Anda di halaman 1dari 27

KOMPLIKASI DAN PENYAKIT DALAM

MASA NIFAS SERTA


PENANGANANNYA
Nama kelompok
Annisa Shofariyah ( 201614005 )
Dea Azra Natalia ( 201614009 )
Nur Laili Hasanah ( 201614028 )
Widya Agustina ( 201614035 )
A. INFEKSI NIFAS
1. Pengertian
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua
peradangan alat-alat genitalia dalam masa nifas. Masuknya kuman-
kuman dapat terjadi dalam kehamilan, waktu persalinan, dan nifas.

2. Etiologi
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat
kandungan, seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (
kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh), dan endogen ( dari
jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dari 50% adalah
streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai
penghuni normal jalan lahir
3. Patofisiologi
Tempat yang baik sebagai tempat tumbuhnya kuman adalah di daerah
bekas insersio (pelekatan) plasenta. Selain itu, kuman dapat masuk melalui
servik, vulva, vagina dan perineum

4. Klasifikasi
◦ Infeksi terbatas lokalisasinya pada perineum, vulva serviks, dan
endometrium.
◦ Infeksi yang menyebar ke tempat lain melalui: pembuluh darah vena,
pembuluh limfe dan endometrium.
5. Penanganan
pengobatan infeksi pada masa nifas antara lain:
◦ Sebaiknya segera dilakukan kultur dari sekret vagina dan servik,
luka operasi dan darah, serta uji kepekaan untuk mendapatkan
antibiotika yang tepat.
◦ Memberikan dosis yang cukup dan adekuat.
◦ Memberi antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil
laboratorium.
◦ Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh seperti infus,
transfusi darah, makanan yang mengandung zat-zat yang
diperlukan tubuh, serta perawatan lainnya sesuai komplikasi yang
dijumpai.
B. Endometritis
1. Pengertian

Endometritis adalah suatu peradangan endometrium


yang biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri pada
jaringan
Endometritis secara umum adalah infeksi atau
desidua endometrium, dengan ekstensi ke
miometrium dan jaringan parametrial.
2. Etiologi
Macam jalan kuman masuk ke dalam alat
kandungan seperti eksogen (kuman datang dari
luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain
dalam tubuh) dan endogen (dari jalan lahir
sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari
50% adalah streptococcus anaerob yang
sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni
normal jalan lahir
3. Patofisiologi
Infeksi endometrium, atau decidua, biasanya hasil dari
infeksi naik dari saluran kelamin yang lebih rendah. Dari
perspektif patologis, endometritis dapat diklasifikasikan
sebagai akut versus kronis. Endometritis akut dicirikan
oleh kehadiran neutrofil dalam kelenjar endometrium.
Endometritis kronis dicirikan oleh kehadiran plasma sel
dan limfosit dalam stroma endometrium
4. Klasifikasi dan penanganan
a. Endometritis akut
Pada endometritis akut, endometrium mengalami edema dan hiperemi, dan pada
pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema dan infiltrasi leukosit berinti
polimorf yang banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial.

Penatalaksanaan :
Dalam pengobatan endometritis akut yang paling penting adalah berusaha
mencegah agar infeksi tidak menjalar.
Terapi :
◦ Uterotonika.
◦ Istirahat, letak fowler.
◦ Antibiotika.
b. Endometritis kronis
Pasien yang menderita endometritis kronis sebelumnya
mereka telah memiliki riwayat kanker leher rahim atau
kanker endrometrium. Gejala endometritis kronis
berupa noda darah yang kotor dan keluhan sakit perut
bagian bawah, leukorea serta kelainan haid seperti
menorhagia dan metrorhagia.

Terapi :
◦ Perlu dilakukan kuretase.
C. Peritonitis
1. Pengertian
Adalah Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang
merupakan pembungkus visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah
selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut
sebelah dalam.

2. Etiologi
Infeksi peritonitis relativ sulit ditegakkan dan tergantung dari penyakit
yang mendasarinya. Penyebab utama peritonitis adalah spontaneous
bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. SBP terjadi
bukan karena infeksi intraabdomen, namun biasanya terjadi pada
pasien dengan asites akibat penyakit hati kronik.
3. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap
sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.

4. Klasifikasi
a. Peritonitis bakterial primer [Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)]
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum
peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.
b. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal
atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan
peritonitis yang fatal.
5. Penanganan

Dapat juga diberikan ampiciilin 3-4 gr mula-mula iv atau im.


Staphylococ yang peniciline resisten, tahan terhadap penicilin
karena mengeluarkan penicilinase ialah oxacilin, dicloxacilin dan
melbiciline.
Di samping pemberian antibiotic dalam pengobatannya
masih diperlukan tindakan khusus untuk mempercepat
penyembuhan infeksi tersebut. Karena peritonitis berpotensi
mengancam kehidupan. Penderita disarankan mendapat
perawatan di rumah sakit.
d. Bendungan ASI
1. Pengertian
Peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara dalam rangka mempersiapkan diri
untuk laktasi. Hal ini bukan disebabkan overdistensi dari saluran sistem laktasi.
Bendungan terjadi akibat bendungan berlebihan pada limfatik dan vena sebelum
laktasi.

2. Etiologi
a. Pengosongan mamae yang tidak sempurna (Dalam masa laktasi, terjadi
peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-nya berlebihan.

b. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif

c. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar


3. Patofisiologi
Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan progesteron turun dalam
2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi prolaktin waktu hamil, dan
sangat di pengaruhi oleh estrogen tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi prolaktin oleh
hipofisis. Hormon ini menyebabkan alveolus-alveolus kelenjar mammae terisi dengan air susu,
tetapi untuk mengeluarkan dibutuhkan refleks yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitel
yang mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut. Refleks ini timbul bila
bayi menyusui.

Apabila bayi tidak menyusui dengan baik, atau jika tidak dikosongkan dengan
sempurna, maka terjadi bendungan air susu. Gejala yang biasa terjadi pada bendungan
ASI antara lain payudara penuh terasa panas, berat dan keras, terlihat mengkilat meski tidak
kemerahan.
4. Penanganan:
Bila ibu menyusui bayinya:
a. Susukan sesering mungkin
b. Kedua payudara disusukan
c. Kompres hangat payudara sebelum disusukan
d. Keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara lebih lembek, sehingga lebih
mudah memasukkannya ke dalam mulut bayi.
e. Tetap mengeluarkan ASI sesering yang diperlukan sampai bendungan teratasi.
g. Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberi kompres hangat dan dingin.
h. Bila ibu demam dapat diberikan obat penurun demam dan pengurang sakit.
i. Lakukan pemijatan pada daerah payudara yang bengkak, bermanfaat untuk
membantu memperlancar pengeluaran ASI.
e. Tromboflebitis
1. Pengertian
Tromboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai
pembentukan pembekuan darah.
Tomboflebitis cenderung terjadi pada periode pasca partum pada saat
kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan
fibrinogen; dilatasi vena ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh
tekanan kepala janin kerena kehamilan dan persalinan; dan aktifitas
pada periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan
membekukan darah pada ekstremitas bagian bawah
2. Etiologi
◦ obesitas
◦ Faktor Predisposisi Tromboflebitis
◦ Pertambahan usia, semakin tua maka semakin beresiko terjadi tromboflebitis.
◦ Kelahiran
◦ Obesitas
◦ Imobilisasi

3. Patofisiologi
Formasi trombus merupakan akibat dari statis vena, gangguan koagubilitas darah atau
kerusakan pembuluh maupun endotelial. Stasis vena lazim dialami oleh orang-orang yang
imobilisasi maupun yang istirahat di tempat tidur dengan gerakan otot yang tidak memadai
untuk mendorong aliran darah. Stasis vena juga mudah terjadi pada orang yang berdiri terlalu
lama, duduk dengan lutut dan paha ditekuk, berpakaian ketat, obesitas, tumor maupun wanita
hamil.
4. Penanganan
a. Terapi medik: pemberian antibiotika, heparin
terdapat tanda-tanda atau dugaan adanya emboli
pulmonum
b. Anjurkan ambulasi dini untuk meningkatkan sirkulasi
pada ekstremitas bawah dan menurunkan
kemungkinan pembentukan pembekuan darah.
Jauhkan tekanan dari daerah untuk mengurangi
rasa sakit dan mengurangi risiko kerusakan lebih
lanjut.
f. Luka perineum
1. Pengertian
Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa (Dorland, 2002).
Perineum adalah lantai pelvis dan struktur yang berhubungan yang menempati pintu
bawah panggul; bagian ini dibatasi disebelah anterior oleh simfisis pubis, di sebelah
lateral oleh tuber ischiadikum, dan di sebelah posterior oleh os. Coccygeus.

2. Etiologi
a. Kepala janin terlalu cepat lahir
b. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
c. Jaringan parut pada perineum.
d. Distosia bahu
3. Patofisiologi
Robekan perineum terjadi pada semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan
sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat, sebaliknya kepala janin yang akan
lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan
pendarahan dalam tengkorok janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul
karena diregangkan terlalu lama.

4. Klasifikasi
a. Ruptur Perineum Spontan
Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan
tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak
teratur.
b. Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi)
Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau perobekan pada
perineum: Episiotomi adalah torehan yang dibuat pada perineum untuk memperbesar
saluran keluar vagina.
5. Penanganan
Penjahitan robekan vagina dan perinium
Terdapat empat derajat robekan yang bisa terjadi saat pelahiran, yaitu :
◦ Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dan jaringan ikat
◦ Tingkat II : Robekan mengenai mukosa vagina, jaringan ikat, dan otot
dibawahnya tetapi tidak menenai spingter ani
◦ Tingkat III : robekan mengenai trnseksi lengkap dan otot spingter ani
◦ Tingkat IV : robekan sampai mukosa rectum.

Anda mungkin juga menyukai