Anda di halaman 1dari 48

PSIKOSA FUNGSIONAL

dan
TERAPI ELEKTRO KONVULSI

Oleh:
dr. Agung Wiretno Putro, SpKJ

Prodi S1 Keperawatan Reguler STIKES Muhammadiyah Klaten


Rabu, 4 April 2018
Bahasan
Psikosa Fungsional Terapi Elektro Konvulsi
• Psikosa Afektif • Pengertian
• Psikosa Paranoid • Indikasi dan Kontraindikasi
• Depresi dan • Premedikasi dan Tindakan
Psikodinamika Depresi ECT
• Psikofarmakologi dan
Prinsip-prinsip
• Mekanisme Kerja
Psikofarmaka
• Kewaspadaan Psikofarmaka
Bahasan
Psikosa Fungsional Terapi Elektro Konvulsi
• Psikosa Afektif • Pengertian
• Psikosa Paranoid • Indikasi dan Kontraindikasi
• Depresi dan • Premedikasi dan Tindakan
Psikodinamika Depresi ECT
• Psikofarmakologi dan
Prinsip-prinsip
• Mekanisme Kerja
Psikofarmaka
• Kewaspadaan Psikofarmaka
Psikosa Afektif
• Psikosa afektif merujuk pada gangguan afektif
yang memiliki gejala psikotik :
- Episode Mania dengan gejala psikotik
- Gangguan Afektif Bipolar (Mania & Depresi)
dengan gejala psikotik
Kriteria Mania
A. Mood harus tampak meningkat, melebar/iritabel dan
pastinya abnormal untuk individu yang bersangkutan.
B. Perubahan mood harus jelas dan berlangsung selama
sedikitnya 1 minggu (kalau itu tdk terlalu parah
sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit).
C. Sedikitnya 3 dari tanda berikut harus ada 4 (jika mood-
nya murni iritabel), menuju pada intervensi yang parah
dengan fungsi personal dalam kehidupan sehari-hari:
1. Peningkatan aktivitas/kelelahan fisik.
2. Peningkatan kemampuan bicara.
3. Flight of ideas/pengalaman subyektif dari thoughts
racing.
Kriteria Mania
4. Kehilangan inhibisi sosial normal, yang
mengakibatkan perilaku yang kurang tepat.
5. Penurunan keinginan tidur.
6. Percaya diri yang meningkat dan grandiositas.
7. Distrakbilitas/perubahan yang konstan dalam
aktivitas/rencana.
8. Perilaku yang ceroboh dan mengandung risiko
yang tidak disadari oleh individu, misalnya cara
mengemudi yang ceroboh.
9. Energi seksual yang jelas.
Gangguan Afektif Bipolar
• Gangguan bipolar merupakan penyakit yang
serius.
• Gangguan ini dapat membuat mood
seseorang yang normal dapat menjadi sangat
ekstrim sehingga disebut manik depresif.
• Orang dengan gangguan bipolar memiliki
mood yang tidak menentu (mood swing).
• Moodnya dapat berayun dari yang paling
rendah (depresi) ke yang paling tinggi (mania).
• Gangguan bipolar merupakan penyakit
seumur hidup tetapi dengan terapi yang ada
sekarang, orang dengan gangguan bipolar
dapat hidup dan beraktivitas seperti orang
normal lainnya bahkan mereka dapat menjadi
sangat produktif dalam kehidupan mereka.
• Gangguan bipolar merupakan penyakit biologi
yang berat dengan prevalensi 1% dari populasi
orang dewasa.
• Meskipun gejala dan keparahan dari gangguan
ini bervariasi tetapi gangguan bipolar selalu
memiliki dampak yang besar terhadap pasien
sendiri keluarga, pasangan, dan teman, serta
lingkungan.
Penatalaksanaan
• Gangguan bipolar merupakan penyakit yang sulit
diterapi karena siklusnya yang berputar, gejala
residual, dan kepatuhan minum obat yang buruk.
• Dengan terapi, sebagian besar orang dengan
gangguan bipolar menjadi mampu mendapatkan
kesembuhan yang mendasar dari gejala yang mereka
alami.
• Tetapi karena siklus mood pada pasien bipolar terjadi
berulang maka pengobatan tidak hanya berfokus
pada keadaan akut tetapi juga pada keadaan krisis
tetapi juga perawatan jangka panjang.
• Rencana terapi yang komprehensif pada
pasien dengan gangguan bipolar bertujuan
untuk menekan gejala saat ini, mencegah
episode mood berikutnya, dan mendata
masalah dalam pekerjaan dan hubungan relasi
yang ditimbulkan oleh penyakit ini.
• Rencana terapi yang menggabungkan
psikoterapi dengan obat-obatan merupakan
strategi yang terbaik.
Prinsip-prinsip Non-Farmakologi:
• Membangun dan mempertahankan hubungan
kolaborasi dengan pasien dan keluarga.
• Menghargai pengetahuan dan pengalaman
pasien tentang penyakitnya.
• Memotivasi pasien untuk melibatkan keluarga
bila memungkinkan.
• Memberikan informasi kepada pasien dan
keluarga mengenai diagnosis dan terapi yang
diberikan.
• Menasehatkan pasien untuk melakukan ’self
monitoring’ terhadap gejala, pemicu, tanda-
tanda awal, life style, sleep hygiene, bentuk
pekerjaan, dan strategi koping.
• Memperhatikan kebutuhan pasien dan juga
keluarga mengenai masalah relasi, keadaan
fisik, sosial, dan mental.
• Memberikan akses yang bisa dihubungi oleh
pasien dan keluarga bila ada keadaan krisis.
FASE AKUT
• Tujuan terapi adalah untuk menghentikan episode
manik, depresif, hipomanik atau campuran yang
sedang terjadi.
• Obat Mood stabiliser adalah merupakan obat utama
yang perlu diberikan pada fase akut.
• Untuk manik akut, obat pilihannya adalah mood
stabiliser dan anti psikotik atipikal.
• Sedatif dapat diberikan untuk waktu yang pendek
untuk mengatasi ansietas dan insomnia.
• Pada episode depresi dapat diberikan kombinasi
antidepresan dan mood stabiliser.
• Penggunaan ECT pada episode depresi dan mania
yang parah memberikan hasil yang bermakna.
• Ini adalah merupakan tindakan pilihan “life saving”
pada pasien bipolar yang memiliki risiko bunuh diri
termasuk pada pasien dengan gejala psikotik seperti
waham dan halusinasi.
• ECT juga merupakan pilihan pada pasien yang tidak
berespon terhadap pengobatan atau tidak dapat
meminumnya karena sedang hamil atau kondisi
medis.
• Apabila terdapat keadaan yang berbahaya bagi
diri sendiri dan orang lain maka perawatan di
rumah sakit perlu dipikirkan.
• Rumah sakit adalah lingkungan yang aman untuk
perawatan sampai moodnya menjadi stabil.
• Mania dan depresi mempengaruhi penilaian dan
tilikan sehingga pasien tidak menyadari bahwa
dirinya butuh perawatan.
• Pasien manik memiliki kemampuan yang terbatas
untuk duduk dan mendengarkan terapis.
FASE PREVENTIF DAN MAINTENANCE
• Fokus pada mempertahankan mood yang
stabil dan mencegah munculnya episode
mania dan depresi.
• Pada banyak kasus gangguan bipolar lebih
baik terkontrol apabila terapi dilanjutkan dan
tidak putus.
• Obat mood stabiliser seringkali hanya
diberikan tunggal.
Psikosa Paranoid
• Psikosa paranoid merujuk pada gangguan
waham menetap.
• Waham bersifat menetap dan dapat bertahan
seumur hidup.
• Waham sudah ada sedikitnya 3 bulan lamanya
dan harus bersifat khas pribadi dan bukan
subkultural.
Psikosa Paranoid
• Faktor-faktor yang dapat menyebabkan psikosis
paranoid adalah:
1. Kebiasaan berpikir yang salah,
2. Terlalu sensitif dan seringkali dihinggapi rasa
curiga,
3. Adanya rasa percaya diri yang berlebihan,
4. Adanya kompensasi terhadap kegagalan dan
kompleks inferioritas. (Kartono, 1999)
• Obat antipsikotik dapat diberikan pada pasien
dengan tilikan diri yang baik.
Depresi
• Gangguan depresi adalah tipe paling umum dari
gangguan mood, dengan perkiraan prevalensi semasa
hidup berkisar antara 10% hingga 25% untuk wanita
dan 5% hingga 12% untuk pria (APA, 2000).
• Depresi, khususnya pada episode yang lebih berat atau
parah, dapat disertai dengan gejala psikotik, seperti
delusi bahwa meyakini tubuhnya diserang penyakit
atau juga dapat mengalami halusinasi, seperti
“mendengar” suara-suara orang lain atau iblis, yang
mengutuk mereka atas kesalahan yang telah dibuat
(Coryell dkk., 1996).
Penyebab Depresi
• Aspek Biologi (badaniah):
- faktor genetik/keturunan,
- faktor biokimiawi dan abnormalitas otak
- faktor neuroendokrin
• Aspek Psikososial:
- faktor stres (terkait peristiwa kehidupan)
Psikodinamika Depresi
• Teori psikodinamika klasik mengenai depresi
dari Freud (1917/1957) meyakini bahwa
depresi mewakili kemarahan yang diarahkan
ke dalam diri sendiri dan bukan terhadap
orang-orang yang dikasihi.
• Rasa marah dapat diarahkan
kepada self setelah mengalami kehilangan
yang sebenarnya atau ancaman kehilangan
dari orang-orang yang dianggap penting.
Kriteria Depresi
• Perlu dibedakan antara gejala depresi, episode
depresi, dengan gangguan depresi.
• Gejala utama:
1. afek depresif.
2. kehilangan minat dan kegembiraan.
3. berkurangnya energi yang menuju
meningkatnya keadaan mudah lelah dan
menurunnya aktivitas.
Kriteria Depresi
• Gejala lainnya :
1. Konsentrasi dan perhatian berkurang.
2. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang.
3. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna.
4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
5. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau
bunuh diri.
6. Tidur terganggu.
7. Nafsu makan berkurang.
• Berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu.
Kriteria Depresi
Depresi Ringan Depresi Sedang
• Sekurang-kurangnya harus • Sekurang-kurangnya harus ada 2
ada 2 dari 3 gejala utama dari 3 gejala utama depresi.
depresi.
• Ditambah sekurang-kurangnya 3-
• Ditambah sekurang- 4 dari gejala lainnya.
kurangnya 2 dari gejala
lainnya. • Tidak boleh ada gejala yang
• Tidak boleh ada gejala yang berat.
berat. • Lamanya minimal 2 minggu.
• Lamanya sekurang-kurangnya • Menghadapi kesulitan nyata
sekitar 2 minggu. untuk meneruskan kegiatan,
• Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan urusan rumah
pekerjaan dan kegiatan yang tangga.
biasa dilakukan.
Kriteria Depresi
Depresi Berat
• Semua 3 gejala utama depresi harus ada.
• Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan
beberapa harus ada gejala yang berat.
• Lamanya sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu, bila
gejalanya berat maka bisa kurang dari 2 minggu.
• Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan
kegiatan, pekerjaan, atau urusan rumah tangga.
Penatalaksanaan Depresi
1. Psikofarmaka
• Obat yang digunakan untuk mengobati depresi disebut
antidepresan.
• Jenis-jenis antidepresan meliputi:
- Selective Serotonin Re-uptake Inhibitors (SSRIs),
termasuk Fluoxetine, Sertraline, dan Escitalopram.
- Serotonin Norepinephrine Reuptake Inhibitors (SNRIs),
termasuk Venlafaxine dan Duloxetine.
- Tricyclic Antidepresan, termasuk amitriptilin, imipramin.
- Bupropion.
- Monoamine oxidase inhibitors.
Penatalaksanaan Depresi
2. Terapi bicara
• Terapi bicara adalah konseling untuk berbicara
tentang perasaan dan pikiran Anda, dan membantu
Anda belajar bagaimana untuk menangani mereka.
• Jenis terapi bicara meliputi:
- Cognitive behavioral therapy yang mengajarkan
bagaimana untuk melawan pikiran negatif, menjadi
lebih sadar pada gejala dan bagaimana untuk
menemukan hal-hal yang membuat depresi
menjadi lebih parah. Pasien juga akan diajarkan
keterampilan pemecahan masalah.
Penatalaksanaan Depresi
- Psychotherapy yang dapat membantu pasien
memahami isu-isu yang mungkin berada di balik
pikiran dan perasaan pasien.
- Bergabung dengan kelompok pendukung dari
orang-orang yang berbagi masalah seperti
pasien juga dapat membantu.
Penatalaksanaan Depresi
3. Electroconvulsive therapy (ECT) adalah pengobatan
yang paling efektif untuk depresi berat dan umumnya
aman. ECT dapat meningkatkan mood pada orang-
orang dengan depresi berat atau pikiran bunuh diri
yang tidak mendapatkan yang lebih baik dengan
perawatan lainnya. Hal ini juga dapat membantu
mengobati depresi pada mereka yang memiliki gejala
psikotik.
4. Transcranial magnetic stimulation (TMS) menggunakan
pulse energi untuk merangsang sel-sel saraf di otak
yang dipercaya mempengaruhi suasana hati. Ada
beberapa penelitian menyarankan bahwa hal itu dapat
membantu meringankan depresi.
Bahasan
Psikosa Fungsional Terapi Elektro Konvulsi
• Psikosa Afektif • Pengertian
• Psikosa paranoid • Indikasi dan Kontraindikasi
• Depresi dan • Premedikasi dan Tindakan
Psikodinamika Depresi ECT
• Psikofarmakologi dan
Prinsip-prinsip
• Mekanisme Kerja
Psikofarmaka
• Kewaspadaan Psikofarmaka
ECT
• Electroconvulsive therapy disebut juga terapi
elektrokonvulsi atau electroshock therapy atau
terapi kejang listrik.
• ECT bertujuan menstimulasi otak (stimulus
listrik) untuk menginduksi terjadinya kejang
yang terapetik.
• Pertama kali digunakan tahun 1938 oleh
Cerletti dan Bini (dokter di Italia) 
skizofrenia, katatonia, bipolar, depresi.
ECT
• Indikasi:
- Resisten dengan psikofarmaka
- Mengancam nyawa
- Gejala bunuh diri berat
- Katatonia
• Kontraindikasi:
- Dalam pengobatan antihipertensi, inhaler untuk
paru, steroid, benzodiazepin.
- Trauma kepala atau cedera kepala berat
ECT
• Tim ECT:
- Psikiater yang kompeten untuk ECT
- Ahli anestesi
- 5 orang perawat (1 orang memasang elektroda,
memegang daerah dagu dan puncak kepala, serta
bertanggung jawab dalam pemberian oksigen
melalui kanul oksigen, 2 orang memegang
pundak dan pinggul kanan-kiri, 2 orang
memegang lutut dan tungkai bawah depan).
ECT
• ECT memerlukan anestesi umum yang
pendek.
• Dilakukan di tempat yang memenuhi standar
bedah sehari.
• Frekuensi pemberian ECT dapat diberikan 1 –
3 kali per minggu.
ECT
• Perawatan untuk gangguan psikiatrik dengan
menggunakan aliran listrik singkat melewati
otak pasien yang berada dalam pengaruh
anestesi dengan menggunakan alat khusus.
ECT
Prinsip Kerja ECT:
• Memodulasi sistem monoamine pada otak
seperti jaras serotonik dan noradrenergik 
meningkatkan aktivitas sistem
dopaminergik.
• Mendukung pertahanan neuron,
meningkatkan produksi neuron baru dan
proses-proses neural di area fungsi kognitif
dan emosi, meningkatkan ekspresi protein
neuroprotektif.
Premedikasi dan Tindakan ECT
• Diagnosis yang akurat,
• Komunikasi dengan keluarga dan pasien,
• Pemeriksaan anestesi,
• Penempatan elektroda yang sesuai (bilateral
atau unilateral),
• Dua set elektroda ditempelkan pada pasien
untuk memonitor aktivitas otak sebelum,
selama, dan setelah pemberian ECT,
Premedikasi dan Tindakan ECT
• Memasukkan kanula, memasang elektroda
EKG, ECT, EEG, dan elektroda otot perifer,
• Obat Anestesi diberikan (Methohexital atau
Thiopental atau Ketamin atau Propofol atau
Etomidate atau succynilcholine)
Premedikasi dan Tindakan ECT
• Stimulus ECT mulai dilakukan,
• Konvulsi kini telah banyak termodifikasi,
• Saat kejang telah berhenti pasien
dimiringkan ke satu sisi dan kemudian
dibawa ke ruang pemulihan,
• Seluruh prosedur: 10 menit  observasi TTV
dan puasakan pasien 1-2 jam atau sampai
kesadaran pasien pulih.
Psikofarmakologi
• Psikofarmakologi atau psikofarmaka atau obat
psikotropik adalah obat yang bekerja secara
selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan
mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental
dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan
psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf
kualitas hidup pasien.
• Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa
golongan, diantaranya: antipsikotik, antidepresan,
antimania, antiansietas, dll.
Mekanisme Kerja Psikofarmaka
• Semua obat psikofarmaka bersifat lipofil dan
mudah masuk dalam CCS (Cairan Serebro Spinal)
yang bekerja secara langsung terhadap saraf-saraf
otak.
• Mekanisme kerjanya secara biokimiawi belum
diketahui secara pasti, tetapi terdapat petunjuk-
petunjuk kuat bahwa mekanisme ini
berhubungan erat dengan kadar
neurotransmitter di otak untuk mencapai tingkat
keseimbangan.
Mekanisme Kerja Psikofarmaka
• Neurotransmitter atau neurohormon adalah
zat yang menyebabkan penerusan impuls
(rangsangan listrik) dari sutu neuron (axon)
melalui sinaps ke neuron yang lain.
• Neurohormon terpenting dari sistem
adrenergik di otak adalah zat-zat mono-amin
noradrenalin (NA), serotonin (5-HT = 5
Hidroksitriptamin) dan dopamine (DA), yang
menentukan kegiatan dan keseimbangan otak.
Mekanisme Kerja Psikofarmaka
• Teori mono-amin menyebutkan bahwa terganggunya
keseimbangan antara masing-masing neurohormon
tersebut dari sistem adrenergik memperlihatkan
hubungan erat dengan penyakit-penyakit jiwa.
• Pada depresi endogen (keadaan murung dan sedih
yang berlebihan) seringkali ditemukan kekurangan
NA dan 5-HT di sinaps-sinaps penting dari SSP,
sedangkan pada keadaan mania (suatu keadaan
hiperaktif dan gembira berlebihan) justru terdapat
berlebihan akan hormon-hormon tersebut.
Kewaspadaan Psikofarmaka
• Obat antipsikotik dan antidepresan tidak dapat dikombinasi
dengan andrenergika (andrenalin atau efedrin) karena
mengakibatkan penimbunan NA dengan efek hipertensi
dan aritmia, serta tidak dapat juga dikombinasi dengan
semua obat penekan SSP, misalnya hipnotika,
antihistaminika atau alkohol.
• Untuk obat-obat hipertensi dengan kerja sentral, misalnya
klonidin, sebaiknya juga dikurangi.
• Kombinasi dari obat antipsikotik dengan antidepresan
hanya diperbolehkan pada pasien depresi dengan agitasi,
kegelisahan dan rasa takut. Kombinasi kedua obat tersebut
dengan benzodiazepine juga bermanfaat.
Kewaspadaan Psikofarmaka
• Efek dari psikofarmaka memperlihatkan variasi
individual yang besar sekali, sedangkan antara kadar
darah dan efek terapi umumnya tidak ada
hubunganya langsung.
• Terapi biasanya dimulai dengan dosis rendah yang
setiap 4-7 hari dinaikkan dengan berangsur-angsur
sampai efek yang diinginkan tercapai atau terjadi
gejala-gejala ekstrapiramidal (tremor, rigiditas,
distonia, hipersalivasi).
• Pasien lansia sangat peka terhadap obat-obat ini dan
umumnya cukup dosis separuh.
REFERENSI
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI (1993).
Buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III, cetakan pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa, Kementerian Kesehatan RI
(2006). Buku Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Keliat. B.A. dkk (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN
(basic Course). EGC: Jakarta.
Maslim Rusdi (1996), Buku Saku Diagnosis Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III, Jakarta.
Morgan HG, et al, (1995), Segi Praktis Psikiatri, Bina Rupa
Aksara, Jakarta.
Maramis, WF, (2004), Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University,
Surabaya.
Email:
agungwiretnoputro@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai