Presentasi Kasus

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 46

Presentasi Kasus

Muhammad Noval
Identitas

 Nama : An. S
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Umur : 14 tahun
 Alamat : Gentan, RT 02/08, Pesedi, Grabag
 Diagnosis Pre-Op : Appendicitis Akut
 Tindakan Op : Appendectomy
 Jenis Anestesi : Anestesi Regional Spinal
 Tanggal Masuk : Senin, 22 Agustus 2016
 Tanggal Operasi : Rabu, 24 Agustus 2016
Anamnesa dilakukan secara alloanamnesa
dengan ibu pasien dan autoanamnesa dengan
pasien pada tanggal 23 Agustus 2016
 KU : Nyeri perut kanan bawah
 RPS : Nyeri pada perut kanan bawah sudah dirasakan
oleh pasien kurang lebih 2 minggu yang lalu. Keluhan
nyeri yang dirasakan pasien muncul secara tiba-tiba
dan tertusuk-tusuk seperti saat berjalan. Awalnya nyeri
dirasakan di bagian ulu hati lalu berpindah ke perut
kanan bawah. 1 minggu yang lalu nyeri pada perut
kanan bawah makin terasa sakit. Nyeri yang dirasakan
pasien tidak tergantung pada jam makan, baik
sebelum ataupun sesudah makan. Nyeri pun timbul
baik sedang beraktivitas maupun tidak beraktivitas.
Saat timbul nyeri, pasien mencoba tidur dengan
menekuk kakinya nyeri terasa berkurang. Nyeri yang
dirasakan tidak seperti rasa panas ataupun terbakar.
Nyeri juga tidak menjalar kebagian tubuh yang lain.
nyeri juga tidak timbul baik saat BAK maupun saat
BAB.
 Pasien juga mengeluhkan adanya demam sejak 1 minggu SMRS.
Demam dirasakan hilang timbul dan cenderung tinggi pada
malam hari. Pasien sempat diberikan obat penurun demam dan
demam pun turun namun keluhan nyeri menetap dan tidak
hilang. Keluhan demam juga disertai dengan pusing. Keluhan
demam tidak disertai dengan batuk, pilek, dan nyeri saat
menelan. Pasien juga mengeluhkan mual namun tidak muntah.
Sejak 1 minggu SMRS pasien pun juga menurun nafsu makannya.
keluhan nyeri saat BAK disangkal, susah buang air besar
disangkal dan BAB cair disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
 Sebelumnya pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini
sebelumnya. Riwayat hipertnsi, diabetes mellitus, alergi, asma,
kelainan pembekuan darah, dispepsia dan trauma disangkal.
Riwayat dirawat di rumah sakit sebelmnya juga disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
 Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama.
Riwayat Pengobatan
 Pasien hanya mengkonsumsi obat penurun demam saja.
Riwayat Sosial dan Budaya
 Pasien adalah seorang siswi SMP, sehari-hari sekolah, bila ke
sekolah tidak membawa bekal dan cenderung jajan makanan di
sekolah.
Pemeriksaan Fisik
B1 : Breathing
 B1 : RR 20 x/menit
 Teeth : tidak ada kelainan
 Tongue : tidak ada kelainan
 Tonsil : T1-T1
 Tumor : tidak ada
 Tiroid : tidak ada pembesaran
 Tempura madibua joint : mulut dapat dibuka sampai 3 jari
 Tiromental distance : tidak ada kelainan
 Trakea : letak berada di tengah
 Tortikolis vertebrae : normal
 Mallampati score : Skor kelas I
 Pulmo :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : VBS +/+, rhonki /, wheezing /
B2 (Blood)
 BP 115/80 mmHg
 HR 88 x/menit
 T: 38C
 Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
 Capillary refill time : < 2 detik
 Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Tidak ada pelebaran batas jantung
Auskultasi : BJ S1> S2 reguler, murmur (),
gallop ()
B3 Brain
 GCS : E4 V5 M5
 Kejang (-)
 Reflek Cahaya direk +/+, Reflek Cahaya indirek +/+, isokor
d: 3 mm/3 mm
 Refleks Fisiologis : normal
 Refleks Patologis : -
 Meningeal Sign : negatif
• Motorik
Gerak : B/B
B/B
Kekuatan : 5555/5555
5555/5555
• Tonus : Normotonus Normotonus
Normotonus Normotonus
• Trofi : Eutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
B4 Bladder
Buang air kecil lancar, DC (-)

B5 Bowel
Abdomen
I: Supel
A: BU (+) normal
P: Timpani dari seluruh lapang abdomen
P: Supel, nyeri tekan (+) pada regio iliaca dextra,
hepar dan lien tidak teraba, McBurney sign (+),
Bloomberg sign (+), Rovsing sing (-), Psoas sign (+),
Obturator sign (+)
B6 Bones
Ekstremitas
akral hangat +/+ Edema -/-
+/+ -/-
Cyanosis -/- Deformitas -/-
-/- -/-
Hasil Lab 22/08/2016
PARAMETER HASIL NILAI NORMAL

WBC 7.9 4.0 – 12.0

RBC 4,90 4.00 – 6.20

HGB 18.0 11.0 – 17.0

HCT 38.5 35.0 – 55.0

MCV 78.6 80.0 – 100.0

MCH 26.5 26.0 – 34.0

MCHC 88.9 31.0 – 35.0

RDW 11.9 10.0 – 16.0

PLT 325 150 – 400

MPV 7.4 7.0 – 11.0

PCT 0.24 0.20 – 0.50

PDW 15.0 10.0


•Pasien perempuan usia 14 tahun
dengan diagnosis Appendisitis
Assesment Akut termasuk ASA PS I

•Appendectomi
•Regional Anestesi - Spinal
Planning
Problem

Medis

• S : Nyeri perut kanan bawah ± 1 bulan


•O :
• T : 38C
• Abdomen : Supel, nyeri tekan (+) pada perut kanan bawah
• Alvarado Skor : 8

Bedah

• Tidak ditemukan kotraindikasi untuk pembedahan

Anestesi

• Indikasi untuk menggunakan anestesi spinal pada pasien dan tidak ditemukan
adanya kontraindikasi dari anestesi spinal
Perencana
an Anestesi

Persiapan pasien Persiapan alat Persiapan obat

• Informed Consent • Peralatan monitor • Premedikasi :


• Periksa • TD, HR, RR, SPO2, Clopedin 30 mg,
persetujuan EKG Ondansetron 4
operasi dan • Spinal set mg, Ketorolac 30
identitas mg
• Jarum spinal
penderita. ujung tajam / • Induksi
• Pasien puasa 6 jarum spinal Bupivacaine HCl
jam pre op dengan ujung 2,5 ml
• Infuse RL 20 tpm tumpul beserta • Maintenance : O2
• Tanda vital silet 2 liter/menit
• T : 112/80 mmHg • Kassa, betadine
• N : 88 x/menit dan alkohol
• R: 20 x/mnt • Spuit 5cc
• S : 36,5 C
Pukul 11.20 (Anestesi
Pukul 11.10 Monitoring
Spinal)
• Pasien masuk kamar • diposisikan duduk • Memastikan kondisi
operasi, ditidurkan tegak dan kepala pasien stabil dengan
terlentang di atas ditundukkan monitoring vital sign
meja operasi, • identifikasi di inter setiap lima menit
manset dan monitor space L3-L4, • Pernafasan: O2 nasal
dipasang. desinfeksi lokal dan canule 2 liter/menit
lakukan anestesi di
daerah tusukan dan
diperluas
menggunakan
lidocain 2 mL.
• penyuntikan dengan
jarum Spinocan G 27
menembus sampai
ruang SA, ditandai
dengan keluarnya
LCS, barbotage
positif, dimasuki
induksi bupivacain 3
mL
• Pasien diposisikan
tidur telentang
kembali dan pasang
Durante Operasi

 Anastesi : Lidocain 2 ml, Bupivacain 2,5 ml


 Lama operasi : 11.30 – 11.50 WIB
 Lama anestesi : 11.25 – 12.15 WIB
 Obat yang digunakan
 Pre-Medikasi :
Inj. Clopedin 30 mg
Inj. Ondansetron 4 mg
Inj. Ketorolac 30 mg
Induksi Bupivacaine HCL 2,5 ml
 Maintenance : O2 2 liter/menit
Waktu Tekanan Nadi SpO2 Keterangan
Darah
11.10 112/80 88 99 Terpasang infus RL 500 cc 20 tpm

11.20 112/80 84 99  Posisikan pasien untuk tindakan


anestesi
 Penyuntikan Lidocain 2 mL
 Induksi dengan Bupivacain 2,5 mL
 Pemasangan kanul nasal O2 3 Lmenit
11.25 110/60 85 99  Pelaksanaan operasi
 Injeksi Ketorolac 30 mg
 Injeksi Ondansetron 4 mg (iv)
 Injeksi Clopedin 30 mg (iv)
11.30 112/66 76 99 Pelaksanaan operasi
11.35 102/62 74 99 Pelaksanaan operasi
11.40 100/60 75 99 Pelaksanaan operasi
11.45 105/64 75 99 Pelaksanaan operasi
11.50 104/63 75 99 Pelaksanaan operasi
Post-Operasi

Keluhan

• Mual (-), muntah (-), pusing (-), nyeri (-)

Pemeriksaan Fisik

• B1 : airway paten, nafas spontan, RR 20x/menit, rhonki -|-,


wheezing -|-
• B2 : akral hangat, lembab, kemerahan, HR 88 x/menit, TD
110/70 mmHg, S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
• B3 : GCS 15, pupil bulat isokor Ø 3mm, refleks cahaya
+|+
• B4 : terpasang kateter, urine warna kuning jernih (+),
produksi urin 200 cc.
• B5 : flat, soefl, bising usus (+), luka operasi bersih.
• B6 : mampu menggerakkan kedua ekstremitas atas
secara spontan, edema -|-, sianosis -|-, anemis -|-, ikterik -
|-, CRT < 2 detik.
Monitoring

Point Nilai Pada Pasien


Motorik 4 ekstermitas 2
2 ekstremitas 1 √
- 0
Respirasi Spontan+batuk 2 √
Nafas kurang 1
- 0
Sirkulasi Beda <20% 2 √
20-50% 1
>50% 0
Kesadaran Sadar penuh 2 √
Ketika dipanggil 1
- 0
Kulit Kemerahan 2 √
Pucat 1
Sianosis 0
Total 9
 Bromage score
0 Gerak penuh dari tungkai

1 Tidak mampu ekstensi tungkai

2 Tidak mampu flexi lutut √

3 Tidak mampu flexi pergelangan kaki

 Monitoring Post-OP
Jam Tensi Nadi RR Keterangan
12.15 110/70 72 22 O2 3 L/menit,
Monitoring tanda
vital
12.30 115/70 68 20 Monitoring tanda vital

12.45 120/75 74 22 Monitoring tanda vital


Aldrette score 9, dan
Bromage score = 2,
pasien pindah ke
bangsal Edelwise
Anestesi
 Anestesi umum adalah keadaan tidak sadar tanpa
nyeri yang bersifat sementara akibat pemberian obat-
obatan serta menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh
secara sentral
 anestesi regional adalah anestesi pada sebagian
tubuh, keadaan bebas nyeri sebagian tubuh tanpa
kehilangan kesadaran
 Anestesia spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan
anestetik lokal ke dalam ruang subarakhnoid di region
antara lumbal 2 dan 3, lumbal 3 dan 4, lumbal 4 dan 5
dengan tujuan untuk mendapatkan blokade sensorik,
relaksasi otot rangka dan blokade saraf simpatis
Indikasi
• Anestesi spinal dapat digunakan pada hampir semua operasi abdomen
bagian bawah, perineum dan kaki. Anestesi ini memberi relaksasi yang baik,
tetapi lama anestesi didapat dengan lidokain hanya sekitar 90 menit. Bila
digunakan obat lain misalnya bupivakain, sinkokain, atau tetrakain, maka
lama operasi dapat diperpanjang sampai 2-3 jam
Kontra Indikasi Anestesi Spinal
• Terdapat kontra indikasi absolut dan kontra indikasi relatif dalam
penggunaan anestesi spinal
Kontra indikasi absolut :
• Pasien menolak untuk dilakukan anestesi spinal
• Terdapat infeksi pada tempat suntikan
• Hipovolemia berat sampai syok
• Menderita koagulopati dan sedang mendapat terapi antikoagulan
• Tekanan intrakranial yang meningkat
• Fasilitas untuk melakukan resusitasi minim
• Kurang berpengalaman atau tanpa konsultan anestesi
Kontra indikasi relatif :
• Menderita infeksi sistemik ( sepsis, bakteremi )
• Terdapat infeksi disekitar tempat suntikan
• Kelainan neurologis
• Kelainan psikis
• Bedah lama
• Menderita penyakit jantung
• Hipovolemia
• Nyeri punggung kronis.
Keuntungan
• Respirasi spontan
• Lebih murah
• Ideal untuk pasien kondisi fit
• Sedikit resiko muntah yang dapat menyebabkan aspirasi paru pada pasien
dengan perut penuh
• Tidak memerlukan intubasi
• Pengaruh terhadap biokimiawi tubuh minimal
• Fungsi usus cepat kembali
• Tidak ada bahaya ledakan
• Observasi dan perawatan post operatif lebih ringan

Kerugian
• Efeknya terhadap sistem kardiovaskuler lebih dari general sistem
• Menyebabkan post operatif headache.

Komplikasi tindakan anestesi spinal


• Hipotensi berat
• Bradikardi
• Hipoventilasi
• Trauma pembuluh darah
• Trauma saraf
• Mual-muntah
• Gangguan pendengaran
• Blok spinal tinggi atau spinal total
Anestetik Lokal
Anestetik
 Anestetik local lokal ialah obat yang menghasilkan
Berat jenis Sifat blokade
Dosis

konduksi atau blokade saluran natrium pada dinding


Lidokain
saraf secara sementara terhadap rangsangan
transmisi sepanjang
2% plain 1.006 saraf jika digunakan 20-100
Isobarik pada mgsaraf
(2-5 ml)

sentral atau perifer


 Obat anestesi lokal adalah suatu senyawa amino
5% dalam dekstrosa 1.033 Hiperbarik 20-50 mg (1-2 ml)
organik atau gabungan alkaloid larut lemak dan
7,5%
garam larut air
 Struktur obat anestetik lokal gugus hidrofilik berguna
untuk transport ke sel saraf sedangkan gugus lipofilik
berguna untuk migrasi ke dalam sel saraf
Bupivakain

 Obat
0.5% dalam airanestesi lokal
1.005 yang digunakan
Isobarik dibagi ke (1-4
5-20 mg dalam
ml)
dua macam, yakni golongan ester seperti kokain,
0.5% dalam dekstrosa 1.027 Hiperbarik 5-15 mg (-3 ml)
benzokain, prokain, kloroprokain, ametokain, tetrakain
8.25%
dan golongan amida seperti lidokain, mepivakain,
prilokain, bupivakain, etidokain, dibukain, ropivakain,
levobupivakain
Faktor Yang Mempengaruhi
Distribusi Obat
 Utama
 Barisitas dan posisi kepala
 Dosis dan volume anestetik lokal
 Tambahan
 Umur
 Tinggi badan
 Berat badan
 Tekanan intraabdomen
 Tempat penyuntikan
 Arah penyuntikan
Mekanisme Obat Anestesi
Lokal
 Mekanisme aksi obat anestesi lokal adalah mencegah
transmisi impuls saraf atau blokade konduksi dengan
menghambat pengiriman ion natrium melalui
gerbang ion natrium selektif pada membran saraf.
 Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran
natrium, mencegah peningkatan permeabilitas sel
saraf terhadap ion natrium dan kalium, sehingga
hasilnya tak terjadi konduksi saraf
Apendisitis
 Anatomi Appendiks
Variasi Posisi Apendiks
Apendisitis Akut
 Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis.
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi
akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen dan
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat

 Kelompok usia yang sering mengalami apendisitis berkisar


diantara usia 20 hinga 30 tahun.
 Apendisitis merupakan penyakit urutan keempat terbanyak
di Indonesia pada tahun 2006
 Apendisitis jarang terjadi pada bayi dan anak –anak
dibawah 2 tahun
 Penelitian epidemiologi meunjukan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap
timbulnya apendisitis.
Etiologi

 Apendisitis dipercaya terjadi akibat obstruksi lumen


apendiks.
 Obstruksi umumnya terjadi karena fekalit, dimana
merupakan akumulasi dan pengendapan sisa – sisa
serat makanan yang dimakan.
 Pelebaran folikel limfoid berhubungan dengan infeksi
virus (campak), barium yang mengendap, cacing
(Ascaris, Taenia), dan tumor (karsinoid/karsinoma)
dapat menebabkan obstruksi dari lumen.
Mukus ataupun feses yang mengeras menjadi seperti batu (fecalith)

menutup lubang penghubung apendiks dan caecum tersebut

Jaringan limf pada apendiks dapat membengkak dan menutup
apendiks

Obstruksi tersebut menyebabkan gangguan resistensi mukosa apendiks
terhadap invasi mikroorganisme

Peningkatan tekanan menyebabkan adanya kontinuitas aliran sekresi
cairan dan mukus dari mukosa dan stagnasi

Terjadi iskemia dinding apendiks, yang menyebabkan hilangnya
keutuhan epitel dan invasi bakteri ke dinding apendiks

Bakteri intestinal yang ada didalam apendiks bermultiplikasi, rekuitmen
dari leukosit, pembentukan pus dan tekanan intraluminal yang tinggi

Dalam 24 – 36 jam, kondisi ini dapat semakin parah karena trombosis
dari arteri maupun vena apendiks menyebabkan perforasi dan gangren
apendiks.
Gejala Klinis
Diagnosa
 Anamnesa
 Pemeriksaan Fisik
 Demam, Palpasi Abdomen untuk menilai McBurney Sign,
Bloomberg Sign, Rovsing Sign, Obturator Sign, Defans
Muskular
 Pemeriksaan Penunjang
 Leukositosis dengan diff count Neutrofil yang meningkat
Skor Alvarado

Migrasi nyeri dari abdomen sentral ke fossa iliaka kanan 1

Anoreksia 1

Mual atau Muntah 1

Nyeri di fossa iliaka kanan 2

Nyeri lepas 1

Peningkatan temperatur (>37,5C) 1

Peningkatan jumlah leukosit ≥ 10 x 109/L 2

Neutrofilia dari ≥ 75% 1

Total 10

Pasien dengan skor awal ≤ 4 sangat tidak mungkin menderita apendisitis dan tidak memerlukan
perawatan di rumah sakit kecuali gejalanya memburuk.11
Penatalaksaan

 Medikamentosa
 Pemberian Antibiotik
 Tindakan Operatif
 Appendektomi
Komplikasi

 Massa Periapendikular
 Apendisitis Perforata
Prognosis

 Dubia at Bonam
 Kebanyakan pasien setelah operasi
appendektomi sembuh spontan tanpa penyulit,
namun komplikasi dapat terjadi apabila
pengobatan tertunda atau telah terjadi
peritonitis/peradangan di dalam rongga perut.
 Cepat dan lambatnya penyembuhan setelah
operasi usus buntu tergantung dari usia pasien,
kondisi, keadaan umum pasien, penyakit
penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi
dan keadaan lainnya
Pembahasan
Skor Alvarado

dariPasien
Migrasi nyeri abdomenAn. S.ke14fossa
sentral tahun memeliki
keluhan nyeri pada
iliaka kanan 1
regio abdomen tengah kemudian nyeri menjalar ke
region abdomen bagian kanan bawah. Rasa sakit
Anoreksia yang dirasakan hilang timbul.
1 Pada pasien ini dalam
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada region
Mual atau Muntah 1
abdomen kanan bawah dan nyeri lepas. berdasarkan
hasil
Nyeri di fossa iliaka anamnesa dan pemeriksaan
kanan 2 fisik, dapat diambil
Nyeri lepas kesimpuan bahwa pasien didiagnosa
1 apendisitis akut.
Peningkatan temperatur (>37,5C) 1

Peningkatan jumlah leukosit ≥ 10 x 109/L 0

Neutrofilia dari ≥ 75% 0

Total 7
 ASA 1 : karena pada pasien tidak ada penyakit sistemik
serta lab yang menunjukan hasil normal
 Regional anastesi : bedah organ abdomen bawah,
sederhana, efektif, mudah dikerjakan, menurunkan
respon stres pada pembedahan, fungsi saluran
pencernaan yang lebih cepat kembali normal
 Puasa 6 jam sebelum operasi : untuk mengurangi risiko
aspirasi saat operasi
 Penggunaan Ketorolac : analgetik yang setara dengan
opioid, dan mengurangi rasa nyeri saat operasi
berlangsung
 Penggunaan Ondansentron : merupakan antagonis 5-
HT3 yang dapat menekan rasa mual dan muntah setelah
operasi
 Penggunaan Clopedin : efek analgesia dan sedasi, lebih
larut dibandingkan dengan morfin, dimetabolisme lebih
cepat oleh tubuh, dan jangka waktu kerja obat lebih
pendek dibandingkan morfin.
 Penggunaan Buvipacain : merupakan obat anestetik
lokal golongan amida, potensi tinggi, lama kerja yang
cukup lama (240-480’) dengan toksisitas yang rendah
 Maintenance = 4 x 10 kg = 40 cc
= 2 x 10 kg = 20 cc
= 1 x 14 kg = 14 cc
= total 64 cc/ jam

 Stres Operasi = 6 x 34 = 204 cc/jam


 Perdarahan
Perdarahan yang terjadi = 30 cc
Volume darah total : 65 x 34 = 2210 cc
20% x 2210 cc = 442 cc

 Balance Cairan
Kebutuhan cairan selama operasi 1 jam:
Perdarahan + maintenance + stress operasi
30 + 64 + 204 = 298 cc
Cairan yang sudah diberikan saat operasi 300 cc
Balance cairan = 300 – 298 = +2 cc
Post operatif
 Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke recovery
room. Observasi post operasi dengan dilakukan
pemantauan secara ketat meliputi vital sign (tekanan
darah, nadi, suhu dan respirasi). Oksigen tetap
diberikan 2-3 liter/menit
PENUTUP

Kesimpulan
 An. S, 14 tahun dengan diagnosis Apendisitis Akut. Dari
anamnesis didapatkan keluhan nyeri di perut kanan
bawah yang pada awalnya keluhan tersebut
dirasakan pada ulu hati yang kemudian berpindah ke
perut bagian kanan bawah. Lokasi operasi yang
dilakukan adalah di regio inguinalis dextra.
 Anestesi menggunakan anaestesi regional dengan
teknik anestesi spinal, Pada pasien ini dilakukan
operasi pada abdomen bagian bawah, dimana hal
tersebut merupakan indikasi anestesi spinal. Tindakan
operasi dan anestesi berjalan lancar tanpa penyulit
Saran
 Persiapan preoperative pada pasien perlu dilakukan
lebih baik lagi, agar proses anestesi dan
pembedahan dapat berjalan dengan baik
 Memperhatikan kebutuhan cairan pasien pada saat
operasi berlangsung.
 Pemantauan tanda vital selama operasi terus
menerus agar dapat melihat keadaan pasien selama
pasien dalam keadaan anesthesia.
 Sari NK. Perbedaan tekanan darah pasca anestesi spinal dengan
pemberian preload dan tanpa pemberian preload 20cc/kgbb ringer laktat
[Karya tulis ilmiah]. Semarang:. Fakultas Kedokteran UNDIP; 2012.
 Samodro R, Sutiyono D, Satoto HH. Mekanisme kerja obat anestesi lokal.
Dalam: Jurnal Anestesiologi Indonesia. Bagian anestesiologi dan terapi
intensif FK UNDIP/RSUP Dr.Kariadi. 2011; 3(1): 48-59.
 Said A, Kartini A, Ruswan M. Petunjuk praktis anestesiologi: anestetik lokal
dan anestesia regional. Edisi ke-2. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI; 2002.
 Morgan GE. Clinical Anesthesiology: 44th Edition.
 Snell RS. Clinical Anatomy: 7th edition. Philadelphia: Wolters Kluwer Health;
2010
 Guyton AC. Fisiologi Kedokteran. Jakarta. EGC. 2008
 Snell RS. Clinical neuroanatomy: 7th edition. Philadelphia: Wolters Kluwer
Health; 2010
 Wirawan AY. Perbandingan onset dan durasi blok syaraf spinal antara
penambahan fentanyl 12,5μg dengan neostigmin 50 μg pada
subarachnoid blok dengan bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik untuk
operasi daerah panggul dan ekstremitas bawah [Karya tulis ilmiah akhir].
Yogyakarta: Fakultas Kedokteran UGM; 2011.
 Naiborhu FT. Perbandingan penambahan midazolam 1 mg dan midazolam
2 mg pada bupivakain 15 mg hiperbarik terhadap lama kerja blokade
sensorik anestesi spinal [Tesis]. Medan: Fakultas Kedokteran USU; 2009.
 Aitkenhead A, Smith G, Rowbotham D. Texbook of anaesthesia. Fifth
edition. United Kingdom: Churchill livingstone elsevier; 2007.
 The New York School of Regional Anesthesia. Spinal anesthesia. 2013.
[Diakses 26 Agustus 2016]. (Diakses dari
http://www.nysora.com/techniques/neuraxial-and-perineuraxial-
techniques/landmark-based/3423-spinal-anesthesia.html).
 Katzung BG. Farmakologi dasar & klinik. Edisi 10. Jakarta: EGC; 2011:
423-430.
 Sjamsuhidajat, R., De Jong, W., 2004. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Jakarta: EGC.
 Brunicardi, F. Charles; Andersen, Dana K.; Billiar, Timothy R.; Dunn,
David L.; Hunter, John G.; Pollock, Raphael E. 2006. Swartz’s Manual Of
Surgery. 8thed. USA : McGraw Hill
 Docstoc. 2010. Askep Apendisitis. Available from:
http://www.docstoc.com/docs/22262076/askep-apendisitis
[Accessed 26 Agustus 2016]
 McCance, Kathryn L., Hether, Sue E. 2006. Pathopysiology: The Biologic
Basis for Disease in Adults and Children. 5thed. Philadelphia : Elsevier
Mosby
 Crawford, J. Kumar, V. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : EGC
 Longo, Dan L., Fauci, Anthony S. 2013. Harrison’s Gastroenterology
and Hepatology. 2nded. New York : McGrew Hill Education.
 Departemen Bedah UGM. 2010. Apendik. Available from:
http://www.bedahugm.net/tag/appendix [Accessed 26 Agustus
2016].
 Wiyono, Mellisa H. 2011. Aplikasi Skor Alvarado pada
Penatalaksanaan Apenditis Akut. Jakarta : J. Kedokt Meditek Vol
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai