Anda di halaman 1dari 47

CASE REPORT

Nur Afrida Yunita


1708436417

Pembimbing :
Dr. dr. Jazil Karimi, Sp.PD-KEMD FINASIM

Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Riau
TB dikenal sebagai pembunuh
diantara infeksi bakterial didunia.
Penyakit ini disebabkan oleh
Mycrobecterium Tuberculosis.

Di Indonesia, berdasarkan Global TB Report tahun


2014, diperkirakan terdapat 680.000 kasus TB, dengan
460.000 diantaranya adalah kasus baru atau 272 per
100.000 penduduk. Angka kematian akibat TB di
Indonesia masih tinggi yaitu 64.000, sebanding
dengan 25 per 100.000 penduduk.
DM merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakterisitik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin , kerja insulin atau keduanya.

DM dapat meningkatkan frekuensi atau tingkat keparahan dari suatu infeksi ,


salah satunya adalah infeksi yang disebabkan oleh Mycrobacterium
tuberculosis.

Penderita DM lebih rentan untuk terserang infeksi, hal ini disebabkan oleh
defek dari fungsi sel imun dan mekanisme pertahanan fungsi tubuh, termasuk
gangguan dari fungsi epitel pernafasan serta motilitas silia.

3
 Tuberculosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi mycrobacterium tuberculosis yang menyerang
parenkim paru.

 Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit


metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.

4
 DM  defek fungsi sel-sel imun dan mekanisme pertahanan
fungsi tubuh  gangguan fungsi epitel pernafasan dan
motilitas silia.

 Mikroangiopati DM  terjadi penebalan alveolar dan lamina


basalis  terjadi penurunan elastisitas recoil paru 
penurunan kapasitas difusi karbonmonoksida.

5
 Sel-sel yang sering terlibat dalam infeksi TB adalah
fagosit, makrofag alveolar, monosit, dan limfosit T.

 Makrofag alveolar berkolaborasi dengan limfosit T dan


berperan penting dalam mengeliminasi kuman TB 
pasien DM terjadi gangguan kemotaksis , fagositosis dan
antigen presenting oleh fagositosis terhadap bakteri TB.

6
kriteria diagnosis DM:

7
8
2 kali positif, 1 kali negative  mikroskopik positif

1 kali positif, 2 kali negative  ulang BTA sebanyak


3 kali, kemuadian bila 1 kali positif, 2 kali negative 
mikroskopik positif.

 Bila 3 kali negative  Mikroskopik negative.

9
Prinsip tata laksana pasien TB dengan DM sama dengan pasien Tb non DM.
penggunaan OAT terdiri dari 2 fase, yaitu fase intensif selama 2 bulan, dan fase
lanjutan selama 4-6 bulan. Perhimpunan dokter paru Indonesia (PDPI) menyarankan
pemberian OAT sama dengan pasien non DM asalkan gula darah harus terkontrol.
Jenis obat yang dipakai adalah:

1. Rifampisin
2. INH
3. Pirazinamid
4. Streptomisin
5. Etambutol

10
 Empat OAT dalam satu tablet, yaitu: Rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg,
Pirazinamid 400 mg, etambutol 275 mg.

 Tiga OAT dalam satu tablet , yaitu : Rifampisin 150 mgt, Isoniazid 75 mg, dan
pirazinamid 400 mg.

 Pengobatan TB dibagi menjadi:

 - pengobatan TB paru kasus baru, dengan BTA (+) atau lesi luas.
panduan yang diberikan adalah : 2RHZE/ 4RH.
- Pengobatan fase lanjutan , bila diperlukan bisa diberikan selama 7 bulan, dengan
panduan 2RHZE/ 7RH. pada keadaan seperti: TB dengan lesi luas, disertai penyakit
komorbid (DM), TB millier.

1
 Pemakaian OAT pada pasien TB dengan DM harus
diperhatikan karena beberapa obat TB dapat
menghambat kerja OHO disertai beberapa efek yang
timbul dari pemakaian OAT.

 ObatDM golongan sulfonilurea dan thiazolidinedione


dimetabolisme di hati oleh enzim sitokrom p 450 dan
enzim ini diinduksi kuat oleh Rifampisin, sehingga
jika diberikan bersama OAT kerja OHO akan
berkurang. 1
 Metformin tidak dipengaruhi oleh Rifampisin,
sehingga bisa menjadi alternatif. Namun akan
memperberat efek gastrointestinalnya.

 Rifampisin dan INH di duga tidak berpengaruh


terhadap insulin karena insulin didegradasi di hati
melalui hidrolisis disulfide antara rantai A dan
rantai oleh insulin degradating enzim (IDE).
1
 Pasien TB dengan DM memiliki risiko kematian yang lebih
tinggi selama terapi dan juga peningkatan risiko kekambuhan
setelah pengobatan. Pada kasus seperti ini dibutuhkan
perhatian yang lebih besar terhadap penderita TB dengan DM.

1
15
IDENTITAS PASIEN

 Nama : Tn. JN
 Umur : 52 tahun
 Alamat : Jalan Majalengka Pekanbaru
 MRS : 15 Februari 2018

16
17

Batuk berdarah 10 jam SMRS


18
 2 tahun SMRS pasien mengeluhkan sering haus,banyak pipis,
badan mudah lelah, sering merasa lapar, berat badan menurun.
Pasien pernah merasa lemas hingga dibawa ke klinik, saat di
klinik GDS pasien 529 mg/dL. Pasien didiagnosis DM tipe 2 dan
diberikan obat, namun pasien tidak tahu nama obatnya. Namun
pasien tidak pernah berobat lagi dan tidak pernah konsultasi
gizi.
 1 bulan SMRS pasien mengeluhkan batuk berdahak yang sudah
berlangsung lebih dari 2 minggu, batuk terjadi terus- menerus
dengan dahak bewarna kuning kehijauan, tidak ada darah saat
batuk. Pasien juga mengeluhkan demam yang naik turun pada
malam hari, berkeringat, tidak nafsu makan dab BB menurun.
19 Pasien lalu pergi ke klinik dan diberi OAT.
o 1 Minggu SMRS pasien merasa keluhannya tidak berkurang
dengan meminum obat yang diberikan dari klinik dan pasien
kembali berobat ke klinik, saat diklinik pasien diperiksa
sputum dan diberi tambahan obat ( pasien tidak tahu
namanya). Karena merasa gejala yang dialaminya tidak
berkurang , pasien menghentikan penggunaan OAT sendiri.
o 10 jam SMRS pasien merasakan dadanya terasa sesak dan
mengalami batuk darah sebanyak 1x, darah yang dikeluarkan
bewarna merah segar bercampur buih dan dahak dengan
jumlah kurang lebih ¼ gelas aqua. Pasien lalu dibawa ke IGD
RSUD AA.
20

 Tidak pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya.


 Riwayat konsumsi OAT 1 minggu yang lalu.
 Riwayat DM yang tidak terkontrol sejak 2 tahun yang lalu.
 Riwayat asma (-)
 Riwayat kkeganasan (-)
 Riwayat hipertensi (-)
21

 Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang


sama.
 Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat konsumsi
OAT.
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat DM disangkal
 Riwayat keganasan disangkal.
22

 Pasien bekerja sebagai pedagang.


 Merokok (+) sekitar 30 tahun yang lalu, 2 bungkus/ hari.
 Memiliki pola makan yang tidak terkontrol.
 Tinggal dilingkungan padat penduduk.
23

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


 Kesadaran : komposmentis
 BB : 50 kg
 TB : 165 cm
 IMT : 18,3 ( underweight)

Tanda-tanda vital
 Tekanan darah : 120/70 mmHg
 Nadi : 96x/menit
 Nafas : 24x/menit
 Suhu :37,5°C
24

Kepala dan leher


 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-), pupil bulat,
isokor dengan diameter 3/3 mm, reflek cahaya (+/+)
 Hidung : Deviasi septum (-), nafas cuping hidung (-), sekrtet (-
), darah (-).
 Telinga : Daun telinga normal, sekret (-), pendengaran (+).
 Mulut : Lidah tidak kotor, bibir kering (-), sianosis (-), faring
tidak hiperemis
 Leher : Trakea di midline, KGB membesar, tidak terdapat
peningkatan JVP
25

Thoraks Paru

 Inspeksi : Bentuk dada normal, Pengembangan dada simetris


kiri dan kanan, gerak nafas simetris, retraksi (-).
 Palpasi : Ekspansi pengembangan dada simetris normal kiri-
kanan, nyeri tekan (-), vocal fremitus simetris normal kanan
kiri.
 Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
 Auskultasi : Vesikuler (-/-), ronkhi (+/+), wheezing(-/-).
26

Thoraks - Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIK V, linea
midclavicularis sinistra
 Perkusi :
Batas kiri jantung: SIK V linea midclavicularis sinistra
atas jantung kanan:SIK V linea parasternalis dextra
Auskultasi :Bunyi jantung S1 dan S2 regular, gallop (-), murmur (-
)
27

Abdomen
 Inspeksi : Perut tampak datar, gerakan lambung (-)
venektasi (-), distensi (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) 9x/menit, bruit (-)
 Perkusi : Timpani pada semua region abdomen, shifting
dullness (-)
 Palpasi : Dinding abdomen supel, nyeri tekan (-), hepar
teraba (-), Lien teraba (-), ballottement (-), nyeri ketok CVA (-).
28

Ektremitas
 Akral hangat, CRT < 2 detik, edema pretibial (-).
29

 Laboratorium (15-02-2018)
 Hb : 11,9 g/dl
 Ht : 35,7%
 Trombosit : 663.000/ul
 Leukosit : 14.62x 103 /ul
 GDS : 488 mg/dL ( ↑)
Infiltrat di kedua lapangan paru
3
31
Seorang pasien laki-laki usia 52 tahun, datang ke RSUD AA
dengan keluhan batuk darah 10 jam SMRS, pasien merasakan
dada nya terasa sesak dan mengalami batuk darah sebanyak 1 x,
darah yang dikeluarkan bewarna merah segar bercampur buih
dan dahak dengan jumlah kurang lebih ¼ gelas aqua. 1 bulan
SMRS Pasien juga mengalami batuk berdahak disertai demam
naik turun pada malam hari, berkeringat dan berat badan
menurun. Pasien kemuadian pergi ke klinik dan di berikan OAT. 1
minggu SMRS pasien merasa keluhanyya tidak berkurang dan dia
berhenti mengkonsumsi OAT. Pasien juga memiliki riwayat DM
tipe 2 yang tidak terkontrol sejak 2 tahun yang lalu.
32

Pemeriksaan Fisik :

 Auskultasi ditemukan ronki pada kedua lapangan paru.

 Pemeriksaan Penungjang : sputum SPS BTA +1, foto thorax ditemukan infiltrat
dikedua lapangan paru atas.

 GDS : 488 mg/dL


DAFTAR MASALAH

Hemoptisis e.c Tuberkulosis paru


DM tipe 2

33
34

Pemeriksaan ulang sputum


Rongten thorax
Kadar glukosa darah
35

Tatalaksana awal (IGD):


 O2 3 liter
 IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
 Inj Kalnex 1 ampul (50 mg)
 Inj. Ranitidine 1 ampul (50 mg/2ml)
 Metformin tab 500 mg
 PCT tab 500 mg
Berdasarkan anamnesis : Berdasarkan pemeriksaan
Batuk darah sejak 10 jam SMRS, warna penunjang :
darah merah segar bercampur buih dan Darah rutin : Leukosit meningkat
dahak ± 1/4 gelas aqua, pasien juga (14.62x 103 /ul)
mengaku setiap batuk timbul nyeri di Foto thorax: Kesan : Tuberkulosis paru
dada dan sesak. Pasien mengeluh Cek Sputum SPS: BTA (+1)
demam pada malam hari, berkeringat
dan berat badan turun. Pasien tinggal di Tatalaksana :
lingkungan padat penduduk IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Berdasarkan pemeriksaan fisik : O2 3 lpm nasal kanul
IMT 18,3 (underweight) Inj.Vit K 3x1 amp (2 mg/ml)
Pernafasan 24x/menit (meningkat) Inj. Kalnex 3x1 amp (50 mg)
Nadi 96x/ment (meningkat) OAT kategori I 1x4 tab (RHZE :
Ronkhi (+/+) 450/300/1000/1000)
Inj.Vit C 3x1 amp (100 mg/ml)
Pct tab 500 mg (jika demam)

3
Berdasarkan anamnesis : Berdasarkan pemeriksaan
 Badan lemas, nudah lelah, penunjang:
sering haus, banyak pipis, GDS: 488 mg/dl
sering merasa lapar dan berat
badan turun. nafsu makan Tatalaksana :
normal 3x/hari Riwayat DM Diet DM 2100 kal
sejak 2 tahun yang lalu. Metformin tab 3 x 500 mg
Periksa GD2PP
Berdasarkan pemeriksaan fisik : Konsultasi Gizi dan Penyakit Dalam
IMT 18,3 (underweight)

3
38

 16 Februari 2018  17 Februari 2018


 S : Lemas (+), Batuk (+), dahak (+)  S : Lemas (+), Batuk (+), dahak (+)
 O : Kesadaran : CM  O : Kesadaran : CM
 Keadaan umum : tampak sakit  Keadaan umum : tampak sakit
sedang; sedang;
 Tekanan darah : 120/60 mmHg  Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 80 kali/menit  Nadi : 80 kali/menit
 Respiratory Rate : 20 kali/menit  Respiratory Rate : 22 kali/menit
 T : 37,2ºC  T : 36,5ºC
 GDS : 325 mg/dL  GDS: 320 mg/dL
 A : TB paru dan DM tipe 2  A : TB paru + DM tipe 2
 Inj. Vit C 3x1 ampul  Inj. Vit C 3x1 ampul
 Inj. Ranitidine 2x1 ampul  Inj. Ranitidine 2x1 ampul
 PCT tab 3 x1 (jika demam)  PCT tab 3 x1 (jika demam)
 Metformin tab 3 x 500 mg  Metformin tab 3 x 500 mg
 Cek sputum sewaktu (+1)  Cek sputum pagi (+1)
39

 18 Februari 2018
 S : Batuk (+), dahak (+)
 O : Kesadaran : CM
 Keadaan umum : tampak sakit ringan;
 Tekanan darah : 110/90 mmHg
 Nadi : 80 kali/menit
 Respiratory Rate : 20 kali/menit
 T : 36,5ºC
 GDS: 295 mg/dL
 A : TB paru + DM tipe 2
 Inj. Vit C 3x1 ampul
 Inj. Ranitidine 2x1 ampul
 PCT tab 3 x1 (jika demam)
 Metformin tab 3 x 500 mg
 Periksa sputum sewaktu  pasien diperbolehkan
pulang
40
41

 Ekspektorasi darah atau dahak yang mengandung bercak darah dan berasal
dari saluran napas di bawah glotis atau perdarahan yang keluar melalui
saluran napas bawah glotis.

 Volume darah yang dibatukkan bervariasi dan dahak bercampur darah dalam
jumlah minimal hingga masif, tergantung laju perdarahan dan lokasi
perdarahan.
42

. Infeksi
Kelainan paru
Neoplasma
Kelainan hematologi
Kelainan jantung
Kelainan pembuluh darah
Trauma
Iatrogenik
Kelainan sistemik
Obat / toksin
Lain-lain
 Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral
decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk mencegah
aspirasi darah ke paru yang sehat.
 Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.
 Batuk secara perlahan – lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran saluran
napas untuk mencegah bahaya sufokasi.
 Pemberian obat – obat penghenti perdarahan (obat – obat hemostasis), misalnya vit.
K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.
 Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi.
 Pemberian oksigen
 Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi
 Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan bronkoskopi
dan pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.
4
 Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu faktor risiko tersering pada pasien
tuberkulosis (TB) paru. Saat ini, prevalensi terjadinya TB paru meningkat seiring
dengan peningkatan prevalensi pasien DM. Patofisiologi yang terjadi pada pasien
DM turut mempengaruhi patogenesis terjadinya TB paru di mana pada pasien DM
terjadi defek pada fungsi sel-sel imun.
 Penekanan respon imun pada DM  infeksi M. tb  TB ( risiko TB 2-3 x lipat)
 DM menyebabkan kerusakan pada fungsi imun dan fisiologis paru  meningkatkan
risiko infeksi maupun reaktifasi TB, memperpanjang konversi sputum,
meningkatkan risiko gagal pengobatan
 TB  intoleransi glukosa dan memperburuk kontrol glikemik pasien DM
 DM dapat meningkatkan frekuensi maupun tingkat keparahan suatu infeksi. Hal
tersebut disebabkan oleh adanya abnormalitas dalam imunitas yang diperantarai
oleh sel dan fungsi fagosit berkaitan dengan hiperglikemia, termasuk berkurangnya
vaskularisasi. 4
 Pengobatan tepat
 DM dengan kontrol glikemik buruk harus dirawat
 Gunakan insulin untuk kontrol gula darah
 Terapi OHO setelah pengobatan TB selesai
 Jaga keseimbangan glikemik untuk keberhasilan OAT
(Target GDP <120 dan HbA1c <7%)
 Selama tatalaksana OAT, kontrol diabetes dan respon pasien
 Tangani komorbid dan malnutrisi
 Pengobatan DM dengan TB perlu diperhatikan adanya efek samping
dan interaksi antara OAT dengan OHO
4
 Pada pasien TB dengan DM, konsentrasi plasma maksimal rifampisin di
atas target (8 mg/L) hanya ditemukan pada 6% pasien, sedangkan pada
yang bukan DM ditemukan pada 47% pasien.
 Hal ini mungkin dapat menjelaskan respon pengobatan yang lebih rendah
pada pasien TB dengan DM.
 Untuk mengontrol kadar gula darah dilakukan pengobatan sesuai standar
pengobatan DM yang dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani
selama beberapa waktu.
 Bila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran  intervensi
farmakologis dengan obat oral anti diabetes dan atau dengan suntikan
insulin.
4
47

Anda mungkin juga menyukai