Anda di halaman 1dari 7

Pada zaman pendudukan Jepang, gedung ini dijadikan

Kantor Berita Domei. Dari tempat ini, Jepang menyampaikan


propaganda poliriknya dalam usaha mempengaruhi opinimasyarakat.
Namun peran ini beralkhir setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia dikumandangkan di Jakarta. Berita itu dengan cepat berhasil
diterima wartawan-wartawan bangsa Indonesia yang bekerja di Domei.
Akan tetapi karena dilarang para pejabat Jepang yang
menjadi penanggung jawab kantor berita tersebut, berita yang sangat
penting itu tidak bisa segera disiarkan. Begitu pula Surat
Kabar “Tjahaja” yang dijadikan terompet Jepang mengalami kesulitan
memuat berita tersebut.
Namun serapat-rapatnya penguasa Jepang menutupi
usaha penyebar-luasan berita tersebut, akhirnya berhasil juga dijebol.
Selain dipancar-luaskan melalui Radio Hoshokyoku, berita proklamasi
disampaikan ke masyarakat luas dengan cara sederhana. Para wartawan
yang bekerja di Kantor Berita Domei menuliskan pengumuman di atas
papan tulis. Isinya pemberitahuan bahwa kemerdekaan Bangsa
Indonesia sudah diproklamirkan. Papan itu kemudian dipasang di depan
gedung, sehingga bisa dibaca oleh khalayak. Sejak itu, masyarakat kota
Bandung datang berbondong-bondong, sehingga berita kemerdekaan
bangsa Indonesia dengan cepat tersebar dari mulut ke mulut.
Mirip dengan bentuk kue tart raksasa yang terdiri dari tiga lapis,
gedung tiga lantai ini dinamakan Drie Kleur (tiga warna) karena warna-
warna berbeda yang menghias. Salah satu hasil rancangan arsitek AF Aalbers pada
tahun 1937 tersebut memiliki bentuk yang melengkung mengikuti pola sudut
simpang tiga antara Jalan Ir H Djuanda di sebelah barat dengan Jalan Sultan Agung
di sebelah selatan. Dalam dunia arsitektur, peletakan bentuk bangunan seperti
dianggap sebagai pengunci bagi bangunan-bangunan di sekitarnya.
Walaupun secara keseluruhan bangunan gedung tersebut tergolong
miskin ornamen dekoratif, namun tampilannya menjadi menonjol berkat garis-garis
lengkung (streamline) yang menghias setiap batas luar lantainya. Keadaan ini
menjadikan bangunan tersebut nampak lebih menonjol sehingga memiliki daya
tarik tersendiri bagi mereka yang datang berasal dari arah selatan Jalan Ir H
Djuanda.
Gedung
De Drie Kleur (Tiga Warna) adalah salah satu bangunan cagar
budaya peninggalan kolonialBelanda didirikan tahun 1938
berdasarkan rancangan arsitek AF. Aalbers, bergaya modern “
Nieuwe Bouwen
”. Selubung bangunan berbentuk bidang-bidang horizontal
lurus-lengkung adaptif terhadap bentuk-
posisi tapaknya membuat bangunannya sebagai tengeran. Di a
wal tahun 2011 masih tampakmodern dan kokoh, mewadahi
fungsi sebuah bank nasional.Tampilan masa kini tersebut
dituntut oleh bank BTPN yang diwadahinya, dan tetap mengacu
sebagaiBangunan Cagar Budaya. Penelitian ini
dilakukan dengan pendekatan arsitektur
yang menggunakanBentuk-fungsi-
makna sebagai elemen arsitekturnya.
Gedung De DrieKleur (Tiga Warna) di sudut Jl. Ir. H. Juanda (Dago) dan Jl. Sultan Agung
Gedung De DrieKleur (Tiga Warna) di sudut Jl. Ir. H. Juanda (Dago) dan Jl. Sultan Agung dibangun pada tahun 1938
berdasarkan rancangan arsitek Belanda A.F. Albers. Bangunan ini banyak dipengaruhi oleh aliran Nieuw Bouwen- gaya
arsitektur yang berkembang di Hindia Belanda pada akhir tahun 1930 yang memperlihatkan garis-garis stream line. Gaya ini
mengutamakan kesederhanan tanpa banyak ornamen dekoratif. Tampak bahwa pengutamaan kesederhanan ini menunjukkan
perbedaannya dari gaya art deco, yang menonjolkan unsur dekoratif.

Anda mungkin juga menyukai