RST DR.SOEDJONO MAGELANG FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA PERIODE 16 APRIL - 19 MEI 2018 LATAR BELAKANG : Hematoma subdural kronis METODE : Subjek penelitian ini (CSDH) adalah keadaan yang umum terjadi setelah adalah 21 pasien dengan CSDH di trauma kepala. Keadaan ini seringkali berhasil diobati Rumah Sakit Umum Kuki, Jepang melalui penempatan burr hole dan drainase cairan dari tahun 2007 hingga 2011, hematoma. Namun, untuk kasus non emergensi yang tidak memerlukan pembedahan, tidak ada laporan yang diberikan 750 mg asam traneksamat menunjukkan pendekatan terbaik untuk mencegah per oral setiap hari. Data volume pembesaran hematoma atau sepenuhnya hematoma (berdasarkan menyembuhkan keadaan ini. Penulis berhipotesis bahwa pengukuran radiografi) dan hiperfibrinolisis memainkan peran utama dalam likuifaksi komplikasinya diambil dari rekam hematoma. Oleh karena itu, penelitian ini mengevaluasi medis. Follow up untuk tiap pasien kemampuan obat antifibrinolitik, yaitu asam traneksamat terdiri dari pemeriksaan CT atau untuk sepenuhnya menghilangkan CSDH dibandingkan MRI setiap 21 hari sejak didiagnosis dengan operasi burr hole saja. hingga terjadinya resolusi CSDH. HASIL : Sebelum terapi asam traneksamat dimulai, rata-rata volume ABSTRAK hematoma untuk 21 pasien adalah 58,5 ml (rentang 7,5 - 223,2 ml); untuk 18 KESIMPULAN : Hematoma subdural kronis pasien yang tidak menjalani operasi, dapat diobati dengan asam traneksamat rata-rata volume hematoma adalah 55,6 tanpa disertai dengan operasi. Asam ml (rentang 7,5 - 140,5 ml). Setelah traneksamat dapat menghambat sistem terapi, volume rata-rata untuk semua 21 fibrinolitik dan inflamasi (kinin-kallikrein), pasien adalah 3,7 ml (rentang 0 - 22,1 yang dapat mencegah tahap awal CSDH dan ml). Tidak ada hematoma yang berulang mencegah kekambuhan CSDH setelah atau progresif. operasi. Hematoma subdural kronis adalah keadaan yang sering ditemukan setelah trauma kepala. Keadaan ini sering dapat berhasil diobati secara operatif dengan penempatan burr hole dan melakukan drainase cairan hematoma.
Untuk kasus tidak darurat yang
tidak memerlukan pembedahan, tidak ada laporan yang telah menunjukkan pendekatan terbaik untuk mencegah pembesaran hematoma atau mengobati sepenuhnya keadaan ini. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aktivitas hiperfibrinolitik memainkan peran utama dalam likuifaksi dan pertambahan ukuran CSDH. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh asam traneksamat terhadap volume CSDH.
Penulis berhipotesis bahwa asam traneksamat, suatu
agen antifibrinolitik yang memiliki efek samping yang lebih sedikit daripada agen lainnya dan banyak digunakan untuk hemostasis akan menghambat aktivitas hiperfibrinolitik dari CSDH METODE
• 21 pasien diidentifikasi dengan analisis kohort
retrospektif dari rekam medis dan pemeriksaaan neuroradiografi seluruh pasien di Departemen Subyek Bedah Saraf Rumah Sakit Umum Kuki, Jepang, dari tahun 2007 hingga 2011. Pasien didiagnosis awal sebagai CSDH melalui CT scan dan MRI.
Kriteria Eksklusi • Pasien yang menggunakan warfarin
• Semua pasien CSDH simptomatik maupun
asimptomatik diberikan 750 mg asam traneksamat (Transamin, Daiichi-Sankyo; kapsul 250 mg) per oral setiap hari. Pemberian asam Penatalaksanaan traneksamat dilanjutkan untuk semua pasien sampai CSDH sembuh sepenuhnya atau cukup berkurang menurut hasil pemeriksaan pencitraan. METODE
• Pasien dilakukan follow up setiap 21 hari,
meliputi anamnesis dan pemeriksaan neurologis. Evaluasi Dua ahli bedah saraf (H.K. dan K.O.) mengevaluasi pasien secara terpisah. Dilakukan Klinis pencatatan semua tanda, gejala dan tiap kejadian yang tidak diharapkan.
• Seluruh pasien dilakukan CT dan/atau MRI
tanpa diperkuat kontras (ketebalan irisan 5 mm) saat didiagnosis. Pemeriksaan CT scan Evaluasi dilakukan setiap 21 hari. Pemeriksaan pencitraan akhir dilakukan 21 hari setelah akhir Pencitraan pemberian asam traneksamat. Volume hematoma (dalam mililiter) dihitung melalui CT atau MRI sebelum, selama, dan setelah terapi.
• Masing-masing gejala klinis dinilai sebagai
“membaik" atau "tidak membaik." Kategori Outcome hematoma adalah sembuh, kambuh, dan progresif. Karakteristik Pasien • Diagnosis CSDH ditegakkan pada 21 pasien, terdiri dari 12 laki-laki (57%) dan 9 perempuan (43%) • Usia rata-rata 79 tahun (berkisar antara 54-93 tahun). • 12 pasien (57%) memiliki riwayat trauma kepala ringan atau berat • 3 pasien (14%) menggunakan obat untuk hipertensi • 3 pasien (14%) menggunakan obat antiplatelet untuk infark serebri atau penyakit jantung koroner • 2 pasien (10%) mengalami fibrilasi atrium tetapi tidak mengonsumsi obat antikoagulan • 1 pasien (5%) didiagnosis limfoma maligna setelah kemoterapi, tetapi jumlah trombosit dan koagulasi berada dalam kisaran nilai rujukan. Presentasi Klinis • Di antara 21 pasien, tidak ditemukan gejala klinis pada 10 pasien (48%) • Untuk 11 pasien lainnya (52%), gejala awal yang sering ditemukan adalah gangguan gaya berjalan (24%), demensia (19%), sakit kepala (19%), dan hemiparesis (10%). Pengobatan • Operasi lubang bur dilakukan pada 3 pasien (14%) (Kasus 2, 3, dan 7) pada tahap awal CSDH; asam traneksamat diberikan secara bersamaan. • Asam traneksamat saja (tanpa operasi) diberikan kepada 18 pasien (86%). Penatalaksanaan • Operasi burr hole dilakukan pada 3 pasien (14%) (kasus 2, 3 dan 7) yang berada pada stadium awal CSDH; asam traneksamat diberikan secara bersamaan. • Asam traneksamat saja (tanpa pembedahan) diberikan pada 18 pasien (86%). Dari 18 pasien ini, 8 orang yang menunjukkan adanya gejala-gejala klinis yang jelas memilih terapi asam traneksamat tanpa pembedahan. Studi Pencitraan • Hematoma bilateral terjadi pada 8 pasien (38%), 7 pasien di sisi kanan kepala (33%), dan 6 pasien di sisi kiri kepala (29%). • Sebelum terapi, volume hematoma rata-rata 58,5 ml (rentang 7,5-223,2 ml). • Pada 18 pasien yang tidak menerima intervensi bedah, rata-rata volume hematoma 55,6 ml (rentang 7,5-140,5 ml). • Sebelum terapi tanpa intervensi bedah, volume maksimum pada 1 sisi kepala adalah 126,1 ml. • Otak lebih bersifat restoratif dan efusi sisa lebih sedikit ditemukan pada pasien yang mendapatkan terapi asam traneksamat saja dibandingkan pasien yang hanya menjalani operasi burr hole. • Kunjungan follow-up dilakukan pada setiap pasien selama rata-rata 58 hari (berkisar antara 28–137 hari). • Setelah dilakukan terapi, volume rata-rata hematoma pada semua pasien adalah 3,7 ml (berkisar antara 0-22,1 ml). Pasien dalam Kasus 19 mewakili kasus umum dari penelitian ini. Pasien wanita berusia 67 tahun dengan hematoma epidural akut pada sisi kanan kepalanya. Hematoma diambil melalui prosedur kraniotomi dan pasien dipulangkan dari rumah sakit 2 bulan kemudian. Satu bulan setelah dipulangkan, pasien mengeluh sakit kepala. Hasil CT scan menunjukkan hematoma tipis di sisi kanan kepalanya dan hematoma tebal di sisi kiri kepalanya. Pasien kemudian diberikan asam traneksamat, setelah itu dilakukan neuroimaging yang hasilnya bervariasi; awalnya densitas menurun dan kemudian hematoma berkurang. Hematoma hilang sepenuhnya setelah 4 bulan kemudian. • Pasien dalam Kasus 13, laki-laki berusia 92 tahun yang menjalani terapi tiklopidin untuk infark miokard kronis, mengalami CSDH dengan ukuran maksimum pada 1 sisi kepala dan tidak menjalani intervensi bedah (Gbr. 3). Setelah terjatuh, pasien mengalami fraktur costae dan 2 minggu kemudian hemiparesis kanan serta demensia berkembang. Pasien direkomendasikan untuk menjalani operasi lubang bor, namun pasien menolaknya. Hematoma masif diobati dengan asam traneksamat tanpa operasi dan menghilang sepenuhnya setelah 4 bulan (Gbr. 4). • Satu pasien CSDH tidak diobati dengan asam traneksamat yaitu seorang pria berusia 81 tahun yang mengalami luka memar di kepalanya karena terjatuh akibat mabuk. Pasien mengalami perdarahan subarachnoid dan hematoma subdural akut ringan. Pasien selanjutnya dipindahkan ke rumah sakit jiwa karena mengalami penyakit demensia. Follow-up 1 bulan kemudian di Rumah Sakit Umum Kuki menunjukkan gejala neurologis pasien tidak berubah, namun CT scan menunjukkan CSDH di sisi kiri kepalanya. Pasien ditindaklanjuti di rumah sakit jiwa oleh seorang psikiater tanpa menerima pengobatan asam traneksamat. Setelah satu bulan kemudian, kesadaran pasien menjadi somnolen, menderita sakit kepala hebat, dan menunjukkan penurunan postur lengan dan kaki kanannya. Pasien dilakukan CT scan dan menunjukkan pembesaran CSDH kiri serta kompresi batang otak. Setelah operasi burr hole darurat, kesadaran pasien pulih sepenuhnya. • Patofisiologi perkembangan CSDH belum diteliti sepenuhnya. Namun, aktivitas hiperfibrinolitik telah terbukti berperan dalam proses liquifaksi hematoma dan perkembangan CSDH. • Asam traneksamat adalah obat antifibrinolitik spesifik yang menghambat aktivasi plasminogen dan aktivitas plasmin. • Pada beberapa pasien, asam traneksamat dapat digunakan secara aman sebagai terapi medis utama, tanpa intervensi bedah, untuk mencegah perkembangan CSDH. Asam traneksamat bertindak sebagai antifibrinolitik dan antiinflamasi (sistem kinin-kallikrein). • Terapi medis ini efektif dengan angka kekambuhan CSDH dan efusi subdural yang jarang terjadi, meskipun diperlukan pemberian jangka panjang. TERIMA KASIH