Anda di halaman 1dari 163

Yanti Anggraini Aritonang

• teknik pemeriksaan fisik atau proses observasi yang


menggunakan kemampuan pengamatan pemeriksa
(mata) (Setiawati & Dermawan, 2008 dan Priharjo,
1996).
Data didapatkan dari hasil pengamatan dengan melihat:
• Kesimetrisan suatu area tubuh
• Perubahan warna
• Adanya lesi sampai luka
• Perubahan – perubahan yang bersifat patologis pada
daerah tubuh yang diperiksa.
• Tanda- tanda fisik yang berhubungan dengan status
fisik
• Tingkah laku klien (Setiawati & Dermawan, 2008 dan
Priharjo, 1996).
• teknik pemeriksaan fisik yang mengandalkan
kepekaan tangan pemeriksa terhadap daerah
pemeriksaan melalui sentuhan atau rabaan.
• Ada dua jenis palpasi yaitu
1. Palpasi ringan.
2. Palpasi dalam.
• Lihat area yang dipalpasi benar Nampak (tidak
tertutup selimut atau baju).
• Cuci tangan
• Beritahu pasien tentang apa yang dikerjakan.
• Secara prinsip palpasi dilakukan dengan semua jari
tetapi untuk mengetahui bentuk dan struktur organ
gunakan jari 2,3,4 secara bersamaan. Untuk palpasi
abdomen (daerah perut) menggunakan telapak
tangan dan beri tekanan dengan jari-jari secara
ringan.
• Bila diperlukan lakukan palpasi bimanual.
• Perhatikan wajah pasien selama palpasi kemudian
ditulis di lembaran pengkajian.
(Setiawati & Dermawan, 2008 dan Priharjo, 1996).
• Tindakan pemeriksaan fisik yang dilakukan
dengan cara mengetuk dan mengandalkan
kemampuan dalam membedakan suara hasil
ketukan tangan pemeriksa pada daerah
pemeriksaan.
• Teknik perkusi ada 2 macam yaitu:
1. Perkusi langsung
2. Perkusi tidak langsung.
• Buka / lepas pakaian pasien.
• Luruskan jari tengah kiri, tekan pada ujung jari
dan letakkan kuat pada permukaan yang
diperkusi.
• Ketuk jari tengah tangan kanan ke jari tengah
tangan kiri dan lakukan berulang dengan cepat,
jelas dan relaks.
• Contoh: NY R, usia 28 tahun dengan diagnose
medis asma kronik. Hasil pemeriksan fisik
terdengar perkusi hypersonor pada daerah paru
kanan.
(Setiawati & Dermawan, 2008 dan Priharjo, 1996).
• Teknik pemeriksaan fisik dengan menggunakan
stetoskop untuk mendengarkan bunyi organ dalam.
• Cara menggunakan stetoskop yaitu:
• Pasang bagian telinga (ear piece) di telinga.
• Pastikan stetoskop benar-benar terpasang tepat
ditelinga.
• Pilih bagian diagfragma atau bel tergantung apa yang
di dengar.
• Contoh: Tn. S, usia 50 tahun dengan diagnose medis
asma kronik. Hasil pemeriksaan auskultasi terdengar
suara wheezing pada paru-paru.
• (Setiawati & Dermawan, 2008 dan Priharjo, 1996).
 1. Anamnesa Umum:
 Nama anak, umur anak, tanggal lahir, BB
waktu lahir, siapa yang menolong anak waktu
dilahirkan dan bagimana keadaannya waktu
persalinan, nama orang tua, alamat org tua,
nomor telpon org tua, pekerjaan org tua,
apakah anak dikirim oleh petugas kesehatan
lain atau atas kehendak sendiri dari orang
tuanya.
 2. Anamnesa yang perlu ditanyakan pada
orang tua (ibu):
 Keluhan2x dan gejalanya.
 Keluhan utama dan kapan mulai timbul.
 Bagaimana nafsu anak, kegiatannya dan
bagaiman tidurnya.
 Apakah ada pembengkakan, batuk / kejang2?
 Apakah penyakitnya sering timbul, bagimana
serangannya timbul?
 Apabila anak pernah mendapat pertolongan
di fasilitas kesehatan / tempat lain, dikatakan
apa penyakitnya dan apa saja yang telah
diberikan/ dilakukan.
 Penyakit infeksi apa saja yang pernah
dialaminya, misalnya cacar iar, typhus,
campak, dll?
 Pernahkah anak mendapat kecelakaan atau
belum?
 3. Anamnesa tentang keluarga
 Berapa jumlah saudara anak
 Apakah ada saudara yang meninggal? Apa
penyebabnya?
 Apakah pernah abortus?
 Anamnesa tentang adanya penyakit keluarga
atau penyakit keturunan cth TBC, penyakit
alerga, asma dll
 4. Anamnesa tentang makanan
 Berapa kali bayi/ anak menyusui ASI dalam
sehari?
 Pada umur berapa mendapat makanan
tambahan?
 Bila anak medapat susu formula, apa
alasannya? Apakah asi ibu kurang?
 Reaksi anak waktu makan, apakah mengalami
diare?
 5. Anamesa tentang keluhan-keluhan
 Keluhan penyakit sekarang yaitu keluhan
utama dan riwayat penyakit.
 Keluhan utama : keluhan yg menyolok yang
menyebabkan anak dibawa ke fasilitas
kesehatan.
 Contoh: Diare, tanyakan berapa kali dalam
sehari dan bagaimana konsistensinya, apakah
ada lendir atau darah?.
 6. Anamnesa tentang riwayat bayi
 Berat badan sewaktu lahir.
 Bagaimana cara persalinannya
 Penyakit pada ibu
 Cuci tangan dengan langkah baik dan benar.
 Melakukan pemeriksaan satu kali, hindari
melakukan pemeriksaan yang berulang-
ulang.
 Melakukan pemeriksaan tanpa instrument
terlebih dahulu, kemudian melakukan
pemeriksaan dengan instrumen
 1. Pengukuran Berat badan
 2. Pengukuran Tinggi Badan (Anak).
 3. pengukuran Panjang Badan (bayi)
 4. Pengkuran lingkar lengan
 5. Pengukuran Lingkar kepala (36 bln)
 1. Suhu Tubuh
 2. Nadi (1 menit)
 3. Pernafasan (1 menit)
- Bayi baru lahir, Normalnya 30-50x/menit.
- Anak umur 6 thn, normalnya 20x/menit.
- Pubertas-dewasa, normalnya 18-20x/menit
 4. Tekanan Darah
 Jelaskan prosedur pengukuran tekanan darah
agar klien tidak mengalami ketakutan.
 Posisikan klien pada posisi yang benar
(berbaring atau duduk).
 Jauhkan klien dari segala sesuatu yang
menghambat aliran darah dan berefek ke
pembacaan tekanan darah.
 Pasang manset spigmanometer pada lengan.
Pastikan manset berada 2-3 cm diatas nadi
brachial arteri.
 Palpasi nadi brachial pada lengan yang terpasang
manset.
 Tunggu 15-30 detik lalu letakan stetoskop pada
nadi brachial arteri.
 Kembangkan manset dengan dipompa sampai
tidak terdengar suara denyutan nadi brachial arteri
dan tambahkan 30 mmHg.
 Dengar dan catat bunyi pertama sebagai nilai
tekanan darah sistolik.
 Dengar dan catat bunyi terakhir sebagai nilai
tekanan darah diastolic.
 Bila tim klinisi tidak yakin dengan hasil tekanan
darah yang didapatkan. Pengulangan pengukuran
tekanan darah dapat diulangi oleh klinisi yang lain.
 Sumber: NHS Foundation Trust, 2013
 Letakan posisi tangan kiri terbuka keatas dan
pegang tiga jari tangan kanan (telunjuk,
tengah, dan jari manis) di pergelangan
tangan kiri.
 Rasakan denyutan nadi dan hitung dalam 15
detik.
 Kalikan 4 jumlah denyutan dalam 15 detik
dan hasil angka tersebut merupakan
denyutan nadi selama 1 menit.
 Sumber : Suharsono, 2011.
 Pengukuran denyut nadi
 -Arteri radialis pada pergelangan
tangan
 -Arteri brachialis pada siku bagian
dalam
 -Arteri carotis pada leher
 -Arteri temporalis pada pelipis
 -Arteri femoralis pada lipatan paha
 -Arteri dorsalis pedis pada kaki
 -Arteri frontalis pada ubun-ubun
(untuk bayi)
 Posisikan klien dalam posisi isirahat baik posisi
duduk. Pastikan klien nyaman.
 Biarkan klien istirahat minimal 3 menit.
 Perhatikan dan hitung naik –turunnya dinding
dada selama 60 detik. Observasi ritme,
kedalaman dan usaha pernafasan.
 Hasil hitung tersebut merupakan hasil
respiratory rate.
 Catat respiratory rate ke lembaran
dokumentasi.
 Sumber: Clinical research facility sheffield,
2010
 Menurut Pedoman Prosedur Perawatan
di Rumah Sakit Advent Bandung
(2002), ada 9 kategori suhu tubuh:
 1. Dibawah 35 : algid collapse.
 2. 35-36 : collapse
 3. 36- 37: subnormal
 4. 37- 37,4 : Normal
 5. 37,4- 37,8: Subfibrile
 6. 37,8- 38,3: Low fever
 7. 38,3- 39,5: Moderate fever
 8.39,5- 40,5: High Fever
 9. Diatas 40,5: Hyperpyrexia
 1.
Di bawah lidah , dalam mulut.
 2. Axilarry method: di cela ketiak
 3. Rectal method: Lubang dubur
 -Ambil termometer, bersihkan dengan tissue
& goncangkan hingga suhu terendah.
 - Lepaskan salah satu lengan baju ps.
 - Keringkan ketiak
 -Masukan termometer dicela ketiak hingga
masuk ¾ termometer.
 - Termometer dijepit dengan lengan ditaruh
bersilangan di dada supaya termometer tidak
jatuh.
 tinggalkan termometer selama 10-15 menit.
 -Termometer diambil dari ketiak, lalu dibaca
lalu digoncangkan hingga menurun ke titik
terakhir. Termometer dibersihkan dengan
tissue & masukan ke tempatnya.
 Compos mentis: sadar penuh dan memberi
respon yang cukup terhadap stimulus.
 Apatis: anak acuh tak acuh terhadap keadaan
sekitarnya.
 Somnolen: kesadaran menurun ditandai
dengan anak tampak mengantuk, selalu ingin
tidur, tidak berespon terhadap rangan ringan,
namun masih berespon terhadap rangsangan
yang kuat.
 Sopor : anak hanya berespons sedikit
terhadap rangsangan yang kuat, yang
ditandai dengan adanya refleks pupil
terhadap cahaya yang masih positif.
 Koma: anak tidak dapat bereaksi terhadap
stimulus atau rangsangan apapun, refleks
pupil terhadap cahaya tidak ada.
 Delirium: status kesadaran yang paling
rendah dimana anak mengalami disorientasi
terhadap sekitar, kacau dan gelisah.
 Perhatikan raut muka: kesulitan
bernafas, ketakutan, gembira,
ketidakpuasan, kesakitan, tidak
beraksi, retardasi mental.
 Perhatikan tangis bayi/ anak.
 Bila sehat, tangisnya kuat.
 Yang tidak menangis kemungkinan
keadaanya tidak lemah.
 Tanggis dengan nada tinggi:
kemungkinan adanya gangguan
intrakranial dengan gangguan syaraf
 Tanggis nada rendah : kemungkinan
ada penyumbatan pada laring.
 Tidak menanggis tetapi bila diangkat
tiba-tiba berteriak: mungkin sakit
sewaktu diangkat, ada gangguan
sistem syaraf pusat.
 1. Anak dengan kelainan pendengaran dan
penglihatan, ciri: memiringkan kepala pada
posisi yang aneh untuk melihat/
mendengarkan dengan lebih baik.
 2. Anak yang parese/ mengalami
kelumpuhan, anggorta gerak yang lemupuh
tidak bergerak.
 bau badan, rambut, leher, kuku, gigi
dan kondisi pakaian.
 Kebersihan anak : petunjuk kelalaian
terhadap anak, sumber keuangan
yang tidak adekuat, kesulitan fasilitas
perumahan seperti kurang sumber air
atau kurang pengetahuan tentang
kebutuhan anak
 Penilaian status nutrisi anak: melalui
cerita ibu tentang pemberian nutrisi
anak.
 Penilaian tingkah laku anak:
kepribadian anak, tingkat aktivitas,
rekasi terhadap stress, frustasi,
inetraksi dengan orang lain.
 Warna, tektur, suhu, turgor,
kelembabapan.
 Faktor yang mempengaruhi penkajian
kulit:
 1. faktor Fisik: kebersihan yang
kurang,pengecatan kuku dan bibir.
 2. Faktor genetik: ras/ daerah
 3. Faktor fisiologis: edema, pucat.
 Perhatikan warna dan kulit
1. Sianosis: bila kadar Hb rendah, terdapat
penyakit pernafasan, penyakit jantung,
penyakit keracunan/ dehadrasi hebat.
2. Pucat: dilihat pada kuku, konjungtiva,
mukosa mulut, lidah dan faring. Disebabkan
anemia, edema, kurangnya sirkulasi darah,
tanda syok.
3. Eritema (kemerahan): disebabkan karena
peningkatan suhu dari kondisi, iklim,
peradangan lokal atau infeksi.
 Inspeksi: Rambut hitam, coklat, pirang,
warna perak, berbau atau warna-warni yang
khas menunjukkan defisiansi (kekurangan)
vitamin A. Observasi bentuk dan simetri,
posisi kepala.
 Palpasi: mudah rontok, kulit kepala rontok,
berbau (menunujukkan kurangnya hygiene
seseorang) dan vesicular, pustule, crusta
karena varicella, dermatitis atau jamur.
 Palpasi: tengkorak, kepatenan
sutura, fontanel, fraktur dan
bengkak
 Fontanel cembung: penyakut
tekanan intrakranial tinggi, sinus
trombosis, OMA (otitis media
akut), ensefalitis.
 Fontanel cekung: dehidrasi berat
 Palpasi:penekanan ibu jari pada
kulit dahi karena mempunyai
dasar tulang. Pada dehedrasi bias
ditemukan “ finger print ” pada
kulit dahi.
 Pada saat pemeriksaan kepala: observasi
wajah, kesimetrisan, pergerakan &
penampilan umum.
 Inspeksi: alis diangkat- turun ke bawah ,
mengkerutkan dahi, mencucurkan bibir,
tersenyum, meringis, bersiul,
mengembungkan pipi (nervus fasialis /
Nervesus VII) kesimetrisan
 Pemeriksaan sinus dengan perkusi:
sinus maksila & etmoid  terdapat
stlh lahir. Sinus frontal dan
sphenoid berkembang stlh anak
mengalami nyeri pada saat perkusi
sbg tandanya adanya infeksi sprti
sakit kepala dan sumbatan
Inspeksi:
1. Kelopak mata (palpebrae): tidak ada edemanya,
ada tidaknya lingkaran hitam di sekitar mata, dapat
menutup dengan rapat atau tidak.
• Normal: saat mata terbuka, kelopak mata berada
pada posisi antara iris dan pupil bagian atas.
• Observasi:
• 1). Warna ( melihat tanda perdarahan).
• 2). Ukuran (tanda adanya edema).
• 3). Pergerakan (kediapan yang berlebihan tanda
adanya regangan mata)
• Kelopak mata yang selalu tertutup / tidak
mampu membuka disebut “ptosis”.
• Kelopak mata yang tidak bisa menutup rapat
(terus membuka) disebut “lagophthalmus”.
• Pseudolagoftalmos: keadaan dimana mata
tidak tertutup sempurna.
• Sunset eyes: keadaan dimana kelopak mata
atas tidak menutup sebagian dari iris
sehingga sklera terlihat.
 Hordeolum (bintil): indikasi adanya infeksi
fokal pada bola mata
 Hiperklorisme: ukuran yg berlebihan pada
jarak antar mata (normalnya 4,5-5,5 cm dan
jarak kantus, normal 2,5 cm)
 Epicanthal folds: suatu lipatan yang
berlebihan pada kulit dari atas hidung sampai
pada bagian akhir ujung atau sudut mata,
kelainan ini ditemukan pada anak sindrom
down.
• 2. Bulu mata: ada tidaknya bulu mata,
pertumbuhan bentuknya, distribusi
dan pigmentasi.
• Normalnya buku mata bagian atas
akan tumbuh ke arah atas dan buku
mata bawah akan tumbuh ke arah
bawah.
• Bulu mata yg masuk ke dalam bola
mata akan menyebabkan iritasi.
 3. Sclera mata (lapisan putih): warna dan ada
tidaknya perdarahan. Teknik memeriksa
sclera dengan 2 jari menarik palpebrae,
pasien melihat ke bawah.
 Normalnya : harus bersih.
 Bila sklera tampak kuning: jaundice.
 Tanda hitam kecil : kelebihan pigmen.
• 4. Konjungtiva: warna, ada tidaknya
perdarahan, anemik atau tidak.
• Normalnya: kelihatan merah muda dan
bercahaya.
• Keadaan anemik bisa diperiksa dengan warna
pucat pada konjungtiva palpebrae inferior.
• Rembesan darah di konjungtiva palpebrae
akan menimbulkan warna kebiruan diseluruh
kelopak mata disebut Black Eye atau Brill
hematom bila mengenai kedua mata.
• 5. Pupil: pupil normal, sama besar (isokor)
diameternya kira-kira 3 mm.
• Pupil berbentuk bulat dan simetris.
• Bila diberi cahaya, diameternya akan mengecil
kiri dan kanan yang disebut reflex cahaya
langsung dan tak langsung (nervus 6 /
abducens) normal
• Pada saat mendekati cahaya: pupil mengecil.
Pada saat menjauhi cahaya: pupil berdilatasi.
 6. Kornea: lapisan yang melapisi iris dan
pupil. Kornea harus bersih dan transparant.
 7. Iris: inspeksi untuk mengetahui ukuran,
warna dan kejernihan. Iris harus bulat penuh.
• Palpasi:
• Tekanan bola mata/ Tekanan intra ocular
(TIO): palpasi menggunakan kedua jari
telunjuk untuk palpasi bola mata kiri dan
kanan dalam keadaan mata tertutup, perawat
membandingkan kekenyalan bola mata kiri
dan kanan.
• -Inspeksi luar: hidung terletak ditengah
wajah, bandingkan letak dan posisi, obs
cuping hidung.
• inspeksi dalam dengan alat bantu speculum
untuk membantu membuka hidung agar
terlihat jelas. Hasil temuan adalah letak
konka, adanya peradangan, lesi, polip,
rambut dan secret, mukosa, keluarnya air.
- Inspeksi: struktur telinga luar, telinga dalam,
kemampuan pendengaran
- Telinga luar: Periksa kulit sekitar telinga, amati
adanya luka.
- Telinga dalam menggunakan penlight, tujuan
untuk melihat membrane tympani yang utuh
dengan posisi baik akan memantulkan refleks
cahaya politzer pada penyinaran pen light. Melihat
serumen.
- Kemampuan pendengaran dengan kedua tangan
digesekan. Untuk memeriksa fungsi pendengaran
dengan test rinne, weber, schwabach
 Test Rinne (garpu penala 256 Hz): penala
digetarkan, tangkainya ditempelkan pada
proc. Mastoideus, tepat saat tidak terdengar
pasien memberi tanda, kemudian pindahkan
ujung getar ke muka liang telinga pasien.
Normal masih terdengar suara, yang disebut
rinne positif (normal atau tuli perseptif tidak
total). Tuli konduktif memberi hasil rinne
negatif.
• Penala digetarkan tangkainya ditempelkan
pada garis tengah kepala pasien pada vertex
atau glabella. Pasien diminta menyebutkan
sisi telinga mana yang lebih keras
mendengar. Jawaban bisa salah satu
terdengar lebih keras atau sama keras. Satu
sisi lebih keras disebut lateralisasi ke sisi
kanan atau kiri. Lebih keras terdengar di kiri
bisa berarti 2 hal:
• Telinga kiri tuli konduktif.
• Telinga kanan tulis perseptif.
 Sama keras berarti:
 a). Kedua telinga normal.
 b). Kedua telinga tuli konduktif.
 c). Kedua telinga tuli perseptif.
• Untuk membandingkan hantaran suara melalui
tulang tengkorak ke cochlea antara pemeriksa
dengan pasien. Syarat: pemeriksa
pendengarannya normal. Setelah garpu penala
digetarkan, ditempelkan ke proc. Mastoideus
pasien, segera saat tidak terdengar suara, pasien
memberi tanda. Lalu dipindahkan ke proc
mastoideus pemeriksa. Bila ternyata masih
terdengar, dikatakan schwabach pasien
memendek. Bila urutannya terbalik, berarti ada
gangguan pada system cochlea pasien (tuli
perseptif). Normal schwabach, hasil sama dengan
pemeriksa.
 Rongga Mulut: diperiksa bau mulut, radang
mucosa (stomatitis) dan adanya sariawan
(aphatae).
 Gigi –geligi: diperiksa adanya makanan,
karamg gigi, carries, sisa akar, gigi yang
tanggal.
 Lidah: kotor atau bersihnya lidah.
 Tonsil: diperiksa meradang atau tidak.
a. Tiroid
• Diperiksa dengan inspeksi dan palpasi.
Inspeksi terhadap bentuk dan besarnya
apabila ada pembesaran yang nyata, tampak
simetris atau tidak. Palpasi dengan satu
tangan dari samping atau dua tangan dari
belakang, jari-jari meraba permukaan
kelenjar dan pasien diminta menelan.
• B. Kaku kuduk
• Tujuan untuk mengetahui ada tidaknya
kelainan atau kerusakan pada otak.
Pemeriksaan dengan cara satu tangan berada
dibawah kepala, satu tangan yang lain berada
di dada bagian atas untuk menahan agar
klien tidak bangun.
• Kaku kuduk pada anak dengan tetanus,
perangsangan meningen-meningitis,
rematoid artritis.
1. Paru-paru
a. Inspeksi
• Inspeksi terhadap bentuk thorax, pola atau
irama pernapasan dan tanda cyanosis.
• Bentuk thorax ada 4 macam, yaitu:
1). Bentuk dada burung (pigeon chest)
2). Bentuk dada corong (funnel chest)
3). Barrel chest (dada tong)
 1. Funnel chest: bentuk dada dimana sternum
bagian bawah serta iga masuk ke dalam
terutama saat inspsirasi atau sternum seolah-
olah tertekan ke dalam.
 2. Pigeon chest: bentuk dada dimana bagian
sternum menonjol ke arah luar dimana
biasanya disertai dengan depresi ventrikel
pada daerah kostokodral.
 3. barrel chest: anak dengan penyakit paru-
paru kronis
 Pola atau irama pernafasan, ada 3 macam
yaitu:
 1). Normal = 16-20x/m (6 thn), 30-59 (bayi
baru lahir).
 2). Tachypnea= Lebih dari 20 x/menit,
dengan penyakit infeksi, suhu badan tinggi,
keracunan obat, gagal jantung, dehidrasi.
 3). Bradipnea = Kurang dari 16x/menit
dengan depresi pusat pernafasan, tekanan
intrakranial meninggi, keracunan, alkalosis.
b. Palpasi
• Tujuannya untuk menilai getaran paru kiri dan
kanan dan membandingkan bagian mana yang
lebih bergetar atau kurang bergetar.
• Palpasi dinding thorax menggunakan seluruh
telapak tangan dan jari pada bagian kiri dan
kanan thorax pasien sambil pasien
menggucapkan tujuh puluh tujuh berulang-
ulang. Getaran yang dirasakan disebut vocal
fremitus.
• Perabaan diseluruh permukaan dada (kiri, kanan,
depan, belakang).
 Hasil penilaiannya:
 Bila suara meninggi: terjadi konsilidasi.
 Bila suara menurun: adanya obstruksi, efusi
pleura, tumor pada paru.
 Vocal premitus dilakukan saat anak duduk.
 Vocal fremitus dilakukan saat anak bicara
tujuh puluh tujuh atau menangis yang sama
dalam kedua sisi dada.
Perkusi dinding thorax dengan cara mengetuk
dengan jari tengah- tangan kanan pada jari
tengah- tangan kiri yang ditempelkan dengan
erat di dinding di celah intercostal.
Ada 4 suara perkusi thorax:
1). Sonor : suara paru normal dimana suara sangat
jelas terdengar disemua lobus paru karena tidak
berbatasan dengan organ lain.
2). Redup: suaraRedup adalah suara perkusi jaringan
yang lebih padat / konsolidasi paru-paru seperti
pneumonia.
3). Pekak adalah suara perkusi jaringan yang padat
seperti pada adanya cairan di rongga pleura, perkusi
daerah jantung dan perkusi daerah hepar.
4). Hypersonor/ tympany adalah suara perkusi pada
daerah yang lebih berongga kosong seperti penderita
asthma kronik terutama dengan bentuk barrel chest,
pneumothoraks, emfisema
 Tujuannya adalah untuk mendengarkan suara pada dinding
thorax dengan cara menggunakan stetoskop. Ada 3 suara
yang didengar yaitu:
 Suara napas:
a). Vesicular: suara nafas normal dimana udara yang masuk
dan keluar melalui jalan nafas serta suara inspirasi lebih
keras dan panjang daripada suara ekspirasi.
Vesikuler melemah: penyempitan pada daerah bronkus mis:
penumonia, edema paru, efusi pleura, emfisema,
atelektasis, penumothoraks.
b). Broncho- vesicular: Broncho- vesicular: terdengar di
daerah percabangan bronchus dan trachea disekitar
sternum dan region interscapular. Nadanya sedang, lebih
keras dibandingkan vesicular, inspirasi sama panjang
dengan expirasi.
c). Bronchial : suara nafas dimana inspirasi keras disusul
dengan ekspirasi keras. Inspirasi lebih pendek dari pada
ekspirasi. Normalnya terdengar pada bronkus kanan dan
kiri.
 - Bila terdengar suara broncho- vesicular
atau bronchial di lapangan baru (semestinya
vesicular) ada kelainan.
 - Bila tidak terdengar suara sama sekali di
paru-paru, hal ini karena paru-parunya
collaps/ atelectasis/ pleural effusion yang
banyak jumlahnya.
 D). Amforik: bunyi suara yang menyerupi
tiupan diatas mult botol kosong.
Ada 4 macam suara tambahan yaitu:
 a). Rales: suara nafas seperti vibrasi terputus-putus
yang tidak terus menerus. Terjadi karena getaran
cairan dalam jalan nafas yang dilalui udara.
 Rales, bunyi yang dihasilkan oleh exudat lengket saat
saluran-saluran halus pernafasan mengembang pada
inspirasi.
 - Rales halus: terdengar meritik halus pada akhir
inspirasi.
 - Rales sedang: terdengar lebih kasar dan di tengah
fase akhir inspirasi.
 - Rales kasar: terdengar lebih lama dan pada sluruh
fase inspirasi.
 Rales sering ditemui pada peradangan jaringan paru
(pneumonia, tbc).
 b). Ronchi
 ciri khas adalah nada rendah dan sangat kasar
terdengar pada inspirasi dan ekspirasi. Ronchi
terjadi akibat terkumpulnya cairan mucus dalam
trachea atau bronchus-bronchus besar.
 c). Wheezing
 bunyi musical terdengar ‘ ngiii…………iiikk” atau
pendek ngiik dan terdengar pada inspirsi atau
expirasi bahkan terdengar lebih jelas pada
ekspirasi.
 d). Plural friction rub
 suatu gosokan amplas pada kayu dan terjadi
karena peradangan plura, terdengar
sepanjang fase pernafasan. Pleural friction
rub terjadi karena peradangan plueura dan
terdengar panjang pada fase pernafasan
inspirasi serta berada didaerah posteri-
lateral bawah dinding thorax.
 E). Krepitasi: suara nafas akibat membukanya
alveoli
 F). Bunyi gesekan pleura: suara akibat
gesekan pleura redengar kasar pada telinga
pemeriksa
 G). Stridor: sonor, mengi, musikal terdengar
tanpa stetoskop, menunjukkan obstruksi tinggi.
 H). Pectoriloquy: suara terdengar jauh dan tidak
jelas dan biasanya terdapat effusion atau
atelektasis.
 I).Bronchophoni:suara terdengar jelas ucapannya
dan lebih keras dibandingkan daerah sisi lain.
Umumnya akibat dari adanya pemadatan di paru.
 J). Egophony: suara bergema seperti seorang
yang hidungnya tersumbat (bindeng) dan terasa
dekat.
Inspeksi: pengamatan pertama mencari ictus cordis
yaitu denyutan dinding thorax karena pukulan
ventrikel kiri pada dinding thorax. Bila normal
berada pada ICS 5 linea medio clavicularis kiri
selebar 1 cm.
Dengan mengetahui letak ictus cordis, bisa
diperoleh gambaran tentang ada tidaknya
pembesaran jantung. Bila ictus cordis sangat nyata
dan kuat sesuai dengan meningkatnya kerja
ventrikel kiri (seorang yang berdebar ketakutan
atau hipertensi sistolik).
Contoh: inspeksi: ictus cordis pada ICS 5 linea
medio clavicularis kiri
 Inspeksi yang berhubungan dengan jantung:
-sianosis bibir, ujung jari , selaput lendir
mulut.
- Edema tungkai, lengan , muka.
- Clubbing finger.
- Pembesaran vena dileher atau mulut.
-Palapsi ictus cordis dengan telapa jari II-III-IV .
Normalnya tidak lebih dari 1 cm persegi. Bila
lebih dari ukuran normal dicurigai adanya
pembesaran jantung.
- Ictus cordis: denyutan jantung pada daerah
apeks pada sela iga ke 4 garis midklavikularus
kiri (anak kurang dari 7 thn). Bagian kiri garis
midklavikula dan interkostal 5 (anak lebih dari 7
thn).
- Memeriksa adanya tidak thrill yaitu getaran
ictus cordis yaitu murmur.
• Tujuannya untuk menentukan batas atas,
kanan, kiri jantung serta mengetahui ukuran
jantung, apakah lebih membesar dari batas
normal atau tidak membesar. Menilai adanya
pembesaran jantung (kardiomegali)
• Batas jantung normal :
• -Batas atas pada inter kosta 2-3.
• -Batas kanan linia sternalis.
• -Batas kiri jantung di linea medio clavicula.
 Contoh :
 Perkusi:
 Batas Jantung Atas: ICS 3 linea sternalis kiri
 Batas Jantung Kanan: linea sternalis kanan
 Batas Jantung Kiri: ICS 6 linea medio
clavicularis kiri.
-Bunyi jantung (BJ).
• BJ I adalah bunyi menutupnya katup mitral dan
tricuspid.
• BJ II adalah bunyi menutupnya katup aorta dan
pulmonalis.
• BJ III: vibrasi yang dihasilkan waktu pengisian
ventrikel.
• BJ IV: karena tahanan terhadap pengisian
ventrikel pada akhir diastole.
• Murmur: vibrasi dalam rongga jantung atau arteri
utama.
Hitung Heart rate (frekuensi jantung) pake
stetoscope.
• Pada palpasi dihitung heart rate selama 1
menit penuh serta diamati teratur tidaknya
denyut jantung. Kemudian membandingkan
HR dan frekuensi denyut nadi (Pulse). Bila ada
perbedaan HR dan Pulse, kemungkinan
adanya fibrilasi Atrium.
• Pembagian daerah abdomen ada 2 macam:
1. 9 regio:
• Epigastric region
• Right Hipochondrica region (kanan)
• Left Hipochondrica region (kiri).
• Umbilical region.
 Right lumbalis region.
 Left lumbalis region
 Hypogastric region
 Right iliaca region
 Left iliaca region.
 4 kuadrant:
 Kuadrant kanan atas
 Kuadrant kiri atas
 Kuadrant kanan bawah
 Kuadrant kiri bawah
Inspeksi:
a. Abdomen anak & bayi normalnya
agak silindris dan agak menonjol.
b. apakah abdomen membusung
atau datar atau ascites atau
tampak benjolan/ masa. Apakah
simetris atau tidak simetris.

• Mendengarkan suara peristaltic usus,
normalnya: 5-35 kali permenit.
• Bunyi peristalktik yang keras dan panjang
disebut Borboygomi (gastroenteritis atau
obstruksi usus).
• Bising usus menurun: ileus atau peritonitis.
• Bisisng usus meningkat : obstruksi saluran
pencernaan.
 Palpasi abdomen terhadap keseluruhan
dinding abdomen untuk mencari tanda nyeri
umum, kemudian mencari perabaan masa/
benjolan dan periksa juga turgor kulit perut
untuk melihat hidrasi pasien.
 Teknik palpasi hepar dengan telapak tangan
dan jari kanan dimulai dari kudrant kanan
bawah berangsur-angsur naik mengikuti
irama napas dan gembungan perut dan
berupayalah merasakan tepi hepar pada tepi
jari telunjuk.
 Apabila hepar dapat diraba, perawat
dokumentasikan:
 -ukuran hepar di tepi arcus costae.
 -perabaan keras, lunak atau biasa.
 -tepi hepar: tajam atau tumpul.
 -Permukaan rata atau berbenjol-benjol.
 -nyeri tekan atau tidak.
 Bayi kurang dari 1 tahun: hati teraba 1-2 cm
dibawah arkus costa. Bila hari teraba lebih
dari 2 cm  kemungkinan mempunyai
penyakit hati.
 Anak 5 thn, normalnya teraba 1/3 dengan
tepi tajam, konsistensi kenyal dan permukaan
rata dan tidak ada nyeri tekan.
 Pembesaran hepar (hepatomegali pada anak )
: angka 1/3-2/5.
 Teknik palpasi lien dengan cara bi-manual (2
tangan), jari tangan kiri mengangkat dengan
cara mengait dinding perut kiri atas dari
belakang. Jari tangan kanan berupaya meraba
lien dari arah depan abdomen kiri atas
dengan mencari lien.
 Titik Mc burney berada pada batas sepertiga
luar dan dua sepertiga dalam dari garis
imaginer yang menghubungkan umbilicus
dan SIAS kanan. Rasa nyeri timbul saat
ditekan atau mendadak dilepaskan perhatikan
wajah expresi pasien. Cth appemdix akut.
 Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi
didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan
bawah atau titik Mc. Burney dan ini
merupakan tanda kunci diagnosis.
 • Nyeri lepas (+) karena rangsangan
peritoneum. Rebound tenderness (nyeri lepas
tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen
kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba
dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan
penekanan perlahan dan dalam di titik Mc.
Burney.
 Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri
abdomen di kuadran kanan bawah apabila
dilakukan penekanan pada abdomen bagian
kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya
nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi
peritoneal pada sisi yang berlawanan.
 Obturator sign (+). Obturator sign adalah
rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan kemudian dirotasikan ke arah
dalam dan luar secara pasif, hal tersebut
menunjukkan peradangan apendiks terletak
pada daerah hipogastrium.
 Perkusi sama dengan perkusi thorax dan dilakukan di
semua kuadrant abdomen. Perkusi abdomen normal
adalah tympani. Masa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak.
 Perkusi Hepar:
 Perkusi dari ICS 1, ICS 2 (suara sonor) dst sampai
terdengar suara pekak kemudian diberi tanda titik. Dari
titik tersebut (suara pekak), perkusi ke tengah perut
(suara tympani).
 Perkusi abdomen dari bagian perut (suara tympani)
naik ke atas hingga terdengar suara pekak kemudian
diberi tanda titik. Dari titik tersebut (suara pekak),
perkusi ke tengah perut (suara tympani).
 Ukur dengan jari dan ukuran tali.
 Pemeriksaan adanya ascites: cairan dalam rongga
perut mengikuti hukum gravitasi , selalu berada
dibagian bawah. Perkusi dimulai dari tengah
abdomen dengan posisi pasien terlentang; perkusi
hingga ke bagian lateral. Terjadi perubahan suara
dari timpani menjadi pekak merupakan batas cairan
ascites yang ada. Kemudian pasien pindah posisi
menjadi miring. Apabila emang ada cairan dalam
rongga abdomen , tentu akan berpindah ke bagian
bawah mengikuti gaya gravitasi. Maka daerah lateral
abdomen yang semula pekak setelah berada diatas
menjadi timpani karena cairan berpindah,
sebalikanya daerah umbilicus sekarang menjadi
pekak, yang disebut Shifting Dullness.
 Bayi kurang dari 1 tahun: hati teraba 1-2 cm
dibawah arkus costa. Bila hari teraba lebih
dari 2 cm  kemungkinan mempunyai
penyakit hati.
 Anak 5 thn, normalnya teraba 1/3 dengan
tepi tajam, konsistensi kenyal dan permukaan
rata dan tidak ada nyeri tekan.
 Pembesaran hepar (hepatomegali pada anak )
: angka 1/3-2/5.
 Pemeriksaan adanya ascites: cairan dalam rongga
perut mengikuti hukum gravitasi , selalu berada
dibagian bawah. Perkusi dimulai dari tengah
abdomen dengan posisi pasien terlentang; perkusi
hingga ke bagian lateral. Terjadi perubahan suara
dari timpani menjadi pekak merupakan batas cairan
ascites yang ada. Kemudian pasien pindah posisi
menjadi miring. Apabila emang ada cairan dalam
rongga abdomen , tentu akan berpindah ke bagian
bawah mengikuti gaya gravitasi. Maka daerah lateral
abdomen yang semula pekak setelah berada diatas
menjadi timpani karena cairan berpindah,
sebalikanya daerah umbilicus sekarang menjadi
pekak, yang disebut Shifting Dullness.
 Jika abdomen distensi dengan tegang dan
perawat tidak yakin apakah terdapat cairan
(asites), bisa dilakukan thrill cairan.
 Tempatkan telapak tangan kiri disepanjang
sisi kiri abdomen pasien dan jentikkan jari
tangan perawat di sisi kanan abdomen
pasien.
 Jika perawat merasakan adanya gelombang
melawan tangan kiri, mintalah asisten atau
pasien untuk meletakan tepi tangan pada
garis tengah abdomen,
 Hal ini untuk mencegah transmisi impuls
melalui kulit dan tidak melalui asites. Jika
perawat tetap merasakan gelombang tersebut
pada tangan kiri, maka dikatakan terdapat
thrill cairan.
 Perkusi ginjal dilakukan di dinding abdomen
belakang pada sudut costo vertebrata (Costo
vertebral angle) dengan dialasi telapak
tangan kiri, perkusi dengan sisi ulnar kepala
tangan kanan, cth infeksi saluran kemih.
 Pemeriksaan genitalia anak pria: memperhatikan
ukuran, bentuk penis, testis, kelainan lain.
 Pemeriksaan genitalia anak perempuan: melihat
labia mayora, minora, urethra, orifisum ureter,
vulva, klitoris, selaput dara (himen).
 Pemeriksaan genitalia: inspeksi sekitar anus untuk
melihat adanya lesi, fissura (belahan mukosa yang
dpt menimbulkan rasa nyeri), polips (tonjolan
merah yg disebabkan oleh perdarahan), hemoroid
(tonjolan hitam dari pembuluh darah).
 Pemeriksaan edema: didaerah pretibial,
dorsum pedis, jari-jari dan sekitar malleolus.
 Menilai rentang gerak: diperiksa simetris
lengan dan tungkai, panjang dan besarnya
antara sisi kiri dan kanan. Cth yang tidak
simetris polio, fraktur tulang, kelumpuhan.
 Pemeriksaan pitting edema dengan menekan
kulit (bagian yang odem/ bengkak) selama 5
detik. Normalnya, tidak ada lekukan setelah
penekanan.
 Klasifikasi pitting edema adalah
 1). +1 = kedalamannya 2 mm atau kurang,
Pitting ringan, Lekukan sedikit, tidak ada
pembengkakan yang jelas dari kaki dan
menghilang dengan cepat.
 2) +2 = kedalamannya 2-4 mm, Pitting-nya agak
lebih dalam, menghilang dalam 10-15 detik.
• 3) +3 = Kedalamannya 4-6 mm, Pitting
tampak dalam, Pittingnya bisa berlangsung
lebih dari 1 menit, ekstremitas terlihat lebih
penuh (besar) dan bengkak.
• 4). +4 =Kedalamannya 6- 8 mm, Pitting
tampak sangat dalam, pitting berlangsung
lama selama 2-5 menit, kaki sangat bengkak.
• (Lewis et all, 2011 & assessment Geulph
general hospital)
 Penilaiannya:
 0= otot sama seklai tidak mampu bergerak, bila
lengan/ tungkai dilepaskan, akan jatuh 100%.
 1= tampak ada sedikit gerakan dan ada tahanan
sewaktu jatuh.
 2= mampu menahan tegak yang berarti mampu
menahan gaya gravitasi tetapi dengan sentuhan
akan jatuh.
 3= mampu menahan tegak walapun sedikit
dorongan tetapi tidak mampu melawan dorongan
dari pemeriksa.
 4= Kekuatan kurang dibandingkan sisi lain.
 5= Kekuatan utuh.
 Menilai reflek-reflek fisiologik: cara menguji
dengan menggunakan hammer pada tendon
tricep, bicap, patella dan tendon Achilles.
Tujuannya untuk membantu menentukan
lokasi lesi pada system persyarafan.
 Mencari reflek patologik
 -Babinski: caranya lakukan
goresan dengan benda
berujung tumpul pada telapak
kaki. Refleks patologik
Babinski tidak ditemui.
 -Refleks Kernig sign: pemeriksaan ini
dilakukan dengan cara klien berbaring,
difleksikan pahanya pada persendian panggul
sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah
itu, tungkai bawah diektensikan pada
persendian lutut lebih dari 135 derajat pada
paha. Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri
sebelu atau kurang dari 135 derajat, maka
dikatakan kernig sign positif.
 - Refleks Brudzinki I (Brudzinski’s neck sign/
kaku kuduk).
 Klien berbaring telentang, dengan tangan
ditempatkan dibawah kepala klien yang sedang
berbaring, tangan pemeriksa yang satu lagi
sebaiknya ditempatkan di dada klien untuk
mencegah diangkatnya badan, kemudian kepala
difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Tes
ini dikatakan positif bila gerakan fleksi kepala
disusul dengan gerakan fleksi sendi lutut dan
panggul kedua tungkai
 Apgar score adalah suatu sistem penilaian
yang dipakai untuk mengevaluasi bayi baru
lahir pada menit pertama dan kelima setelah
kelahirannya.
 Jika terdapat masalah, maka nilai APGAR akan
membantu dalam menentukkan tingkat
keseriusan dari depresi bayi baru lahir yang
terjadi serta langkah segera yg harus diambil
A: Appearance
P: Pulse (Nadi atau
(Penampakan/ kelainan
detak jantung)
warna)

G: Grimace (ringisan
A: Activity (aktivitas tonus
atau respon wajah bayi
otot lengan dan kaki)
ketika kakinya disentuh)

R: Respiration (Pernafasan)
Tanda- tanda 0 1 2

Rupa/ Warna Pucat atau biru Tubuh merah, Seluruhnya merah


(Penampakan) tangan dan kaki biru

Nadi/ detak jantung Tidak terdapat detak Lambat- dibawah Diatas 100. Detak
jantung 100. Detak jantung jantung kuat.
lemah.
Wajah menyeringai / Tidak ada respon / Menyeringai atau Menangis, batuk
respon terhadap reaksi wajahnya tampak atau bersin.
sentuhan kecut

Aktivitas/ tonus otot Tangan dan kaki Ada sedikit Pergerakan aktif.
lumpuh ( Tidak ada pergerakan sebagai Kaki dan tangan
gerakan) reaksi terhadap bergerak.
rangsangan

Upaya bernafas Tidak ada Pernafasan Menangis kuat.


pernafasan. Tidak perlahan/ tidak
ada tangisan teratur. Dinding
dada tertarik.
Merintih atau
tangisannya lemah.
 Lihat warna kulit bayi. Apakah berwarna
merah jambu atau pucat atau biru.
 Bayi baru lahir umumnya mempunyai tungkai
berwarna biru dan tubuh berwarna merah.
 Nilai angka 0, jika seluruh tubuh pucat atau
cyanosis.
 Nilai angka 1, jika merah tetap extrimitas
cyanosis.
 Nilai angka 2, jika seluruh badan bayi
berwarna merah
 Hitung jumlah detak jantung dalam 6 detik
dan tambahkan 0 untuk jumlah total detak
jantung dalam 1 menit. Cth: jika perawat
menghitung 15 detak dalam 6 detik, maka
denyut nadi dalam 1 menit adalah 150.
 Beri nilai 0, jika keadaannya lemah atau
lambat.
 Beri nilai 1, jika nadi kurang dari 100.
 Beri milai 2, jika nadi lebih atau minimal
100
 Dengan lembut, gosoklah bolak-balik
telapak kaki bayi dengan salah satu jari.
Amati reaksi bayi pada wajahnya.
Perhatikan reaksi bayi pada waktu
membersihkan lendir dari mulut dan
tenggorokan.
 Beri nilai 0, jika tak ada reaksi sama sekali.
 Beri nilai 1, jika reaksi hanya pada
mukanya.
 Beri nilai 2, jika reaksinya hebat, timbul
refleksi, bayi menangis.
 Amati bayi baru lahir tersebut ketika
menggerakkan tangan dan kakinya.
 Tariklah satu tangan atau kakinya menjauh
dari tubuhnya.
 Lihat bagaimana tangan atau kakinya
bergerak sebagai reaksi terhadap
perangsangan tersebut.
 Siku dan dan pinggul bayi baru lahir yang
normal adalah fleksi dengan dengkit
diposisikan keatas perut.
 Beri nilai 0, jika otot lemah dan diletakkan
pada posisi apa saja tidak berubah.
 Beri nilai1, jika tampak lemah, tetapi ada
tonus otot.
 Beri nilai 2, jika aktif bergerak dan menangis.
 Lihat dada dan abdomen bayi baru lahir.
Upaya bernafasa adalah niali apgar nomor 2
yang paling penting.
 Pernafasan yang sama sekali tidak ada
disebut apnea. Tangisan yang kuat
menunjukkan adanya pernafasan yang baik.
 Beri nilai 0, jika tidak ada pernafasan.
 Beri nilai 1, jika ada pernafasan tetapi lambat
dan tidak teratur.
 Beri nilai 2, jika menangis kuat dan
pernafasan baik
 8-10 : bayi dalam keadaan baik.
 6-7: bayi dalam keadaan kurang baik
(depresi).
 Kurang dari 6: bayi dalam keadaan buruk,
harus dibawah pengawasan dokter dan perlu
tindakan – tindakan khusus.
 Augustinus. (2010). Pemeriksaan Fisik. Jakarta: STIK
Sint Carolus
 Black & Hawks. (2009). Medical Surgical Nursing
Clinical Management For Positive Outcomes. Volume
2. Eight edition. USA: Elseiver Saunders
 Clinical Research Facility Sheffield. (2010). Standart
Operating Procedure Measuring Respiratory Rate.
Retrivied From http://www.sheffield.ac.uk/ on March
2, 2015 at 21:00 PM
 JNC 7. (2003). Seven Report Of The Joint National
Committee On Prevention, Detection, Evaluation &
Treatment of High Blood Pressure. www.nhlbi.nih.gov
on Agustus 7, 2015 at 14: 10 PM
 Lewis et all. (2011). Medical Surgical Nursing:
Assestment & Management of Clinical Problems. USA:
Elsevier Mosby
 NHS Foundation Trust. (2013).Standart Operating
Procedure Blood Pressure Measurement. Retrivied
From: http://www.swast.nhs.uk/ on March 2, 2014 at
20:00 PM
 Marni. (2014). Asuhan keperawatan pada anak sakit
dengan gangguan pernafasan.Yogyakarta: Gosyen
Publishing
 Mayunani. (2013). Ilmu kesehatan anak dalam
kebidannan. Jakarta: Trans Info media
 Priharjo. (1996). Pengkajian Fisik Keperawatan.
Jakarta: EGC
 Setiawati & Dermawan. (2008). Panduan Praktis
Pengkajian Fisik Keperawatan. Edisi Ke 3. Jakarta:
Trans Info Media
 Suharsono. (2011). Dampak Home Based Exercise
Training Terhadap Kapasitas Fungsional Dan
Kualitas Hidup Pasien Gagal Jantung Di RSUD
Ngudi Waluyo Wlingi. Tesis Universitas Indonesia.
Retrivied From lib.ui.ac.id on Februari 1, 2015
 Suparmi. (2012). Pemeriksaan Fisik keperawatan.
Bogor: Ghalia Indonesia.
 White, Duncan & Baumle. (2013). Medical Surgical
Nursing: An Integrated Approach. Third Edition.
USA: Delmar cencage learning

Anda mungkin juga menyukai