Anda di halaman 1dari 29

Benign Prostatic Hypertrophy

(BPH)
Kelompok 9
Dasrizal
Hasriyati
Nindi Alisa
Nur Ifrina Adina
Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran
jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi
beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan
kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika ( Lab / UPF Ilmu Bedah
RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193 ).BPH adalah pembesaran
progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih
tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi
uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D,
2000 : 671 ).
Etiologi dan faktor risiko
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti
etiologi/penyebab terjadinya BPH, namun beberapa
hipotesisi menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya
dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron
(DHT) dan proses menua. Terdapat perubahan
mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia
30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini
berkembang, akan terjadi perubahan patologik
anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan
angka kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun
angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90 tahun
sekiatr 100% (Purnomo, 2011)
Faktor lain yang berkaitan dengan BPH adalah
defek pada substansi lokal yang meregulasi kematian sel
terprogram (apoptosis) yang umumnya terjadi pada
banyak jaringan tubuh, termasuk kulit dan saluran cerna.
Ketidakseimbangan faktor pertumbuhan lokal, inflamasi
lokal, dan faktor genetika jura diperkirakan memengaruhi
risiko BPH dan waktu awitannya.
Berbagai faktor risiko BPH yang memungkinkan
telah diteliti. Sebagai contoh, faktor diet telah diperiksa,
dan likopena dalam tomat yang dimasak, sayuran hijau
dan kuning, dan elemen lain dari diet jepang tradisional
tampaknya memberikan sedikit perlindungan terhadap
BPH. Obesitas (terutama peningkatan lingkar perut) dapat
meningkatkan risiko BPH.
Patofisiologi
Bukti histologis pembesaran prostat saja tidak
menegakkan masalah yang relevan secara klins. Selain
itu, gangguan klinis yang berkaitan dengan BPH terjadi
jika pembesaran ini mengobstruksi jalan keluar kandung
kemih, menyebabkan LUTS yang menganggu,
peningkatan risiko infeksi saluran kemih, dan menganggu
fungsi saluran kemih atas. Dua proses menyebabkan
obstruks ini: hiperplasia dan hipertrofi. Hiperplasia
berawal pada sel-sel glanduler (stromal) di dekat uretra-
zona transisi. Pada tingkat mikroskopik, hiperplasia
prostat tampak noduler, namun efek pada palpasi adalah
pembesaran kelenjar simetris yang bebas dari karakteristik
nodus yang terpalpasi pada kanker prostat. Obtruksi
terjadi saat hiperplasia menyempit lumen dari segmen
uretra yang melalui prostat.
Manifestasi klinis
LUTS yang mengganggu mendorong laki laki dengan
BPH dan obstruksi uretra untuk mencari bantuan dengan.
Manifestasi ini umumnya timbul perlahan dan dapat berlangsung
selama berbulan-bulan atau bertahun tahun sebelum klien
mendefenisikannya sebagai cukup mengganggu mencari bantuan.
LUTS yang mengganggu yang berkaitan dengan penyimpanan
kandung kemih meliputi nokrutia (bangun dari tidur karena ingin
kencing). Laki-laki berusia kurang dari 65 tahun normalnya tidak
mengalami nokturia atau satu episode nokturia , dan hingga dua
episode nokturia normal pada laki-laki diatas usia 65 tahun.
Secara kontras, laki laki dengan BPH sering kali mengalami tiga
episode nokturia atau lebih tiap malam yang dapat nmenyebabkan
kekurangan tidur kronis.
Retensi urine akut adalah ketidak mampuan total
untuk buang air kecil. Klien dapat mengeluhkan sama
sekali tidak ada keluaran urine atau urine menetes,
disebut inkontinensiaurine yang meluap. Ketidak
nyamanan suprapubik dan kegelisahan meningkat saat
kandung kemih pemuh melampaui kapasitas fisologis
(volume dimana keinginan kuat untuk berkemih
dirasakan) dan mencapai jaoasitas anatomis (volume
maksimum yang dapat ditahan kandung kemih secara
aman tanpa resiko ruptur atau kerusakan lainnya).
Pemeriksaan colok dukur (DRE) dilakukan untuk
memulai ukuran prostat dan membedakan BPH dari
pembesaran prostat yang disebabkan adenokarsonoma
atau infeksi. BPH memperlihatkan prostat yang
membesar secara simetris dengan sulkus sentralis yang
hilang. Infeksi prostat (prostatitis) berkaitan dengan
pembesaran simetris, konsistensi yang lembab, dan
ketidaknyamanan.
Penatalaksanaan
Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien
dianjurkan untuk mengurangi minum setelah makan malam
yang ditujukan agar tidak terjadi nokturia, menghindari obat-
obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi
dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu
sering miksi. Pasien dianjurkan untuk menghindari
mengangkat barang yang berat agar perdarahan dapat dicegah.
Ajurkan pasien agar sering mengosongkan kandung kemih
(jangan menahan kencing terlalu lama) untuk menghindari
distensi kandung kemih dan hipertrofi kandung kemih. Secara
periodik pasien dianjurkan untuk melakukan control keluhan,
pemeriksaan laboratorium, sisa kencing dan pemeriksaan
colok dubur (Purnomo, 2011).
Terapi medikamentosa
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang
diberikan pada penderita BPH adalah :
• Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot
berelaksasi untuk mengurangi tekanan pada uretra
• Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan
golongan alfa blocker (penghambat alfa adrenergenik)
• Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar
hormone testosterone/ dehidrotestosteron (DHT).
Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien
BPH, menurut Purnomo (2011) diantaranya : penghambat
adrenergenik alfa, penghambat enzin 5 alfa reduktase,
fitofarmaka.
Terapi bedah
Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk
dilakukan pembedahan didasarkan pada beratnya
obstruksi, adanya ISK, retensio urin berulang, hematuri,
tanda penurunan fungsi ginjal, ada batu saluran kemih
dan perubahan fisiologi pada prostat. Waktu penanganan
untuk tiap pasien bervariasi tergantung pada beratnya
gejala dan komplikasi. Menurut Smeltzer dan Bare
(2002) intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi :
pembedahan terbuka dan pembedahan endourologi.
Komplikasi
Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah :
• Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
• Infeksi saluran kemih
• Involusi kontraksi kandung kemih
• Refluk kandung kemih
• Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin
terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi
menampung urin yang akan mengakibatkan tekanan intravesika
meningkat.
• Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
• Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat
terbentuk batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah
keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila
terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.
• Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan
pada waktu miksi pasien harus mengedan.
Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
• Retensi urin akut berhubungan dengan obstruksi mekanik,
pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor,
ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi
dengan adekuat.
• Nyeri akut berhubungan dengan peregangan dari terminal
saraf, distensi kandung kemih, infeksi urinaria, efek
mengejan saat miksi sekunder dari pembesaran prostat dan
obstruksi uretra.
• Ansietas/cemas berhubungan dengan krisis situasi,
perubahan status kesehatan, kekhawatiran tentang
pengaruhnya pada ADL atau menghadapi prosedur bedah.
• Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Post Operasi
• Retensi urin berhubungan dengan obstruksi
mekanik: bekuan darah, edema, trauma, prosedur
bedah, tekanan dan iritasi kateter.
• Nyeri akut berhubungan dengan spasme kandung
kemih dan insisi sekunder pada pembedahan
• Resiko perdarahan berhubungan dengan insisi
area bedah vaskuler (tindakan pembedahan) ,
reseksi bladder, kelainan profil darah.
• Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur
invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi
kandung kemih..
• Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
sebagai efek pembedahan
Focus Intervensi dan Rasional
Pra operasi
1. Retensi urin akut/kronis berhubungan dengan
ketidak mampuan kandung kemih untuk berkontraksi
dengan adekuat.
Tujuan : Tidak terjadi retensi urine
Kriteria hasil: Pasien menunjukkan residu pasca
berkemih kurang dari 50 ml, dengan tidak adanya tetesan
atau kelebihan cairan.
Intervensi:
• Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam atau bila
tiba-tiba dirasakan, Rasional: meminimalkan retensi
urin distensi berlebihan pada kandung kemih.
• Observasi aliran urin, perhatikan ukuran dan kekuatan.
Rasional: berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan
pilihann intervensi
• Awasi dan catat waktu tiap berkemih dan jumlah tiap
berkemih,perhatikan penurunan haluaran urin dan
perubahan berat jenis. Rasional: retensi urine
meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas,
yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal. Adanya deficit
aliran darah keginjal menganggu kemampuanya untuk
memfilter dan mengkonsentrasi substansi.
• Dorong masukan cairan sampai 3000 ml sehari,
Rasional : peningkatan aliran cairan mempertahankan
perfusi ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung
kemih dari pertumbuhan bakteri
• Kaji tanda-tanda vital, timbang BB tiap hari, pertahankan
pemasukan dan pengeluaran yang akurat, Rasional :
kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan penuruna eliminasi
cairan dan akumulasi sisa toksik, dapat berlanjut kepenuruan
ginjal total.
• Kolaborasi pemberian obat analgesik
2. Nyeri akut berhubungan dengan distensi efek mengejan
saat miksi sekunder dari pembesaran prostat dan obstruksi
uretra.
Tujuan: nyeri hilang, terkontrol
Kriteria hasil: pasien melaporkan nyeri hilang dan terkontrol
pasien tampak rileks, mampu untuk tidur danistirahat dengan
tepat
Intervensi:
• Kaji tipe nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-
10)lamanya. Rasional : memberikan informasi untuk
membantu dalam menentukan pilihan/keefektifan intervensi
• Pertahankan tirah baring bila diindikasikan, Rasional : tirah
baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi
akut. Namun ambulasi dini dapat memperbaiki pola
berkemih normal dan menghilangkan nyeri kolik
• Berikan tindakan kenyamanan, distraksi selama nyeri akut
seperti, pijatan punggung : membantu pasien melakukan
posisi yang nyaman: mendorong penggunaan
relaksasi/latihan nafas dalam: aktivitas terapeutik, Rasional
: meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian
dan dapat meningkatkan kemampuan koping
• Kolaborasi pemberian obat pereda nyeri ( analgetik),
Rasional : menurunkan adanya nyeri, dan kaji 30 menit
kemudian untuk mengetahui keefektivitasnya.
3. Ansietas/cemas berhubungan dengan kekhawatiran tentang
pengaruhnya pada ADL atau menghadapi prosedur bedah.
Tujuan : pasien tampak rileks.
Kriteria Hasil: menyatakan pengetahuan yang akurat tentangsituasi,
menunjukkan rentang tepat tentangperasaan dan penurunan rasa takut
Intervensi:
• Damping pasien dan bina hubungan saling percaya,
Rasional : menunjukkan perhatian dan keinginan untuk
membantu.
• Berikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan
dilakukan, Rasional : Membantu pasien dalam
memahami tujuan dari suatu tindakan. Dorong
pasien/orang terdekat untuk menyatakan
masalah/perasaan, Rasional : Memberikan kesempatan
pada pasien dan konsep solusi pemecahan masalah
• Beri informasi pada pasien sebelum dilakukan
tindakan, Rasional : memungkinkan pasien untuk
menerima kenyataan dan menguatkan kepercayaan
pada pemberi perawatan dan pemberian informasi.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
kurangnya informasi.
Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses
penyakit dan prognosisnya.
Kriteria Hasil: Melakukan perubahan pola hidup dan
berpartisipasi dalam program pengobatan
Intervensi:
• Dorong pasien menyatakan rasa takut perasaan dan
perhatian. Rasional : Membantu pasien dalam
mengalami perasaan.
• Kaji ulang proses penyakit, pengalaman pasien.
Rasional : memberi dasar pengetahuan dimana pasien
dapat membuat pilihan terapi
• Berikan informasi tentang penyakit yang diderita
pasien. Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien
terhadap penyakit yang dideritanya
• Berikan penjelasan tentang tindakan/pengobatan yang
akan dilakukan. Rasional : meningkatkan
pengetahuan pasien terhadap tindakan untuk
menyembuhkan penyakitnya.
Post operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasmus
kandung kemih dan insisi sekunder pada
pembedahan, dan pemasangan kateter.
Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil:
• Pasien mengatakan nyeri berkurang
• Ekspresi wajah pasien tenang
• Pasien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.
• Pasien akan tidur / istirahat dengan tepat.
• Tanda – tanda vital dalam batas normal.
Intervensi:
• Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10).
Rasional : nyeri tajam, intermitten dengan dorongan
berkemih sekitar kateter menunjukkan spasme kandung
kemih.
• Jelaskan pada pasien tentang gejala dini spasmus kandung
kemih. Rasional : Kien dapat mendeteksi gajala dini
spasmus kandung kemih.
• Pertahankan patensi kateter dan system drainase.
Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan.
Rasional : mempertahankan fungsi kateter dan drainase
system. Menurunkan resiko distensi/spasme kandung kemih
• Berikan informasi yang akurat tentang kateter, drainase, dan
spasme kandung kemih. Rasional : menghilangkan ansietas
dan meningkatkan kerjasama.
• Kolaborasi untuk pemberian analgesik
2. Resiko perdarahan berhubungan dengan insisi area bedah
vaskuler (tindakan pembedahan)
Tujuan: Tidak terjadi perdarahan
Kriteria Hasil :
• Pasien tidak menunjukkan tanda – tanda perdarahan
• Tanda – tanda vital dalam batas normal .
• Urine lancar lewat kateter
Intervensi :
• Jelaskan pada pasien tentang sebab terjadi perdarahan setelah
pembedahan dan tanda – tanda perdarahan . Rasional : Menurunkan
kecemasan pasien dan mengetahui tanda – tanda perdarahan.
• Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk
memudahkan defekasi . Rasional : Dengan peningkatan tekanan
pada fosa prostatik yang akan mengendapkan perdarahan
• Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan
traksi dilepas . Rasional : Traksi kateter menyebabkan
pengembangan balon ke sisi fosa prostatik, menurunkan
perdarahan. Umumnya dilepas 3 –6 jam setelah pembedahan
• Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam, masukan dan
Haluaran Warna urine. Rasional : Deteksi awal terhadap
komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah kerusakan
jaringan yang permanen.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif:
alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih
sering
Tujuan : Pasien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi
Kriteria Hasil:
• Pasien tidak mengalami infeksi.
• Dapat mencapai waktu penyembuhan.
• Tanda – tanda vital dalam batas normal dantidak ada tanda –
tanda syok.
Intervensi:
• Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan
steril. Rasional : Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi.
• Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat
menurunkan potensial infeksi. Rasional : Meningkatkan output urine
sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi
ginjal
• Pertahankan posisi urine bag dibawah. Rasional: Menghindari
refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke kandung
kemih.
• Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda shock dan
demam. Rasional : Mencegah sebelum terjadi shock.
• Observasi urine: warna, jumlah, bau. Rasional : Mengidentifikasi
adanya infeksi.
• Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotic. Rasional
:Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
sebagai efek pembedahan
Tujuan : Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil:
• Pasien mampu beristirahat / tidur dalamwaktu yang
cukup.
• Pasien mengungkapan sudah bisa tidur
• Pasien mampu menjelaskan faktorpenghambat tidur .
Intervensi:
• Jelaskan pada pasien dan keluarga penyebab gangguan
tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien sehingga
mau kooperatif dalam tindakan perawatan
• Ciptakan suasana yang mendukung, suasana
tenang denganmengurangi kebisingan .
Rasional : Suasana tenang akan mendukung
istirahat
• Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan
penyebab gangguan tidur. Rasional :
Menentukan rencana mengatasi gangguan
• Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
obat yang dapat mengurangi nyeri/analgetik.
Rasional : Mengurangi nyeri sehingga pasien
bisa istirahat dengan cukup .
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai