Disepakati Ulama Ar-Ra’yu Al-Qur’an Menurut bahasa bacaan Atau yang dibaca.
Menurut istilah kalam
Allah S.W.T. yang diwahyukan kepada nabi Muhammad saw. Dengan bahasa Arab yang diriwayatkan secara mutawatir dan membacanya merupakan suatu ibadah. Al-Qur’an merupakan sumber hukum tertinggi dalam islam. berdasarkan firman Allah SWT. Dan hadits nabi (Q.S. Al-Maidah: 49, dan An-Nisa: 105). Perhatikan sabda Rasulullah saw.: “Aku tinggalkan diantara kamu semua 2 perkara; yang kamu semua tidak akan tersesat selama kamu semua berpegang teguh kepada 2 perkara itu; yaitu Kitab Allah(Al-qur’an) dan sunnah rasul(Al-Hadits)” (H.R. Muslim) Al-Qur’an mempunyai pedoman dalam menetapkan suatu hukum. Hukum tersebut adalah: 1. Tidak menyulitkan (Q.S. Al- Baqarah: 185) 2. Mengurangi beban (Q.S. Al- Ma’idah: 101) 3. Bertahap sesuai dengan kemampuan dan keadaan, seperti tentang Khamar (Q.S. Al-Baqarah: 219, Q.S. An-Nisa: 43, Q.S. Al- Ma’idah: 90) As-Sunnah Menurut bahasa sunnah dapat diartiakan sebagai jalan yang ditempuh, kebiasaan yang sering dilakukan, sesuatu yang dilakukan para sahabat, baik yang berdasarkan Al-Qur’an maupun tidak. Menurut istilah, ialah segala hal yang datang dari Nabi Muhammad saw., berupa ucapan, perbuatan, maupun penetapan. Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam menempati peringkat kedua setelah Al-Qur’an. Hal itu didasarkan firman Allah SWT berikut. • Q.S. Al-Hasyr: 7 • Q.S. An-Nisa: 80 • Q.S. An-Nisa: 59 Menurut Imam Syafi’i kedudukan As-Sunnah menurut ayat tersebut ada 3 hal: 1. Menetapkan dan menguatkan hukum yang telah ada dalam Al- Qur’an. 2. Mmperjelas hukum yang ada dalam Al-Qur’an secara mujmal, membatasi hukum Al-Qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan hukum yang bersifat umum. 3. Membuat atau menciptakan dan melengkapi hukum yang tidak ada dalam Al-Qur’an. Pada dasarnya, sunnah dapat dibagi menjadi ke dalam 2 macam, yaitu: 1. Sunnah maqbulah atau yang dapat diterima sebagai sumber hukum Islam; 2. Sunnah mardudah atau yang ditolak/tidak diterima. Sunnah maqbulah terbagi 2, yaitu: 1. Sunnah mutawatir, yaitu hadits yang para perawi haditsnya tidak terputus, sejak sahabat sebagai penerima dari Nabi, tabi’in, tabit tabi’in sampai kepada perawi terakhir. 2. Sunnah ahad, yaitu hadits yang para perawinya tidak mencukupi syarat hadits mutawatir. 3. Sunnah hasan, yaitu hadits yang memenuhi syarat shahih, tetapi salah seorang perawinya tidak kuat ingatan. Sunnah mardudah hanya ada satu saja, yaitu hadits dhoif karena tidak lengkap syaratnya sehingga tidak sampai pada derajat shahih ataupun hasan. Ar-Ra’yu Menurut bahasa ar-ra’yu artinya melihat, pikiran ,pemahaman, dan akal budi. Dengan itu manusia wajib berpikir tentang segala sesuatu, termasuk berpikir tentang persoalan hukum yang tidak terdapat dalam nas Al- Qur’an dan As-Sunnah. Buah pikiran mengenai permasalahan hukum disebut ijtihad yang dapat dijadikan sebagai sumber hukum pelengkap ketika tidak ditemukan dalam Al- Qur’an dan As-Sunnah. Ada 2 kaidah yang dapat dijadikan pedoman dalam menetapkan Ar- Ra’yu sebagai sumber hukum islam pelengkap, yaitu: 1. Jika hukum tidak “Hukum-hukum ada nasnya dalam qath’i dan zanni Al-Qur’an dan As- tidak ada yang Sunnah, tetapi para menunjukan nasnya mujtahid sepakat atas suatu hukum dalam suatu zaman hasil ijtihad itu dari beberapa untuk dijadikan zaman, tetapi telah sumber hukum. menjadi keyakinan yang disepakati para mujtahid.” 2. Jika hukum yang tidak “Hukum-hukum ada nasnya, baik qath’i maupun zanni, dan para qath’i dan zanni mujtahid tidak sepakat tidak ada yang atas hasil ijtihad, maka menunjukan nasnya kaum muslimin secara keseluruhan tidak wajib dalam suatu zaman melaksanakannya, dari beberapa tatapi wajib bagi zaman, tetapi telah mujtahid dan orang- orang untuk meminta menjadi keyakinan fatwa kepada para yang tidak mujtahid tersebut. disepakati para mujtahid.” Sekian dan Terimak asih