Anda di halaman 1dari 22

Inkontinensia Urin dan

Infeksi Saluran Kemih


pada Wanita
dr. Rudy A. Lengkong, Sp.OG-K

2018
Pendahuluan

 Jutaan wanita mengalami


inkontinensia urin (UI).
 Merupakan masalah sosial dan
higienitas yang terjadi di dunia
 Penurunan kualitas hidup pasien
 Biaya yang tinggi
 Morbiditas fisik , fungsional dan
psikologi.
 peningkatan risiko ISK dan
inkontinensia selama episode akut.
PENDAHULUAN

 ISK: infeksi paling umum dijumpai,


 Pada wanita muda yang aktif seksual; 1 dari 3 wanita akan mengalami
infeksi saluran kemih sebelum usia 24 tahun.
 Hingga 40% wanita mengalami ISK setidaknya sekali selama hidup
 Berkontribusi lebih dari 7 juta angka kunjungan klinik, dengan biaya
tanggungan negara lebih dari 1 miliar US$.
 Gejala – gejala ISK menyerupai IU, sehingga presentasi klinis ISK dan IU
penting bagi para klinisi.
Definisi

 Inkontinensia urin adalah sindrom multifaktorial yang dihasilkan oleh


kombinasi patologi genitourinary, perubahan yang berhubungan dengan
usia, dan kondisi komorbid yang mengganggu buang air kecil normal
atau kemampuan fungsional buang air kecil sendiri, atau keduanya.
 Infeksi saluran kemih (ISK) didefinisikan sebagai bakteriuria signifikan
dengan adanya konstelasi gejala seperti disuria (nyeri buang air kecil),
peningkatan frekuensi kencing dan mendesak, ketidaknyamanan
suprapubik dan nyeri tekan costovertebral.
Prevalensi UI

 Meningkat seiring usia


 Wanita lebih dari pria (2:1) hingga usia 80,
 Orang yang berusia 65 tahun ke atas, 15% hingga 30% pada masyarakat
dan setidaknya 50% perawatan jangka panjang inkontinensia.
Klasifikasi

 Ada 3 tipe inkontinensia urin yang


paling sering dijumpai pada wanita
yaitu
 Stress inkontinensia urin (tersering pada
Wanita),
 Urge inkontinensia urin
 Mixed inkontinensia urin.
 continue (fistula) inkontinensia dan
overflow. 1,2,4
Inkontinensia Stress

 Stress UI, tipe UI paling umum pada wanita,


 kegagalan mekanisme sfingter untuk mempertahankan penutupan outlet
 Inkontinensia urin stress dapat dibedakan dalam 4 tipe, yaitu:4
 Tipe 0: pasien mengeluh kebocoran urine tetapi tidak dapat dibuktikan melalui
pemeriksaan
 Tipe 1: IU terjadi pada pemeriksaan dengan maneuver stress dan adanya sedikit
penurunan pada leher vesika urinaria
 Tipe 2: IU terjadi pada pemeriksaan dengan penurunan uretra pada leher vesika
urinaria 2 cm atau lebih
 Tipe 3: uretra terbuka (lead pipe) dan area leher kandung kemih tanpa kontraksi
kandung kemih.  defisiensi sfingter intrinsik.
Inkontinesia urgensi

 ditandai dengan urgensi atau dorongan, frekuensi, dan nokturia tiba-tiba


 Berhubungan dengan Destrusor Overactivity (DO)
 Usia, idiopatik, Lesi sekunder ( Stroke, Stenosis Serviks)
 Iritasi kandung kemih local
 Ditemukan pada orang sehat, orang tua kontinensia,
 Kegagalan saluran kemih bagian bawah dan kompensasi fungsinal
 Penyebab lain: interstitial Cystitis, dan cedera medulla spinalis 
gangguan destrusor compliance atau destrusor-sphincter dyssynergia.
Inkontinesia OverFlow

 Overflow UI
 detrusor underactivity, obstruksi outlet kandung kemih, atau keduanya.
 Kebocoran volume kecil yang berlangsung terus menerus.
 PVR meningkat, dan gejala termasuk menetes, aliran kemih lemah, intermitensi,
keragu-raguan, frekuensi, dan nokturia.
 Berhubungan dengan kebocoran urge dan stress dapat terjadi. Kebocoran
terus menerus karena inkontinensia ekstraurethral (misalnya fistula cystovaginal)
yang jarang terjadi.
Infeksi Saluran Kemih

 ISK bagian bawah :


 sistitis, uretritis
 ISK bagian atas :
 pielonefritis, abses intra-ginjal, abses
perinefrik
 Infeksi tanpa komplikasi
 Sistitis sederhana dengan durasi pendek (1-5
hari)
 ISK dengan komplikasi
 Infeksi pada saluran kemih dengan kateter
menetap dan batu ginjal.
 Sistitis dengan durasi lama , sistitis hemoragik.
Faktor Resiko Inkontinensia Urin

 Kehamilan dan beberapa minggu pasca persalinan Prevalensi IU


meningkat
 Pemakaian forceps selama persalinan
 IU timbul >3 bulan pascasalin (postpartum)  indikator prognostik untuk
masalah inkontinensia di masa depan.
 usia paritas, dan berat badan bayi berhubungan dengan IU.
 IMT tinggi menyebabkan IU.
 Menopause  kontributor daripada kausatif
DIAPERS

 Kausa multiple
 D: Delirium  kegagalan kendali kandung kemih
 I : Infeksi dan inflamasi  disuria dan overactive bladder
 A: Atrophic vaginitis,  memicu status anatomi yang memicu IU
 P: Pharmacology and Psychology.
 E: Excessive urine production
 R: Restriksi mobilitas  akses toilet yang terbatas
 S: Stool impaction  urgency/ overflow incontinence
Faktor Risiko untuk Infeksi Saluran Kemih menurut Kelompok
Usia
Usia Perempuan(% prevalensi) Pria(% prevalensi)
<1 Abnormalitas urologi anatomi atau Abnormalitas urologi anatomi atau fungsional (1%)
fungsional (1%)
1-5 Kelainan kongenital; refluks Kelainan kongenital, penis tidak disunat (0,5%)
vesikoureteral (4,5%)
6-15 Refluks vesikoureteral (4,4%) Refluks vesikoureteral (0,5%)
16-35 Hubungan seksual, penggunaan Kelainan urologi anatomi. Hubungan dubur insertif. (0,5%)
diafragma, spermisidal jelly, infeksi
saluran kemih sebelumnya1 (20%)

36-65 Pembedahan ginekologi, prolaps Hipertrofiprostat, obstruksi, kateterisasi, pembedahan. (20%)


kandung kemih. Infeksi saluran kemih
sebelumnya (35%)

> 65 Kekurangan estrogen dan hilangnya Semua di atas, inkontinensia, kateterisasi jangka panjang, kateter kondom (35%)
laktobasilus vagina (40%)

Risiko infeksi saluran kemih pada wanita muda lebih besar dari yang pertama, dengan setidaknya 20% risiko berkembangnya
infeksi berulang pada tindak lanjut 6 bulan.
Presentasi Klinis (UI)

 Anamnesis
 Stress Inkontinensia
 Urin terlepas selama aktivitas fisik atau saat peningkatan
tekanan intra-abdomen , dengan aktivitas minimal 11,12
 Urgensi Inkontinensia
 Terlepasnya urin didahului oleh keinginan (urge) tiba-tiba dan
berat untuk buang air kecil;
 Pasien biasanya kehilangan urin dalam perjalanan ke toilet.
 Kontraksi kandung kemih juga dapat dirangsang oleh
perubahan posisi tubuh dan stimulasi sensorik 6,11,12
 Overflow Inkontinesia
 Urin menetes (dribbling), ketidakmampuan untuk
mengosongkan kandung kemih
 Ragu-ragu saat ingin berkemih (hesitancy), kehilangan urin
tanpa dorongan yang jelas atau sensasi rasa penuh /
tekanan di perut bagian bawah.
 Fungsional inkontinensia
 Disebabkan oleh faktor non-genitourinary: kognitif atau fisik
Presentasi Klinis (ISK)

 Gejala karakteristik ISK pada orang dewasa adalah


 disuria dengan gejala seperti urgensi kemih, frekuensi, nokturia, ketidaknyamanan kandung kemih (stranguria)
 Sensasi rasa penuh di kandung kemih atau rasa ketidaknyamanan perut bagian bawah biasanya hadir.
 riwayat nyeri di dalam daerah suprapubik. Disuria akut ,uretritis akut (klamidia, gonokokal, atau herpes) atau
vaginitis/vaginosis.8-10
 Membedakan infeksi saluran atas dari infeksi saluran bagian bawah berdasarkan tanda-tanda klinis :
 gejala sistemik: demam (biasanya lebih besar dari 1010 F),
 mual, muntah, dan nyeri di area costovertebral,
 sangat sugestif terhadap infeksi saluran kemih bagian atas (pielonefritis).
 sering disertai dengan frekuensi kencing, urgensi dan disuria. Rigor (menggigill ) bakteremia.
 Nyeri tekan panggul sering dan lebih intens ketika ada penyakit obstruktif (batu ginjal), dan nyeri hebat dengan penjalaran
ke selangkangan
 Rasa sakit ginjal yang meradang dapat dirasakan di atau dekat epigastrium dan mungkin menyebar ke salah satu kuadran
yang lebih rendah.
 Pasien dengan infeksi terkait kateter urin sering asimptomatik
 Diagnosis ISK hanya dapat dibuktikan dengan kultur sampel urin yang
terkumpul cukup.
 Pada wanita muda yang aktif secara seksual, di antaranya dapat berupa
infeksi menular seksual, gambaran klinis khusus sistitis dengan adanya pyuria,
hematuria atau bakteriuria sangat sugestif terhadap ISK.
 Pemeriksaan mikroskopis urin
 keberadaan bakteri dan leukosit (piuria) adalah langkah pertama diagnosis
laboratorium infeksi saluran kemih.
 Metode pengumpulan yang tepat sangat penting. Kumpulan spesimen
yang bersih, mid-stream adalah metode pilihan, karena tidak memerlukan
morbiditas, tetapi specimen kateter"in-and-out" lurus harus digunakan jika
spesimen yang bersih tidak mudah diperoleh. Urine harus segera diproses;
 Hitungan > 10 bakteri per mililiter menunjukkan infeksi.
 Kehadiran pyuria (lebih dari 10 leukosit/μl) menunjukkan infeksi. Hematuria
dan proteinuria,

 Tes esterase leukositurin adalah tes skrining cepat untuk mendeteksi piuria.
 Tes yang mendeteksi keberadaan nitrit urin
 Studi radiografi (misalnya USG, pielografi intravena, atau CT scan)
diindikasikan pada pasien dengan kelainan sistem kemih sangat mungkin,
atau jika abses dicurigai, atau pada pasien dengan pielonefritis yang tidak
merespon sesuai terapi dalam 72 jam.
TATALAKSANA

1. Edukasi intervensi gaya hidup seperti mengurangi asupan kafein, modifikasi cairan yang tinggi / rendah. Perempuan
dengan indeks massa tubuh lebih dari 30 disarankan untuk mengikuti program penurunan berat badan.
2. Terapi fisik dengan pelatihan otot dasar panggul
3. Setiap program pelatihan otot dasar panggul sebaiknya mencapai 8x kontraksi dilakukan sebanyak 3x sehari.1,4,6
4. Terapi medikamentosa
 4 antimuskarinik yaitu oksibutinin, tolterodin, trospium dan proviperin
 Solfenasin dan darifenasin
 Imipramin yang umum diberikan.
 Estrogen jangka pendek (1-6 bulan).

5. Propiverin
 harus dipertimbangkan sebagai pilihan dalam tatalaksana frekuensi miksi pada perempuan dgn OAB.
 Tetapi tidak dianjurkan untuk kasus IU.
 Flavoksat, propantclin, dan imipramin tidak direkomendasikan untuk tatalaksana IU atau OAB pada perempuan.
6. Tata laksana Bedah
 Pengobatan infeksi saluran kemih didasarkan pada lokasinya (di bagian atas atau saluran bawah), dan pada karakteristik pasien.
 Infeksi saluran kemih bagian bawah pada wanita muda sehat dengan gejala onset baru (<48 jam) dapat diterapi dengan terapi singkat (3 hari) antibiotik oral.

 Semua wanita lain dengan infeksi saluran kemih bawah harus menerima terapi 5-7 hari.

 Penting untuk mengidentifikasi pasien diabetes yang berisiko mengalami infeksi berulang, pielonefritis, dan abses perinefrik.8,10

 kasus pielonefritis akut, terapi awal sering diberikan secara intravena


 terapi secara oral setelah pasien tidak demam. Total durasi terapi adalah 10-14 hari.

 kultur urin ulang 5-9 hari setelah menyelesaikan terapi, bila masih (+) Pasien harus menjalani 2-4 minggu terapi. 8

 Agen antimikroba yang dipilih harus menghambat E. coli.


 Trimetoprim, kotrimoksazol, dan fluoroquinolon  efektif secara oral, mencapai konsentrasi urin baik, dantidak mengganggu flora anaerobik usus dan vagina.

 Kultur pertama harus diulang untuk menegakkan diagnosis.


 Seorang wanita hamil, memiliki risiko tinggi pielonefritis dan persalinan prematur harus dibiakkan dan diobati jika positif selama trimester pertama. Kultur harus diulang pada
trimester ketiga.

 Seseorang dengan neurologis atau struktural yang diketahui abnormalitas sistem kemih di mana > 10 CFU/ml dari satu spesies yang ada juga harus diobati. pengobatan pra-
operasi profilaksis bakteriuria asimtomatik bermanfaat

 Bakteriuria asimtomatik pada pasien dengan kateter uretra yang menetap tidak boleh diobati,
 Dalam banyak situasi, pengangkatan kateter akan menghilangkan bakteri. Jika organisme ada 48 jam setelah pengangkatan kateter, terapi antibiotik jangka pendek
diindikasikan.
 PERTIMBANGAN KHUSUS
 Candiduria:
 terlihat terutama pada pasien dengan kateter yang sering asimtomatik.
 Tetapi penderita diabetes memiliki ISK candidal sejati, seperti pasien immunocompromised.
 Persistensi candiduria 48-72 jam
 Diindikasikan; flukonazol oral atau irigasi kandung kemih dengan amphotericin B

 Kateter: Kateter kemih sangat mungkin menyebabkan kolonisasi kandung kemih dan
infeksi berikutnya.
 Penggunaan singkat kateter urin (<7hari) tidak akan mengakibatkan infeksi.
 Penggunaan kateter urin jangka panjang  menghasilkan kolonisasi dan infeksi, sekitar 8% -
10% per hari. 8,9,12
KESIMPULAN

 Keberhasilan tatalaksana IU dan ISK pada perempuan sangat bergantung pada


 diagnosis dan tatalaksana yang akurat.
 Ketika gejala yang tumpang tindih (overlapping) ditemukan, anamnesa dan pemeriksaan
yang menyeluruh penting untuk membedakan keduanya. Identifikasi penyebab sejak dini.
 Harapan: morbiditas pasien dapat ditekan dan kualitas hidup dapat ditingkatkan.
Daftar Pustaka

1. Rudy A. L. Gambaran Inkontinensia Urin pada Wanita Gemuk di RSU. Prof. DR.R.D. Kandou Manado [Tesis]. 2010. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

2. Renny P, Eddy S, Rudy A.L. Prevalensi dan Faktor Risiko Inkontinensia Urin Tipe Tekanan Pascasalin. Majalah Obstetrik dan Ginekologi Indonesia 2016 ;4(3): 153 – 157

3. Nygaard I, Bradley C. Stress urinary Incontinence. Obstet Gynecol 2006; 104:670-20

4. Budi Iman S. Inkontinensia Urin pada Perempuan. Majalah Kedokteran Indonesia 2008; 58: 259-264

5. Nygaard I, Thom D. H, Calhoun E.A.Urinary Incontinence in Women. Urologic Disease in America 2005; 5:159-186

6. Abdel –Fattah M,et al. Evaluation of transobturator tension free vaginal tapes in management of women with recurrent stress urinary incontinence. Urology 2011; 77(5): 1070-5

7. Watring NJ, Mason JD. Deciphering dysuria. Emerg Med 2008;40(9):29-34.

8. Car J. Urinary tract infections in women: diagnosis and management in primary care. BMJ 2006;332(7533):94-7.

9. Hui JY, Harvey MA, Johnston SL. Confirmation of ureteric patency during cystoscopy using phenazopyridine HCl: a low-cost approach. J Obstet Gynaecol Can 2009;31(9):845-9.

10. Akram M, Shahid M, Khan AU. Etiology and antibiotic resistance patterns of community-acquired urinary tract infections in J N M C Hospital Aligarh, India. Ann Clin Microbiol
Antimicrob 2007;6:4.

11. Vasavada Sandip P, Kim Edward D. ( 2017) Urinary Incontinence Clinical Presentation,[online],( https://emedicine.medscape.com/article/452289-clinical, diakses tanggal 12 Juli
2018)

12. Khandelwal C, Kistler C. Diagnosis of urinary incontinence. Am Fam Physician. 2013 Apr 15;87(8):543-50.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai