Anda di halaman 1dari 51

Muhammad Fikri Husein

20090310057
FKIK UMY/ RSUD SALATIGA
Dr. Lucky Sp.KK
DEFINISI
 Erupsi obat pada kulit merupakan kelainan pada kulit
atau mukokutan akibat pemberian suatu obat
ataupun hasil pecahannya, baik secara oral,
parenteral, inhalasi maupun topikal.
 Manifestasi reaksi obat pada kulit disebut erupsi obat
alergik (EOA).
 Satu macam obat dapat menyebabkan lebih dari satu
jenis erupsi, sedangkan satu jenis erupsi dapat
disebabkan oleh bermacam-macam obat.
 Pemberian obat secara topikal dapat menyebabkan
alergi sistemik akibat penyerapan obat oleh kulit.
ET I O L O G I
 Reaksi kulit terhadap obat dapat terjadi akibat terangsangnya
mekanisme imunologik maupun non-imunologik.
Kedua mekanisme ini kadang-kadang sukar untuk dibedakan.
 Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perangsangan
mekanisme imunologik.
 Sifat molekul obat. Besarnya molekul suatu obat akan
menentukan sifat imunogenitasnya. Protein dan polisakarida
dapat bersifat antigenik tanpa terjadi perubahan metabolik.
Obat-obatan pada umumnya bersifat sebagai antigen tidak
lengkap atau hapten. Agar dapat memacu respon imun obat
tersebut harus bergabung dengan protein tubuh
membentuk ikatan hapten-protein. Ikatan tersebut
mampu memacu pembentukan zat anti yang spesifik
terhadap obat tersebut.
 Faktor host. Imunogenitas suatu zat dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain cara pemberian, faktor
genetik, umur, dan sex. Cara pemberian topikal lebih
mempermudah terjadinya sensitisasi dibandingkan
pemberian oral. Walaupun masih dalam penyelidikan, reaksi
anafilaksis yang lebih sering terjadi pada penderita atopi
daibandingkan dengan non-atopi merupakan petunjuk ke
arah genetik. Pada bayi dan orang tua lebih sering ditmukan
reaksi alergi pada obat-obat tertentu.
 Faktor lingkungan. Paparan dengan sinar pada reaksi
foto alergi terhadap klorpromasin merupakan salah satu
contoh bahwa faktor lingkungan dapat mempengaruhi
reaksi penderita pada suatu obat.
Imunopatogenesis
 Yang dimaksud dengan EOA (Erupsi Obat Alergik) adalah
alergi obat yang terjadi melalui mekanisme imunologik. Hal ini
terjadi pada pemberian obat kepada penderita yang sudah
memiliki hipersensitivitas terhadap obat tersebut.
 Terjadinya reaksi hipersensitivitas karena obat harus
dimetabolisme terlebih dahulu menjadi produk yang secara
kimia sifatnya reaktif.
 Secara umum metabolisme obat dapat dianggap sebagai suatu
bentuk proses detoksifikasi yaitu obat dikonversi dari zat yang
larut dalam lemak, non polar, menjadi zat yang hidrofilik dan
polar, sehingga mudah diekskresi.
 Terdapat dua langkah untuk terjadinya reaksi hipersensitivitas:
 Reaksi fase I (reaksi oksidasi reduksi)
Reaksi oksidasi reduksi umumnya melibatkan enzim sitokin
P450, prostaglandin sintetase dan peroksidase jaringan.
 Reaksi fase II (reaksi konjugasi)
Diperantarai oleh enzim hidrolase, glutathion-S-transferase
(GST), dan N-asetyl-transferase (NAT). Untuk dapat
menimbulkan reaksi imunologik, hapten harus bergabung
terlebih dahulu dengan protein pembawa (carrier) yang ada
dalam sirkulasi atau protein jaringan hospes. Carrier
diperlukan oleh obat atau metaboliknya untuk merangsang
sel limfosit T agar dapat merangsang sel limfosit B
membentuk antibodi terhadap obat.
Klasifikasi reaksi obat alergik
 Secara umum terdapat 4 tipe reaksi imunologik menurut
Coomb dan Gell:
 Tipe I (reaksi cepat, anafilatik). Pajanan pertama kali
terhadap obat tidak menimbulkan reaksi yang merugikan,
tetapi pajanan selanjutnya dapat menimbulkan reaksi.
Antibodi yang terbentuk ialah antibodi IgE yang mempunyai
afinitas yang tinggi terhadap mastosit dan basofil. Pada
pemberian obat yang sama antigen dapat menimbulkan
perubahan berupa degranulasi sel mast dan basofil dengan
diiepaskannya macam-macam mediator seperti hisatmin,
serotonin, bradikinin, dan heparin. Mediator-mediator
ini mengakibatkan bermacam-macam efek seperti
urtikaria, angioedema, hingga syok anafilatik.
Penisilin merupakan contoh penyebab utama erupsi obat
hipersensitivitas tipe cepat dan yang IgE dependent.
 Tipe II (reaksi sitostatik). Disebabkan oleh obat yang
memerlukan penggabungan antara IgM dan IgG di permukaan sel.
Hal ini menyebabkan efek sitolitik atau sitotoksik yang
diperantai oleh komplemen. Gabungan obat antibodi dan
komplemen terfiksasi pada sel sasaran biasanya eritrosit, leukosit,
trombosit yang menyebabkan lisisnya sel. Contoh obatnya
penisilin, cefalosporin, streptomisin, sulfonamida, dan
isoniazid. EOA yang berhubungan dengan tipe ini adalah
purpura.
 Tipe III (reaksi kompleks imun). Reaksi ini ditandai oleh
pembentukan kompleks antigen antibodi (IgG dan IgM)
dalam sirkulasi darah atau jaringan dan mengaktifkan komplemen.
Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan berbagai
mediator diantaranya enzim-enzim yang merusak jaringan.
Contoh obatnya penisilin, eritromisin, sulfonamid, salisilat,
dan isoniazid.
• Tipe IV (reaksi alergik seluler tipe lambat). Melibatkan
limfosit, antigen presenting cell (APC) dan sel langerhans yang
mempresentasikan antigen kepada limfosit T. limfosit T yang
tersensitisasi mengadakan reaksi dengan antigen. Reaksi ini
disebut reaksi tipe lambat. Terjadi 12-48 jam setelah
pajanan. Contoh reaksi tipe ini adalah dermatits kontak
alergi.
MACAM-MACAM BENTUK
DRUG ERUPTION
 Erythema dan Exanthema Morbiliformis
 Erythema Nodusum
 Erythroderma
 Erythema Multiforme
 Eryhema Multiforme Bullosum/Steven Johnson Syndrome
 Fotokontak Alergi
 Fixed Drug Eruption
 Purpura
 TEN (Toxic Epidermal Necrolysis)/lyell disease
 Acneform Eruption
 Vasculitis Alergika
 Urtikaria
Exantema (Morbiliformis) dan eritema
 Morbiliformis (erupsi makulopapular), atau
erupsi eksantematosa dapat diinduksi oleh
hampir semua obat.
 Seringkali terdapat erupsi generalisata dan
simetris terdiri atas eritema selalu ada gejala
pruritus.
 Kadang ada demam, malaise, dan nyeri sendi
 Lesi biasanya timbul dalam 1-2 minggu setelah
dimulainya terapi
 Sering disebabkan : Ampisilin, NSAID,
Sulfonamid, dan tetrasiklin
 Penatalaksanaan :
 Epinephrine drug of choice pada reaksi
anafilaksis
 Untuk alergi obat jenis lainnya, dapat diberikan terapi
simptomatis dengan antihistamin dan kortikosteroid
Eritema nodusum/ eritema
kontusiformis
 Reaksi hipersensitifitas tipe
lambat
 Definisi : peradangan yang
menyebabkan terbentuknya
benjolan merah yang lunak (nodul)
dibawah kulit
 Penyebab : Sensitivitas terhadap
obat (antibiotik sulfa, yodium,
bromida dan pil KB), Lepra,
Koksidiodomikosis, histoplasmosis,
tuberkulosis, LGV, kolitis ulserativa
 tubuh lainnya
 Banyak terjadi pada dewasa wanita 20-35 tahun,
jarang 50 tahun keatas.
 Predileksi : paling sering diatas tulang kering,
kadang menyerang lengan dan bagian
 Gejala subyektif : demam, sefalgia, nausea, muntah,
atralgia, neurotis, adenopatia, iritis, orkitis,
pleuritis, dan splenomegali.
 Gejala obyektif : nodula eritematous 2-5 cm,
lesi bertahan 3-6 minggu lalu menghilang
tanpa supurasi atau sikatriks.
 Pemeriksaan laboratorium : tes tuberkulin,
pemeriksaan mikrobiologi, dan histopatologi
 DD: eritema induratum, nodular vaskulitis.
 Penatalaksanaan : pengobatan bersifat simtomatik ,
dan dapat diberi kortikosteroid intralesi atau
sistemik.
 Prognosis : dubia.pengobatan dini dapat mencegah
kecacatan.
Eritroderma/ Dermatitis Eksfoliativa
Kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema difus,
generalisata sampai universalis, disertai skuama luas.
Berdasarkan penyebabnya, eritroderma dibagi menjadi 3
golongan:
I. Akibat alergi obat  2 Antibiotik (sulfonamid dan
penisillin), Fenobarbital, Fenitoin, Arsen, INH
II. Akibat perluasan penyakit kulit, yaitu: 3P3D (Psoriasis,
Pitiriasis rubra pilaris, Pemphigus foliaceus,
Dermatitis seboroik, Dermatitis atopik, Dermatitis
kontak)
III. Akibat penyakit keganasan : leukemia, limfoma, mikosis
fungoides, sezary’s sindroma
 Gejala subjektif: kulitnya ketat, gatal
atau kadang terasa panas seperti
terbakar
 Gejala Klinis
 Alergi Obat
- Bercak eritem cepat meluas (seluruh
tubuh dalam 12- 24 jam)
- Seluruh kulit tampak kemerahan,
mengkilat, mengelupas dan teraba
panas dan menebal pada palpasi
- Deskuamasi dalam 2-6 hari, sering dimulai
daerah lipatan kulit
- Setelah beberapa minggu rambut
kepala rontok dan kulit tebal dan kasar
- Demam, menggigil dan malaise (awal
serangan)
 Perluasan penyakit kulit
- Yang sering terjadi ialah akibat psoriasis dan
dermatitis seboroik pada bayi (penyakit Leiner)

 Penyakit sistemik termasuk keganasan


Sindrome Sezary (karena infeksi virus HTLV-V dan
dimasukkan ke dalam CTCL/ Cutaneus T- Cell
Lymfoma)
○ UKK :
 eritema universal disertai skuama dan sangat gatal
 terdapat infiltrat pada kulit dan edema
 Splenomegali, limfadenopati superfisial, alopesia, hiperpigmentasi,
hiperkeratosis palmaris dan plantaris, serta kuku distrofik
 Pengobatan
1. Hentikan semua obat yang mempunyai potensi menyebabkan
terjadinya penyakit ini .
2. Rawat pasien di ruangan yang hangat.
3. Perhatikan kemungkinan terjadinya masalah medis sekunder
(misalnya dehidrasi, gagal jantung, dan infeksi)
4. Biopsi kulit untuk menegakkan diagnosis pasti.
5. Berikan steroid sistemik jangka pendek(bila pada permulaan
sudah dapat didiagnosis adanya psoriasis, maka mulailah
mengganti dengan obat-obat anti-psoriasis.
6. Mulailah pengobatan yang diperlukan untuk penyakit yang
melatarbelakanginya.
 Prognosis
Eritroderma yang termasuk golongan I, yakni karena alergi obat
secara sistemik, prognosisnya baik. Penyembuhan golongan ini
ialah yang tercepat dibandingkan golongan yang lain.
Erytema multiforme
Merupakan erupsi mendadak dan rekuren pada kulit dan kadang
kadang pada selaput lendir dengan gambaran bermacam macam
spektrum dan gambaran khas bentuk iris.
Etiologi :
Perdangan oleh bakteri (difteri,pneumonia, TBC), infeksi
virus(herpes,simplek), rangsangan fisik(sinar matahari, dingin)
infeksi parasit dll.
Obat : Sulphonamide, termasuk kombinasi trimethoprim,
barbiturate, penisillin, hidantoin, cream mafenid asetat
(sulfamilin) & 9 bromofluoren
Gejala Subyektif :
Tanpa sebab yang jelas mendadak demam, malaise, kesadaran dapat
menurun. Pada kulit timbul makula, eritema berbatas tegas,
disusul lepuh lepuh. Kelainan ini dapat melibatkan selaput kendir.
Penderita mengeluh nyeri dan gatal
 Predileksi : punggung tangan, telapak tangan dan kaki,
bagian ekstensor ekstremitas, selaput lendir dan
genitalia
 UKK :
 Tipe makular : makula eritematosa yang bundar dengan vesikel
pada bagian tengahnya sehingga menyerupai cincin (bentuk iris/sel
target)
 Tipe Bullosa : plak urtika dan diberbagai tempat ditemukan bula-
bula besar, lebar, batas tak tegas
dikelilingi eritema
DD : Pemfigus dan TEN

PENATALAKSANAAN
 Umum : menjaga keseimbangan elektrolit
 Khusus :
 Sistemik : Injeksi Kortikosteroid ( Betametason 4 x 0,5 mg/hari
sampai lesi kering). Antibiotik seperti gentamisin 1g/hari IV,
Oksitetrasiklin 4 x 500mg/hari, Claforan 1g/hari IV
Stevens Johnson Sindrom/ Eritema
multiforme bulosum
 Definisi : sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir
di orifisium dan mata dengan keadaan umum
bervariasi dan ringan sampai berat. Kelainan kulit
berupa eritema, vesikel/ bula, dapat disertai
pupura.
 Penyebab : belum pasti tetapi salah satunya karena
alergi obat biasanya sistemik.
contoh : penisilin, streptomisin, sulfonamide,
tetrasiklin, antipiretik/analgetik, karbamazepin,
barbiturat,
infeksi bakteri (jamur,virus,parasit), neoplasma,
pascavaksinasi, radiasi, dan makanan,
 Insidensi : biasanya dewasa pria dan wanita sama.
 Patogenesis : belum jelas namun diduga disebabkan oleh
reaksi alergi tipe III dan IV
 Gejala subyektif : demam, sakit kepala, batuk, mialgia,
sakit tenggorokan, nyeri dada
 Gejala obyektif :
 Mulut : mukosa mulut lesi bulosa, erosi, eritem,
ekskoriasi, perdarahan meluas ke faring.
 Mata dan genital : trias (stomatitis, konjungtivitis,
uretritis).
 Komplikasi yang tersering : bronkhopneumonia,
kehilangan cairan/darah, gangguan keseimbangan
elektrolit, dan syok serta pada mata dapat terjadi
kebutaan karena gangguan lakrimasi.
 DD: nekrolisis epidermal toksik, pemphigus, variola,
hemoragika.
 Penatalaksanaan : jika keadaan umum baik dan lesi
tidak menyeluruh cukup diobati dengan
prednisolon 30-40 mg/hr.
 Jika KU buruk dan lesi menyeluruh : diberi
kortikosteroid (deksametason iv dosis permulaan
4-6x5 mg/hr) merupakan tindakan live saving. Dosis
segera diturunkan secara cepat setiap hari hingga
mencapai 5 mg perhari lalu diganti tablet
kortikosteroid prednisolon 20 mg perhari, sehari
lalu diturunkan 10 mg lalu stop.
 Mencegah komplikasi beri antibiotik spektrum luas,
ciprofloksasin 2x400 mg iv dan klindamisin 2x600 mg
iv sehari.
 Diet rendah garam dan tinggi protein.
 Obat anabolik dan KCL 3x500 mg sehari jika terjadi
hipoglikemi.
 Jaga keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi.
 Jika dalam 2-3 hari tidak ada perbaikan beri transfusi
darah 300 cc selama 2 hari berturut-turut dan vit C
500 mg atau 1000 mg sehari dan hemostatik.
 Terapi topikal untuk lesi dimulut dengan kenalog
orabase, lesi dikulit beri sofratule atau krim
sulfadiazine perak.
 Prognosis : umumnya baik sempurna tergantung
perawatan dan cepatnya mendapat terapi. Jika
terdapat purpura prognosis lebih buruk.
 Angka kematian ±5-15%.
FOTOKONTAK ALERGI DERMATITIS/
DERMATITIS SOLARIS
 Definisi : proses peradangan pada epidermis dan
dermis timbul akibat pajanan sinar matahari
yang lama atau dengan adanya
fotosensitizer (fotoalergen)

 Etiologi:
 Topikal : after shave lotion, tabit surya psoralen,
salisilanilid halogen,TCSA (Trichlorsalicylanide)
 Sistemik: Griseofulvin, beberapa antihistamin,
sulfonamid, klorotiazid, sulfonylurea

 Gejala subyektif : gatal, panas dan kemerahan


 Gejala obyektif : eritem, papula, vesikel,
skuamasi, hiperpigmentasi, dan likenifikasi.
 Predileksi: daerah tubuh yang terbuka dan
terkena paparan sinar matahari
 DD: dermatitis seboroika, psoriasis, dermatitis
kontak alergi

 Penatalaksanaan :
 Umum : hindari sinar matahari yang terik secara
langsung.
 Khusus : beri krim tabir matahari (RV paque).
 Berat : kompres tertutup dengan PK 1/1000. kering beri
salep kortikosteroid hidrokortison 1-2% atau
triamsinolon 0,1%.
FIXED DRUG ERUPTION (FDE)/
EKSANTEMA FIKSTUM
 Reaksi hipersensitivitas tipe III da
IV yang ditandai oleh satu atau
lebih makula yang berbatas
jelas, berbentuk bulat atau
oval dengan ukuran lesi
bervariasi dari beberapa
milimeter sampai beberapa
sentimeter.
 Gambaran yang khas dari FDE
adalah kecenderungannya untuk
berulang dengan tempat lesi yang
sama bila terpapar ulang dengan
obat yang sama.
 Penyebab
Antibiotik (tetrasiklin & antibiotik yg
mengandung sulfa) Fenolftalein (digunakan
pada beberapa pencahar), termasuk
kombinasi trimethoprim.
 UKK: Ruam berwarna merah gelap atau ungu,
yg kembali muncul pada titik yg sama setiap kali obat
yg sama diminum. Ruam paling sering ditemukan
di mulut atau alat kelamin
 PENGOBATAN
Kebanyakan reaksi obat menghilang bila pemakaian
obat penyebab timbulnya ruam kulit dihentikan.
Untuk meringankan gatal dan kulit kering bisa
diberikan salep corticosteroid.
PURPURA
 Merupakan ekstravasasi sel darah merah ke kulit
dan selaput lendir dengan manifestasi berupa makula
kemerahan yang tidak hilang karena penekanan.
 Menurut ukurannya dibedakan :
 Petekie, purpura superfisial berukuran miliar dengan diameter
3mm, berwarna merah lalu menjadi kecoklatan.
 Ekimosis, ukuran lebih besar dan letaknya lebih dalam dengan
warna biru kehitaman.
 Sugulasio, bila ukuran purpura
numular.
 Hematoma, bila darah berkumpul di
jaringan membentuk tumor
dengan konsistensi padat
Klasifikasi
 Menurut LEVER :
1. Purpura tanpa inflamasi
 Karena defisiensi pembentukan kolagen disekitar pembuluh kapiler,
misal purpura senilis. Pada purpura senilis terdapat ekimosis
terutama pada dorsum lengan dan tangan pada orang usia lanjut.
Pemakaian steroid jangka panjang merukan faktor predisposisi.
 Karena fenomena hipersensitivitas tanpa oklusi vaskuler, misal
purpura trombositopenia yang idiopatik. Pada purpura ini ditandai
adanya ekimosis dan petekie akut, di kulit dan mukosa terutama
mukosa mulut.
 Fenomena hipersentivitas dengan oklusi vaskuler, misal purputa
trombositopenia karena trombosis. Pada purpura ini memiliki gejala
demam, purpura berupa ekimosis, ikterus, pembesaran imfa,
disfungsi ginjal, artritis, pleuritis, nyeri perut, dan hepatomegali.
2. Purpura dengan inflamasi ( Vaskulitis)
 Vaskulitis leukositoklastik (purpura anafilaksis), kelainan ini
diakibatkan reaksi antigen antibodi di dekat endotel pembuluh darah
yang mengakibatkan perubahan permeabilitas pada dindingnya dan
dilatasi pembuluh darah. Klinis berupa adanya purpuran yang dapat
diraba (palpable purpura), eritema, edema, urtikaria, dan bula.
 Vaskulitis neutrofilik (krioglobulinemia campuran), merupakan
imunokompleks IgG dan IgM yang dapat ditemukan pada SLE dan
artritis reumatoid. Secara klinis adanya purpura yang dapat diraba,
atralgia, dan glomerulonefritis.
 PLEVA (Pitiriasis likenoides et varioliformis akuta) = Mucha
Haberman, klinis terdapat erupsi kulit yang luas terutama di badan
ditandai dengan papul-papul yang berkembang menjadi papulonekrotik
disertai perdarahan dan meninggalkan sikatrik ringan.
 Purpura pigmentosa kronik (vaskulitis limfositik)
 Purpura infeksiosa, lebih sering terjadi kerusakan vaskuler baik
langsung maupun reaksi alergi. Purpura dapat timbul sebagai gejala
prodormal.
 Purpura dengan alergi obat, contohnya benzol dan nitrogen
mustard, kloramfenikol, kina dan sedermid, fenobarbital, iodisa,
streptomicin, salisilat, tolbutamid, klorpropamid, dan anti metabolik.
Pemeriksaan penunjang
 Waktu perdarahan  Waktu fibrinogen dalam
 Fragilitas kapiler plasma
 Waktu pembekuan  Waktu serum protrombin
 Waktu retraksi bekuan  Tromboplastin generation
 Jumlah trombosit test
 Waktu protrombin  Test fibrinolisis
 Waktu rekalsifikasi  Test koagulan

PENATALAKSANAAN
 Pemberian obat harus hati-hati karena obat juga dapat
menyebabkan purpura.
 Vitamin C, vitamin K, transamin masih dianjurkan.
Nekrolisis epidermal toksik (NET)
 Definisi : penyakit kulit akut yang ditandai
dengan epidermolisis menyeluruh.
 Sinonim : sindroma lyell, toxic epidermal
necrolysis,epidermolisis nekrotikans
kombustiformis.
 Penyebab
Obat : Sulphonamide, termasuk kombinasi
trimethoprim.
 Gejala subyektif : demam, gatal, nyeri.
 Gejala obyektif : kesadaran
menurun, lesi kulit : eritem,
vesikel, bula, jumlah
banyak dan purpura. Pada
wajah timbul erosi dan
ekskoriasi, epidermolisis
mirip kombustio, tanda
Nikolski (+), onikolisis.
 Komplikasi : pada ginjal
nekrosis tubular akut.
 Penatalaksanaan :
 Dirawat secarasteril dan diisolasi
 Pengobatan sama dengan SJS
 Beri ACTH dosis 1 mg.
 Topikal : silver sulfadiazine (krim dermazin)
 Kortikosteroid 4-6x5 mg sehari.
 Kasus berat beri deksametasone 40 mg/hr.

 Prognosis : tergantung luas kelainan >50% buruk.


Acneform Eruption
 suatu kelainan kulit yang menyerupai akne, berupa reaksi
peradangan folikular dengan manifestasi klinis
papulopustular.
 Reaksi kulit berupa peradangan folikular akibat adanya iritasi
epitel duktus pilosebasea yang terjadi karena ekskresi
substansi penyebab (obat) pada kelenjar kulit.
 Bork pada tahun 1988 mendefinisikan erupsi akneformis
sebagai suatu reaksi inflamasi yang bermanifestasi klinis
sebagai papula dan pustula dan menekankan ketiadaan
komedo sebagai perbedaan yang mendasar antara
erupsi akneiformis dengan akne. Akan tetapi komedo
dapat muncul secara sekunder jika erupsi tersebut sudah
berlangsung lama.
 Penyebab: aplikasi topikal
kortikosteroid, psoralen dan
ultraviolet A (PUVA) atau
radiasi, bahkan berbagai bahan
kimia yang kontak ke kulit akibat
kerja (minyak, klor), kosmetika,
atau tekanan pada kulit.
 Timbul secara akut dan/subakut, dapat
terjadi di seluruh bagian tubuh
yang mempunyai folikel
pilosebacea
 UKK : papul dan pustul,
monomorfik atau oligomorfik,
pada mulanya tanpa komedo
 Diagnosis Banding :
 Akne Venenata (erupsi setempat pada lokasi kontak
dengan zat kimia yang digunakan, terjadi subkronis,
umumnya monomorf berupa komedo dan papul, tidak
gatal)
 Akne vulgaris ( terjadi pada remaja, predileksi
wajah,dada dan punggung terdiri atas komedo,
papul,pustul, nodul, kista, tidak gatal)
 Folikulitis (pioderma pada folikel rambut, setempat,
pustul folikular, agak nyeri dapat disertai gejala infeksi
seperti demam dan malaise)

 PENATALAKSANAAN
 Penghentian konsumsi obat yang dipakai
 Pengobatan topikal dengan obta yang bersifat iritan (Asam
vitamin A untuk mempercepat menghilangkan erupsi kulit
 Pemberian obat anti-akne sistemik sesuai beratnya
penyakit
Vaskulitis Alergika
 Definisi
Inflamasi dan nekrosis pembuluh darah. Bentuk
tersering vaskulitis adalah palpable purpura.
Vaskulitis dapat hanya terbatas pada kulit, atau
dapat melibatkan organ lain antara lain hepar, ginjal,
dan sendi.

 Etiologi
Obat- obatan, diduga: penisillin, sulfonamide, tiourasil,
hidantoin, iodide, alopurinol, tiazid, NSAID,
antidepresan, antiaritmia

 UKK
Lesi berupa eritema, makulopapula, dan
purpura. Ukuran dan jumlah lesi bervariasi.
Biasanya distribusi simetris pada ekstremitas
bawah dan daerah sacrum. Demam, malaise,
myalgia dan aneroksia dapat menyertai lesi kulit.

Vaskulitis dapat terjadi pada semua umur


 Penatalaksanaan vaskulitis tergantung dari
beberapa faktor, seperti etiologi vaskulitis.
Secara umum, terapi vaskulitis:
 Antiinflamasi
○ Kortikosteroid dengan dosis ekuivalen prednisone
40- 60 mg/hr
 Imunosupresif sitotoksik
○ Seperti siklofosfamid, azatioprin, siklosporin,
immunoglobulin dosis tinggi secara intravena
 Antibiotik
○ Untuk vaskulitis yang disertai infeksi bakteri
URTIKARIA
 Sinonim: Biduran, hives, nettle rash, kaligata.
 Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-
macam sebab. Biasanya ditandai dengan edema setempat
yang cepat timbul dan hilang perlahan-lahan,
berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di
permukaan kulit, dikelilingi halo.
 Etiologi:
 Obat. Contoh: penisilin, sulfonamid, analgetik, hormon, dan
diuretik (secara imunologik). Selain itu kodein dan opium (non
imunologik). Aspirin menyebabkan urtikaria dengan menghambat asam
arachidonat.
 Makanan. Umumnya akibat reaksi imunologik. Co: telur, ikan, kacang,
udang, coklat, tomat, arbey, babi, keju, bawang, dan semangka.
 Gigitan serangga. Diperantarai IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV).
 Bahan foto sensitizer. Co: griseofulvin, fentiozin, sulfonamid, bahan
kosmetik.
 Inhalan. Co: serbuk sari bunga (pollen), spora jamur, debu, bulu binatang,
aerosol. Biasanya tipe I
 Kontaktan. Kutu binatang, serbuk tekstil, air liur binatang, tumbuh-
tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia dan bahan kosmetik.
 Trauma fisik. Faktor dingin (berenang atau memegang benda dingin), faktor
panas (sinar matahari, UV, radiasi), faktor tekanan (goresan, pakaian ketat,
ikat pinggang). Dapat terjadi secara imunologik dan non imunologik.
 Infeksi dan infestasi.
 Psikis
 Genetik
 Penyakit sistemik
Klasifikasi
 Berdasarkan morfologi klinis dibedakan menjadi urtikaria papuler bila
berbentuk papul, gutata bila besarnya sebesar tetesan air, dan girata bila
ukurannya besar-besar. Terdapat pula bentuk anuler dan arsinar. Menurut
luasnya, dibedakan urtikaria lokal, generalisata, dan angioderma.
Menurut mekanisme terjadinya:
 Reaksi imunologik
a. Bergantung pada IgE (tipe I) terjadi pada atopi dan antigen spesifik.
b. Ikut sertanya komplemen, pada reaksi sitotoksik (tipe II), pada reaksi
kompleks imun (tipe III), dan defisiensi C1 esterase inhibitor.
c. Reaksi alergi tipe IV (urtikaria kontak).
 Reaksi non imunologik
a. Langsung memacu sel mast sehingga terjadi pelepasan mediator (misal
obat gol. Opiat).
b. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam arakidonat(misal
aspirin, antiinflamasi nonsteroid)
c. Trauma fisik (misal rangsangan dingin, panas)
 Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanismenya / idiopatik
Simtomatologi
 Gejala subjektif : gatal, rasa terbakar, atau tertusuk.
 Gejala objektif : tampak eritema dan edema setempat yang
berbatas tegas kadang-kadang bagian tengah tampak pucat.
Bentuk dapat papular (akibat serangan serangga),
besarnya dapat lentikular, numular, sampai plakat.
 Dermografisme berupa edema dan eritema yang liniar di
kulit yang terkena goresan benda tumpul, timbul lebih kurang
30 menit. Pada urtikaria akibat tekanan, urtika timbul pada
tempat yang tertekan, misal pada pinggang.
 Urtikaria akibat penyinaran timbul setelah 18-72 jam
penyinaran pada gelombang 285-320 nm dan 400-500 nm.
Klinis berbentuk urtikaria papular.
 Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu
tubuh, emosi, makanan yang merangsang, dan pekerjaan berat.
 Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya
infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada organ dalam.
 Pemeriksaan gigi, THT, serta usapan vagina perlu dilakukan untuk
menyingkirkan adanya infeksi fokal.
 Pemeriksaan kadar IgE, eosinofil, dan komplemen.
 Tes kulit (uji tusuk / prick test)
 Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang
dicurigai dalam beberapa waktu kemudian mencoba kembali satu-satu.

 DD:
 Eritema multiforme
 Papular urtikaria
 Angioedema
Perbedaan antara urtikaria & angioedema

Urtikaria Angioedema
Timbulnya Akut, (+) dlm beb menit Subakut, (+) dlm beb jam

Gejala Pruritus Rasa sengatan / panas/ tegang pd


Urtika bagian yg bengkak
Eritem Eritem < menonjol
Batas tegas Batas difus

Lamanya Beberapa jam – 24 jam Beberapa jam – beberapa hari

Lokasi Kulit Mukosa, jaringan ikat longgar spt


kelopak mata, bibir

MDL/EO/Peb/2006
PENATALAKSANAAN
 Terapi umum dengan menghindari faktok penyebab
 Terapi sistemik, antihistamin ( difenhidramin peroral
dosis 50-100mg 4x sehari), kortikosteroid pada
penderita yang berat.
 Terapi lokal, pada kasus berat dapat diberi epinefrin
1/1000 dengan dosis 0,3 ml secara subkutan.

Anda mungkin juga menyukai