Anda di halaman 1dari 30

Tugas Take Home

ANTIEPILEPSI DAN ANTIKONVULSIV

OLEH:
E K A AY U S R I A G U S T I N
201651459

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AL –


KAMAL
J A K A R TA
2018
DEFINISI EPILEPSI

Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai


adanya bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu
episode). International League Against Epilepsy (ILAE)
dan International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005
merumuskan kembali definisi epilepsi yaitu suatu kelainan
otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat
mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis,
kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang
diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu
riwayat bangkitan epilepstik sebelumnya. Sedangkan
bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda dan/atau gejala
yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang
berlebihan atau sinkron yang terjadi di otak
Etiologi Epilepsi

Kejang disebabkan oleh banyak faktor, faktor tersebut


meliputi penyakit serebrovaskuler (stroke iskemik atau stroke
hemoragi), gangguan neurodegeneratif, tumor, trauma kepala,
gangguan metabolik, dan infeksi SSP (sistem saraf pusat) (2).
Beberapa faktor lainnya adalah gangguan tidur, stimulasi
sensori atau emosi (stres) akan memicu terjadinya kejang.
Perubahan hormon, sepeti menstruasi, puberitas, atau
kehamilan dapat meningkatkan frekuensi terjadinya kejang.
Penggunaan obat-obat yang menginduksi terjadinya kejang
seperti teofilin, fenotiazin dosis tinggi, antidepresan (terutama
maprotilin atau bupropion), dan kebiasaan minum alkohol
dapat meningkatkan resiko kejang
Klasifikasi Epilepsi

Klasifikasi internasional kejang epilepsi dapat


dilihat pada tabel I. Kejang diklasifikasikan menjadi
dua kategori umum yaitu : (a) kejang parsial (kejang
parsial dapat disebabkan oleh suatu lesi pada
beberapa bagian korteks, seperti tumor, malformasi
perkembangan atau stroke) dan (b) kejang umum
(kejang umum sering disebabkan oleh genetik)
 Kejang parsial (awal terjadi kejang secara lokal)
 Sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
(1) Disertai gejala motor
(2) Disertai gejala sensori khusus atau somatosensori
(3) Disertai gejala kejiwaan
 Kompleks (disertai gangguan kesadaran)
(1) Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran dengan
atau tanpa gerakan otomatis.
(2) Diawali gangguan kesadaran, diikuti gangguan kesadaran
dengan atau tanpa gerakan otomatis.
 Umum sekunder (pada awalnya kejang parsial dan berubah
menjadi kejang tonik-klonik)
 Kejang umum
o Absen

o Myoklonik

o Klonik

o Tonik

o Tonik-klonik

o Atonik

o Spasme infantil

 Kejang yang tidak dapat diklasifikasikan


 Status epileptikus
Patofisiologi

Mekanisme terjadinya epilepsi ditandai dengan gangguan


paroksimal akibat penghambatan neuron yang tidak normal atau
ketidakseimbangan antara neurotransmiter eksitatori dan inhibitori.
Defisiensi neurotransmiter inhibitori
seperti Gamma Amino Butyric Acid (GABA) atau peningkatan
neurotransmiter eksitatori seperti glutamat menyebabkan aktivitas
neuron tidak normal. Neurotransmiter eksitatori (aktivitas pemicu
kejang) yaitu, glutamat, aspartat, asetil kolin, norepinefrin, histamin,
faktor pelepas kortikotripin, purin, peptida, sitokin dan hormon
steroid. Neurotransmiter inhibitori (aktivitas menghambat neuron)
yaitu, dopamin dan GammaAmino Butyric Acid (GABA). Serangan
kejang juga diakibatkan oleh abnormalitas konduksi kalium,
kerusakan kanal ion, dan defisiensi ATPase yang berkaitan dengan
transport ion, dapat menyebabkan ketidak stabilan membran neuron
Aktivitas glutamat pada reseptornya (AMPA) dan (NMDA) dapat memicu
pembukaan kanal Na+. Pembukaan kanal Na ini diikuti oleh pembukaan kanal
Ca2+, sehingga ion-ion Na+ dan Ca2+banyak masuk ke intrasel. Akibatnya, terjadi
pengurangan perbedaan polaritas pada membran sel atau yang disebut juga dengan
depolarisasi. Depolarisasi ini penting dalam penerusan potensial aksi sepanjang sel
syaraf. Depolarisasi berkepanjangan akibat peningkatan glutamat pada pasien
epilepsi menyebabkan terjadinya potensial aksi yang terus menerus dan memicu
aktivitas sel-sel syaraf. Beberapa obat-obat antiepilepsi bekerja dengan cara
memblokade atau menghambat reseptor AMPA (alpha amino 3 Hidroksi 5
Methylosoxazole- 4-propionic acid) dan menghambat reseptor NMDA (N-methil
D-aspartat). Interaksi antara glutamat dan reseptornya dapat memicu masuknya
ion-ion Na+ dan Ca2+yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya potensial
aksi. Namun felbamat (antagonis NMDA) dan topiramat (antagonis AMPA)
bekerja dengan berikatan dengan reseptor glutamat, sehingga glutamat tidak bisa
berikatan dengan reseptornya. Efek dari kerja kedua obat ini adalah menghambat
penerusan potensial aksi dan menghambat aktivitas sel-sel syaraf yang teraktivasi
(9). Patofisiologi epilepsi meliputi ketidakseimbangan kedua faktor ini yang
menyebabkan instabilitas pada sel-sel syaraf tersebut.
Gajala Klinis

 Gajala kejang yang spesifik, tergantung pada jenis kejang.


Jenis kejang pada setiap pasien dapat bervariasi, namun
cenderung sama.
 Somatosensori atau motor fokal terjadi pada kejang
kompleks parsial.
 Kejang kompleks parsial terjadi gangguan kesadaran.
 Kejang absens mempunyai efek yang ringan dengan
gangguan kesadaran yang singkat.
 Kejang tonik-klonik umum mempunyai episode kejang
yang lama dan terjadi kehilangan kesadaran.
Penegakan Diagnosis

EEG (electroencephalogram) sangat berguna dalam


diagnosis berbagai macam jenis epilepsi.
EEG mungkin normal pada beberapa pasien yang secara
klinis masih terdiagnosis epilepsi.
MRI (magnetic resonance imaging) sangat bermanfaat
(khususnya dalam menggambarkan lobus temporal),
tetapi CTscan tidak membantu, kecuali dalam evaluasi
awal untuk tumor otak atau perdarahan serebral.
Penggolongan Obat Antiepilepsi

 Hidantoin
Fenitoin
Fenitoin merupakan obat pilihan pertama untuk kejang umum, kejang tonik-
klonik, dan pencegahan kejang pada pasien trauma kepala/bedah saraf. Fenitoin
memiliki range terapetik sempit sehingga pada beberapa pasien dibutuhkan
pengukuran kadar obat dalam darah. Mekanisme aksi fenitoin adalah dengan
menghambat kanal sodium (Na+) (13) yang mengakibatkan influk (pemasukan)
ion Na+ kedalam membran sel berkurang (11). dan menghambat terjadinya
potensial aksi oleh depolarisasi terus-menerus pada neuron (4). Dosis awal
penggunaan fenitoin 5 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 20 mg/kg/hari tiap
6 jam (10). Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan fenitoin adalah
depresi pada SSP, sehingga mengakibatkan lemah, kelelahan, gangguan
penglihatan (penglihatan berganda), disfungsi korteks dan mengantuk.
Pemberian fenitoin dosis tinggi dapat menyebabkan gangguan
keseimbangan tubuh dan nystagmus.Salah satu efek samping kronis yang
mungkin terjadi adalah gingival hyperplasia (pembesaran pada gusi).
Menjaga kebersihan rongga mulut dapat mengurangi resiko gingival
hyperplasia.
 Barbiturat
Fenobarbital
Fenobarbital merupakan obat yang efektif untuk kejang parsial dan kejang tonik-
klonik (11). Efikasi, toksisitas yang rendah, serta harga yang murah menjadikan fenobarbital
obat yang penting utnuk tipe-tipe epilepsi ini. Namun, efek sedasinya serta
kecenderungannya menimbulkan gangguan perilaku pada anak-anak telah mengurangi
penggunaannya sebagai obat utama (15). Aksi utama fenobarbital terletak pada
kemampuannya untuk menurunkan konduktan Na dan K. Fenobarbital menurunkan influks
kalsium dan mempunyai efek langsung terhadap reseptor GABA (16) (aktivasi reseptor
barbiturat akan meningkatkan durasi pembukaan reseptor GABAA (7) dan meningkatkan
konduktan post-sinap klorida). Selain itu, fenobarbital juga menekan glutamate excitability
dan meningkatkan postsynaptic GABAergic inhibition (16). Dosis awal penggunaan
fenobarbital 1-3 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 10-20 mg/kg 1kali sehari (14). Efek
samping SSP merupakan hal yang umum terjadi pada penggunaan fenobarbital. Efek
samping lain yang mungkin terjadi adalah kelelahan, mengantuk, sedasi, dan depresi.
Penggunaan fenobarbital pada anak-anak dapat menyebabkan hiperaktivitas. Fenobarbital
juga dapat menyebabkan kemerahan kulit, dan Stevens-Johnson syndrome.
 Deoksibarbiturat
Primidon
Primidon digunakan untuk terapi kejang parsial dan
kejang tonik-klonik. Primidon mempunyai efek penurunan
pada neuron eksitatori. Efek anti kejang primidon hampir sama
dengan fenobarbital, namun kurang poten. Didalam tubuh
primidon dirubah menjadi metabolit aktif yaitu fenobarbital
dan feniletilmalonamid (PEMA). PEMA dapat meningkatkan
aktifitas fenobarbotal. Dosis primidon 100-125 mg 3 kali
sehari. Efek samping yang sering terjadi antara lain adalah
pusing, mengantuk, kehilangan keseimbangan, perubahan
perilaku, kemerahan dikulit, dan impotensi.
 Iminostilben
 Karbamazepin
Karbamazepin secara kimia merupakan golongan antidepresan trisiklik (4).
Karbamazepin digunakan sebagai pilihan pertama pada terapi kejang parsial
dan tonik-klonik (11). Karbamazepin menghambat kanal Na+ (7), yang
mengakibatkan influk (pemasukan) ion Na+ kedalam membran sel
berkurang (11) dan menghambat terjadinya potensial aksi oleh depolarisasi
terus-menerus pada neuron (4). Dosis pada anak dengan usia kurang dari 6
tahun 10-20 mg/kg 3 kali sehari, anak usia 6-12 tahun dosis awal 200 mg 2
kali sehari dan dosis pemeliharaan 400-800 mg. Sedangkan pada anak usia
lebih dari 12 tahun dan dewasa 400 mg 2 kali sehari (8). Efek samping yang
sering terjadi pada penggunaan karbamazepin adalah gangguan penglihatan
(penglihatan berganda), pusing, lemah, mengantuk, mual, goyah (tidak
dapat berdiri tegak) dan Hyponatremia. Resiko terjadinya efek samping
tersebut akanmeningkat seiring dengan peningkatan usia (10).
 Okskarbazepin
Okskarbazepin merupakan analog keto karbamazepin. Okskarbazepin
merupakan prodrug yang didalam tubuh akan segera dirubah menjadi
bentuk aktifnya, yaitu suatu turunan 10-monohidroksi dan dieliminasi
melalui ekskresi ginjal (4). Okskarbazepin digunakan untuk pengobatan
kejang parsial (10). Mekanisme aksi okskarbazepin mirip dengan
mekanisme kerja karbamazepin (4). Dosis penggunaan okskarbazepin pada
anak usia 4-16 tahun 8-10mg/kg 2 kali sehari sedangkan pada dewasa, 300
mg 2 kali sehari (11). Efek samping penggunaan okskarbazepin adalah
pusing, mual, muntah, sakit kepala, diare, konstipasi, dispepsia, ketidak
seimbangan tubuh, dan kecemasan. Okskarbazepin memiliki efek samping
lebih ringan dibanding dengan fenitoin, asam valproat, dan karbamazepin
(10). Okskarbazepin dapat menginduksi enzim CYP450 (4).
 Suksimid
Etosuksimid
Etosuksimid digunakan pada terapi kejang absens (11). Kanal
kalsium merupakan target dari beberapa obat antiepilepsi.
Etosuksimid menghambat pada kanal Ca2+ tipe T. Talamus berperan
dalam pembentukan ritme sentakan yang diperantarai oleh ion
Ca2+ tipe T pada kejang absens, sehingga penghambatan pada kanal
tersebut akan mengurangi sentakan pada kejang absens (4). Dosis
etosuksimid pada anak usia 3-6 tahun 250 mg/hari untuk dosis awal
dan 20 mg/kg/hari untuk dosis pemeliharaan. Sedangkan dosis pada
anak dengan usia lebih dari 6 tahun dan dewasa 500 mg/hari (11).
Efek samping penggunaan etosuksimid adalah mual dan muntah,
efek samping penggunaan etosuksimid yang lain adalah
ketidakseimbangan tubuh, mengantuk, gangguan pencernaan, goyah
(tidak dapat berdiri tegak), pusing dan cegukan (10).
 Asam valproat
Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang absens, kejang
mioklonik, dan kejang tonik-klonik (11). Asam valproat dapat meningkatkan GABA dengan
menghambat degradasi nya atau mengaktivasi sintesis GABA. Asam valproat
juga berpotensi terhadap respon GABA post sinaptik yang langsung menstabilkan membran
serta mempengaruhi kanal kalium (10). Dosis penggunaan asam valproat 10-15 mg/kg/hari
(11). Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan pencernaan (>20%), termasuk mual,
muntah, anorexia, dan peningkatan berat badan. Efek samping lain yang mungkin
ditimbulkan adalah pusing, gangguan keseimbangan tubuh, tremor, dan kebotakan. Asam
valproat mempunyai efek gangguan kognitif yang ringan. Efek samping yang berat dari
penggunaan asam valproat adalah hepatotoksik. Hyperammonemia (gangguan metabolisme
yang ditandai dengan peningkatan kadar amonia dalam darah) umumnya terjadi 50%, tetapi
tidak sampai menyebabkan kerusakan hati (10). Interaksi valproat dengan obat
antiepilepsi lain merupakan salah satu masalah terkait penggunaannya pada pasien
epilepsi. Penggunaan fenitoin dan valproat secara bersamaan dapat meningkatkan
kadar fenobarbital dan dapat memperparah efek sedasi yang dihasilkan. Valproat
sendiri juga dapat menghambat metabolisme lamotrigin, fenitoin, dan
karbamazepin. Obat yang dapat menginduksi enzim dapat meningkatkan
metabolisme valproat. Hampir 1/3 pasien mengalami efek samping obat walaupun
hanya kurang dari 5% saja yang menghentikan penggunaan obat terkait efek
samping tersebut (12).
 Benzodiazepin
Benzodiazepin digunakan dalam terapi kejang (11).
Benzodiazepin merupakan agonis GABAA, sehingga aktivasi
reseptor benzodiazepin akan meningkatkan frekuensi
pembukaan reseptor GABAA (7). Dosis benzodiazepin untuk
anak usia 2-5 tahun 0,5 mg/kg, anak usia 6-11 tahun 0,3
mg/kg, anak usia 12 tahun atau lebih 0,2 mg/kg (11), dan
dewasa 4-40 mg/hari (7). Efek samping yang mungkin terjadi
pada penggunaan benzodiazepin adalah cemas, kehilangan
kesadaran, pusing, depresi, mengantuk, kemerahan dikulit,
konstipasi, dan mual (11).
 Obat antiepilepsi lain
 Gabapentin
` Gabapentin merupakan obat pilihan kedua untuk penanganan parsial epilepsi walaupun
kegunaan utamanya adalah untuk pengobatan nyeri neuropati (12). Uji double-blind
dengan kontrol plasebo pada penderita seizure parsial yang sulit diobati menunjukkan
bahwa penambahan gabapentin pada obat antiseizure lain leibh unggul dari pada
plasebo. Penurunan nilai median seizure yang diinduksi oleh gabapentin sekitar 27%
dibandingkan dengan 12% pada plasebo. Penelitian double-blind monoterapi gabapentin
(900 atau 1800 mg/hari) mengungkapkan bahwa efikasi gabapentin mirip dengan efikasi
karbamazepin (600 mg/hari) (15). Gabapentin dapat meningkatkan pelepasan GABA
nonvesikel melalui mekanisme yang belum diketahui. Gabapentin mengikat protein pada
membran korteks saluran Ca2+ tipe L. Namun gabapentin tidak mempengaruhi arus
Ca2+ pada saluran Ca2+ tipe T, N, atau L. Gabapentin tidak selalu mengurangi
perangsangan potensial aksi berulang terus-menerus (4). Dosis gabapentin untuk anak
usia 3-4 tahun 40 mg/kg 3 kali sehari, anak usia 5-12 tahun 25-35 mg/kg 3 kali sehari,
anak usia 12 tahun atau lebih dan dewasa 300 mg 3 kali sehari (11). Efek samping yang
sering dilaporkan adalah pusing, kelelahan, mengantuk, dan ketidakseimbangan tubuh.
Perilaku yang agresif umumnya terjadi pada anak-anak. Beberapa pasien yang
menggunakan gabapentin mengalami peningkatan berat badan (10).
 Lamotrigin
Lamotrigin merupakan obat antiepilepsi generasi baru dengan spektrum luas
yang memiliki efikasi pada parsial dan epilepsi umum (10). Lamotrigin
tidak menginduksi atau menghambat metabolisme obat anti epilepsi
lain. Mekanisme aksi utama lamotrigin adalah blokade kanal Na,
menghambat aktivasi arus Ca2+ serta memblok pelepasan eksitasi
neurotransmiter asam amino seperti glutamat dan aspartat. Dosis lamotrigin
25-50 mg/hari (11). Penggunaan lamotrigin umumnya dapat ditoleransi pada
pasien anak, dewasa, maupun pada pasien geriatri. Efek samping yang
sering dilaporkan adalah gangguan penglihatan (penglihatan berganda),
sakit kepala, pusing, dan goyah (tidak dapat berdiri tegak). Lamotrigin dapat
menyebabkan kemerahan kulit terutama pada penggunaan awal terapi 3-4
minggu. Stevens-Johnson syndrome juga dilaporkan setelah menggunakan
lamotrigin (10).
 Levetirasetam
Levetiracetam mudah larut dalam air dan merupakan
derifat pyrrolidone ((S)-ethyl-2-oxo-pyrrolidine acetamide) (31).
Levetirasetam digunakan dalam terapi kejang parsial, kejang absens,
kejang mioklonik, kejang tonik-klonik (10). Mekanisme
levetirasetam dalam mengobati epilepsi belum diketahui. Namun
pada suatu studi penelitian disimpulkan levetirasetam dapat
menghambat kanal Ca2+ tipe N (11) dan mengikat protein sinaptik
yang menyebabkan penurunan eksitatori (atau meningkatkan
inhibitori). Proses pengikatan levetiracetam dengan protein sinaptik
belum diketahui. Dosis levetirasetam 500-1000 mg 2 kali sehari (7).
Efek samping yang umum terjadi adalah sedasi, gangguan perilaku,
dan efek pada SSP. Gangguan perilaku seperti agitasi, dan depresi
juga dilaporkan akibat penggunaan levetirasetam (10).
 Topiramat
Topiramat digunakan tunggal atau tambahan pada terapi kejang parsial, kejang
mioklonik, dan kejang tonik-klonik. Topiramat mengobati kejang dengan
menghambat kanal sodium (Na+), meningkatkan aktivitas GABAA, antagonis
reseptor glutamat AMPA/kainate, dan menghambat karbonat anhidrase yang
lemah (11). Dosis topiramat 25-50 mg 2 kali sehari (7). Efek samping utama
yang mungkin terjadi adalah gangguan keseimbangan tubuh, sulit
berkonsentrasi, sulit mengingat, pusing, kelelahan, paresthesias (rasa tidak enak
atau abnormal). Topiramat dapat menyebabkan asidosis metabolik sehingga
terjadi anorexia dan penurunan berat badan (10).
 Tiagabin
Tiagabin digunakan untuk terapi kejang parsial pada dewasa dan anak ≥16
tahun. Tiagabin meningkatkan aktivitas GABA (11), antagonis neuron atau
menghambat reuptake GABA (7). Dosis tiagabin 4 mg 1-2 kali sehari (11). Efek
samping yang sering terjadi adalah pusing, asthenia (kekurangan atau
kehilangan energi), kecemasan, tremor, diare dan depresi (17). Penggunaan
tiagabin bersamaan dengan makanan dapat mengurangi efek samping SSP (10).
 Felbamat
Felbamat bukan merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang, felbamat hanya
digunakan bila terapi sebelumnya tidak efektif dan pasien epilepsi berat yang mempunyai
resiko anemia aplastik (11). Mekanisme aksi felbamat menghambat kerja NMDA dan
meningkatkan respon GABA (4). Dosis felbamat untuk anak usia lebih dari 14 tahun dan
dewasa 1200 mg 3-4 kali sehari (11). Efek samping yang sering dilaporkan terkait dengan
penggunaan felbamat adalah anorexia, mual, muntah, gangguan tidur, sakit kepala dan
penurunan berat badan. Anorexia dan penurunan berat badan umumnya terjadi pada anak-
anak dan pasien dengan konsumsi kalori yang rendah. Resiko terjadinya anemia aplastik
akan meningkat pada wanita yang mempunyai riwayat penyakit cytopenia (10).
 Zonisamid
Zonisamid merupakan suatu turunan sulfonamid (4) yang digunakan sebagai terapi
tambahan kejang parsial pada anak lebih dari 16 tahun dan dewasa (11). Mekanisme aksi
zonisamid adalah dengan menghambat kanal kalsium (Ca2+) tipe T. Dosis zonisamid 100
mg 2 kali sehari (7). Efek samping yang umum terjadi adalah mengantuk,
pusing, anorexia, sakit kepala, mual, dan agitasi. Di United Stated 26% pasien mengalami
gejala batu ginjal (10).
Pilihan Obat Untuk Gangguan Kejang Spesifik
Pengertian Anti Konvulsi

Anti Konvulsi merupakan golongan obat yang


identik dan sering hanya digunakan pada kasus-
kasus kejang karena Epileptik. Golongan obat ini
lebih tepat dinamakan ANTI EPILEPSI, sebab obat
ini jarang digunakan untuk gejala konvulsi penyakit
lain.
MEKANISME KERJA

Terdapat dua mekanisme antikonvulsi yang penting, yaitu :


 Dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif
pada neuron epileptik dalam fokus epilepsi.
 Dengan mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada
neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi.
Mekanisme kerja antiepilepsi hanya sedikit yang
dimengerti secara baik. Berbagai obat antiepilepsi
diketahui mempengaruhi berbagai fungsi neurofisiologik
otak, terutama yang mempengaruhi system inhibisi yang
melibatkan GABA dalam mekanisme kerja berbagai
antiepilepsi.
EFEK SAMPING DAN CARA MENGATASINYA

Efek samping obat anti konvulsi:


 Jumlah sel darah putih & sel darah merah berkurang
 Tenang
 Ruam kulit
 Pembengkakan gusi
 Penambahan berat badan, rambut rontok
Cara Mengatasi efek samping obat Anti konvulsi:
1. Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lain dari benda keras, tajam atau panas.
2. Longgarakan pakaian, bila mungkin miringkan kepala kesamping untuk mencegah
sumbatan jalan nafas.
3. Biarkan kejang berlangsung, jangan memasukkan benda keras diantara gigi karena dapat
mengakibatkan gigi patah.
4. Biarkan istirahat setelah kejang, karena penderita akan bingung atau mengantuk setelah
kejang.
5. Laporkan adanya serangan pada kerabat dekat penderita epilepsy ( penting untuk
pemberian pengobatan dari dokter ).
6. Bila serangan berulang dalam waktu singkat atau mengalami luka berat, segera larikan ke
rumah sakit.
Beberapa Obat Golongan Antikonvulsi/ Antiepilepsi
Golongan Hidantoin
Pada golongan ini terdapat 3 senyawa yaitu Fenitoin, mefentoin dan etotoin, dari
ketiga jenis itu yang tersering digunakan adalan Fenitoin dan digunakan untuk
semua jenis bangkitan, kecuali bangkitan Lena.Fenitoin merupakan antikonvulsi
tanpa efek depresi umum SSP, sifat antikonvulsinya penghambatan penjalaran
rangsang dari focus ke bagian lain di otak.
Golongan Barbiturat
Golongan obat ini sebagai hipnotik- sedative dan efektif sebagai antikonvulsi, yang
sering digunakan adalah barbiturate kerja lama ( Long Acting Barbiturates ).Jenis
obat golongan ini antara lain fenobarbital dan primidon, kedua obat ini dapat
menekan letupan di focus epilepsy.
Golongan Oksazolidindion
Salah satu jenis obatnya adalah trimetadion yang mempunyai efek memperkuat
depresi pascatransmisi, sehingga transmisi impuls berurutan dihambat , trimetadion
juga dalam sediaan oral mudah diabsorpsi dari saluran cerna dan didistribusikan ke
berbagai cairan tubuh.
Golongan Suksinimid
Yang sering digunakan di klinik adalah jenis etosuksimid dan fensuksimid yang
mempunyai efek sama dengan trimetadion. Etosuksimid diabsorpsi lengkap
melalui saluran cerna, distribusi lengkap keseluruh jaringan dan kadar cairan liquor
sama dengan kadar plasma. Etosuksimid merupakan obat pilihan untuk bangkitan
lena.
Golongan Karbamazepin
Obat ini efektif terhadap bangkitan parsial kompleks dan bangkitan tonik klonik
dan merupakan obat pilihan pertama di Amerika Serikat untuk mengatasi semua
bangkitan kecuali lena.
Karbamazepin merupakan efek analgesic selektif terutama pada kasus neuropati
dan tabes dorsalis, namun mempunyai efek samping bila digunakan dalam jangka
lama, yaitu pusing, vertigo, ataksia, dan diplopia.
Golongan Benzodiazepin
Salah satu jenisnya adalah diazepam, disamping senagai anti konvulsi juga
mempunyai efek antiensietas dan merupakan obat pilihan untuk status epileptikus.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai