Anda di halaman 1dari 48

• ritme atau irama

• frekuensi (laju QRS)


• Morfologi gel P
• Interval PR
• Kompleks GRS
• Segmen ST
• Gelombang T
• Gelombang U
Ritme/irama
Laju : 1500/31 atau 300/6,5  46-48x/menit
Ritme : interval P-P reguler, R-R reguler
Gel P : positif, diikuti gelombang RS
Interval PR : 4x0,04= 0,16 ( 0,12.0,20 detik )
Durasi QRS : -
Ritme/irama bradikardia sinus
Kompleks QRS
a. Aksis (tdk dapat diinterpretasi)
b. Amplitudo tdk bisa di interpretasi
c. Durasi tdk bisa di interpretasi
d. Morfologi  >1/3 gel R Q patologis
Segmen ST elevasi segmen ST
Gel T
Interval QT  <0,38 detik
Gel U  tidak ada
gambaran EKG sinus bradikardia reguler dengan
ST elevasi dengan Q patologis
1. Lakukan penanganan jika terdapat pasien 50
tahun dengan syok EKG tersebut dan klinis
congesif heart failure
2. Lakukan penanganan jika terdapat pasien 50
tahun dengan syok EKG tersebut dan klinis
sindrom koroner akut (SKA)
3. Lakukan penanganan jika terdapat pasien 50
tahun dengan syok EKG tersebut dan klinis yg
stabil
gambaran EKG sinus bradikardia
reguler dengan ST elevasi
dengan Q patologis
+ CHF

• Heart Failure—Complicating Acute Myocardial Infarction


Findings have shown that acute MI complicated by congestive heart
failure (CHF) is associated with a high mortality, and that women with
acute MI are more likely to be older and to develop CHF than men with
acute MI. In general, management of CHF complicating acute MI is
similar in older and younger patients.
Actions discussed include hemodynamic monitoring; the
administration of oxygen; and the use of morphine, diuretics,
nitroglycerin, angiotensin-converting enzyme inhibitors, angiotensin
II receptor blockers, spironolactone, b-blockers, calcium channel
blockers, magnesium, digoxin, and positive inotropic drugs. The
article also discusses measures for treating arrhythmias and for
diagnosing mechanical complications.

Elsevier 2007
Guidelines heart failure 2015
acute MI is similar in older and younger patients. Underlying causes of
CHF should be treated when possible. Precipitating factors of CHF
should be identified and treated. The LV ejection fraction must be
measured in patients with HF associated with acute MI to guide
therapy . Echocardiography with Doppler may be helpful in
determining the presence and severity of valvular heart disease, such
as aortic stenosis or mitral regurgitation, LV diastolic dysfunction due
to LV hypertrophy, LV wall-motion abnormalities caused by acute
myocardial ischemia, and complications of acute MI, including
ventricular rupture, ventricular septal rupture, papillary muscle
rupture, ruptured chordae tendineae, papillary muscle dysfunction, LV
aneurysm, intracardiac thrombi, pericardial effusion with and without
cardiac tamponade, and right ventricular infarction.

Elsevier 2007
• Invasive hemodynamic monitoring may be necessary to guide
the therapy of some patients with acute MI and a pulmonary
capillary wedge pressure O18 mm Hg or a cardiac index !2.2 L/
min/m2.
• The American College of Cardiology/ American Heart
Association (ACC/AHA) guidelines state that class-I
indications for balloon flotation right-heart catheter
monitoring during acute MI include (1) severe or progressive
CHF or pulmonary edema, (2) progressive hypotension when
unresponsive to fluid administration or when fluid
administration may be contraindicated, and (3) suspected
mechanical complications of acute MI, such as ventricular
septal defect, papillary muscle rupture, or pericardial
tamponade if an echocardiogram has not been performed
Elsevier 2007
1.Oksigen
Pasien dengan IMA dan CHF memiliki masalah
hipoksemia karena congesti paru, edem interstitial paru,
ventilasi perfusi yg tidak adekuat. AHA guidline untuk
indikasi kelas 1 oksigen pada Ima dengan kongesti pari
atau saturasi oksigen <90%. Nasal kanul tdk dpt
mengkoreksi hipoksemia pada pasiien chf, edem paru,
atau IMA. ETT dan ventilasi tekanan positif diperlukan.
Jika ditemukan wheezing sebagai komplikasi kongesti
paru, bronkodilator dapat diberikan seperti albuterol. Jika
diberikan isoproterenol maka akan meningkatkan iskemik
miokard karena meningkatkan kebutuhan oksigen
miokardium

Elsevier 2007
• Morfin
Morfin Iv digunakan untuk mengatasi edem paru
akut yang berhubungan dengan IMA. Morfin
mengatasi edem paru dengan mengurangi resisten
vaskular sistemik, . meningkatkan vedodilator dan
mengurangi kerja pernafasan yang diinduksi oleh
pusat saraf. Morfin harus diberikan pada pasien
bronkospasme atau hipotensi. Dosis awal iv 2-4 mg.
dan dosis dapat diulangi setiap 10-15 m3nit.
Tekanan darah harus dipantau karena morfin dapat
meginduksi hipotensi.

Elsevier 2007
• Diuretik
Chf dengan IMA lebih baik di treat dengan loop diuretik
seperti furosemid. Dan pasien ini tdk boleh menggunakan
NSAID karena akan menghambat efek diuresis dari furosemid.
Furosemid dapat diberikan dengan inisial dose IV 20-40mg.
Furosemid menyebabkan venodilatasi dalam beberapa menit.
Beberapa pasien chf dengaan insufisiensi renal dapat
ditambahkan metolazone pada loop diuretik. Pasien chf yang
ditreatment dengan diuretik harus dimonitor kadar elektrolit
serumnya. Hipokalemi dan hipomagnesemia dapat terjadi dan
menyebabkan artitmia ventrikel dan toksisity digitalis. Pasien
chf yang sensitif terhadap volume depletion, dehidrasi dan
azotemia prerenal dapat terjadi. Pasien chf dengan LV
diastolik disfungsi dengan LV fraksi ejeksi yang normal kadang
membutuhkan tekanan pengisian LV yang tinggi untuk
mempertahankan stroke volume dan kardiak output yang
adekuat dan tiak bisa tolerasi terhadap depletion
intravaskular.

Elsevier 2007
• Nitrogliserin
IV nitrogliserin secara umum sebagai venodilatasi,
mengurangi pengisian LV dan mengurangi resistensi
vaskular. Iv nitrogliserin improves hemodinamik LV, LV
geometri dan bloodflow miokardium dan perfusi pada
pasien iMA. Preparat oral long acting sebaiknya tidak
digunakan pada tatalaksana IMA, biasanya menggunakan
sublingual atau transdermal. Bagaimanapun yang IV lebih
baik karena kerja cepat. Monitoring hemodinamik harus
dilakukan jika memberikan vasodilator dalam dosis tinggi
karena dapat menimbulkan hipotensi dan gangguan pada
tekanan pengisian LV. Nitrogliserin harus diberikan
perlahan atau bertahap (temporally discontinued) jika
sistol dibawah 90mmhg. Maksimum dosis sebaiknya tidak
lebih dari 200 mikrogram/menit.

Elsevier 2007
• ACE-inhibitor
acc./aha guidline kelas 1 diindikasikan untuk
menggunakan ACEI selama IMA : 1 pasien yang dlam 24
jam disuspect IMA dengan segmen St elevasi di 2 atau
lebih segmen prekordial lead atau dengan gejala klinis
CHF dengan tidak ada gejala hipotensi/tidak terdapat
kontraindikasi ACEI. 2. pada pasien IM dan fraksi ejeksi
<40% atau pasien dengan klinik heart failure dengan
disfungsi sistolik. ACEI harus diberikan dlam 24 jam
pertama dengan kondisi tekana darah yang stabil. ACEI
tidak boleh diberikan pada tekana darah yang kurnag
dari 100mmhg dan adanya gangguan renal, atau adanya
alergi ACEI. Tekanan darah, fungsi renal dan kadar
potasium serum harus dimonitor.
Acc/aha guidline merekomendasikan untuk pemberian
ACEI pada semua pasien IMA tanpa kontraindikasi ACEI.
ACEI efektif untuk memperbaiki postinfark pada passien
CHF yang berhubungan dengan abnormal fraksi ejeksi
LV/normal fraksi ejeksi LV. Elsevier 2007
• ARB
Arb diberikan pada CHF class 1 apabila pasien
intoleransi terhadap ACEI, karena batuk edem
angioneurotik, rash, atau altered taste
sensation.

Elsevier 2007
• Spironolakton
• Acc/aha guidline merekomendasikan pada
kelas 1 untuk menggunakaan aldosteron
antagonis terutama pada CHF dan fraksi
ejeksi LV yang berkurang dan tetap dipantau
untuk renal fungsinya.

Elsevier 2007
• Beta bloker
Acc/aha kelas 1 diindiaksi kan untuk menggunakan beta
bloker iV pada pasien IMA 1. tanpa kontraindikasi beta
bloker dan dapat ditreat pada pasien ima dengan onset
12 jam. 2. pasien yang nyeri iskemik yang berlanjut atau
rekuren.3. pasien dengan takiaritmia seperti atrium
fibrilasi dengan rapid ventrikular rate atau hipertensi. B-
bloker iv sebaiknya tidak diberikan pada pasien tua
dengan CHF complicating acute IMA, dan dosis harus
diturunkan pada pasien tua dengan chf derajat ringan
sampai sedang.
Acc/aha guidelines merekomendasi untuk setiap orang
tanpa kontraindikasi beta bloker harus menerima
betabloker untuk beberapa hari pada IMA dan continue
them indefinitely. Contraindikasi dalam penggunaan beta
bloker for long term treatment after IMA termasuk CHF,
penyakit arteri perifer yang gangren, AV blok, hipotensi,
penyakit bronkospasme dan asma bronkial.
Elsevier 2007
• CCB dan magnesium
Acc/aha guidline tidak ada indikasi untuk kelas 1
untuk menggunakan ccb atau magnesium pada
IMA. Beberapa data menunjukkan bahwa CCB
tidak diberikan selama atau setelah IMA atau
untuk mentreat pasien degan CHF dengan LV
ejeksi yang abnormal.

Elsevier 2007
• Digoksin
dalam penelitian menunjukkan dalam folow up selama
37 bulan ditemukan similar mortality pada pasien dengan
treat digoksin atau plasebo, dan mereduksi kematian
akibat CHF namun meningkatkan kematian akibat
timbulnya aritmia atau IMA pada penggunaan digoksin,
digitalis toksisiti meningkat sesuai usia. Digoksin diberikan
bersama2 dengan beta bloker untuk menterapi
supraventrikular takiaritmia seperti atrium fibrilasi
dengan rapid ventrikular rate. Untuk mengurangi
hospitalization pada chf dengan kelas 2, dosis rendah
digoksin (0,125 mg perhari pada pasien lansia) diberikan
pada pasien post infarkdengan irama sinus dan dengan
persistent CHF yang berhubungan dengan abnormal LV
ejeksi fraksi meskipun ditambah dengan ACEI dan B-
bloker.
Elsevier 2007
• Obat inotropik positif
Jika pasien dengan IMA mempunyai CHF yang
berhubungan dengan disfungsi sistolik LV atau
kardiak outpunyang rendah dengan hipotensi,
maka IV norepinefrin diberikan sampai tekanan
sistol arteri meningkat minimal 80mmhg.
Setelah tekanan steri sistol meningkat mencapai
90mmhg maka pemberikan iv dobutamin
diberikan dengan berupaya juga untuk
menurunkan dosis dari norepinefrind an
dopamin.

Elsevier 2007
• Treatment aritmia
Pasien dengan IMA dan CHF dapat berkembang menjadu
ventrikel fibrilasi atau sustained ventricular takikardi dan
harus diterpai dengan shock listrik. Pasien dengan IMA
dan chf dapat berkembang menjadi bradiaritmia dan
mungkin memerlukan pacing. Acc/aha merekomendaikan
untuk permanen pacing after IMA. Ketika chf terjadi
selama IMA karena rapid ventrikular atau kehilangan
kontraksi atrium karena atrium fibrilasi, maka segera
lakukan kardioversi. Heparin harus diberikan. Dalam
menterapi pasien post infark dengan atrium fibrilasi yang
kronik maka pemberian long term warfarin dengan
kontrol laju ventrikel dengan b-bloker plus digoksin,
penambahan verapamil atau diltiazem jika perlu untuk
mengurangi laju ventrikel selama aktivitas.

Elsevier 2007
Bahit MC, Kochar A, Granger CB. Post-
Myocardial Infarction Heart Failure. JACC Heart
Fail. 2018 Mar;6(3):179–86.
Bahit MC, Kochar A, Granger CB. Post-
Myocardial Infarction Heart Failure. JACC Heart
Fail. 2018 Mar;6(3):179–86.
gambaran EKG sinus bradikardia
reguler dengan ST elevasi
+ SKA dengan Q patologis

Springer 2005
Perkeni 2018
Springer 2005
Springer 2005
What are the essential steps in the
management of acute
myocardial infarction?
• The main keys to managing the patients with
myocardial infarction are relief of pain, early hospital
admission to enable detection of arrhythmias and their
treatment, and institution of reperfusion approach.
Thrombolytic therapy, aspirin, statin, and ACE
inhibitors may favorably influence the outcome in a
patient with AMI. Aspirin and intravenous beta-
blockers are shown to improve outcome when given
acutely. Aspirin, ACE inhibitors, betablockers, and
coumarin anticoagulants in post-MI cases have been
shown to reduce the risk of further cardiovascular
morbidity and mortality and improve survival.

Springer 2005
Guidline SKA 2015
gambaran EKG sinus
+ kondisi bradikardia reguler
dengan ST elevasi
stabil dengan Q patologis

Kondisi stabil ??? (-) hipotensi, penurunan


kesadaran, tanda syok, nyeri dada iskemik, gejala
gagal jantung akut.

ST elevasi  menunjukkan adanya iskemik koroner


Q patologis arah arus yang menuju daerah infark
akan bergerak meninggalkan daerah yang nekrosis
tersebut dan pada ekg memberikan defleksi negatif
berupa Q patologis
• ritme atau irama
• frekuensi (laju QRS)
• Morfologi gel P
• Interval PR
• Kompleks GRS
• Segmen ST
• Gelombang T
• Gelombang U
Ritme/irama
Laju : 1500/41 atau 300/8  36-37x/menit
Ritme : interval P-P reguler, R-R reguler
Gel P : positif, diikuti gelombang QRS
Interval PR : 8x0,04= 0,32 ( N=0,12.0,20 detik )
Durasi QRS : 0,04
Ritme/irama bradikardia sinus
Kompleks QRS
a. Aksis (tdk dapat diinterpretasi)
b. Amplitudo tdk bisa di interpretasi
c. Durasi 0,04
d. Morfologi  <1/3 gel R
Segmen ST tdk ad elevasi/tanda injury/infark
Gel T 5 mm
Interval QT  <0,38 detik
Gel U  tidak ada
Perlambatan konduksi di nodus AV,
tetapi tidak diblok
Interval PR >0,20 detik, semua
AV blok derajat 1 denyut dihantarkan menuju
ventrikel
gambaran EKG AV blok derajat 1
1. Lakukan penanganan jika terdapat pasien 50
tahun dengan syok EKG tersebut dan klinis
congesif heart failure
2. Lakukan penanganan jika terdapat pasien 50
tahun dengan syok EKG tersebut dan klinis
sindrom koroner akut (SKA)
3. Lakukan penanganan jika terdapat pasien 50
tahun dengan syok EKG tersebut dan klinis yg
stabil
Pasien dengan AV blok derajat 1 tidak membutuhkan
terapi. AHA/ACC guidline tidak merekomendasikan
pacemaker permanen untuk pasien AV blok drjt 1,
dengan dengan kecuali pada pasien dengan interval PR
lebih dari 0,3 detik yang menunjukkan gejala akibat AV
blok.
Pasien dengan AV blok derajat 1 dan interval QRS
memanjang menjadi candidates for pacemaker
placement. Pada pasien dengan Av blok berhubungan
dengan IM, pacemaker mungkin menjadi indikasi, tapi
kadang tertunda jika pasien AV blok is transient as the
patient recovers from the MI
.
AV blok derajat 1

+ CHF
Gagal jantung berhubungan dengan
elektrofisiologi, sistem konduksi jantung
sehingga mengurangi variabilitas RR,
pemanjangan komplek GRS dan interval PR dan
AF.
• AVB drajat 1 sering terjadi pada pasien gagal
jantung dan may be poorly toleranted disebabkan
oleh regurgitasi mitral dan kardiak output yang
rendah.

• When patients with heart failure and first-degree


AVB require an ICD,(implantable cardioverter-
defibrilator) single-chamber ventricular backup
pacing is superior to dual-chamber pacing, at
least partly due to lower percentage ventricular
• pacing.
AV blok derajat 1

+ SKA
• AVB and Coronary Artery Disease
• Coronary artery disease may affect perfusion of the atrioventricular nodal artery (which originates from the right
coronary artery in 90% of people (36). The interventricular conduction system is supplied by the penetrating branches
of the left anterior descending coronary artery. Coronary artery disease has been etiologically linked to higher (second
and third) degree AVB (37).
• In FINCAVAS (Finnish Cardiovascular Study), the PR interval 2 min after the end of an exercise test, but not baseline PR,
was a predictor of cardiovascular death during a 4-year follow-up in 1,979 patients undergoing exercise stress testing.
The indication in 61% was suspected or known coronary heart disease (38). This finding may reflect atrioventricular
node dysfunction becoming apparent at higher heart rates.
• Data from the Duke Databank for cardiovascular disease described that in 9,637 patients with coronary artery disease,
a PR interval <162 ms independently carried an increased risk of all-cause mortality, death, or stroke, and
cardiovascular death or hospitalization (39). In the Heart and Soul study, Crisel et al. (10) reported a prevalence of first-
degree AVB (PR >220 ms) of 9.3% in 938 patients with stable coronary artery disease. First-degree AV block was
associated with an increased risk of heart failure hospitalization, all-cause mortality, cardiovascular morality, and the
combined endpoint of heart failure hospitalization or cardiovascular mortality. The finding may be at least partly
explained by the lower left ventricular ejection fraction and history of heart failure in the patients with AVB.
• Summary points:
• • The significance of first-degree AVB in healthy men and women remains uncertain. The majority of studies show that
a prolonged PR interval in middle-aged subjects is a benign phenomenon, but it may carry an increased risk in older
populations, possibly as a sign of subclinical heart disease. First-degree AVB increases the risk of atrial fibrillation
(discussed later).
• • First-degree AVB in healthy adults does not progress to higher degree AVB.
• • In the presence of coronary artery disease, a long or short PR interval may be associated with worse outcomes. It is
unknown whether this relates to ischemia, anatomic remodeling, or autonomic dysfunction.
AV blok derajat 1

+ kondisi stabil

Asimptomatik mungkin
AV blok drajat 1 pada umumnya asimptomatik
dan tanpa komplikasi signifikan. Untuk sebagian
pasien tidak ada treatment selain pengamatan
rutin. Akan tetapi, evaluasi reguler penting
karena pasien AV blok bisa berkembang
menjadi atrial fibrilasi atau blok AV tingkat
tinggi.
• The American Heart Association
(AHA)/American College of Cardiology (ACC)
guidelines tidak merekomendasikan
pacemaker placement yang permanen pada
AV derajat 1 dengan interval PR lebih dari 0,3
detik yang mana experiencing symptoms
believed to be due to the AV block.

Anda mungkin juga menyukai