Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN KASUS SPINAL

ANESTESI PADA PASIEN BENIGN


PROSTATIC HYPERPLASIA

Pembimbing: dr Robert Sirait, Sp,An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI


PERIODE 9 JUNI – 21 JULI 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
IDENTITAS PASIEN

 Nama : Tn. T
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Tanggal lahir : 30-12-1942
 Usia : 76 tahun
 Agama : Katholik
 No. Rekam Medik : 00-07-85-38
 Alamat : Galur Sari, Jakarta Timur
 Ahli Bedah :dr. Ruyandi M, Sp. U
 Ahli anestesi : dr. Robert Sirait, Sp.An
 Tanggal Operasi : 20 Juni 2018
 Diagnosis pra-bedah : Benign Prostatic
Hyperplasia
 Keadaan umum pra-bedah : ASA 1
 Komplikasi pra-bedah :-
 Jenis tindakan : Open Prostatectomy
KELUHAN UTAMA

 Pasien datang dengan keluhan sulit buang air kecil


sejak satu tahun yang lalu sebelum masuk rumah
sakit. Pemeriksaan laboratorium dalam batas
normal.

 Riwayat Penyakit Dahulu : disangkal

 Riwayat keluarga : disangkal


PEMERIKSAAN FISIK

 Keadaan umum : Tampak sakit sedang


 Kesadaran : GCS E4V5M6
 Tekanan darah : 130/80 mmHg
 Nadi : 80x / menit
 Pernafasan : 20x / menit
 Suhu : 36,5 oC
 BB / TB : 54 kg / 158 cm
TINJAUAN SISTEM

 Kepala: Normocephali
 Mata : Dalam batas normal
 Mulut : Buka mulut 3cm, mallampati 1
 Leher : KGB tidak teraba membesar, leher tidak pendek,
gerak leher bebas, jarak mentohyoid 3cm, jarak hyothyoid 2cm
 Abdomen :
Inspeksi :Perut tampak datar
Auskultasi :Bising usus (+)
Palpasi :Nyeri tekan (-)
Perkusi :Timpani, Nyeri ketok (-)
TINJAUAN SISTEM

 Paru :
Inspeksi : Pergerakkan dinding dada simetris
Palpasi : Vokal fremitus simetris
Perkusi : Sonor / sonor
Auskultasi: Bunyi nafas dasar vesikuler, wheezing (-), rhonki (-)
 Jantung :
Inspeksi : Denyut ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Denyut ictus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur
(-), gallop (-)
 Ekstremitas : Edema (-), akral hangat, CRT < 2 detik
Pemeriksaan Penunjang
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hb 13.3 g/dL 14-16
Leukosit 4.2 ribu/uL 5-10
Hematokrit 42,7 % 40-48
Trombosit 259 ribu/Ul 150-400
Masa Perdarahan 1 menit 1-3
Masa Pembekuan 15 menit 10-16
Ureum darah 32 mg/dL 15-45
Kreatinin darah 1.28 mg/dL 0.70-1.10
SGOT 19 U/L 10-34
SGPT 12 U/L 9-43
PENATALAKSANAAN

 Tanggal Operasi :20 Juni 2018


 Diagnosis pra-bedah :Benign Prostatic Hyperplasia
 Keadaan umum pra-bedah :ASA I
 Komplikasi pra-bedah :-
 Jenis pembedahan :Open Prostatectomy
 Ahli bedah :dr. Ruyandi M, Sp. U
 Ahli anestesi :dr. Robert Sirait, Sp. An
 Awal pembedahan :09.45
 Lama pembedahan :± 2 jam 30 menit
RENCANA ANESTESI

 Teknik Anestesi : Regional anestesi dengan spinal


anestesi blok
 Posisi : Duduk
 Pernafasan : LMA O2 2 lpm
 Cairan : Ringer Asetat
 Monitoring : Observasi tanda vital selama
operasi setiap 5 menit, cairan,
perdarahan
Tindakan Anestesi
1. Pukul 09:45 pasien masuk kamar operasi dan ditidurkan
terlentang di meja operasi kemudian dipasangkan monitor EKG,
Saturasi O2 , manset.
2. Pukul 09:50 obat anestesi berupa Regivell 0,5% 3 ml dan
dimasukan ke dalam spuit.
3. Dari posisi tidur terlentang diposisikan duduk tegak, dengan leher
fleksi, memposisikan tulang belakang seperti huruf “C”.
4. Lokasi penyuntikan adalah L3-L4
Tindakan Anestesi
5.Tindakan aseptik, jarum spinal no .26 dan memastikan LCS keluar
lalu masukan obat dari spuit berisi obat anestesi
6. Untuk mempertahankan keadaan pasien diberikan O2 2 lpm
melalui nasal kanul.
7. Pukul 09.55 diberikan Ondansetrone 4 mg untuk mencegah
pasien muntah saat operasi ataupun pasca operasi.
8. Pukul 10.05 dilakukan insisi pertama.
9. Pasien kemudian dilakukan monitoring Saturasi O2, Tekanan
Darah, Laju pernafasan, denyut nadi, cairan yang masuk.
TINDAKAN ANESTESI

10. Pukul 10.10 diberikan Asam Traneksamat 500 mg untuk


mengurangi pendarahan.
11. Pukul 10.45 terjadi penurunan tekanan darah, dilakukan
pemberian Ephedrine 10 mg.
12. Pukul 11.25 terjadi penurunan tekanan darah kembali dan
diberikan Ephedrine 10 mg.
13.Pukul 12.20 diberikan Pethidine 50 mg untuk mengurangi nyeri
pasca operasi.
14. Pukul 12.25 operasi selesai dan pasien dipindahkan ke ruang
pemulihan.
OBAT ANESTESIYANG DIBERIKAN

 Regivell 0,5% 3 ml
 Ondansetrone 4 mg
 Asam Traneksamat 500 mg
 Ephedrine 10 mg
 Pethidine 50 mg
TEKNIK ANESTESI

 Jenis Anestesi : Spinal Anestesi Blok


 Keseimbangan Cairan :
 Input pre op: Ringer Asetat 150 ml
 Input intra op: Ringer Asetat 350 ml,RL 500 ml, gelafusal
500 ml
 Output Perdarahan: 1000 cc
INSTRUKSI PASCA ANESTESI

DX: Post Open Prostatectomy


INFUS: RL 3/ 24 Jam
Observasi TTV
Urin pantau per jam
Terapi:
 Inj. Petidin 50mg I.M
 Tirah baring 12 jam, boleh miring kanan-kiri
 Cek H2TL Post Op (Bila HB < 9, transfusi PRC sampai HB >11)
 Post Op Rawat ICU
FOLLOW UP PASIEN (20/6/18)

S/ - A/ Balance Cairan:
O/ Post Open Prostatectomy, BPH, PH: 1 Masuk
ICU
KU: TSS GCS: 15 P/ -infus: 1000
KES: CM TD: 124/70  Nacl 0.9% + 2 amp Ketorolac / 24 jam -minum 150
N:79 RR: 18  II RL (50) Output
S: 36,4 SPO2: 98%  I Dex 5% (500) Urin: 1700
Injeksi: IWL: 1300
 Ceftriaxone 1x1 B: -1850
 Ranitidine 2x1
*Visit oleh dr.Ruyandi Sp.U: Spooling
urin harus sesuai dengan warna urin
FOLLOW UP PASIEN (21/6/18)

Injeksi: Balance Cairan:


S/ Tidak ada keluhan
 Ceftriaxon3 1x1  Urin: 2450cc
O/ KU: TSS GCS: 15
 Ranitidine 2x1  Drain: 1050 cc
KES: CM TD: 120/70
 Adv dr.Ruyandi  IWL: 500 cc
N:68 RR: 18 Sp.U
 Total: 4000
S: 36,6 SPO2: 99% Boleh pindah
ruangan, spoel urin  B: - 1950
A/ Post open prostatectomy
PH 2 ICU sesuai warna urin,  Urin/jam: 136,1 cc
dan terapi yang lain
P/ 1 NS 0.9% +2 amp dilanjutkan
Ketorolac/24 jam
1 RL
1 Dex 5%/ 24 jam distop
FOLLOW UP PASIEN (22/6/18)

S/ Pasien mengatakn merasakan nyeri luka bekas


operasi.
O/ KU: TSS GCS: 15
KES: CM TD: 123/75
N:68 RR: 18
S: 36,4 SPO2: 99%
A/ Post open prostatectomy PH 1 Bangsal E
P/ IVFD I NS 0.9% +3 amp Ketorolac/24 jam
Adv: Mobilisasi duduk, terapi lain lanjutkan, GV besok.
FOLLOW UP PASIEN (23/6/18)

S/ -
O/ vas: 2
A/ Post open prostatectomy
PH 2 Bangsal E
P/ GV, mobilisasi duduk
berdiri.
 Aprazolam 1x0,5 mg
 Terapi lain lanjut
FOLLOW UP PASIEN (24/6/18)

S/ Pasien mengatakan
bahwa nyeri kadang-
kadang masih terasa,
warna urin masih merah
O/ TTV: DBN
VAS: 2-3
A/ Post open prostatectomy
PH 3 Bangsal E
P/ Mobilisasi duduk berdiri,
terapi lain dilanjutkan,
urispot 2x1 tab.
FOLLOW UP PASIEN (25/618)

S/ -
O/ KU: TSR KES: CM TTV:
DBN
A/ Post open prostatectomy
PH 4 Bangsal E
P/ Terapi lain dilanjutkan,
Ketorolac stop, Transamin
3x500mg, Vit K 1x1 amp.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI BPH

Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran


prostat jinak adalah
salah satu penyakit degeneratif pria yang sering
dijumpai, berupa pembesaran dari
kelenjar prostat yang mengakibatkan terganggunya
aliran urine dan menimbulkan
gangguan miksi.
EPIDEMIOLOGI

BPH merupakan tumor jinak yang paling sering pada laki-laki, insidennya
berhubungan dengan usia. Prevalensi histologis BPH meningkat dari 20% pada
laki berusia 41-50 tahun, 50% pada laki usia 51-60 tahun hingga lebih dari 90%
pada laki berusia diatas 80 tahun. Meskipun bukti klinis belum muncul, namun
keluhan obstruksi juga berhubungan dengan usia. Pada usia 50 tahun + 25%
lakilaki mengeluh gejala obstruksi pada saluran kemih bagian bawah, meningkat
hingga usia 75 tahun dimana 50% laki-laki mengeluh berkurangnya pancaran atau
aliran pada saat berkemih

Smith & Tanagho's General Urology, 18th edition


ETIOLOGI

Etiologi BPH belum sepenuhnya dimengerti, tampaknya bersifat


multifaktor dan berhubungan dengan endokrin. Prostat terdiri dari
elemen epithelial dan stromal dimana pada salah satu atau
keduanya dapat muncul nodul hiperplastik
dengan gejala yang berhubungan dengan BPH.
PATOFISIOLOGI
OBAT ANESTESI:REGIVELL

 Regivell (Bupivacaine)
Bupivacaine umumnya digunakan untuk anestesi lokal dan regional.
 Dosis
Spinal : Bolus/infus 7-15 mg (larutan 0,75%); anak-anak 0,5 mg/kg
 Eliminasi
Hepatik, pulmonal
 Efek tersering
Spinal : blok spinal tinggi, hipotensi, retensi urin, kelemahan
dan paralisis ektremitas bawah, nyeri kepala, nyeri
punggung
OBAT ANESTESI: REGIVELL

 Farmakologi
Zat anestesi lokal amida amino menstabilkan membran neuron dengan
menghambat flux ion yang diperlukan untuk inisiasi dan konduksi
impuls. Dibandingkan dengan amida lain (lidokain atau mepivakain),
injeksi bupivacaine intravaskular menyebabkan lebih banyak terjadinya
kardiotoksisitas.efek ini disebabkan karena pemulihan yang lebih
lambat pada blokade kanal natrium jantung yang diinduksi bupivacaine.
 Farmakokinetik
 Onset : spinal <1 menit
 Efek : spinal 15 menit
 Durasi : spinal 200-400 menit
OBAT ANESTESI:ONDANSETRONE

 Ondansetrone merupakan obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati mual
dan muntah termasuk yang diinduksi kemoterapi dan pascaoperasi.
 Dosis
Mual pascaoperasi
PO : 8-16 mg (100-400 µg/kg). Berikan sebagai pramedikasi 1 jam sebelum induksi
anestesi
IV lambat : 4mg (50-150 µg/kg). Berikan yang tidak dilarutkan selama 1-5 menit
sebelum induksi anestesi atau pascaoperasi.
Mual
Dewasa : PO 4-8 mg dua atau tiga kali setiap hari. IV lambat 4 mg. Dosis dapat diulang.
 Eliminasi
Hepatik
OBAT ANESTESI: ONDANSETRONE

 Farmakologi
Ondancetron adalah antagonis reseptor 5-HT3 (Hidroksi
Triptamin) seretonin selektif. Reseptor 5-HT3 terdapat di perifer
pada terminal nervus vagus. Bila diberikan sebelum induksi
anestesi atau akhir pembedahan, dapat mengurangi insidensi mual dan
muntah pascaoperasi sebesar 33%.
 Farmakokinetik
 Onset : IV <30 menit
 Efek : IV berbeda-beda
 Durasi : IV 12-24 jam
OBAT ANESTESI: ASAM
TRANEKSAMAT
 Asam traneksamat digunakan sebagai profilaksis untuk mengurangi
kehilangan darah perioperatif pada pasien yang menjalani bedah
jantung, pengurangan kehilangan darah pada perempuan dengan
menoragia, perdarahan plasenta, perdarahan postpartum,
pengurangan kehilangan darah dan kebutuhan akan terapi
penggantian setelah bedah mulut pada pasien hemofilia.
 Dosis
Pencegahan kehilangan darah perioperatif
Dosis loading IV 10-100 mg/kg. Berikan secara lambat selama 15 menit
diikuti infus IV pemeliharaan : 1-5 mg/kg/jam
 Eliminasi
Ginjal
OBAT ANESTESI:ASAM
TRANEKSAMAT
 Cara pemberian
Injeksi 100 mg/Ml
 Farmakologi
Asam traneksamat adalah derivat sintesis asam amino lisin yang
mengeluarkan efek antifibrinolitiknya melalui blokade reversibel
tempat pengikat lisin pada molekul plasminogen. Asam
traneksamat berperan besar pada kondisi hemoragik.
OBAT ANESTESI:EPHEDRINE

 Ephedrine digunakan sebagai vasopresor, bronkodilator.


 Dosis
Hipotensi
IV 5-20 mg (100-200 µg/kg)
IM/SC 25-50 mg
Jika perlu, dosis dapat diulang dalam 5-10 menit. Dosis parenteral maksimum
150 mg
(3 mg/kg) dalam 24 jam.
Bronkospasme
IV/IM/SC 5-20 mg (100-200 µg/kg)
IM 25-50 mg
PO 25-50 mg setiap 3-4 jam jika perlu.
OBAT ANESTESI:EPHEDRINE

 Eliminasi
Hepatik, renal
 Cara pemberian
Injeksi 25 mg/Ml, 50 mg/Ml
 Farmakologi
Ephedrine bekerja pada reseptor alpha dan beta, menyebabkan
bronkodilatasi, vasokonstriksi perifer, dan stimulasi system saraf
pusat. Ephedrine meningkatkan curah jantung, tekanan darah, dan
frekuensi jantung melalui stimulasi adrenergik alfa dan beta.
OBAT ANESTESI:EPHEDRINE

 Dosis untuk hipotensi saat operasi:


Ephedrine HCL: 3 – 6 mg IV secara perlahan tiap 3 – 4 menit
sesuai kebutuhan, max 30 mg
Ephedrine sulfate: 5 – 25 IV secara perlahan, dapat diulangi
sesuai respon pasien, max: 150 mg/ hari.
 Farmakokinetik
 Onset : IV hampir segera, IM beberapa menit
 Efek : IV 2-5 menit, IM <10 menit
 Durasi : IV/IM 10-60 menit
OBAT ANESTESI:PETHIDINE

 Pethidine digunakan sebagai pramedikasi, analgesia, pencegahan dan


pengobatan menggigil pascaoperasi.
 Dosis
Analgesia
PO / IM /SC 50 – 150 Mg(1-3 Mg/Kg)
IV Lambat 25 – 100 Mg (0,5 – 2,0 Mg/Kg)
Spinal Bolus 10 – 50 Mg (0,2 – 1,0 Mg/Kg). Gunakan larutan 5% bebas pengawet
(50Mg/ml).
Infus 5 – 10 Mg/jam (0,1 – 0,2 Mg/Kg/jam).
Pencegahan / pengobatan menggigil IV/IM 25 – 75Mg (0,5 – 2,0 Mg/Kg).
Dosis maksimum yang dianjurkan 1g/hari.
OBAT ANESTESI:PETHIDINE

 Farmakologi
Pethidine adalah agonis opioid sintetik, sekitas 1/10 potennya morfin, dengan onset sedikit
lebih cepat dan durasi kerja lebih singkat. Dibandingkan dengan morfin, pethidine dapat
lebih efektif pada nyeri neuropatik. Obat ini dapat menimbulkan hipotensi ortostatik pada
dosis terapeutik dan memiliki efek depresan miokardium langsung pada dosis tinggi.
Pethidine mengurangi aliran darah serebral, laju metabolik serebral dan tekanan
intrakranil. Pemberian pethidine secara spinal dan epidural menimbulkan analgesia
melalui pengikatan spesifik dan aktifasi reseptor opioid pada subtansia gelatinosa. Tidak
seperti opiat lain, phetidine memiliki aktifitas anastetik lokal yang poten, dan analgesia
spinal disertai blokade sensorik, motorik, dan simpatis.
OBAT ANESTESI:PETHIDINE

 Eliminasi
Hepatik
 Cara pemberian
Injeksi 10Mg/ml, 25 Mg/ml, 50 Mg/ml, 75Mg/ml, 100 Mg/ml.
Tablet 50 Mg, 100 Mg
Larutan oral 50 Mg/5 ml.
 Farmakokinetik
 Onset PO 10 – 45 menit, IV < 1 menit, IM 1 – 5 menit. Epidural / spinal 2 – 12
menit.
 Efek PO < 1 jam. IV 5 – 20 menit. IM 30 – 50 menit. Epidural / spinal 30
menit.
 Durasi PO/IV/IM 2 – 4 jam. Epidural / spinal 0,5 – 3 jam
PEMBAHASAN PRE-OPERATIF

 Pasien laki-laki usia 76 tahun dengan berat badan 54 kg


dengan diagnosis Benign Prostatic Hyperplasia dilakukan
tindakan open prostatectomy.
 Status fisik ASA I
 Lambung dalam keadaan kosong, karena pasien sudah dipuasakan
 Pasien sudah diberikan cairan Ringer Asetat 150 ml, diharapkan
dapat menggantikan cairan puasa pasien.
PEMBAHASAN DURANTE OP

Pemilihan anestesi regional dengan teknik spinal dengan pertimbangan:


1. Lokasi yang akan dilakukan operasi terletak pada daerah abdominal-
inguinal
2. Durasi operasi relatif singkat (sekitar 3 jam)
3. Pada pemeriksaan fisik, laboratorium dan penunjang lainnya tidak
ditemukan kelainan yang menjadi kontraindikasi tindakan anestesi
spinal
4. Posisi pasien selama operasi adalah terlentang
5. Operasi yang tidak memerlukan instrumen alat bantu nafas
6. Pasien tetap sadar, komunikatif, relaksasi optimal, perawatan pasca
bedah minimal sehingga nyeri pasca bedah dapat dikelola lebih mudah
7. Tidak ada penolakan dari pasien untuk dilakukannya prosedur anestesi
spinal
PEMBAHASAN DURANTE OP

 Cairan Intra Anestesi


Cairan masuk :
Ringer Asetat 350 ml
Ringer Laktat 500 ml
Gelafusal 500 ml
Cairan keluar :
Darah 1000 ml
PEMBAHASAN POST OP

 Setelah operasi selesai, pasien dipindahkan ke ruang pemulihan


dan dilanjutkan monitoring tanda tanda vital setiap 5 menit
untuk mencegah penurunannya dan diberikan oksigen 2 lpm
melalui nasal canul. Dilakukan penilaian Bromage score, jika
skor kurang dari 2 (hampir lengkap hanya telapak kaki dapat
bergerak), pasien dikembalikan ke ruang perawatan.
KESIMPULAN

 Pada kasus ini, penatalaksanaan anestesi pada pre-operasi,


durante-operasi, dan post-operasi sudah sesuai dengan teori
dan indikasi yang ada. Namun, terdapat faktor-faktor tertentu
yang menyebabkan terjadinya perdarahan dan penurunan
tekanan darah pada saat operasi berlangsung sehingga harus
dilakukan pemberian obat tambahan pada pasien ini.
 Pemilihan penggunaan spinal anestesi dikarenakan lokasi yang
akan dilakukan operasi terletak pada daerah abdominal-
inguinal, durasi operasi relatif singkat (sekitar 3 jam), dan pada
pemeriksaan fisik, laboratorium dan penunjang lainnya tidak
ditemukan kelainan yang menjadi kontraindikasi tindakan
anestesi spinal.
KESIMPULAN

 Pilihan obat anestesi yang diberikan yaitu Regivell 0,5% 3 ml,


Ondansetrone 4 mg, Asam Traneksamat 500 mg, Ephedrine 10
mg, dan Pethidine 50 mg.
 Dilakukan monitoring tanda-tanda vital setiap 5 menit sekali
selama operasi untuk mengetahui penurunan tanda tanda vital.
Setelah operasi, pasien dibawa ke ruang pemulihan dan
dilakukan pemantauan tanda-tanda vital lanjutan hingga pasien
memenuhi batas minimal skor Bromage.
DAFTAR PUSTAKA

 Bab 4 & 5 Anestetik Lokal dan Analgesia Regional. Dalam: Latief Said
A., Kartini A. Suryadi, M. Ruswan Dachlan. Petunjuk Praktis
Anestesiologi edisi kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. Hal 119- 97.
 Baldini G, Butterworth JF, Carli F, et al. Spinal, Epidural, and Caudal
Block. Dalam: Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical
Anesthesiology 5th Edition. United States of America: Lange Medical
Books/McGraw-Hill. 2013. Hal. 937-74.
 Sukmono RB. Anestesia Regional. Dalam: Soenarto RF, Chandra S.
Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta: Departemen Anestesiologi dan
Intensive Care Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran. 2012. Hal
451-67.
 Chapter 16 : Local Anesthetics. Dalam: Morgan GE, Mikhail MS, Murray
MJ. Clinical Anesthesiology 5th Edition. United States of America:
Lange Medical Books/McGraw-Hill. 2013. Hal. 276 – 263.

Anda mungkin juga menyukai