Anda di halaman 1dari 32

RHINOSINUSITIS

DR. dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K)


Anatomi hidung
 Ada 12 sinus di tiap sisi, tetapi
jumlahnya dapat bervariasi.

Dibagi grup:
 Grup anterior t.d : sinus frontal,
maksila dan etmoid anterior
 Dengan ostia di hiatus
semilunaris di meatus media
 grup posterior t.d.: sinus etmoid
posterior dan sfenoid
 Dengan ostia di meatus superior
Anatomi hidung
 The relative sinus positions terhadap sekitarnya.
Rhinosinusitis
 Sinusitis inflamasi dimukosa sinus sebagai kelanjutan dari
inflamasi mukosa nasal.
 Rinitis dan sinusitis biasanya dialami bersamaan, sering kali
dijumpai pada satu individu
 Terminologi yang tepat sekarang adalah rhinosinusitis.
 Rinosinusitis kebanyakan menyerang lebih dari satu sinus
paranasal
Definisi Klinik Rhinosinusitis
 Rhinosinusitis didefinisikan sebagai berikut:
 Inflamasi mukosa hidung dan sinuses paranasal disertai dua
atau lebih simtom, salah satu atau lebih dari:
 Etiologi Bakteria
 Nasal blockage/obstruction/congestion dan nasal discharge
(anterior/posterior nasal drip)
 ± facial pain/pressure
 ± reduction or loss of smell
• CT changes:
– Mukosa osteomeatal complex dan/atau sinuses edem.
• Lama sakit :
– Acute < 12 minggu, simtom dapat sembuh sempurna
– Chronic > 12 minggu simtom hilang tidak sempurna dan dapat
eksaserbasi

Epidemiologi
• Insidens acute viral rhinosinusitis (common cold) sangat
tinggi.
Faktor predisposisi
• Anatomi
• Sinuses paranasal berhubungan dengan hidung melalui lubang kecil.
• Hidung dan sinuses paranasal dilapisi oleh pseudostratified
columnar ciliated epithelium.
• Epitel mengandung sel goblet dan nasal glands, menghasilkan
sekresi nasal yang selalu membasahi dan membentuk lapisan mucus.
• Partikel dan bakteri dapat ditangkap oleh mucus kemudian oleh
enzim lizosim dan laktoferin dinetralisir sehingga menjadi tidak
berbahaya, selanjutnya ditransport ke nasofaring. Semua sinuses
dalam keadaan normal bersih dari secret karena dibersihkan oleh
mucociliary transport.
Fisiologi (patofisiologi)
 Yang berperan utama pada patogenesis rhinosinusitis adalah
patensi osteomeatal complex (OMC).
 Unit OMC t.d.:ostia sinus maksilari, sel ethmoid dan ostianya,
ethmoid infundibulum, hiatus similunaris dan meatus media.
 Apabila patensi terganggu (ostium mengecil karena edem
atau/dan terganggunya aktivitas siliari) menyebabkan sekret
menumpuk di sinus, misalnya pada upper respiratory tract
infection.Fig. 2.7 (hal 65, Endoscopic PSS).
 Bila proses tersebut tidak dihentikan dan menetap
menyebabkan rhinosinusitis kronik.
Fisiologi (patofisiologi)
Rinosinusitis kronik
• Prevanlesi rinosinusitis di indonesia tidak ada data
• Di Canada penelitian dengan anamnese sakit lebih dari 6
bulan antara 3,4% pada laki-laki dan 5,7% pada wanita,
• Usia makin meningkat prevalensi makin meningkat dan
menurun setelah umur 60 tahun.
• Penelitian di berbagai negara hasilnya berbeda.
Faktor yang Berhubungan dengan
Rhinosinusitis Kronik
1. Hambatan gerak silia.
 Aktivitas silia sangat penting untuk membersihkan sinus dan
mencegah infeksi kronik sinus. Sekunder diskinesis silia dijumpai
pada rinosinusitis kronik yang kemungkinan irriversible walaupun
kadang-kadang pada suatu saat mengalami restoration

Air cleaning Aliran secret karena gerak silia ke nasofaring


Faktor yang Berhubungan dengan
Rhinosinusitis Chronic
2. Alergi
 Atopi merupakan faktor predisposisi rinosinusitis kronik. Prevalensi
rinosinusitis kronik meningkat pada penderita atopi.
3. Asma
 Belakangan terbukti bahwa allergic inflammation di upper dan lower
respiration menimbulkan inflamasi mukosa yang berkaitan dengan
rinosinusiits. Rinosinusitis dan asma sering kali dijumpai bersama
pada satu penderita. Penelitian radiologi menunjukan bahwa sinus
pada penderita asma mukosanya abnormal.
4. Disfungsi sistem imun
 Disfungsi sistem imun ada hubungan dengan rhinosinusitis chronic.
Dengan demikian perlu tes immunologi.
Faktor yang Berhubungan dengan
Rhinosinusitis Chronic
5. Faktor genetik
– Walaupun penyakit sinus kronik dijumpai pada anggota keluarga,
namun tidak ada faktor genetic abnormal. Genetic faktor di kaitkan
dengan rinosinusitis kronik yaitu pada penyakit cystic fibrosis,
primary ciliary dyskinensis (Kartaganer’s syndrom).
6. Pregnancy dan endocrine state
– Selama pregnancy mengalami nasal congestion, terjadi antara 1/5
dari wanita hamil. Patogenesisnya dari kelainan tersebut belum
dapat diterangkan. Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan
diantaranya efek langsung (direk) hormonal diantaranya estrogen dan
progresteron dan placental growth hormon di rongga hidung.
Faktor yang Berhubungan dengan
Rhinosinusitis Chronic
7. Variasi anatomi seperti konka bulosa, septum deviasi dan
displacement uncinate process, merupakan faktor potensial
untuk terjadinya sinusitis. Kelainan anotomi seperti tersebut
menyebabkan aliran udara di meatal kompleks terhambat.
Demikian juga aliran sekret tidak lancar.

Dislokasi septum (septum deviasi)


Faktor yang Berhubungan dengan
Rhinosinusitis Chronic
8. Faktor environments
 Asap rokok dikaitan dengan prevalensi rinosinusitis yang tinggi di
Canada.
 Udara berpolusi
 Pada individu dengan sosial ekonomi rendah.
Diagnoses
 Assessment of rhinosinusitis symptoms.
 Nasal blockage, congestion atau stuffness
 Nasal discharge atau postnasal drip, sering mukopurulen
 Facial pain atau pressure, headache, dan
 Reduction/loss of smell.

 Selain local simtom tersebut diatas juga simtom jauh atau


general simtom. Simtom jauh diantaranya pharyngeal,
laryngeal, tracheal irritation menyebabkan sakit tenggorok,
disfonia dan batuk, sedangkan general simtom meliputi
ngantuk, malaise dan panas.
Pemeriksaan
 Dengan rinoskopi anterior hasilnya tidak adekuat
tetapi ini merupakan langkah awal.
Endoscopi
 Bisa dilakukan dengan atau tanpa decongestan, diperiksa
adakah sekret, edem, polip. Biasanya tidak dilakukan
pemeriksaan sitologi bila tidak dicurigai suatu keganasan.
Foto
 Plain foto tidak sensitive dan kegunaannya terbatas untuk
rinosinusitis akut. Tidak tepat untuk diagnosis rinosinusitis
kronik. Dilakukan hanya untuk screening keadaan potologi.
Fig. 103 (hal 267, Boies)
 CT scanning adalah pilihan yang tepat, dapat menunjukkan
keadaan bentuk patologi (inflamasi) dan anatomi normal.
Namun jangan dilakukan sebagai langkah awal untuk
diagnosis rinusinusitis.
 MRI bukan metode utama untuk mendiagnosis rinosinusitis
kronik, biasanya disertai CT scanning untuk melihat yang
lebih serius misalnya neoplasma.
Foto
Photographs of x-ray
 Photographs dengan
berbagai posisi perlu
dilakukan dalam kaitannya  The relative sinus positions
dengan kondisi klinik. terhadap sekitarnya.
Terapi Rinosinusitis
 Terapi lokal glukokortikoids (nasal spray) menyembuhkan
inflamasi yang disebabkan penyakit di upper (rinitis, polip)
dan lower (asma) airway. Efek klinik dari glucocorticoids
tergantung kepada kemampuan menurunkan infiltrasi
eosinofil atau tidak langsung menurunkan sekresi chemotactic
sitokin oleh mukosa nasal dan polip.
 Oral corticosteroid sebagai ajuvan pada rinosinusitis akut,
dosis diberikan tigakali sehari selama 5 - 10 hari bersama
antibiotika.
 Area obstruksi jalan napas  Sklerosis konka inferior
Terapi Rinosinusitis
 Terapi antibiotik
 Terapi antibiotik untuk penyembuhan klinik rinusinositis
akut cukup efektif, pada penelitian dijelaskan dapat sampai
90% yang diberikan 14 hari.
 Terapi antiobiotik untuk rinosinusitis kronik
 Terapi antibiotik yang dikombinasi dengan topical
corticosteroid dan ajuvan lain yang diberikan selama 4
minggu semuanya penderita menunjukkan perbaikan klinik.
Terapi Rinosinusitis
 Decongestan
 Nasal decongestants efeknya pada acute rinosinusitis
tujuannya untuk mengurangi congestion sehingga
memperbaiki ventilasi sinus dan drainage dan simtomatic
congestion hilang. Penelitian membuktikan bahwa
decongestant mengurangi congestion ostial dan
ostiomeatal complex karena efek congestion konka inferior
dan media dan mukosa infundibular, tetapi tidak berefek
pada mukosa sinus ethmoid dan maksila.
 Decongestion yang diberikan pada rinosinusitis kronik
tidak mempunyai efek pada congestion ostial.
Terapi Rinosinusitis
 Mucolytics
 Mucolitik untuk mengencerkan viskositas sinus sekresi
dapat diberikan pada rinosinusitis akut maupun kronik.
Dikatakan efeknya bermanfaat.
 Irigasi nasal dan antrum (larutan garam isotonik,
hipertonic saline)
 Irigasi dengan larutan garam isotonik maupun hipertonik
efeknya cukup signifikan dalam menghilangkan simtom.
Efeknya dapat meningkatkan aktivitas nasal mucociliary
clearance.
Terapi Rinosinusitis
 Treatment underlying predisposing factors
 Infectious sinusitis sering kali berhubungan dengan alergi
dan asma. Infectious sinusitis sering merupakan
komplikasi rinitis alergi saluran napas bagian atas, kira-kira
50% anak dan dewasa . Kira-kira 10% penderita dewasa
rinosinusitis dengan asma kronik menderita juga menderita
aspirin sensitivity syndrome: asma, nasal polip, sinusitis
dan penyakit menjadi makin parah bila terekspose aspirin
atau nonsteroidal anti-inflammatory drugs.
 Penting sekali terapi underlying factors.
Terapi Rinosinusitis
 Surgery
 Operasi (endoscopic sinus surgery) hanya untuk selektif
pasen rinosiusitis kronik yang tidak sembuh (responsive)
dengan medical treatment. ESS hasilnya dapat
menghilangkan simtom dan meningkatkan quality of life.
Paska operasi terapi dilanjutkan dengan antibiotik, steroids
dan irigasi.
 Surgery mulai dari uncinectomy sampai radikal
sphenoethmoidectomy dengan disertai reseksi konka
media.
Terapi Rinosinusitis
 Irigasi sinus maksila, dengan trocar lewat meatus inferior
ditusukan kedalam sinus.
Komplikasi Rinosinusitis
 Di era pre antibiotic komplikasi sering terjadi dan sangat
berbahaya, ke orbita, osseus dan endocranial
 Di era sekarang, dengan perkembangan alat diagnose CT,
MRI dan antibiotik insiden komplikasi menurun.
 Komplikasi ke orbita biasanya dari etmoiditis jarang dari
sphenoiditis. Infeksi menyebar langsung lewat lapisan tipis
atau lewat dehisensi lamina papirase atau lewat vena. Macam-
macam komplikasi orbital; periorbital cellulitis, orbital
cellulitis, orbital cellulitis, subperiosteal abcsess.
Komplikasi Rinosinusitis
 Periorbital cellulitis ditandai dengan edem palpebra, kemerahan di sekitar
kantus. Penyebaran dari sinus maksila, edem dan eritema terjadi di
palpebra inferior bila dari sinus frontalis edem dan eritema terjadi di
palpebra superior.
 Apabila dijumpai komplikasi perlu tindakan aggressive treatment dan
intravenous antiobiotika

Penampilan orbital cellulitis berasal dari ethmoiditis akut. Sinusitis kronik dengan fokal di gigi.

Anda mungkin juga menyukai