WS Yogya 4 Nov PL KEMENKES

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 18

Disampaikan pada Workshop Advokasi Legislatif dan Eksekutif dalam rangka Peningkatan Dukungan

Alokasi Dana APBD bagi Pembangunan AMPL Regional II (Pamsimas)


Yogyakarta, 3-5 November 2014.
 Mengapa sanitasi penting ?
 Capaian dan Target
 Regulasi
 Mengapa Pemerintah memilih STBM ?
 Gambaran Umum Penerapan district wide
 Peran dalam mewujudkan STBM yang
berkelanjutan
 Hasil Rakornas STBM tahun 2014
• Masih ada 40,29% penduduk Indonesia belum mendapatkan
akses sanitasi (Susenas 2013)
• Indonesia mengalami kerugian ekonomi sebesar 56,7 trilyun
pertahun akibat kondisi sanitasi yang buruk (Studi WSP
2006)
• Kajian Organisasi Kesehatan Dunia (World Health
Organization - WHO) tahun 2005 menyebutkan bahwa setiap
US$1 yang diinvestasikan untuk perbaikan sanitasi
memberikan imbal hasil (return) paling sedikit sebesar US$8.
• Intervensi modifikasi lingkungan dapat menurunkan angka
penyakit diare sebesar 94% (Studi WHO 2007)

3
INDIKATOR 2013 2014 2015

Persentasi rumah tangga yang memiliki 59,71 % 60,36% 62,41%


akses terhadap sanitasi layak berkelanjutan (Susenas 2013)

(MDGs)
Persentasi rumah tangga yang memiliki 67,73 % 67 % 68,87%
akses terhadap sumber air minum yang (Susenas 2013)

layak berkelanjutan (MDGs)


Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan 16.228 20.000 25.000
STBM (RPJMN)

Jumlah desa / kelurahan melaksanakan STBM 2014 triwulan 2: 18.339 desa


REGULASI

Renstra Inpres 14 Inpres 3


RPJMN Kementerian
2010-2014 Kesehatan
Tahun 2011 Tahun 2010

EDARAN MENKES 132/2013 TENTANG PELAKSANAAN STBM

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NO.3 TAHUN 2014 TENTANG STBM

PERATURAN PEMERINTAH RI NO 66 TAHUN 2014 TENTANG


EDARAN MENKESKESEHATAN
132/2013 TENTANG PELAKSANAAN STBM
LINGKUNGAN
• Perubahan sikap & perilaku lebih
memungkinkan untuk terjadinya perkembangan
jumlah sarana dibandingkan dengan sebaliknya.
• Dukungan Subsidi Sanitasi mendorong
ketergantungan masyarakat, sehingga
keberlanjutan melemah
• Program yang dirancang sendiri oleh
masyarakat, akan meningkatkan rasa percaya
diri dan tanggung jawab dari masyarakat.
 STBM (Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat )
pendekatan perubahan
perilaku higiene sanitasi
melalui kegiatan pemicuan
 Kepmenkes RI No.
852/tahun 2008 tentang
strategi nasional STBM
DITINGKATKAN
 Permenkes RI No. 3 tahun
2014 tentang STBM
Outcome: Menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis
lingkungan yang berkaitan dng sanitasi dan perilaku melalui
penciptaan kondisi sanitasi total

Output: Meningkatnya pembangunan sanitasi higiene melalui


peningkatan demand & supply

Pilar 1: Pilar 3: Pilar 4: Pilar 5:


Stop BABS Pilar 2: CTPS PAM-RT Pengelolaan Pengelolaan
(Buang Air (Cuci Tangan (Pengelolaan Sampah RT Limbah Cair
Besar Pakai Sabun) Air Minum & dengan RT. dengan
Sembarangan) Makanan RT.) aman. aman.

Komponen STBM:
1. Perubahan Perilaku
2. Peningkatan akses sanitasi yang berkelanjutan
3. Dukungan institusi kepada masyarakat (enabling environment)
 Penerapan pendekatan Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM); pendekatan STBM diterapkan di
tingkat Kabupaten/Kota (district wide) dengan pelibatan
aktif dan intensif para Sanitarian Puskesmas, dan pelaku
STBM di Kabupaten/Kota.
 Fasilitator Health and Hygien (HH) ditiadakan dan
digantikan oleh Sanitarian / perangkat Puskesmas
(bagian dari tupoksi sanitarian)
 Fasilitator hanya pada level Kabupaten/Kota.
 Pemicuan komunitas mengandalkan masyarakat
(Natural Leader) yang telah dilatih STBM dan Sanitarian
 Pemerintah kabupaten sebagai koordinator pelaksanaan STBM secara
keseluruhan,

 Lokasi program: di seluruh desa di kabupaten secara bertahap;

 Pelaksanaan: mengoptimalkan struktur institusi yang ada di kabupaten;

 Pembiayaan: mengoptimalkan berbagai sumber pembiayaan (APBD, BOK,


anggaran kecamatan, desa, swasta, termasuk anggaran swadaya
masyarakat);

 Keterlibatan pihak luar: proyek termasuk PAMSIMAS, hanya memberikan


dukungan berupa bantuan teknis dan dana awal untuk demonstrasi strategi
pelaksanaan. Swasta dapat menjadi mitra pelaksana program.
 Terbukti efektif
menciptakan sasaran
intervensi yang luas untuk
mempercepat peningkatan
akses sanitasi,
 Memperbesar dukungan
kebijakan, sumber daya dan
sumber dana
 Meningkatkan efektivitas
pendanaan.
Contoh keberhasilan STBM Skala Kabupaten
(2007-2010 di 29 Kabupaten Provinsi Jawa Timur)
1. Advokasi pendekatan dan strategi STBM
2. Peningkatan kapasitas stakeholder pelaksana STBM
3. Peningkatan Sanitasi dan Hygiene Sekolah oleh Kemenkes dan Kendiknas
4. Penguatan Kinerja Kelembagaan Lokal oleh Kemenkes dan Kemendagri

1. Advokasi Program STBM kepada pemerintah kabupaten/kota


2. Peningkatan kapasitas dalam pengembangan program STBM di tingkat
kab/kota
3. Peningkatan Sanitasi dan Hygiene Sekolah, serta Pemasaran Sanitasi
4. Penguatan Kinerja Kelembagaan Lokal/Unit Kesehatan di tingkat kab/kota
1. Mengelola dan memantau pelaksanaan program STBM
2. Advokasi kepada Pimpinan Daerah untuk dukungan kebijakan dan
pendanaan
3. Menyusun Rencana Strategis Higiene dan Sanitasi kabupaten/kota
4. Mengelola kegiatan peningkatan kapasitas /pelatihan bagi pelaku STBM
5. Memfasilitasi wirausaha sanitasi.

1.Pemicuan dan pendampingan tindak lanjut pemicuan


2. Pemantauan, pelaporan data ke kabupaten, dan verifikasi SBS
3. Fasilitasi opsi teknologi sanitasi
4. pengembangan wirausaha sanitasi
 Pengenalan dan sosialisasi STBM skala kabupaten (District Wide STBM)
 Advokasi kepada pemerintah, pemerintah daerah, dan pemangku
kepentingan dalam membangun komitmen untuk melembagakan program
pembangunan sanitasi perdesaan
 Penyediaan tenaga pendamping di tingkat kabupaten/kota dan provinsi yang
dikontrak oleh Pamsimas
 Fasilitasi peningkatan kapasitas para pelaku STBM, melalui pelatihan,
lokakarya, dll
 Pelaksanaan studi mengenai perilaku hygiene masyarakat, rantai supply
sanitasi, dan saluran komunikasi untuk kelompok target promosi
 Penyediaan media promosi dan kampanye PHBS
 Pengembangan knowledge management untuk mendesiminasikan praktek-
praktek terbaik dan cerita sukses pelaksanaan kegiatan STBM
 Penciptaan jejaring pasar sanitasi
N0 INDIKATOR KINERJA HASIL TARGET

1 Stop BABS: % dari target masyarakat 50%


yang bebas dari perilaku BAB di
sembarang tempat Desa

2 Peningkatan Akses: Bertambahnya 4 Juta


jumlah masyarakat yang mempunyai
akses terhadap perbaikan fasilitas
sanitasi yang dibedakan berdasarkan
status sosial ekonomi

3 Perilaku CTPS: % dari target 60%


masyarakat yang mengadopsi program
cuci tangan (CTPS)
4 Sekolah yang mempunyai fasilitas 95%
sanitasi yang layak dan berperilaku PHBS
• Pelaksanaan
Komponen PENINGKATAN
Mengembangkan komitmen bersama
dalam melembagakan program
Kesehatan , LINGKUNGAN pembangunan sanitasi pedesaan
dilakukan dengan YANG
pendekatan STBM KONDUSIF
dengan
skala/cakupan
wilayah
kabupaten/kota
(district wide) Upaya sistematis untuk mendapatkan Meningkatkan dan mengembangkan
perubahan perilaku yang higienis dan percepatan penyediaan akses dan
sanitair layanan sanitasi yang layak
• Pendekatan STBM
dilaksanakan
melalui proses PENINGKATAN PENINGKATAN
pelembagaan 3 sub- KEBUTUHAN PENYEDIAAN
komponen sanitasi SANITASI SANITASI
total
• Pendanaan penyelenggaraan STBM
bersumber dari masyarakat.
• Pendanaan untuk mendukung
penyelenggaraan STBM oleh Pemerintah
dan Pemerintah Daerah bersumber dari
APBN, APBD, dan sumber lain yang
tidak mengikat sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
 Adanya sistem yang berkelanjutan dan didukung kelembagaan yang kuat di semua tingkatan
serta memiliki tugas dan kewenangan yang jelas.
 Mengembangkan inovasi-inovasi metodologi yang aplikatif, memiliki daya ungkit tinggi dan
daya saing positif serta mampu menjangkau kaum marginal.
 Melakukan advokasi pembiayaan pembangunan sanitasi dalam kerangka STBM dari
berbagai sumber lembaga keuangan lokal formal dan informal sebagai investasi untuk
meningkatkan ekonomi masyarakat.
 Mengelola berbagai potensi dan dukungan untuk pengembangan kapasitas dalam
mendorong pelaksanaan STBM.
 Mensinergikan STBM dalam berbagai agenda dan program pembangunan sanitasi baik di
perdesaan maupun perkotaan dengan memperkuat dari sisi perubahan perilaku
masyarakatnya.
 Membangun hubungan dengan berbagai pihak dalam pelaksanaan UU No 6 tahun 2014
tentang Desa yang disertai dengan turunan regulasinya untuk mendorong dari sisi
pemberdayaan masyarakat melalui perubahan perilaku higienis dan saniter.
 Mengembangkan berbagai model pembelajaran yang mampu mempercepat pemenuhan
kebutuhan tenaga fasilitator (kuantitas maupun kualitas) baik secara formal maupun
informal.

Anda mungkin juga menyukai