Anda di halaman 1dari 66

Sterilisasi

Pengertian Sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh semua
jasad renik yang ada, jika ditumbuhkan di alam suatu
medium tidak ada jasad renik yang dapat berkembang
baik. Sterilisasi harus dapat membunuh renik yang
paling tahan panas yaitu spora bakteri (Fardiaz, 1992).
Adanya pertumbuhan mikroorganisme menunjukkan
bahwa pertumbuhan bakteri masih berlangsung dan
tidak sempurnanya proses sterilisasi. Jika sterilisasi
berlangsung sempurna, maka spora bakteri yang
merupakan bentuk paling resisten dari kehidupan
mikrobia akan diluluhkan (Lay dan Hatowo, 1992).
Steralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan
sesuatu (alat,bahan,media, dan lain-lain) dari
mikroorganisme yang tidak diharapkan kehadirannya
baik yang patogen maupun yang apatogen. Atau bisa
juga dikatakan sebagai proses untuk membebaskan
suatu benda dari semua mikroorganisme, baik bentuk
vegetative maupun bentuk spora.
Proses sterilisasi dipergunakan pada bidang
mikrobiologi untuk mencegah pencernaan organisme
luar, pada bidang bedah untuk mempertahankan
keadaan aseptis, pada pembuatan makanan dan obat-
obatan untuk menjamin keamanan terhadap
pencemaran oleh miroorganisme dan di dalam bidang-
bidang lain pun sterilisasi ini juga penting.
Sterilisasi banyak dilakukan di rumah sakit melalui
proses fisik maupun kimiawi. Steralisasi juga dikatakan
sebagai tindakan untuk membunuh kuman patogen
atau kuman apatogen beserta spora yang terdapat
pada alat perawatan atau kedokteran dengan cara
merebus, stoom, menggunakan panas tinggi, atau
bahkan kimia. Jenis sterilisasi antara lain sterilisasi
cepat, sterilisasi panas kering, steralisasi gas (Formalin
H2 O2), dan radiasi ionnisasi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam steralisasi di antaranya:
a. Sterilisator (alat untuk mensteril) harus siap pakai,
bersih, dan masih berfungsi.
b. Peralatan yang akan di steralisasi harus dibungkus dan
diberi label yang jelas dengan menyebutkan jenis peralatan,
jumlah, dan tanggal pelaksanaan sterilisasi.
c. Penataan alat harus berprinsip bahwa semua bagian
dapat steril.
d. Tidak boleh menambah peralatan dalam sterilisator
sebelum waktu mensteril selesai.
e. Memindahklan alat steril ke dalam tempatnya dengan
korentang steril
f. Saat mendinginkan alat steril tidak boleh membuka
pembungkusnya, bila terbuka harus dilakukan steralisasi ulang
Klasifikasi dan penggolongan Sterilisasi
Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3
cara yaitu secara mekanik, fisik dan kimiawi:
1. Sterilisai secara mekanik (filtrasi)
Di dalam sterilisai secara mekanik (filtrasi),
menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil
(0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba
tertahan pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan
untuk sterilisasi bahan yang peka panas, misal nya
larutan enzim dan antibiotik.
Jika terdapat beberapa bahan yang akibat pemanasan
tinggi atau tekanan tinggi akan mengalami perubahan
atau penguraian, maka sterlisasi yang digunakan adalah
dengan cara mekanik, misalnya dengan saringan.
Didalam mikrobiologi penyaringan secara fisik paling
banyak digunakan adalah dalam penggunaan filter
khusus misalntya filter berkefeld, filter chamberland,
dan filter seitz. Jenis filter yang dipakai tergantung pada
tujuan penyaringan dan benda yang akan disaring.
Penyaringan dapat dilakukan dengan mengalirkan gas
atau cairan melalui suatu bahan penyaring yang
memilki pori-pori cukup kecil untuk menahan
mikroorganisme dengan ukuran tertentu. Saringan akan
tercemar sedangkan cairan atau gas yang melaluinya
akan steril. Alat saring tertentu juga mempergunakan
bahan yang dapat mengabsorbsi mikroorganisme.
Saringan yang umum dipakai tidak dapat menahan
virus. Oleh karena itu, sehabis penyaringan medium
masih harus dipanasi dalam otoklaf. Penyaringan
dilakukan untuk mensterilkan substansi yang peka
tehadap panas seperti serum,enzim,toksin
kuman,ekstrak sel,dsb.
2. Sterilisasi secara fisik
Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan &
penyinaran
a. Pemanasan
Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api
secara langsung, contoh alat : jarum inokulum, pinset, batang
L, dll. 100 % efektif namun terbatas penggunaanya.
Panas kering: sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800C.
Sterilisasi panas kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca
misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dll. Waktu relatif lama
sekitar 1-2 jam. Kesterilaln tergnatung dengan waktu dan suhu
yang digunakan, apabila waktu dan suhu tidak sesuai dengan
ketentuan maka sterilisasipun tidak akan bisa dicapai secara
sempurna.
Uap air panas: konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang
mengandung air lebih tepat menggungakan metode ini supaya
tidak terjadi dehidrasi Teknik disinfeksi termurah Waktu 15
menit setelah air mendidih Beberapa bakteri tidak terbunuh
dengan teknik ini:Clostridium perfingens dan Cl. botulinum
Uap air panas bertekanan : menggunalkan autoklaf
menggunakan suhu 121 C dan tekanan 15 lbs, apabila sedang
bekerja maka akan terjadi koagulasi. Untuk mengetahui
autoklaf berfungsi dengan baik digunakanBacillus
stearothermophilus Bila media yang telah distrerilkan.
diinkubasi selama 7 hari berturut-turut apabila selama 7 hari:
Media keruh maka otoklaf rusak Media jernih maka otoklaf
baik, kesterilalnnya, Keterkaitan antara suhu dan tekanan
dalam autoklaf
b. Pasteurisasi: Pertama dilakukan oleh Pasteur, Digunakan
pada sterilisasi susu Membunuh kuman: tbc, brucella,
Streptokokus, Staphilokokus, Salmonella, Shigella dan difteri
(kuman yang berasal dari sapi/pemerah) dengan Suhu 65 C/
30 menit.
c. Penyinaran dengan sinar UV
Sinar Ultra Violet juga dapat digunakan untuk proses
sterilisasi, misalnya untuk membunuh mikroba yang
menempel pada permukaan interior Safety Cabinet dengan
disinari lampu UV Sterilisaisi secara kimiawi biasanya
menggunakan senyawa desinfektan antara lain alkohol.
Beberapa kelebihan sterilisasi dengan cara ini:
1. Memiliki daya antimikrobial sangat kuat
2. Daya kerja absorbsi as. Nukleat
3. Panjang gelombang: 220-290 nm paling efektif 253,7 nm
4. Kelemahan penetrasi lemah
5. Sinar Gamma Daya kerjanya ion bersifat hiperaktif
Sering digunakan pada sterilisasi bahan makanan,
terutama bila panas menyebabkan perubahan rasa,
rupa atau penampilan Bahan disposable: alat suntikan
cawan petri dpt distrelkan dengan teknik ini. Sterilisasi
dengan sinar gamma disebut juga “sterilisasi dingin”
3. Sterilisasi Secara Kimiawi
Biasanya sterilisasi secara kimiawi menggunakan
senyawa desinfektan antara lain alkohol. Antiseptik
kimia biasanya dipergunakan dan dibiarkan menguap
seperti halnya alkohol. Umumnya isopropil alkohol 70-
90% adalah yang termurah namun merupakan
antiseptik yang sangat efisien dan efektif. Penambahan
yodium pada alkohol akan meningkatkan daya
disinfeksinya. Dengan atau iodium, isopropil tidak
efektif terhadap spora. Solusi terbaik untuk membunuh
spora adalah campuran formaldehid dengan alkohol,
tetapi solusi ini terlalu toksik untuk dipakai sebagai
antiseptik.
Pemilihan antiseptik terutama tergantung pada kebutuhan
daripada tujuan tertentu serta efek yang dikehendaki. Perlu
juga diperhatikan bahwa beberapa senyawa bersifat iritatif,
dan kepekaan kulit sangat bervariasi. Zat-zat kimia yang dapat
dipakai untuk sterilisasi antara lain yaitu halogen (senyawa
klorin, iodium), alkohol,fenol,hidrogen feroksida,zat warna
ungu kristal, derivat akridin, rosanalin, detergen, logam berat
(hg,Ag,As,Zn), aldehida, dll.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada disinfeksi kimia


a. Rongga (space)
b. Sebaiknya bersifat membunuh (germisid)
c. Waktu (lamanya) disinfeksi harus tepat
d. Pengenceran harus sesuai dengan anjuran
e. Solusi yang biasa dipakai untuk membunuh spora kuman
biasanya bersifat sangat mudah menguap
f. Sebaiknya menyediakan hand lation àmerawat tangan
setelah berkontak dengan disinfekstan
Faktor-faktor yang mempengaruhi sterilisasi dengan cara
kimia:
1. Jenis bahan yang digunakan
2. Konsentrasi bahan kimia
3. Sifat Kuman
4. pH
5. Suhu
Beberapa Zat Kimia yang sering digunakan untuk
sterilisasi
1. Alkohol
a. Paling efektif utk sterilisasi dan desinfeksi
b. Mendenaturasi protein dengan jalan
dehidrasi à membran sel rusak & enzim tdk aktif
2. Halogen
Mengoksidasi protein kuman
3. Yodium
a. Konsentrasi yg tepat tdk mengganggu kulit
b. Efektif terhadap berbagai protozoa
4. Klorin
a. Memiliki warna khas dan bau tajam
b. Desinfeksi ruangan, permukaan serta alat non
bedah
5. Fenol (as. Karbol)
a. Mempresipitasikan protein secara aktif, merusak
membran sel menurunkan tegangan permukaan
b. Standar pembanding untuk menentukan aktivitas
suatu desinfektan
c. Peroksida (H2O2)
d. Efektif dan nontoksid
e. Molekulnya tidak stabil
f. Menginaktif enzim mikroba
6. Gas Etilen Oksida
Mensterilkan bahan yang terbuat dari plastik
Klasifikasi Sterilisasi dalam Keperawatan diantaranya :
Sterilisasi dengan Pemanasan

STERILISATOR
1. Dengan pemanasan kering
Pembakaran
Alat yang Dapat diartikan suatu pelintasan alat gelas (ujung
pinset, bibir tabung, mulut erlenmeyer, dll) melalui nyala api.
Cara ini merupakan hal darurat dan tidak memberikan
jaminan bahwa mikroorganisme yang melekat pada alat
dengan pasti terbunuh.
digunakan adalah lampu spiritus/bunsen. Pembakaran dapat
dilakukan dengan cara :
a. Memijarkan
Pembakaran dengan cara ini hanya cocok untuk alat-alat logam
(ose, pinset, dll), yang dibiarkan sampai memijar. Dengan cara ini
seluruh mikroorganisme, termasuk spora, dapat dibasmi.
b. Menyalakan
Cara mensterilkan ose :
Ose disterilkan dengan cara dibakar pada nyala api lampu
spiritus atau lampu gas. Pada waktu memanaskan ose, dimulai
dari pangkal kawat dan setelah terlihat merah berpijar secara
pelan-pelan pemansan dilanjutkan ke ujung ose. Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah terloncatnya kuman akibat
pemanasan langsung dan terlalu cepat pada mata ose. Nyala api
pada sterilisator mempunyai perbedaan dalam derajat panas.
ABCD (diarsir) : merupakan ruang oksidasi
ABCD : merupakan ruang reduksi
AB : dasar api
a : ruang oksidasi atas
b : ruang oksidasi bawah
c : ruang reduksi atas
d : ruang reduksi bawah
e : bagian yang paling tidak panas
Tempat yang paling panas adalah ruang oksidasi bawah yang
letaknya kira-kira sepertiga bawah dari tingginya nyala api.
Yang perlu diperhatikan :
1. jangan memegang mata ose dengan tangan sebelum ose
disterilkan
2. jangan meletakkan ose di atas meja, tetapi letakkan pada
tempat yang disediakan setelah disterilkan.
Dengan udara panas (hot air oven)
Dengan udara panas (hot air oven)
Cara ini menggunakan udara yang dipanaskan dan kering, serta
berlangsung dalam sterilisator udara panas (oven). Pemanasan dengan
udara panas dugunakan untuk sterilisasi alat-alat laboratorium dari
gelas misalnya : petri, tabung gelas, botol pipet dll, juga untuk bahan-
bahan minyak dan powder misalnya talk. Bahan dari karet, kain, kapas
dan kasa tidak dapat ditserilkan dengan cara ini.
Setelah dicuci alat-alat yang akan disterilkan dikeringkan dan
dibungkus dengan kertas tahan panas, kemudian dimasukkan dalam
oven dan dipanaskan pada temperatur antara 150 - 170ºC, selama
kurang lebih 90 – 120 menit. Hal yang perlu diperhatikan adalah
bahwa di antara bahan yang disterilisasi harus terdapat jarak yang
cukup, untuk menjamin agar pergerakan udara tidak terhambat.
2. Dengan pemanasan basah
Dengan merebus
Digunakan untuk mensterilkan alat-alat seperti gunting, pinset, skalpel,
jarum, spuit injeksi dan sebagainya dengan cara direbus dalam suasana
mendidih selama 30-60 menit.
Dengan uap air panas
Digunakan terutama untuk mensterilkan media-media yang akan
mengalami kerusakan bila dikerjakan dengan sterilisasi uap air panas
dengan tekanan (autoklav) ataupun untuk alat-alat tertentu. Cara ini
dijalankan dengan pemanasan 100ºC selama 1 jam. Perlu diingat
bahwa dengan cara ini spora belum dimatikan, dan ada beberapa
media yang tidak tahan pada panas tersebut (misalnya media
Loewenstein, Urea Broth). Media tersebut disterilkan dengan cara
sterilisasi bertingkat ataupun filtrasi. Alat yang digunakan adalah
sterilisator, autoklav, dimana tekanan dalam autoklav dijaga tetap 1
atmosfer (klep pengatur tekanan dalam keadaan terbuka).
Dengan uap air bertekanan (Autoklav)
Dengan cara pengatur tekanan dalam autoklav, maka
dapat dicapai panas yang diinginkan. Cara ini dipakai
untuk sterilisasi media yang tahan terhadap pemanasan
tinggi. Sterilisasi biasanya dijalankan dengan
menggunakan panas 120ºC selama 10 – 70 menit
tergantung kebutuhan. Hal yang perlu diperhatikan bila
mengerjakan sterilisasi dengan menggunakan autoklav :
a. harus ditunggu selama bekerja
b. hati-hati bila mengurangi tekanan dalam autoklav
(perubahann temperatur dan tekanan secara
mendadak dapat menyebabkan cairan yang disterilkan
meletus dan gelas-gelas dapat pecah).
Pada sterilisasi dengan pemanasan kering, bakteri akan
mengalami proses oksidasi putih telur, sedang dengan
sterilisasi panas basah, akan mengakibatkan terjadinya
koagulasi putih telur bakteri. Dalam keadaan lembab
jauh lebih cepat menerima panas daripada keadaan
kering sehingga sterilisasi basah lebih cepat dibanding
oksidasi).
Pasteurisasi
Digunakan untuk mensterilkan susu dan minuman
beralkohol. Panas yang digunakan 61,7ºC selama 30
menit.
Sterilisasi dengan Filtrasi
Sterilisasi dengan cara ini dilakukan dengan
mengalirkan cairan atau gas pada saringan berpori kecil
sehingga dapat menahan mikroorganisme dengan
ukuran tertentu. Kegunaan:
- untuk sterilisasi media yang tidak tahan terhadap
pemanasan, misalnya Urea Broth ataupun untuk
sterilisasi vaksin, serum, enzim, vitamin.
- Meminimalkan kuman udara masuk untuk ruangan
kerja secara aseptis
Virus seperti mikroorganisme tanpa dinding sel
(mikroplasma) umumnya tidak dapat ditahan oleh filter.
Sterilisasi dengan Penyinaran (radiasi)

MEMAKAI RADIASI INFRARED


Sterilisasi dengan cara ini diperlukan jika sterilisasi panas maupun
dinding tidak dapat dilakukan. Beberapa macam radiasi mengakibatkan
letal terhadap sel-sel jasad renik dan mikroorganisme lain. Jenis radiasi
termasuk bagian dari spkterum elektromagnetik, misalnya : sinar
ultraviolet, sinar gamma, sinar x dan juga sinar katoda elektro
kecepatan tinggi. Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang 15-
390 nm. Lampu sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 260 – 270
nm, dimana sinar dengan panjang gelombang sekitar 265 nm
mempunyai daya bakterisid yang tinggi. Lampu ultraviolet digunakan
untuk mensterilkan ruangan, misalnya di kamar bedah, ruang
pengisian obat dalam ampul dan flakon di industri farmasi, juga bisa
digunakan diperusahaan makanan untuk mencegah pencemaran
permukaan.
Sinar x mempunyai daya penetrasi lebih besar
dibanding dengan sinar ultraviolet. Sinar gamma
mempunyai daya penetrasi lebih besar dibandingkan
dengan sinar x dan digunakan untuk mensterilkan
material yang tebal, misalnya bungkusan alat-alat
kedokteran atau paket makanan. Sinar katoda biasa
dipakai menghapus hama pada suhu kamar terhadap
barang-barang yang telah dibungkus.
Cara Kimia (Khemis)

BAHAN KIMIA
Merupakan cara sterilisasi dengan bahan kimia. Beberapa istilah yang
perlu difahami:
a. Desinfektan adalah suatu bahan kimia yang dapat membunuh
sel-sel vegetatif dan jasad renik. Biasanya digunakan untuk obyek yang
tidak hidup, karena akan merusak jaringan. Prosesnya disebut
desinfeksi.
b. Antiseptik adalah suatu bahan atau zat yang dapat mencegah,
melawan maupun membunuh pertumbuhan dan kegiatan jasat renik.
Biasanya digunakan untuk tubuh. Prosesnya disebut antiseptis.
c. Biosidal adalah suatu zat yang aksinya dipakai unhtuk membunuh
mikroorganisme, misal : bakterisid, virosid, sporosid.
d. Biostatik adalah zat yang aksinya untuk mencegah/menghambat
pertumbuhan organisme, misal : bakteriostatik, fungistatik.
Ada beberapa zat yang bersifat anti mikroba.
1. Fenol dan derivatnya
Zat kimia ini bekerja dengan cara mempresipitasikan
protein secara aktif atau merusak selaput sel dengan
penurunan tegangan permukaan. Fenol cepat bekerja
sebagai desinfektan maupun antiseptik tergantung
konsentrasinya. Daya antimikroba fenol akan berkurang
pada suasana alkali, suhu rendah, dan adanya sabun.
2. Alkohol
Alkohol beraksi dengan mendenaturasi protein dengan jalan dehidrasi dan
melarutkan lemak sehingga membran sel rusak dan enzim-enzim akan
diinaktifkan oleh alkohol. Etil alkohol (etanol) 50-70% mempunyai sifat
bakterisid untuk bentuk vegetatif. Metanol daya bakterisidnya kurang
dibandingkan etanol, dan beracun terhadap mata.
3. Halogen beserta gugusannya
Halogen beserta gugusannya ini mematikan mikroorganisme dengan cara
mengoksidadi protein sehingga merusak membran dan menginaktifkan
enzim-enzim. Misalnya :
a. Yodium dipakai untuk mendesinfeksi kulit sebelum dilakukan pembedahan
Hipoklorit digunakan untuk sanitasi alat-alat rumah tangga. Yang umum
dipakai adalah kalsium dipoklorit dan sodium hipoklorit.
4. Logam berat dan gugusannya
Logam berat dapat memprestasikan enzim-enzim atau protein
esensial lain dalam sel sehingga dapat berfungsi sebagai anti
mikroba.
Contoh :
a. Merkurokrom, merthiolat sebagai antiseptik.
b. Perak nitrat sebagai tetes mata guna mencegah penyakit
mata pada bayi (Neonatol gonococcal ophthalmitic).
5. Deterjen
Dengan gugus hipofilik dan hidrofilik, deterjen akan merusak
membran sitoplasma.
6. Aldehid
Aldehid mendesinfeksi dengan cara mendenaturasi protein.
Contoh : formalin (formaldehid)
7. Gas sterilisator
Digunakan untuk bahan/alat yang tidak dapat
disterilkan dengan panas tinggi atau dengan zat kimia
cair. Pada proses ini material disterilkan dengan gas
pada suhu kamar. Gas yang dipakai adalah ethilen
oksida.
Kebaikannya : ethilen oksida memp unyai daya
sterilisasi yang besar dan daya penetrasinya besar
Kejelekannya : ethilen oksida bersifat toksis dan mudah
meledak.
2.3 Penggunaan Sterilisasi
Sterilisasi merupakan upaya pembunuhan atau penghancuran
semua bentuk kehidupan mikroba yang dilakukan dirumah sakit
melalui proses fisik maupun kimiawi. Sterilisasi juga dikatakan
sebagai tindakan untuk membunuh kuman pathogen atau
apatogen beserta spora yang terdapat pada alat perawatan atau
kedokteran dengan cara merebus, stoom, menggunakan panas
tinggi, atau bahan kimia. Jenis sterilisasi antara lain sterilisasi
cepat, sterilisasi panas kering, sterilisasi gas (formalin, H2O2).
Teknik steril biasanya di gunakan dalam ruangan operasi dan
ruang bersalin, selain menggunakan teknik steril pada tempaat
tidur pasien untuk prosedur invasive seperti:
1. Mengisap jalan napas pasien
2. Memasukkan kateter urinarius
3. Mengganti balutan luka
Daerah steril biasanya dibatasi dengan duk steril atau lapisan
tebal kertas berlilin atau kemasan terbuka tempat bahan-bahan
steri dikemas.
Banyak rumah sakit mempunyai pusat penyedian, yaitu tempat
kebanyakan peralatan dan suplai dibersihkan serta desterilkan.
Hasil prose ini dimonitor oleh laboratorium mirobiologi secara
teratur.
Kecenderungan di rumah sakit untuk menggunakan
alat-alat serta bahan yang dijual dalam keadaan steril
dan sekali pakai, seperti alat suntik, jarum, srung
tangan dan masker, tidak saja mengurangi waktu yang
diperlukan untuk membersihkan, menyiapkan, serta
mensterilkan peralatan, tetapi juga mengurangi
pemindah sebaran patogen melalui infeksi silang.
a. Sanitasi lingkungan rumah sakit
Tujuan sanitasi lingkungan ialah membunuh atau menyingkirkan
pencemaran oleh mikrobe dari permukaan. Untuk mengevaluasi
prosedur dan cara-cara untuk mengurangi pencemaran,
dilakukan pengambilan contoh mikroorganisme sewaktu-waktu
dari permukaan. Pinggan-pinggan petri yang menunjukan adanya
pertumbuhan mikrobe sebelum dan sesudah pembersihan
merupakan alat pengajar yang meyakinkan untuk melatih para
petugas yang baru.
Pengurangan kontaminasi oleh mikroba paling baik dicapai
dengan kombinasu pergeseran dan penggsokan, serta air dan
deterjen. Ini sudah cukup, kecuali bila spencemrannya hebat,
maka perlu digunakan desinfektan. Agar efektif, desinfektan
digunakan dalam konsentrasi yang cukup selama waktu
tertentu. Penggunaan desinfektan, misalnya, membantu
menjaga air untuk mengepel agar tidak tercemar. Kain pel
harus di cuci dan di keringkan baik-baik setiap hari untuk
mengurangi pencemaran. Seember larutan dan kain pel basah
sering kali di gunakan untuk membersihkan permukaan benda
lain selain lantai. Bila larutan yang sam dipakai seharian, maka
dapat mengakibatkan pencemaran oleh mikrobe yang lebih
parah dibandingkan sebelum di bersihkan.
Dengan keadaan yang bersih di rumah sakit maka
keadaan asepsis lebih mudah dicapai.
b. Universal Precaution
pengendalian infeksi untuk penyakit-penyakit yang
menular malalui darah .
Berlaku universal ,tidak memandang apa atau siapa
yang dirawat, tahu ataupun tidak tahu status infeksinya.
Setiap tenaga medis harus menyadari bahwa semua
pasien berpotensi menularkan berbagai penyakit.
c. Cuci Tangan
Adalah pencegahan infeksi yang paling penting Harus
merupakan kebiasaan yang mendarah daging bagi tenaga
kesehatan Harus selalu dilakukan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan keperawatan walaupun memakai sarung
tangan atau yang lainya (cuci tangan tidak bisa digantikan
dengan sarung tangan).
Selain itu selalu gunakan alat pelindungan diri secara lengkap
ketika melakukan prosedur invasive, ataupun bedah. Seperti:
1. Gown/barakschort :
2. Masker :
3. Sarung Tangan
4. Kaca mata pelindung/goggles.
d. Pengolaan Sampah Medis Dan Air Limbah
Perlu diatur sedemikian rupa agar alat atau ruang tetap bersih
atau steril,tidak berdekatan dengan limbah atau sampah medis.
Membakar sampah medis sampai menjadi arang.
e. Sterilisasi Dan Desinfeksi Alat-Alat Medis
Desinfekatan :
1. Aseptik/Asepsis :
Suatu istilah umum yg digunakan untuk menggambarkan upaya
kombinasi untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam
area tubuh manapun yg sering menyebabkan infeksi.
Tujuannya :
Mengurangi jumlah mikroorganisem baik pada permukaan hidup
maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat dengan
aman digunakan.
2. Antisepsis :
Proses menurunkan jumlah mikroorganisme pada kulit, selaput
lendir atau bagian tubuh lainnya dengan menggunakan bahan
antimikrobial (antiseptik)
3. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT).
Proses yg menghilangkan semua mikroorganisme kecuali
beberapa endospora bakteri pada benda mati dengan merebus,
mengukus atau penggunaan desinfektan kimia
Sterilisasi :
Upaya pembunuhan atau penghancuran semua bentuk
kehidupan mikroba yg dilakukan di RS melalui proses fisik
maupun kimiawi.
Proses yang menghilangkan semua mikroorganisem (bakteri,
virus, fungi dan parasit) termasuk endospora bakteri pada benda
mati dengan uap air panas tekanan tinggi (otoclaf), panas kering
(oven), sterilan kimia atau radiasi.
f. Pemprosesan Alat
1. Dekontaminasi :
Proses yg membuat benda mati lebih aman ditangani staff
sebelum dibersihkan. Tujuan dari tindakan ini dilakukan agar
benda mati dapat ditangani oleh petugas kesehatan secara
aman, terutama petugas pembersih medis sebelum pencucian
berlangsung.
2. Pencucian/ bilas
Proses yg secara fisik membuang semua debu yg tampak,
kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari benda mati
ataupun membuang sejumlah mikroorganisme untuk
mengurangi resiko bagi mereka yg menangani objek tersebut.
Prosesnya terdiri dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau
detergen dan air, membilas dengan air bersih dan
mengeringkannya.
3. Sterilisasi/DTT
Proses yg menghilangkan semua mikroorganisme kecuali
beberapa endospora bakteri pada benda mati dengan merebus,
mengukus atau penggunaan desinfektan kimia

2.4 Syarat - Syarat Tindakan Aseptis


Aseptik berarti 'tanpa mikro-organisme'. Teknik aseptik mengacu
pada praktek yang digunakan untuk menghindari kontaminasi
organisme patogen. Tujuan utama dari teknik aseptik adalah
untuk melindungi pengguna dari kontaminasi oleh organisme
patogen selama prosedur medis dan keperawatan dan untuk
melindungi dari hal-hal yang berpotensi menular dari
mikroorganisme tersebut. Hal ini dapat dicapai dengan
memastikan bahwa hanya peralatan steril (Wilson 2006).
Bekerja secara aseptik yang dilakukan dapat mencegah
kontaminasi mikroba selama prosedur invasif atau
perawatan dalam integritas kulit. Dua jenis asepsis
dapat dilakukan pada mikrobiologi klinis ialah asepsis
medis dan bedah. Aseptik medis digunakan untuk
menekan jumlah organisme dan mencegah penyebaran
mereka dan terutama digunakan di daerah lingkungan
dan beberapa daerah perawatan lainnya, misalnya
rawat jalan klinik. Asepsisis Bedah proses yang ketat
dan termasuk prosedur untuk menghilangkan mikro-
organisme dari suatu daerah dan dipraktekkan oleh
perawat dan petugas kesehatan lainnya (Ayliffe 2000).
Teknik aseptik harus digunakan selama prosedur invasif yang
pertahanan alami tubuh, misalnya kulit atau selaput lendir.
Asepsis harus selalu dilakukan pada kondisi apapun.
Mempertahankan sterilitas bisa sulit tetapi penting untuk
mencegah kontaminasi pada peralatan yang digunakan (Dawe
2011).
a. Aseptik medis
Aseptik medis adalah teknik atau prosedur yang dilakukan untuk
mengurangi jumlah mikroorganisme disuatu objek, serta
menurunkan kemungkinan penyebaran dari mikro organisme
tersebut.. Aseptik medis sangat penting untuk diterapkan saat
merawat individu yang rentan terhadap infeksi baik karena
penyakitnya, pembedahan atau karena immonosupresi.
Selama proses keperawatan, perawat melakukan kontak dengan
banyak pasien dirumah sakit, oleh karena itu perawat harus
menyadari dan mengetahui akan prinsip-prinsip aseptik medis
sebagai upaya untuk menghindari transfer kuman dari pasien ke
perawat, dari perawat ke pasien, dari perawat ke perawat lain
atau petugas kesehatan lain, serta dari satu pasien ke pasien
lainnya.
Suatu objek dikatakan terkontaminasi bila objek tersebut
menjadi tidak steril atau bersih. Dalam aseptik medik suatu area
atau objek dikatakan terkontaminasi bila terdapat atau objek
dicurigai mengandung kuman pathogen, misalnya tempat tidur
(badpan) yang telah dipakai, lantai dan kasa basah yang telah
dipakai. Mata rantai infeksi yang paling mudah untuk di putus
adalah cara penularannya.
Dalam lingkungan perawatan kesehatan lingkungan, mencuci
tangan adalah merupakan teknik dasar yang paling penting
dalam pencegahan dan pengontrolan penularan infeksi
nosokomia. Menurut Larson dalam Dwi Handayani
(2003), Mencuci tangan adalah menggosok dengan sabun secara
bersama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan
ringkas yang kemudian di bilas dibawah air mengalir. Oleh karena
itu, mencuci tangan menjadi metode pencegahan dan
pengendalian infeksi yang paling penting.
Tujuan mencuci tangan adalah menurunkan
Bioburden(jumlah mikroorgsnisme) pada tangan dan
untuk mencegah penyebaranya ke area yamg tidak
terkontaminasi. Mencuci tangan yang kurang tepat
menempatkan baik pasien dan tenaga perawatan
kesehatan pada resiko terhadap infeksi atau penyakit.
Tenaga perawatan kesehatan yang mencuci tangan
kurang adekuat dapat memindahkan organisme-
organisme sepertistaphylococcus, escheria coli,
pseudomonas dan klebisellasecara langsung ke pada
hospes yang rentan, yang menyebabkan infeksi
nasokomial dan endemik disemua jenis lingkungan
pasien.
Adapun teknik cuci tangan yang efektif sesuai prosedur cuci
tangan menurut WHO (2007) yaitu sebagai berikut :
1. Dimulai cuci tangan dengan menggunakan air mengalir dan
bersih.
2. Menggunakan sabun cair atau sabun batangan,
menggosokan sabun tersebut sampai berbusa banyak.
3. Menggosokan ke bagian punggung tangan dengan jari
tangan menjalin secara bergantian, sebanyak 3 (tiga) kali.
4. Mengepalkan salah satu tangan dan menggosokan ke
permukaan tangan lainnya dimulai dengan menggosokan buku-
buku jari tangan, kuku tangan, dan ujung-ujung jari tangan
secara bergantian, sebanyak 3 (tiga) kali.
5. Memutar-mutar ibu jari tangan dengan salah satu tangan
yang dilakukan secara bergantian, sebanyak 3 (tiga) kali.
6. Membilas tangan dengan air mengalir mulai dari
permukaan tangan sampai dengan sikut tangan.
7. Mengeringkan tangan.
b. Aseptik bedah
Aseptik bedah atau teknik steril termasuk prosedur yang
digunakan untuk membunuh mikroorganisme. Setelah objek
menjadi tidak steril maka objek tersebut telah terkontaminasi,
misalnya alat-alat perawatan luka yang telah dipakai atau
tersentuh objek yang tidak steril. Pada aseptik bedah, suatu area
atau objek dinyatakan terkontaminasi jika disentuh oleh setiap
objek yang tidak steril. Teknik steril sering dilakukan dalam
berbagai tindakan keperawatan di ruang keperawatan, seperti
dalam perawatan luka operasi (mengganti balutan).
Keefektifan tindakan pencegahan luka operasi bergantung pada
motivasi perawat dalam menggunakan teknik aseptik. Perawat
yang bekerja dengan lingkungan yang steril atau dengan
peralatan yang seteril harus mengerti bahwa kegagalan sekecil
apapun dalam teknik ini mengakibatkan kontaminasi yang akan
membuat pasien beresiko terkena infeksi luka operasi yang
dapat menghambat proses penyembuhan ( Schaffer dkk, 2004).
Kulit yang sehat dan utuh serta memberan mukosa dapat
memberikan suatu barier yang efektif terhadap mikroorganisme,
tetapi jaringan yang di bawahnya merupakan media yang sangat
baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu saat
jaringan bawah kulit terbuka akibat luka karena prosedur
operasi, maka untuk melindungi daerah tersebut dari
mikroorganisme harus digunakan teknik steril.
Adapun prosedur-prosedur steril perawatan luka menurut Ellis,
et al (1999) adalah sebagai berikut:
a. Menata area steril
1. Mencuci tangan.
2. Pililah permukaan yang datar, kuat dan kering untuk
menyiapkan alat steril, dengan luas kurang lebih 12x12 inci.
3. Sebelum dilakukan sterilisasi, alat-alat dibungkus rapat agar
tidak terkontaminasi , sehingga saat dibuka alat-alat yang sudah
steril tersebut tidak akan terkontaminasi.
4. Apabila ingin menambah alat - alat yang steril, tempatkan
ke sisi area yang steril.
b. Membuka bungkusan steril.
1. Mencuci tangan.
2. Ketika membuka bungkusan steril, jangan sampai menyentuh
objek yang steril atau areah yang steril.
3. Peganglah hanya pada sisi luar pembungkusnya.
4. Jangan membiyarkan sesuatu yang tidak steril menyentuh isi
bungkusan steril.
c. Menambahkan alat-alat ke dalam area steril
Ketika menambahkan alat-alat steril ke area steril, hal yang harus
diperhatikan adalah menjaga agar tidak terjadi kontaminasi.
1. Mencuci tangan.
2. Membuka pembungkus tanpa menyentu area steril.
3. Tempatkan alat-alat tersebut pada bidang yang steril dan jaga
agar tangan tidak menyentu bidang steril. Bila alat-alat tersebut besar
atau berat atau secara hati-hati pada bidang steril atau bisa
menggunakan korentang steril.
4. Jaga agar tangan tidak menyentu bidang steril.
d. Menambahkan cairan ke dalam area steril
1. Mencuci tangan.
2. Tuangkan sedikit cairan, misalnya betadin kedalam tempat
pembuangan sebelum menuangkannya kedalam wadah steril.
3. Tuangkan cairan ke dalam wadah steril, tuangkan kira-kira
6-8 inchi di atasnya.
4. Tuangkan secara perlahan-lahan untuk mencegah
terjadinya percikan.
5. Jagalah agar tidak bersentuhan langsung dengan area steril.
e. Menggunakan sarung tangan steril
1. Cuci tangan secara menyeluruh.
2. Buka pembungkus kemasan bagian luar dengan hati-hati
menyibakkannya ke samping.
3. Pegang kemasan bagian dalam dan letak pada permukaan yang datar
dan bersih tepat diatas ketinggian pergelangan tangan. Buka kemasan,
pertahankan sarung tangan pada permukaan dalam pembungkus.
4. Identifikasi tangan kanan dan kiri. Setiap sarung tangan mempunyai
manset kurang lebih 5 cm, kenakan sarung tangan pada tangan dominan
terlebih dahulu.
5. Dengan ibu jari dan 2 jari lainnya dari tangan non dominan, pegang tepi
manset sarung tangan untuk tangan dominan. Sentuh hanya pada permukaan
dalam sarung tangan.
6. Dengan hati-hati tarik sarung tangan pada tangan dominan, lebarkan
manset dan pastikan bahwa manset tidak menggulung pada pergelangan
tangan. Pastikan juga bahwa ibu jari dan jari-jari pada posisi yang tepat.
7. Dengan tangan dominan yang telah menggunakan sarung
tangan, masukan jari-jari tangan manset sarung tangan kedua.
8. Dengan hati-hati tarik sarung tangan kedua pada tangan
non dominan. Jangan biyarkan jari-jari dan ibu jari sarung tangan
dominan menyentuh bagian tangan non dominan yang terbuka.
Pertahankan ibujari tangan non dominan abduksi ke belakang.
9. Manakala sarung tangan kedua telah terpasang, cakupkan
kedua tangan anda. Manset biasanya terlepas setelah
pemasangan. Pastikan untuk hanya menyentuh bagian yang
steril.
f. Merawat luka
Menurut David dalam Dwi Handayani (2003), perawatan luka
paska bedah adalah tanggung jawab perawat bangsal. Adapun
tujuan perawatan luka menurut Smith, et al dalam Wina Jivika P
(2007). adalah sebagai berikut :
1. Mengangkat jaringan mati, sehingga mendukung proses
penyembuhan luka.
2. Mencegah terjadinya infeksi pada luka
3. Absorbsi cairan eksudat
4. Mempertahankan kelembaban daerah sekitar luka
5. Melindungi luka dari kerusakan lebih lanjut
6. Melindungi daerah sekitar luka dari infeksi dan trauma
Menurut Ignatavicius, et al dalam Dwi Handayani (2003),
perawatan luka paska bedah terdiri dari mengganti balutan,
merawat balutan, membersihkan luka dan perawatan drain.
Perawatan luka paska bedah yang baik memberikan
penyembuhan luka yang baik. Dalam hal ini yang terpenting
adalah penggunaan pembalut. Pembalutan pada luka paska
bedah berfungsi untuk memberikan lingkungan yang sesuai
untuk penyembuhan luka, untuk menyerap drainase, untuk
membebat dan mengimobilisasi luka, untuk melindungi luka dan
jaringan epitel baru dari cedera mekanik, untuk melindungi luka
dari kontaminasi bakteri dan pengotoran oleh faeses, muntahan
dan urine, untuk meningkatkan hemostatis, seperti pada balutan
tekanan dan untuk memberikan kenyamanan mental dan fisik
bagi pasien.
c. Teknik aseptik dalam perawatan luka operasi
Menurut David dalam Dwi Handayani (2003) dalam pelayanan
keperawatan, perawatan luka operasi adalah tanggung jawab
perawat. Berikut adalah tatacara perawatan luka operasi dengan
teknik aseptik.
a. Siapkan peralatan
b. Cek pembalut pasien
c. Pasang peralatan
d. Jelaskan prosedur tindakan pada pasien
e. Cuci tangan dengan efektif, sesuai prosedur cuci tangan
menurut WHO
f. Pakai sarung tangan steril
1. Ambil sarung tangan secara hati-hati dari wadahnya dengan
menggunakan korentang.
2. Pegang sarung tangan pertama pada bagian dalam.
3. Masukan tangan yang tidak memegang sarung tangan
dengan hati-hati tanpa menyentuh bagian luar sarung tangan.
4. Ambil sarung tangan kedua dengan tangan yang sudah
terpasang sarung tangan pada bagian luar pada lipatan.
5. Masukan tangan yang kedua tanpa terkontaminasi
6. Atur sarung tangan yang sudah terpasang agar pas ditangan
7. Menjaga tangan yang sudah terpasang sarung tangan steril
agar tidak terkontaminasi, dan selalu berada di atas pinggang.
g. Lepaskan plester menggunakan pinset
h. Buang pembalut kotor pada tempat yang telah
disediakan
i. Perhatikan luka dengan teliti untuk menandai
terhadap infeksi dan penyembuhan
j. Buka bak instrumen
k. Siapkan larutan pembersih
l. Jika bekerja sendiri, letakan sarung tangan steril
pada tangan yang dominan, biarkan tangan yang lain
bebas untuk bekerja dengan peralatan yang tidak steril
m. Bersihkan luka. Ketika membersihkan area, selalu
mulai pada daerah terbersih dan kerjakan menjauh dari
area tersebut
n. Jika ada drain, bersihkan dibawah saluran dan
sekitar lokasi dengan lapisan kasa 4 x 4 Cm dan larutan
pembersih
o. Letakan beberapa kain kasa di bawah drain
p. Letakan beberapa kasa betadin 4 x 4 Cm di atas
luka dan plester
q. Buang sarung tangan
r. Tutup kantong plastik dan buang pada kantong
isolasi bahan
s. Cuci tangan dengan efektif.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai