Anda di halaman 1dari 19

( TINEA CRURIS )

Oleh :
Muhammad Padlazio MS
Zulkarnain
Eli Firliana

Pembimbing:
dr. Frida A. Ginting,Sp.KK
DEFINISI
Tinea kruris adalah dermatofitosis pada
lipat paha, daerah perineum dan sekitar
anus. Kelainan ini dapat bersifat akut
atau menahun, bahkan dapat merupakan
peny.akit yang berlangsung seumur
hidup
EPIDEMIOLOGI
Tinea kruris menyebar melalui kontak
langsung dan diperburuk oleh
lingkungan yang lembab. Tinea kruris
tiga kali lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan dengan wanita, dan orang
dewasa lebih sering terkena daripada
anak-anak
ETIOLOGI
Tiga penyebab utama tinea kruris yaitu :
1. Epidermophyton floccosum,
2. Trichophyton rubrum and
3.Trichophyton mentagrophytes.
Dermatofita Gambaran Klinis
Trichophyton  Penyebab paling utama di USA
rubrum  Biasanya penyakit akan berkembang menjadi
kronis
 Jamur tidak dapat bertahan pada (perabotan,
karpet dan linen) dalam jangka waktu yang lama
 Sering melebar ke gluteus, pinggang dan paha
Epidermophyton  Umumnya berhubungan dengan “epidemics”
floccosum seperti menyebar pada kamar ganti asrama
 Infeksi akut (jarang kronis)
 Jamur dapat bertahan pada (perabotan, karpet
dan linen) dalam jangka waktu yang lama
 Penyebaran jamur tidak melewati daerah inguinal
Trichophyton  Infeksi lebih parah dan akut akan menyebabkan
mentagrophytes peradangan dan pustul
 Jamur cepat menyebar ke tubuh dan ekstremitas
inferior, menyebabkan inflamasi berat
 Biasanya didapatkan pada bulu binatang
PATOGENESIS
Infeksi dermatofita melalui tiga proses, yaitu perlekatan ke keratinosit,
penetrasi melewati dan diantara sel, dan perkembangan respon pejamu.

- Pertama adalah berhasil melekatnya artrokonidia, spora aseksual


yang dibentuk dari hasil fragmentasi hifa, ke permukaan jaringan
berkeratin setelah melewati beberapa pertahanan pejamu, antara
lain asam lemak yang dihasilkan oleh kelenjar sebasea yang
bersifat fungistatik dan kompetisi dengan flora normal.

-Proses kedua adalah invasi spora ke lapisan yang lebih dalam.


Tahap ini dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim
musinolitik, yang menjadi nutrisi bagi jamur. Trauma dan maserasi
juga membantu penetrasi jamur ke keratinosit.
- Proses ketiga adalah perkembangan respon pejamu.
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun penderita
dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitifitas tipe IV,
atau Delayed Type Hipersensitivity (DHT) memegang
peranan yang sangat penting dalam melawan dermatofita.

-Faktor host yang berperan pada dermatofitosis yaitu


genetik, jenis kelamin, usia, obesitas, penggunanaan
kortikosteroid dan obat-obat imunosupresif. Kulit di lipat
paha yang basah dan tertutup menyebabkan terjadinya
peningkatan suhu dan kelembaban kulit sehingga
memudahkan infeksi.
GAMBARAN KLINIS
Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk (polimorfik), baik
primer maupun sekunder.6 Tinea kruris mempunyai lesi yang khas
berupa plak eritematosa berbatas tegas meluas dari lipat paha
hingga ke paha bagian dalam dan seringkali
bilateral

1. Lesi disertai skuama selapis dengan tepi yang meninggi.


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menegakkan diagnosis tinea kruris dibutuhkan uji
diagnostik untuk mengisolasi dan mengidentifikasi
jamur.
1. Pemeriksaan elemen jamur
Spesimen kerokan kulit diambil dari daerah pinggir lesi
yang meninggi atau aktif.

2. Pemeriksaan mikroskopik langsung untuk


mengidentifikasi struktur jamur merupakan teknik yang
cepat, sederhana, terjangkau, dan telah digunakan
secara luas sebagai teknik skrining awal
3. Pemeriksaan kultur
Kultur jamur merupakan metode diagnostik yang lebih spesifik
namun membutuhkan waktu yang lebih lama dan memiliki
sensitivitas yang rendah, harga yang lebih mahal Pemeriksaan
kultur tidak rutin dilakukan pada diagnosis dermatofitosis.
Biasanya digunakan hanya pada kasus yang berat dan tidak
berespon pada pengobatan sistemik.

4. Pemeriksaan Histopatologi
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi tidak dilakukan pada
gambaran lesi yang khas. Biopsi dilakukan untuk penegakan
diagnosis yang memerlukan terapi sistemik pada lesi yang luas
Morfologi dan gambaran mikroskopis jamur penyebab
tersering tinea kruris
Morfologi Koloni Gambaran Keterangan
Mikroskopis
T. rubrum

Beberapa mikrokonidia berbentuk air mata,


makrokonidia jarang berbentuk pensil.

E. floccosum Tidak ada mikrokonidia, beberapa dinding tipis dan


tebal. Makrokonidia berbentuk gada.

T. interdigitale

Mikrokonidia yang bergerombol, bentuk cerutu


yang jarang, terkadang hifa spiral.
DIAGNOSIS BANDING
1. eritrasma,
2. dermatitis seboroik,
3. pemfigus vegetans, dan psoriasis
intertriginosa
DIAGNOSIS
1.anamnesis,
2.gejala klinis dan
3.pemeriksaan penunjang.
PENATALAKSANAAN
1. Tatalaksana Umum
Secara umum, tatalaksana tinea kruris berupa
edukasi untuk mencegah infeksi berulang.

2. Tatalaksana Khusus
Untuk lesi yang ringan dan tidak luas cukup
diberikan terapi topikal saja. Terapi sistemik
diberikan untuk lesi yang lebih luas dan
meradang, sering kambuh dan tidak sembuh
dengan obat topikal yang sudah adekuat
Beberapa pilihan obat antijamur topikal
dapat dilihat pada
Golongan Imidazol Golongan Alilamin Golongan Naftionat Golongan lain

mikonazol 2% naftitin 1% tolnaftat 1% siklopiroksolamin 1%


klotrimazol 1% terbinafin 1% tolsiklat salep Whitfield
ekonazol 1% butenafin 1% salep 2-4/3-10
isokonazol vioform 3%
sertakonazol
tiokonazol 6,5%
ketokonazol 2%
bifonazol
oksikonazol 1%
Golongan Sediaan dan dosis
Alilamin
- terbinafin - Bersifat fungisidal, paling efektif untuk infeksi jamur dematofita, Sediaan: Tablet 250 mg, Dosis: 250 mg/hari
selama 2 pekan (Dewasa), Dosis: 3-6 mg/kgBB/hari selama 2 pekan (Anak)

Imidazol - Bersifat fungistatik, Interaksi dengan obat lain cukup banyak, Sediaan: Kapsul 100 mg, solusio oral 10mg/ml,
- itrakonazol Dosis: 100 mg/hari selama 2 pekan (Dewasa), Dosis: 5 mg/kgBB/hari selama 1 pekan (Anak)

- flukonazol - Bersifat fungistatik, Sediaan: Tabel 100, 150, 200 mg, suspensi oral 10 dan 40 mg/ml, injeksi 400 mg, Dosis: 150
mg/pecan selama 4-6 pekan

- ketokonazol - Bersifat fungistatik, Dikonsumsi dengan makanan atau minuman bersoda, Bersifat hepatotoksik, Sediaan: Tablet
200 mg, Dosis: 200 mg/hari selama 10-14 hari

Griseofulvin - Bersifat fungistatik, aktif untuk golongan dermatofita , Efek samping: sefalgia, gejala gastrointestinal,
fotosensitivitas, Dikonsumsi dengan makanan berlemak, Sediaan:, Micronized: Tabel 250 dan 500 mg, oral
suspensi 125mg/ sendok the, Ultramicronized: Tablet 165 dan 330 mg, Dosis: 500 mg/hari selama 2-6 pekan
(Dewasa), Dosis: 10-20 mg (ultramicronized)/kgBB/hari selama 6 pekan (Anak)
PROGNOSIS
Prognosis tinea kruris baik jika diagnosis dan
penanganannya tepat, tapi penyakit ini dapat
kambuh jika tidak dapat keadaan kering.
Mortalitas tidak ada kaitannya dengan tinea
cruris. Tapi pruritus yang dialami pada
penderita tinea cruris dapat menyebabkan
likenifikasi, infeksi bacterial sekunder, dan
iritasi serta dermatitis kontak alergi yang
disebabkan oleh pengobatan topikal
KESIMPULAN
Tinea kruris merupakan jamur dermatofit yang mengenai
daerah inguinal, paha bagian atas, bokong, pubis, genital,
dan perianal. Tinea kruris terutama disebabkan oleh E.
floccosum, diikuti T. rubrum dan T. mentagrophytes.
Diagnosis tinea kruris ditegakkan berdasarkan karakteistik
gambaran klinis yang khas yaitu gambaran polisiklik, bagian
tepi lesi tampak lebih aktif dibanding bagian tengah yang
tampak seperti menyembuh (central healing) dan
dikonfirmasi dengan pemeriksaan elemen jamur dengan
penambahan larutan KOH 10%, tampak hifa panjang,
bereskat, dan bercabang, atau dengan pemeriksaan kultur.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai