Hukum Pembuktian
Program Strata Satu
Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Evidence Law
(Hukum Pembuktian)
• Merujuk kepada kesimpulan
Berasal atas keseluruhan makna fisik
dari alat bukti
• Merujuk kepada proses
“Proof” hukum dalam sistem
peradilan
MAKNA HUKUM PEMBUKTIAN
MENURUT AHLI
Menurut R Subekti
Membuktikan ialah meyakinkan hakim tentang
kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan
dalam suatu persengketaan.
Membuktikan Bantahan
Presumption of Innocence
• Praduga bahwa seseorang harus dianggap
tidak bersalah kecuali mampu dibuktikan
sebaliknya oleh pengadilan
Asas-Asas Pembuktian secara
Umum
Asas Legalitas
• Seseorang tidak dapat dinyatakan telah melakukan
perbuatan melanggar hukum tanpa adanya hukum
yang telah mengatur perbuatan itu terlebih dahulu
(nullum delictum noela poena sine preavia lege
poenali)
Adversarial Principles
• Setiap pihak berhak mengajukan bukti-bukti yang
berlawanan satu sama lain yang dimaksudkan
mematahkan dalil lawan (peradilan seimbang)
Asas-Asas Pembuktian secara
Umum
Clear and Convincing Evidence
• Bahwa para pihak yang berperkara berhak
menilai kekuatan pembuktian dan nilai
pembuktian yang diajukan oleh pihak lawan
Plaintiff
• Bahwa pihak yang dapat memohonkan ganti
kerugian harus pihak yang telah factual
mengalami kerugian
Asas-Asas Pembuktian secara
Umum
Discovery
• Bahwa para pihak yang berperkara harus
mengungkapkan hubungan hukum pada pihak
sebelum berperkara dipengadilan
Directed Verdict
• Bahwa putusan dijatuhkan hakim karena
ketidakmampuan salah satu pihak untuk
menyodorkan bukti-bukti yang cukup untuk
mendukung posisinya.
Asas-Asas Pembuktian secara
Umum
Unlawful Legal Evidence
•Bahwa alat bukti haruslah dilakukan
secara sah dan legal
Probatio Piena
•Bahwa pembuktian perdata
dilakukan secara formil
Asas-Asas Pembuktian secara
Umum
Presumption of liberty
• Bahwa semua peraturan perundang-undangan
diasumsikan membatasi kebebasan kecuali
dibuktikan sebaliknya oleh pengadilan
Membuktikan mengandung beberapa pengertian :
Menghalang-halangi
Peristiwa khusus timbulnya hak
(Rechtshindirnde
Tatsachen)
Membatalkan hak
(Rechtsvernichtende
Tatsachen)
Pembuktian dalam
Peradilan Perdata
PEMBUKTIAN BERDASAR
HUKUM ACARA PERDATA
1. Bersifat Mencari kebenaran formil
2. Tidak disyaratkan adanya keyakinan hakim
3. Alat bukti harus memenuhi syarat formil dan materiil
4. Hakim wajib menerapkan hukum pembuktian
pertiwa yang dapat diketahui dari sumber-sumber yang umum tanpa mengadakan
penelitian yang berarti dan memberi kepastian yang cukup untuk digunakan sebagai
alasan pembenar untuk suatu tindakan yang bersifat kemasyarakatan yang serius
sekalipun hanya ada satu alat bukti, telah cukup bagi hakim untuk memutus
perkara berdasarkan alat bukti tersebut tanpa membutuhkan alat bukti lain
sumpah decisoir (Pasal 156 HIR, Pasal 183 Rbg), sumpah dilatoir (Pasal
177 HIR, Pasal 183 Rbg), Pengakuan (Pasal 174 HIR, Pasal 311 Rbg)
2. Bukti sempurna
meskipun hanya ada satu alat bukti, telah cukup bagi hakim untuk
memutus perkara
4. Bukti Permulaan
sekalipun alat bukti tersebut sah dan dapat dipercaya kebenarannya, tetapi belum
mencukupi syarat formil sebagai alat bukti yang cukup
a. saksi yang terdiri dari satu orang (Pasal 136 HIR, 306 Rbg), sehingga harus
ditambah dengan alat bukti lain seperti sumpah supletoir,
b. akta di bawah tangan yang dipungkiri tanda tangan dan isinya oleh yang
bersangkutan (Pasal 165 HIR, Pasal 289 Rbg)
5. Bukti bukan bukti
saksi yang tidak disumpah (Pasal 145 (4) HIR, 172 Rbg), saksi yang
belum cukup umur 15 tahun, foto-foto, rekaman kaset/ video, kesaksian
tak langsung (Pasal 717 HIR, Pasal 308 Rbg)
ALAT-ALAT BUKTI
1. ALAT BUKTI TERTULIS
DASAR HUKUM :
Pasal 138, 165, 167 HIR, Pasal 164, 285-305 Rbg, S 1867 no 29 dan Pasal 1867-
1894 BW, Pasal 138-147 RV
akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang diberi wewenang
untuk itu dan dalam bentuk menurut ketentuan yang ditetapkan untuk
itu, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan, di
tempat di mana pejabat berwenang menjalankan tugasnya
(Pasal 1868 BW).
bukti sempurna
akta yang dibuat oleh para pihak dengan sengaja untuk pembuktian,
tatapi tanpa bantuan dari seseorang.
Pasal 286 sampai dengan Pasal 305 Rbg, Pasal 1874 – 1180 BW
1. Akta otentik merupakan suatu akta yang sempurna, sehingga mempunyai bukti baik
secara formil maupun materiil. Kekuatan pembuktiannya telah melekat pada akta itu
secara sempurna. Jadi bagi hakim akta otentik merupakan bukti sempurna. Sedang akta
di bawah tangan baru mempunyai kekuatan bukti materiil jika telah dibuktikan kekuatan
formilnya dan kekuatan formilnya baru terjadi setelah pihak-pihak yang bersangkutan
mengakui akan kebenaran isi dan cara pembuatan akta tersebut, dan bagi hakim
merupakan bukti bebas.
2. Untuk akta otentik kerap terjadi grosse akta yang mempunyai kekuatan eksekutorial,
sama dengan putusan hakim. Sedang akta di bawah tangan tidak pernah.
3. Akta otentik mesti terdaftar pada register untuk itu dan tersimpan pada pejabat yang
membuatnya/dibuat dihadapannya, sehingga kemungkinan akan hilangnya akta sangat
kecil. Sedangkan akta di bawah tangan tidak terdaftar, sehingga kemungkinan hilangnya
lebih besar.
4. Akta otentik mempunyai tanggal pasti. Sedangkan akta di bawah tangan tidak selalu
demikian.
2. Saksi
Pasal 168-172 HIR(165-179 Rbg)
orang yang memberikan keterangan di muka sidang dengan memenuhi syarat-syarat
tertentu, tentang suatu peristiwa atau keadaan yang saksi lihat, dengar dan saksi alami
sendiri, sebagai bukti terjadinya peristiwa atau keadaan tersebut.
1. Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut 1. Anak-anak yang belum mencapai umur
keturunan yang lurus dari salah satu pihak (Pasal 145 15 tahun (Pasal 145 ayat (1) sub (3) jo
ayat (1) sub (1) HIR, Pasal 172 ayat (1) sub (1) Rbg, ayat (4) HIR);
Pasal 1910 alinea 1 BW). Dalam hal ini, keluarga 2. Orang gila meskipum kadang-kadang
sedarah dan keluarga semenda menurut keturunan ingatannya terang atau sehat (Pasal
yang lurus dari salah satu pihak tidak boleh ditolak 145 ayat (1) sub 4 HIR, Pasal 172 ayat
sebagai saksi dalam perkara yang menyangkut (1) sub (5) Rbg, Pasal 1912 Bw)
perjanjian kerja, berhubungan dengan pemberian
nafkah dan penyelidikan tentang pencabutan
kekuasaan orang tua dan perwalian.
2. Suami atau isteri salah satu pihak, meskipun sudah tidak perlu disumpah (Pasal 145 ayat (4)
bercerai (Pasal 145 ayat (1) sub (2) HIR, Pasal 172 ayat HIR, Pasal 173 Rbg)
(1) sub (3) Rbg, Pasal 1910 alinea 1 BW)
Pasal 146 HIR (Pasal 174 Rbg, 1909 alinea 2 BW)
1. saudara laki-laki dan perempuan, serta ipar laki-laki dan perempuan dari
salah satu pihak,
2. keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki-laki dan
perempuan dari suami atau isteri salah satu pihak,
3. semua orang yang karena martabat, jabatan atau hubungan kerja yang
sah diwajibkan mempunyai rahasia, akan tetapi semata-mata hanya
tentang hal yang diberitahukan kepadanya karena jabatan, martabat atau
hubungan kerja yang sah saja.
3. Persangkaan
Pasal 173 HIR persangkaan dapat digunakan sebagai alat bukti, yaitu bahwa
persangkaan saja yang tidak disandarkan pada ketentuan
undang-undang hanya boleh diperhatikan oleh hakim pada
waktu menjatuhkan putusan, apabila persangkaan itu penting,
tertentu dan ada hubungan satu sama lain.
kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang sudah dikenal atau dianggap
terbukti ke arah suatu peristiwa yang tidak dikenal atau tidak terbukti, baik
yang berdasarkan undang-undang ataupun kesimpulan yang ditarik oleh hakim.
suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu
memberi janji atau keterangan dengan mengingat sifat Maha Kuasa Tuhan dan
percaya, bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar
akan dihukum oleh Tuhan
sumpah yang dibebankan atas permintaan salah satu pihak yang bersengketa.
Siapa yang dibebani sumpah decicoir tetapi menolak dan tidak juga
mengembalikan sumpah kepada deferent atau siapa yang memerintahkan
pihak lawan untuk bersumpah, tetapi dikembalikan oleh delaat, kemudian
deferent menolak untuk bersumpah, haruslah dikalahkan (Pasal 156 HIR, 183
Rbg, Pasal 1932 BW)
Belum
mempunyai
P Putusan (dalam arti luas) kekuatan Hukum
U tetap (Vonnis)
T
U
sudah berkekuatan
S
hukum tetap
A
N
H
A
K Penetapan
dalam arti sempit
I (beschikking)
M
Jenis Putusan :
a. Condemnatoir
b. Declaratoir
c. Constitutif
d. Contradictoir
1. Putusan akhir e. Verstek
f. uit voerbaar bij
voorraad - SEMA No.3
tahun 2000
g. Putusan perdamaian
a. Putusan Insidentil
b. Preparatoir
2. Putusan sela c. Interlocutoir
d. Provisionil
PUTUSAN AKHIR
1. Putusan declaratoir
Mis : Oleh hakim ditetapkan bhw seseorang anak tertentu adalah anak sah,
atau bahwa sebidang tanah tertentu adalah milik Penggugat
2. Putusan constitutief
ptsn yg sifatnya menghapuskan atau menciptakan keadaan hukum baru.
5. Putusan verstek
Putusan yg diambil dlm hal terggt tdk pernah
datang dipersidangan, meskipun telah
dipanggil dg sepatutnya utk menghadap.
Dasar hukum :
Pasal 125 ayat 3 jo.Pasal 129 HIR/pasal 149 ayat 3 jo.Pasal 153 rbg
KASASI
UU No.14 Tahun 1985 jo.UU No.5 tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14
Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung jo. UU No. 3 Tahun 2009 ttg Perubahan Kedua Atas
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung
Psl.52 Ps.23(1)
UU No.14 tahun 1985 jo.UU UU No.14 tahun 1985 jo.UU No.5
No.5 tahun 2004 jo jo. UU No. 3 tahun 2004 jo jo. UU No. 3 Tahun
Tahun 2009 2009