Anda di halaman 1dari 22

Miftahulhaq

Mata Kuliah Kemuhammadiyahan Pertemuan Ke-2


 Muhammadiyah berdiri bukan sebagai entitas sendiri,
tetapi dipengaruhi faktor kondisi umat Islam, baik
skala global maupun lokal
 Proses berdirinya Muhammadiyah merupakan hasil
dialog antara pemahaman keagamaan Kyai Ahmad
Dahlan dengan realitas masyarakat Islam saat itu
 Proses pemahaman Islam Kyai Ahmad Dahlan
dipengaruhi oleh para pemikir dan penggerak
pembaharu Islam yang berada di Timur Tengah ketika
beliau belajar di sana
 Islam pada masa ini tidak mengalami persoalan terkait
perkembangan dan penyelesaian masalah yang terjadi,
terutama persoalan aqidah dan ibadah
 Pada masa ini Rasulullah SAW adalah sumber rujukan
utama setelah al-Qur’an, beliau langsung yang
memberikan putusan dan bimbingan kepada umat
 Setelah Rasul wafat, para sahabat – terutama khulafaur
rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman, Ali) – menjadi
sumber informasi dan rujukan keislaman yang kuat
dan shahih (valid)
 Sekitar Abad VII hingga X Islam berkembang dengan
pesat, tidak hanya aspek wilayah kekuasaan, tetapi
juga perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban
lainnya
 Pada masa ini lahir 4 Imam Madzhab yang terkenal
(Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam
Ahmad bin Hambal) dan tokoh-tokoh ilmuwan
lainnya, seperti Avicenna, dan lain-lain
 Perkembangan Islam pada masa ini dimulai dengan
lahirnya Dinasti Umaiyah (661 – 750 M), Daulah
Abbasiyah ( 750 - 1295) dan Daulah lainnya hingga
akhirnya umat Islam mengalami kemunduran
Kemunduran umat Islam ini setidaknya dipengaruhi
faktor berikut:
 Krisis sosial politik --- adanya konflik keluarga
kerajaan, perebutan kekuasaan dan terjadinya perang
salib
 Krisis bidang keagamaan -- perilaku pemimpin
yang jauh dari ajaran Islam, pintu ijtihad tertutup dan
hanya berpedoman pada imam madzhab
 Krisis bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan----
banyaknya aset ilmu pengetahuan yang rusak dan
terbakar, masyarakat lebih konsens pada peperangan
 Pada saat umat Islam mengalami kemunduran
dibelahan Eropa dan Timur Tengah, Islam sduah
berkembang ke berbagai wilayah dunia, termasuk
Indonesia
 Indonesia, atau dikenal juga dengan sebutan Hindia
Belanda, berada pada posisi geografis yang strategis
yang terletak persis di tengah perjumpaan Samudra
Hindia dan Wilayah tropis Pasifik, wilayah yang
memiliki pantai yang panjang dan juga hutan tropis,
dan menjadi persinggahan para pedagang dunia,
termasuk di dalam para pedagang muslim
 Menurut Ibnu Batuttah, Islam datang ke Indonesia
sekitar abad XIII-XIV dan mengalami
perkembangan hingga abad XVI. Namun beberapa
informasi menyebutkan bahwa Islam datang di
Indonesia jauh sebelumnya
 Islam datang di Indonesia secara damai melalui
para saudagar/pedagang yang berasal dari Gujarat
India yang berlabuh di pesisir Indonesia
 Islam datang di Indonesia bukan menghadapi
masyarakat yang tidak memiliki keyakinan, tetapi
masyarakat Indonesia telah memiliki keyakinan
animisme, dinamisme, dan bahkan Hindu Budha
 Proses penyebaran Islam sendiri di Indonesia
dilakukan melalui berbagai kegiatan; perdagangan
dan politik, perlawanan terhadap kaum Portugis,
perkawinan campur, dan akulturasi ajaran Islam
dengan budaya saat itu
 Islam yang masuk ke Indonesia bisa dikatakan bukan
Islam “murni” yang disebarkan oleh orang arab timur
tengah, tetapi oleh orang-orang Gujarat India yang
melakukan perdagangan
 Hal ini yang menjadi faktor mengapa Islam begitu
mudah diterima oleh masyarakat, karena Islam yang
datang telah terakulturasi dengan budaya India – yang
notabene Hindu – dan ini lebih mudah masyarakat
yang sebelumnya sudah kenal agama Hindu
 Kondisi ini satu sisi memberikan dampak positif bagi
perkembangan umat Islam, namun sisi lain
menjadikan ajaran Islam mengalami proses akulturasi
budaya sehingga mengaburkan ajaran Islam itu sendiri
 Geertz memberikan klasifikasi umat Islam; abangan
(masyarakat muslim yang kental dengan budaya Jawa,
priyayi (masyarakat muslim yang berasala dari
golongan ningrat), dan santri (masyarakat muslim
taat, biasanya masyarakat muslim pesisir dan atau
muslim terdidik)
 Kondisi pengamalan ajaran Islam yang sudah
tercampur dengan budaya lokal, sehingga
mengaburkan ajaran Islam itu sendiri,
memunculkan semangat untuk melakukan
pembaharuan pengamalan ajaran Islam oleh
beberapa orang yang telah kembali belajar dari
Timur Tengah
 Proses pembaharuan Islam di Indonesia ini
dimulai beberapa muslim terdidik di Sumatera
yang kembali setelah menetap dan belajar Islam di
Mekkah
 Sekitar tahun 1803, Haji Miskin, Haji
Sumanik, dan Haji Piobang kembali dari
Makkah setelah menunaikan Ibadah haji
dan bermukim di sana, pulang ke
Minangkabau dengan membawa paham
Islam yang diilhami oleh gerakan Wahabi,
sebuah gerakan yang membawa misi untuk
menegakkan ajaran Islam yang murni yang
bersumber kepada al-Qur’an dan a-sunnah
 Walaupun terjadi pertentangan antara kelompok
masyarakat yang tetap berpegang pada kebiasaan lama
dengan kelompok masyarakat pembaharu, namun
gelombang gerakan pembaharuan umat Islam terus
berkembang hingga abad XX dengan munculnya
berbagai organisasi Islam, baik dalam politik maupun
ekonomi dan sosial keagamaan, seperti, SI (Syarekat
Islam, Jami’ah Khair, Al-Irsyad, dan lain-lain, termasuk
Muhammadiyah)
 Perkembangan gerakan Pembaharuan Islam di
Indonesia tidak bisa dilepaskan dari muncul gerakan
pembaharuan Islam di timur tengah
 Sebelumnya telah disampaikan bahwa proses
penyebaran ide pembaharuan Islam Indonesia dibawa
oleh masyarakat muslim terdidik yang melaksanakan
Ibadah Haji dan belajar di Makkah
 Sekitar abad XI – XIII Umat Islam mengalami proses
kemunduran setelah runtuhnya dinasti Fatimiyah di
Tunisia, setelah ini umat Muslim terlibat perang salib
yang begitu lama dan mengalami berbagai macam
krisis, tidak hanya dalam aspek politik, ekonomi,
sosial, budaya, tetapi juga persoalan ruh beragama
 Sekitar abad XIII munculnya gerakan pembaharuan
Islam yang dimotori oleh Ibnu Taimiyah yang
mengusung gerakan tajdidul fil Islam dengan
memurnikan ajaran Islam dari berbagai keyakinan,
sikap dan perbuatan yang akan merusak sendi – sendi
Islam
 Gerakan ini ingin mengembalikan pemahaman
keagamaan umat Islam kepada pemahaman dan
pengamalan Rasulullah, para sahabat, tabi’in dan
tabi’ut tabi’in
 Ciri gerakan ini adalah:
a. Membuka ruang ijtihad untuk masalah muamalah
duniawiyah
b. Tidak terikat mutlak dengan pendapat ulama
terdahulu
c. Memerangi orang yang menyimpang dari aqidah
kaum salaf, seperti kemusyrikan, tahayul, bid’ah,
khurafat, dan lain-lain
d. Kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai
sumber ajaran Islam
 Pada abad XVII muncul pembaharu baru di Makkah,
yaitu Muhammad bin Abd Wahab (1703 – 1787) yang
membawa gerakan Muwahidin yang bertujuan untuk
mensucikan dan meng-Esa-kan Allah yang semurni-
murninya, yang mudah dan gampang dipahami dan
diamalkan seperti masa Rasulullah SAW
 Gerakan dilakukan secara ketat, tegas, lugas, keras,
dan tidak mengenal kompromi, terutama terkait
ajaran tauhid yang harus jauh dari unsur-unsur syirik,
bid’ah, khurafat, tahayul, dan lainnya
 Gerakan Muwahidin – selanjutnya dikenal juga dengan
gerakan Wahabiyah – disebut juga sebagai mata rantai
kedua dalam gerakan pembaharuan Islam, karena
gerakannya ini mewujudkan secara konkret gerakan
pembaharuan yang telah digagas oleh Ibnu Taimiyah pada
abad XIV
 Muhammad Ibn Abd Wahab memahami kembali kepada
Al-Qur’an dan as-Sunnah adalah menghayati dan
mengamalkan secara nyata dan sungguh-sungguh
terhadap semua perintah-Nya dan kembali menggali
semangat dan jiwa sunnah Rasul guna dijadikan pedoman
operasional terhadap sikap dan kegiatan hidup seorang
muslim
 Pada Abad XIX, muncul tiga pemikir Islam yang
mempelopori gerakan salafiyah; yaitu Sayyid Jamaluddin
al-Afghani, Syekh Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridla
 Gerakan ini muncul di Mesir, dan berupaya untuk
meneruskan dan melestarikan gerakan yang telah
dilontarkan oleh Ibnu Taimiyah, yaitu kembali kepada al-
Qur’an dan as-Sunnah secara murni dan tanggungjawab,
membersihkan berbagai macam penyakit yang dapat
mengaburkan Islam, seperti taqlid, bid’ah, syirik, dan
khurafat dalam segala bentuk manifestasinya, serta
mendorong semangat untuk berijtihad
 Ketiga pemikir sepakat untuk menegakkan ajaran
Islam yang murni di Mesir dan seluruh alam, namun
dalam perkembangannya ketiganya memiliki
perbedaan pandangan dalam menentukan langkang
perjuangan
 Al-Afghani cenderung berpendapat bahwa umat harus
berjuang dan berjihad merebut kekuasaan politik yang
dikuasai oleh penjajah Eropa, karena menurutnya
kemunduran umat Islam karena kekuasaan politik
yang kotor
 Sedangkan Abduh dan Rasyid Ridla berpendapat
bahwa selain politik juga harus dilakukan dengan
memperbaharui dan mengembangkan kegiatan
pendidikan sebagai tempat untuk mendidik dan
berlatih calon mujtahid, mujaddid, dan mujahid Islam
yang tangguh dan militan untuk memperjuangkan
Islam
 Abduh berpendapat bahwa politik cenderung
menghalalkan segala cara untuk meraih tujuannya
sehingga mengabaikan etika agama. Melalui
pendidikan Abduh berkeyakinan akan lebih
mempermudah penyebaran ide pembaharuan Islam
 Ide pembaharuan Jamaluddin Al-Afghani,
Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridla ini tersebar ke
berbagai negara, termasuk Indonesia
 Bahkan gerakan pendidikan yang dikembangkan oleh
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridla melalui berbagai
media, termasuk Majalah Al-Manar, telah
memberikan pencerahan ide pembaharuan bagi anak
muslim Indonesia yang sedang belajar di Timur
Tengah dan kemudia membawanya ke Indonesia, dan
salah satunya adalah K.H. Ahmad Dahlan, pendiri
Muhammadiyah

Anda mungkin juga menyukai