Training
 Toilet training dapat menimbulkan
kemampuan anak dalam mengontrol miksi
dan defekasi.
 Toilet training menjadi awal terbentuknya
kemandirian anak secara nyata sebab anak
sudah bisa melakukan sendiri hal-hal seperti
BAB atau BAK.
 Toilet training membuat anak dapat
mengetahui bagian-bagian tubuh serta
fungsinya
Cara Pelaksanaan Toilet
Training
 Pelaksanaan toilet training dilakukan teknik
sebagai berikut:
1. Teknik lisan: memberikan instruksi dengan
kata-kata yang lembut dan tidak
membentak untuk menjaga psikologis anak
2. Teknik Modelling : melatih anak dalam
melakukan BAK dan BAB dengan cara
memberikan contoh dan meminta anak
menirukannya, mengajak anak ke toilet dan
memberikan pispot
Tahap Pelaksanaan Toilet
Training
 Mengenal tanda-tanda urgensi BAB atau
BAK.
 Bergerak dengan kesadaran sendiri menuju
toilet.
 Menanggalkan pakaian secukupnya untuk
membebaskan organ kemihnya.
 Melakukan BAB atau BAK.
 Membersihkan diri dan menggunakan
kembali pakaiannya.
Faktor Pendukung Toilet
Training
 Peragakan cara penggunaan toilet
 Sesuaikan ukuran toilet.
 Gunakan kursi toilet.
 Jaga kebersihan
 Jangan paksakan pelatihan pada anak jika
anak belum siap atau masih ketakutan
menghadapi toilet
FAKTOR PENDUKUNG TOILET TRAINING
 Membeli peralatan yang dibutuhkan
 Membuat posisi anak pada kursi toilet senyaman mungkin
 Rangsang anak untuk bergerak cepat menuju toilet
 Berikan selamat ataupun hadiah jika anak mampu
menyelesaikan BAB atau BAK dengan baik
 Apabila anak gagal menuntaskan BAB atau BAK dengan
baik sehingga celananya basah atau kotor, maka lakukan
peringatan secara verbal dengan menggunakan kalimat
yang suportif dan persuasif
 Apabila anak sudah mampu menggunakan toilet dengan
baik dan cukup kooperatif dalam pelaksanaannya,
penggunan popok bisa diganti dengan celana dalam.
Faktor Penghambat Toilet Training
1. Upaya toilet training dilakukan terlalu dini.
2. Orangtua telah menetapkan standar waktu pelaksanaan tanpa
memperhatikan perkembangan anak.
3. Tekanan dari lingkungan atau orang lain untuk memaksakan
pelatihan.
4. Orangtua atau pengasuh berpendapat bahwa anak harus
mengalami toilet training sesegera mungkin untuk
membuktikan keberhasilan pendidikan dan menunjukkan
keunggulan si anak.
5. Perselisihan antara anak dan orangtua dalam menjalani toilet
training.
6. Memberikan hukuman pada anak yang gagal dalam
menyelesaikan proses BAB atau BAK di toilet dengan baik.
7. Adanya faktor stres pada kehidupan anak.
8. Adanya gangguan fisik atau organik pada anak (Government of
South Australia (1999)
Sedangkan menurut De Bord (1997),
penghambat dalam toilet training adalah
sebagai berikut:
 Memaksakan anak untuk duduk di toilet.
 Bereaksi terlalu keras terhadap kesalahan
anak.
 Menggunakan obat-obatan untuk
mempercepat BAB atau BAK.
Kriteria Anak yang Telah Siap untuk
Diajarkan Toilet Training
 Anak telah mampu menyadari bahwa pakaian atau
popok yang digunakannya kotor atau basah
 Anak telah mampu membedakan BAB dengan BAK,
serta mampu memberitahukan kepada pengasuh
bila mengalami urgensi BAB atau BAK.
 Anak mampu memberitahu terlebih dahulu jika ia
ingin BAB atau BAK dalam interval waktu yang
cukup untuk pengasuh mengantarkannya ke toilet.
 Anak mampu melakukan kontrol terhadap kandung
kemih dan mampu menahan keinginan BAB atau
BAK selama beberapa saat
TQ a Lot….
For your attention

Anda mungkin juga menyukai