Kesehatan
(Fasilitas pelayanan kefarmasian)
I Putu Tangkas Suwantara,S.Farm.,
M.Farm., Apt
Dasar hukum menurut UUD 1945
KEPMENKES RI NO.
1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang
Ketentuan dan tata cara Pemberian
Izin Apotek
Pasal 1
a. Apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran Sediaan farmasi,
Perbekalan Kesehatan lainnya kepada masyarakat.
b. Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia
sebagai Apoteker.
c. Surat Izin Apotik atau SIA adalah Surat izin yang diberikan
oleh Menteri kepada Apoteker atau Apoteker bekerjasama
dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan Apotik di
suatu tempat tertentu.
d. Apoteker Pengelola Apotik adalah Apoteker yang telah
diberi Surat Izin Apotik (SIA).
e. Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di
Apotik di samping Apoteker Pengelola Apotik dan / atau
menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka
Apotik.
f. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan
Apoteker pengelola Apotik selama Apoteker Pengelola
Apotik tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 (tiga)
bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Ijin
Kerja dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola
Apotik di Apotik lain.
g. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak
melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten
Apoteker;
h. Resep adalah permintaan tertulis dari Dokter, Dokter
Gigi, Dokter Hewan kepada Apoteker Pengelola Apotik
untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi
penderita sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
i. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli
Indonesia, alat kesehatan dan kosmetika.
Pasal 4
(1) Izin Apotik diberikan oleh Menteri;
(2) Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotik
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota;
(3) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib
melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan
izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotik sekali
setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi;
Pasal 6
(1) Untuk mendapatkan izin Apotik, Apoteker atau Apoteker
yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah
memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat,
perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan
perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau
milik pihak lain.
(2) Sarana Apotik dapat didirikan pada lokasi yang sama
dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar
sediaan farmasi.
(3) Apotik dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi
lainnya di luar sediaan farmasi.
Pasal 10
Pasal 31
Pelanggaran terhadap Undang-undang No. 9 Tahun 1976
tentang Narkotika, Undang-undang Obat Keras No. St 11
1937 No. 5419 Undang-undang No. 23 Tahun 1992 serta
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang
terjadi di Apotik dapat dikenakan sanksi pidana sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2009
TENTANG
RUMAH SAKIT
Pasal 1
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang
membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan
nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut.
Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi
masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan
kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun
tidak langsung di Rumah Sakit.
Pasal 10
(2) Bangunan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit terdiri atas ruang:
a. rawat jalan;
b. ruang rawat inap;
c. ruang gawat darurat;
d. ruang operasi;
e. ruang tenaga kesehatan;
f. ruang radiologi;
g. ruang laboratorium;
h. ruang sterilisasi;
i. ruang farmasi; dll
Pasal 13
(1) Tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di
Rumah Sakit wajib memiliki Surat Izin Praktik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di Rumah Sakit
wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit
harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar
pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional
yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien
dan mengutamakan keselamatan pasien.
Kefarmasian
Pasal 15
(1) Persyaratan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) harus menjamin ketersediaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat,
aman dan terjangkau.
(2) Pelayanan sediaan farmasi di Rumah Sakit harus
mengikuti standar pelayanan kefarmasian.
(3) Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan
habis pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh
Instalasi farmasi sistem satu pintu.
(4) Besaran harga perbekalan farmasi pada instalasi farmasi
Rumah Sakit harus wajar dan berpatokan kepada harga
patokan yang ditetapkan Pemerintah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan
kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 19
(1) Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah
Sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan
Rumah Sakit Khusus.
(2) Rumah Sakit Umum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memberikan pelayanan kesehatan pada semua
bidang dan jenis penyakit.
(3) Rumah Sakit Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memberikan pelayanan utama pada satu bidang
atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin
ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau
kekhususan lainnya.
Pasal 20
(1) Berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi
menjadi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit privat.
(2) Rumah Sakit publik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan badan hukum yang bersifat nirlaba.
(3) Rumah Sakit privat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20 ayat (1) dikelola oleh badan hukum dengan tujuan
profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
Pasal 22
(1) Rumah Sakit dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit
pendidikan setelah memenuhi persyaratan dan standar
rumah sakit pendidikan.
(2) Rumah Sakit pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi
dengan Menteri yang membidangi urusan pendidikan.
(3) Rumah Sakit pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 merupakan Rumah Sakit yang
menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara
terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran,
pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan
tenaga kesehatan lainnya.
Pasal 24
Pasal 5
Pemberian ijin Pedagang Eceran Obat dilaksanakan oleh
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat.
Pasal 26 PP No 51 th 2009
Ayat (1)
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 huruf e dilaksanakan oleh Tenaga Teknis
Kefarmasian yang memiliki STRTTK sesuai dengan tugas
dan fungsinya.