Anda di halaman 1dari 23

KEL 5

Sumpah Pemuda dan Jati Diri Keindonesian

A.Latar Belakang Sumpah Pemuda


1. POLITIK ETIS
Politik Etis adalah kebijakan baru yang di buat oleh Ratu Wilhelmina selaku Ratu Belanda
untuk meningkat kan kesejahteraan yang pernah mengalami
penurunan pada abad ke 20. Semua itu di picu oleh berubahnya sistem administrasi tradisional
menjadi administrasi modern yang mana pemerintahan
mengambil alih sistem pemimpin pribumi ke sistem birokrasi kolonial untuk
mengambil posisi penting dari pemimpin daerah ke tangan Belanda. Namun
mendapatkan kritikan yang menyatakan bahawa pemerintahannya telah mengeksploitasi
wilayah jajahan untuk membangun negeri mereka dan memperoleh keuntungan yang besar.
Awal abad 20, era Politik Etis di pimpin oleh Menteri Jajahan Alexander
W.F. Indenburg yang kemudian menjadi Gubernur Jendral Hindia Belanda ( 1909- 1916 ). Politik
Etis memiliki 3 program yaitu, irigasi, edukasi, dan trasmigrasi
yang membawa pengaruh besar terhadap perubahan arah kebijakan politik Negeri
Belanda atas Negara jajahannya. Serta munculnya symbol baru yaitu “kemajuan”. Zaman kemajuan
ditandai dengan bergeraknya kaum wanita yang di pelopori R.A
Kartini yang merupakan inspirasi bagi kaum etis pada saat itu.
Semangat era etis adalah kemajuan menuju moderanitas dengan adanya
pendidikan gaya barat yang membuka peluangbagi mobilitas social masyarakat di tanah Hindia/Indonesia.
Pengaruhnya, muncul sekelompok kecil intelektual bumiputra (“priyayi baru”) atas kesadaran bahwa rakyat
bumiputra harus mampu bersaing dengan bangsa lain untuk mencapai kemajuan. Para kaum muda
terpelajar inilah yang kemudian membentuk kesadaran “nasional” sebagai bumiputra di Hindia, dan bergerak
bersama “bangsa-bangsa” lain dalam garis waktu yang tidak terhingga menuju moderanitas. Pemerintah
colonial Belanda juga membentuk Volksraad (Dewan Rakyat) yang sejumlah tokoh Indonesia bergabung di
dalalmnya.
2. PERS MEMBAWA KEMAJUAN
Awal abad ke 20, para priyayi baru menuangkan gagasannya melalui pers (media cetak) mengenai isu-isu
perubahan yang di populerkan yaitu terkait dengan peningkatan status social rakyat bumiputra dan peningkatan
kehidupan di bidang siosial, ekonomi, budaya dan politik. Pada dekade itu ditandai dengan jumlah penerbitan
surat kabar berbahas melayu yang mengalami peningkatan. Orang-orang pertama yang aktif dalam dunia pers
saat itu adalah orang Indo seperti H.C.O. Clockener Brousson dari Bintang Hindia, E.F Wigger dari Bintang
Baru, dan G. Francis dari Pemberitaan Betawi. Penertib Tionghoa yang menjadikan pertumbuhan surat kabar
berkembang pesat. R. Tirtodanudja dan R. Mohammad Jusuf. Keduanya adalah redaktur sinar Djawa, yang
dituliskan Honh Thaji Kwee Khaij Khee.
Ketua majalah bulanan insulinde adalah Dja Endar Muda, seorang wartawan keturunan Tapanuli yang telah
menerbitkan surat kabar Pertja Barat dan majalah bulanan berbahasa Batak, Tapian Nauli. Majalah itulah yang
pertama memperkenalkan slogan “kemajuan” dan “Zaman Maju” .
Majalah itu tidak saja memuat artikel tentang bangsa Hindia Belanda, akan tetapi juga memuat tentang berita
Asia dan Eropa.
Beberapa surat kabar yang kemudian membawa kemajuan bagi kalangan peribumi yaitu Medan Prijaji (1909-
1917) dan juga terbitan wanita pertama yang terbit berkala yaitu Poetri Hindia (1908-1913). Editornya adalah R.M.
Tirtoadisurya memuat tentang tulisannya, bahwa untuk memperbaiki status dagang “pedagang bangsa islam”, perlu ada
organisasi yang anggota-anggotanya terdiri atas para pedagang sehingga “orang kecil tidak bias dikalahkan karena
mereka bersatu”. Ia di kenal sebagai pendiri sarekat dagang islamijah atau lebih di kenal dengan SDI ( syarekat dagang
islam).
Pada perkembangannya SDI mengubah dirinya menjadi SI (Syarekat Islam) dengan pemimpin HJ. Samanhudin.
Sementara itu anak-anak muda berpendidikan barat di Padang menerbitkan majalah perempuan Soeara Perempuan
(1918) dengan semboyan Vrijheid yang berarti kemerdekaan bagi anak perempuan untuk ikut dalam kemajuan tanpa
hamabatan adat yang mengekang. Pers Bumiputra mempunyai fungsi untuk mobilisasi pergerakan nasional pada saat
itu. Sinar Djawa memuat tentang perlunya rakyat kecil untuk terus menunutut ilmu setinggi mungkin. Memuat dua hal
penting, yaitu tentang “bangsawan usul” ( keluarga raja- raja) dan “bangsawan pikiran” ( memiliki gelar).
Surat kabar yang paling mendapat perhatian pemerintah colonial saat itu adalah De Express yang memuat berita-
berita propaganda ide-ide radikal dan kritis terhadap system pemerintah colonial. Puncaknya didirikan Comite tot
Herdenking van Nederlands
Honderdjarige Vrijheid yang di sebut Komite Boemipoetera (1913). Tujuannya untuk mengumpulkan dana dari rakyat
untuk mendukung perayaan kemerdekaan Belanda dan mengkritik tindakan pemerintahan colonial yang merayakan
kemerdekaannya di tanah jajahan dengan mencari dana dukungan dari rakyat.

Kritik tajam yang terdapat di brosur yang berjudul Als Ik Eens Nederlans Was.
Pemerintahan kolonil menilai tulisan itu dengan menghasut rakyat untuk melawan pemerintah. Seorang jurnalis bumiputra
yang gigih memperjuangkan kebebasan pers di kenal denga nama Semaun. Ia mengkritik beberapa kebijakan colonial
melalui Sinar Hindia.
Kritikannya mengenaia Haatzaai Artiklen, yang menurutnya sebagai saranan untuk membungkam rakyat dan
melindungu kekuasaan colonial dan kapitalis asing.
Lahirnya Nasionalisme Indonesia

A. FAKTOR PENDORONG LAHIRNYA NASIONALISME INDONESIA


Kata nasionalisme berasal dari kata Nation yang berati bangsa. Dalam bahasa Latin kata Nation berati kelahiran kembali, suku kemudian bangsa.
Bangsa adalah sekelompok manusia yang mendiami wilayah tertentu dan memiliki hasrat untuk bersatu karena adanya persamaan nasib, cita-cita
dan kepentingan bersama. Menurut Han Kohn adalah suatu paham yang menempatkan kesetiaan tertinggi individu harus diserakan kepada negara
dan bangsa. Bangkitnya nasionalisme Indonesia didorong oleh faktor intern dan ekstern.
1. Faktor Intern
Faktor-faktor intern yang menyebabkan lahir dan berkembangnya nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut.
a. Kejayaan Bangsa Indonesia sebelum Kedatangan Bangsa Barat
Sebelum kedatangan bangsa Barat, di wilayah Nusantara sudah berdiri kerajaan-kerajaan besar, seperti Sriwijaya, Mataram dan Majapahit. Kejayaan
masa lampau itu menjadi sumber inspirasi untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan.
b. Penderitaan Rakyat akibat Politik Drainage(Pengerukan Kekayaan)
Politik drainage itu mencapai puncaknya ketika diterapkan sistem tanam paksa yang dilanjutkan dengan sistem ekonomi liberal.
c. Adanya Diskriminasi Rasial
Diskriminasi merupakan hal menonjol yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda dalam kehidupan sosial pada awal abad ke-20. Dalam
bidang pemerintahan, tidak semua jabatan tersedia bagi kaum pribumi.
d. Munculnya Golongan Terpelajar
Pada awal ke-20, pendidikan mendapatkan perhatian yang lebih baik dari pemerintah kolonial. Hal itu sejalan dengan diterapkannya politik etis.
Melalui penguasaan bahasa asing yang diajarkan di sekolah-sekolah modern, mereka dapat mempelajari berbagai ide-ide dan paham-paham baru
yang berkembang di Barat, seperti ide tentang HAM, liberalisme, nasionalisme, dan demokrasi.
2. Faktor Ekstern
Lahir dan berkembangnya nasionalisme Indonesia juga didorong oleh faktor-faktor ekstern, antara lain berikut ini.
a. Kemenangan Jepang terhadap Rusia (1904-1905)
Kemenangan Jepang dalam Perang Rusia-Jepang telah berhasil mengguncangkan dunia. Kemenangan Jepang tersebut berhasil
menggugah kesadaran bangsa-bangsa Asia dan Afrika untuk melawan penjajahan bangsa-bangsa kulit putih.
b. Kebangkitan Nasionalisme Negara-Negara Asia-Afrika
Kebangkitan nasional bangsa-bangsa Asia-Afrika memberikan dorongan kuat bagi bangsa Indonesia untuk bangkit melawan
penindasan pemerintahan kolonial. Revolusi Tiongkok (1911) dan pementukan partai Kuomintang oleh Sun Yan Set yang berhasil
menjadikan Cina sebagai negara mereka pada tahun (1912).
c. Masuknya Paham-Paham Baru
Paham-paham baru seperti liberalisme, demokrasi dan nasionalisme muncul setelah terjadinya Revolusi Amerika dan Revolusi
Perancis. Hubungan antara Asia dan Eropa menyebabkan paham-paham itu menyebar dari Eropa ke Asia, termasuk ke Indonesia.
B. ORGANISASI-ORGANISASI PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA
1. Boedi Oetomo
Dengan semangat hendak meningkatkan semangat masyarakat, Mas Ngabehi Wahidin Soediro Husodo, seorang doktor jawa dan
termasuk seorang priayi, tahun 1906-1907 melakukan kempanye di kalangan priayi di Pulau Jawa.
Pada akhir 1907, Wahidin bertemu dengan Soetomo, pelajar STOVIA di Batavia. Pertemuan tersebut berhasil mendorong
didirikannya organisasi yang diberi nama Boedi Oetomo pada hari rabu tanggal 20 Mei 1908 di Batavia. Soetomo kemudian
ditunjuk sebagai ketuanya. Tanggal berdirinya Boedi Oetomo hingga saat ini diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
2. Sarekat Islam
Pada akhir 1911, Haji Samanhudi di Solo menghimpun para pengusaha batik di dalam sebuah organisasi yang bercorak agama dan ekonomi,
yaitu Sarekat Dagang Islam (SDI).
Setahun kemudian pada bulan November 1912 nama SDI diganti menjadi Sarekat Islam (SI) dengan ketuanya Haji Oemar Said Cokroaminoto,
sedangkan Samanhudi sebagai ketua kehormatan. Perubahan nama tersebut bertujuan agar keanggotaannya menjadi luas, bukan hanya dari
kalangan pedagang. Apabila dilihat dari anggaran dasarnya, tujuan pendirian Sarekat Islam adalah sebagai berikut.
A. Mengembangkan jiwa dagang.
B. Memberikan bantuan kepada anggota-anggota yang kesulitan.
C. Memajukan pengajaran dan semua.
D. Menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang agama Islam.
Aktivitas SI lebih mengutamakan politik tidak disetujui oleh sebagian besar anggotanya. Mereka menginginkan SI memperhatikan masalah-
masalah keagamaan. Dalam kondisi itu SI memutuskan untuk bekerja sama dengan pemerintahan kolonial dan berganti nama menjadi Partai
Sarikat Islam. Sehubungan dengan meluasnya semangat persatuan dan Sumpah Pemuda, nama tersebut diubah menjadi Partai Sarikat Islam
Indonesia (PSII) pada tahun 1930 dengan ketuanya Haji Agus Salim.

3. Indische Partij
Indische Partij berdiri di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912. Organisasi ini juga dimaksudkan sebagai pengganti Indische Bond. Sebagai
organisasi kaum Indonesia dan Eropa yang didirikan pada tahun 1898. Ketiga tokoh pendiri Indische Partij dikenal dengan Tiga Serangkai, yaitu
Douwes Dekker (Danudirdja Setiabudi), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Indische Partij merupakan
pergerakan nasional yang bersifat politik murni dengan semangat nasionalisme modern.
Indische Partij berdiri atas dasar nasionalisme yang luas menuju kemerdekaan Indonesia. Indonesia dianggap sebagai National Home bagi
semua orang, baik penduduk bumi putera maupun keturunan Belanda, Cina, dan Arab, yang mengaku Indonesia sebagai tanah air dan
kebangsaannya. Paham ini pada waktu itu dikenal sebagai Indisch Nasionalisme, yang selanjutnya melalui perhimpunan Indonesia dan PNI,
diubah menjadi Indonesische Nationalisme atau Nasional Indonesia. Hal itulah yang menyatakan bahwa Indische Partij sebagai partai politik
pertama di Indonesia.
4. Perhimpunan Indonesia
Perhimpunan Indonesia didirikan pada tahun 1908 oleh orang-orang Indonesia yang berada di Belanda, antara lain Sutan
Kasayangan dan R.N Noto Suroto. Mula-mula organisasi itu bernama Indische Vereeniging. Akan tetapi sejak berakhirnya Perang
Dunia I perasaan anti kolonialisme dan imperialisme di kalangan pemimpin-pemimpin Indische Vereeniging semakin menonjol.
Pada tahun 1922, Indische Vereeniging berubah menjadi Indonesische Vereeniging. Sejak tahun 1925, selain nama dalam bahasa
Belanda juga digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu Perhimpunan Indonesia. Oleh karena itu, semakin tegas bahwa PI
bergerak dalam bidang politik.
Dalam kalangan pergerakan nasional di Indonesia, pengaruh PI cukup besar. Beberapa organisasi pergerakan nasional mulai lahir
karena mendapatkan inspirasi dari PI, seperti Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) tahun 1926, Partai Nasional
Indonesia (PNI) tahun 1927, dan Jong Indonesia (Pemuda Indonesia) tahun 1927.

5. Partai Komunis Indonesia


Ketika Sosial Democratische Arbeiderspartij (SDAP) di Belanda pada tahun 1918 mengumumkan dirinya menjadi Partai Komunis
Belanda (CPN), para anggota ISDV dari golongan Eropa mengusulkan mengikuti jejak itu. Oleh karena itu, pada tanggal 23 Mei
1920 diubah lagi menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Di dalam susunan pengurus baru terbentuk tertera antara lain Semaun
sebagai ketua, Darsono sebagai wakil ketua, Bergsma sebagai sekretaris, Dekker sebagai bendahara, serta Baars dan Sugono
sebagai anggota pengurus. PKI tumbuh menjadi partai politik dengah jumlah yang sangat besar. Akan tetapi karena jumlah
anggotanya intinya kecil, partai itu kurang dapat mengontrol dan menanamkan disiplin kepada anggotanya.
Setelah berhasil menempatkan dirinya sebagai partai besar, PKI merasa sudah kuat untuk melakukan pemberontakan pada
tahun 1926. Hampir sepuluh tahun kemudian, Komitern mengirimkan seorang tokoh komunis kembali ke Indonesia. Tokoh
tersebut ialah Musso yang pada bulan April 1935 mendarat di Surabaya. Dengan bantuan Joko Sujono, Pamuji, dan Achmad
Sumadi, ia membentuk yang diberi nama PKI Ilegal. Kegiatan utama kaum komunis kemudian disalurkan melalui Gerakan Rakyat
Indonesia (Gerindo) dengan tokoh utamanya Amir Syarifudin.
6. Partai Nasional Indonesia
Partai Nasional Indonesia (PNI) dibentuk di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 dengan tokoh-tokohnya Ir. Soekarno, Iskaq,
Budiarto, Cipto Mangunkusumo, Tilaar, Soedjadi, dan Soenaryo. Dalam pengurus besar PNI, Ir. Soekarno ditunjuk sebagai ketua,
Iskaq sebagai sekretaris/bendahara, dan Dr. Samsi sebagai komisaris. Sementara itu dalam perekrutan anggota disebutkan bahwa
mantan anggota PKI tidak diperkenankan menjadi anggota PNI, juga pegawai negeri yang memungkinkan berperan sebagai mata-
mata pemerintah kolonial. Ada dua macam cara yang dilakukan oleh PNI untuk memperkuat diri dan pengaruhnya di dalam
masyarakat, yaitu:
a. Usaha ke dalam: Usaha-usaha terhadap lingkungan sendiri, antara lain mengadakan kursus-kursus, mendirikan sekolah-
sekolah dan bank-bank.
b. Usaha ke luar: Dengan memeperkuat opini publik terhadap tujuan PNI, antara lain melalui rapat-rapat umum dan
menerbitkan surat kabar Benteng Priangan di Bandung dan Persatuan Indonesia di Batavia.
Peningkatan kegiatan rapat-rapat umum di cabang-cabang sejak bulan Mei 1929 menimbulkan suasana yang tegang. Pemerintah
kolonial Belanda lebih banyak melakukan pengawasan secara tegas terhadap kegiata-kegiatan PNI yang dianggap membahayakan
keamanan dan ketertiban. Sering kali polisi menghentikan pidato karena dianggap telah menghasut rakyat.
Akhirnya pemerintah Hindia Belanda beranggapan bahwa tiba saatnya untuk melakukan tindakan terhadap PNI. Bahkan
Gubernur Jenderal de Graef telah mendapatkan tekanan dari konservatif Belanda yang tergabung dalam Vanderlansche Club
untuk bertindak tegas karena mereka berkeyakinan bahwa PNI melanjutkan taktik PKI.
C. Upaya-Upaya Menggalang Persatuan
1. Pembentukan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)
Di kalangan pemimpin pergerakan nasional muncul gagasan untuk membentuk gabungan (fusi) dari partai-partai
politik yang ada. Tujuannya untuk memperkuat dan mempersatukan tindakan-tindakan dalam menghadapi
pemerintah kolonial. Usaha itu dirintis oleh Sarekat Islam, Muhammadiyah, Jong Islamiten Bond, Pasundan,
Persatuan Minahasa, Sarekat Ambon dan Sarekat Madura. Pada bulan September 1926 berhasil dibentuk Komite
Persatuan Indonesia. Akan tetapi, usaha tersebut tidak berhasil dengan baik sehingga tidak satu pun organisasi
gabungan (fusi) yang dihasilkan.
Pada tanggal 17-18 Desember 1927 diadakan sidang di Bandung yang dihadiri oleh wakil-wakil dari PNI, Algemeene
Studieclub, PSI (Partai sarekat Islam), Boedi Oetomo, Pasundan, Sarekat Sumatra, Kaum Betawi, dan Indinesische
studieclib. Sidang tersebut memutuskan untuk membentuk (PPPKI) dengan tujuan sebagai berikut.
Sebagai suatu alat organisasi yang tetap dari federasi itu, dibentuklah dewan pertimbangan yang terdiri atas seorang
ketua, sekretaris, bendahara, dan wakil partai-partai yang bergabung. Dr. Soetomo dari Studieclub sebagai Ketua
Majelis Pertimbangan dan Ir. Anwari dari PNI sebagai sekretaris.
2. Gerakan Pemuda
1. Gerakan Pemuda Kedaerahan
Trikoro Dharmo merupakan organisasi pemuda kedaerahaan pertama di Indonesia. Trikoro Dharmo didirikan di Gedung Stovia pada tanggal 7
Maret 1915 oleh pemuda-pemuda Jawa, seperti Satiman, Kadarman, Sumardi, Jaksodipuro (Wongsonegoro), Sarwono, dan Mawardi. Trikoro
Dharmo berarti tiga tujuan mulia, yaitu Sakti, Budi dan Bhakti.
Kenggotaan Trikoro Dharmo pada mulanya hanya terbatas pada kalangan pemuda dari Jawa dan Madura. Akan tetapi, diperluas dengan
semboyannya Jawa Raya yang meliputi Jawa, Sunda, Bali, dan Lombok. Pada tanggal 9 Desember 1917 di Jakarta berdiri organisasi Jong
Sumatranen Bond. Tokoh-tokoh nasional yang pernah menjadi anggota Jong Sumatranen Bond, antara lain Moh.Hatta, Moh.Yamin, M. Tasil,
Bahder Djohan, dan Abu Hanifah. Jong Minahasa berdiri pada tanggal 5 Januari 1918 di Manado dengan tokohnya A.J.H.W.Kawilarang dan
V.Adam. Jong Celebes dengan tokoh-tokohnya Arnold Monomutu, Waworuntu, dan Magdalena Mokoginta. Jong Ambon berdiri pula pada tanggal
1 Juni 1923 di Jakarta.
Dengan semangat kedaerahaannya itu, pada kongres Trikoro Dharmo di Solo tanggal 12 Juni 1918 nama trikoro Dharmo diubah menjadi Jong
Java. Kegiatan Jong Java masih tetap bergerak dalam bidang sosial budaya. Pada kongres kelima bulan Mei 1922 di Solo dan kongres luar biasa
Desember 1922 ditetapkan bahwa Jong Java tidak akan mencampuri masalah politik. Anggota Jong Java hanya diperbolehkan terjun dalam dunia
politik setelah mereka tamat belajar.
2. Kongres Pemuda Indonesia
1. Kongres Pemuda I
Keinginan untuk bersatu seperti yang didengung-dengungkan oleh Perhimpunan Indonesia (PI) dan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI)
telah tertanam dalam sanubari pemuda-pemuda Indonesia. Untuk itu, pada tanggal 30 April-2 Mei 1926 di Jakarta diadakan kongres pemuda
Indonesia yang pertama.
Dalam kongres itu dilakukan beberapa kali pidato tentang pentingnya Indonesia bersatu. Disampaikan pula tentang upaya-upaya memperkuat
rasa persatuan yang harus tumbuh di atas kepentingan golongan, bangsa dan agama. Selanjutnya juga dibicarakan tentang kemungkinan bahasa
dan kesusastraan Indonesia kelak dikemudian hari.
Para mahasiswa Jakarta dalam kongres tersebut juga membicarakan tentang upaya mempersatukan perkumpulan-perkumpulan pemuda menjadi
satu badan gabumgan (fusi). Walaupun pembicaraan mengenai fusi tidak membuahkan hasil yang memuaskan, kongres itu telah memperkuat
cita-cita Indonesia bersatu.
2. Kongres Pemuda II
Kongres Pemuda II diadakan dua tahun setelah Kongres Pemuda Indonesia pertama, tepatnya pada tanggal 27-28 Oktober 1928.
Kongres itu dihadiri oleh wakil-wakil dari perkumpulan-perkumpulan pemuda ketika itu diantara lain Pemuda Sumatera, Pemuda
Indonesia, Jong Bataksche Bond, Sekar Rukun, Pemuda Kaum Betawi, Jong Islamiten Bond, Jong Java, Jong Ambon dan Jong
Celebes. PPPI yang memimpin kongres ini sengaja mengarahkan kongres pada terjadinya fusi organisasi-organisasi pemuda.
Susunan panitia Kongres Pemuda II yang sudah terbentuk sejak bulan Juni 1928 adalah sebagai berikut.
Ketua : Sugondo Joyopuspito dari PPPI
Wakil ketua : Joko Marsaid dari Jong Java
Sekretaris : Moh. Yamin dari Jong Sumatranen Bond
Bendahara : Amir Syarifuddin dari Jong Bataksche Bond
Pembantu I : Johan Moh. Cai dari Jong Islamiten Bond
Pembantu II : Koco Sungkono dari Pemuda Indonesia
Pembantu III : Senduk dari Jong Cilebes
Pembantu IV : J. Leimena dari Jong Ambon
Pembantu V : Rohyani dari Pemuda Kaum Betawi
Kongres Pemuda II dilaksanakan selama dua hari, 27-28 Oktober 1928. persidangan yang dilaksanakan sebanyak tiga kali di
antaranya membahas persatuan dan kebangsaan Indonesia, pendidikan, serta pergerakan kepanduan. Kongres tersebut berhasil
mengambil keputusan yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda sebagai berikut.
Rumusan tersebut dibuat oleh sekretaris panitia, Moh. Yamin dan dibacakan oleh ketua kongres, Sugondo Joyopuspito, secara
hikmat di depan kongres. Selanjutnya diperdengarkan lagu Indonesia Raya yang diciptakan dan dibawakan oleh W.R. Supratman
dengan gesekan biola. Peristiwa bersejarah itu merupakan hasil kerja keras para pemuda pelajar Indonesia. Dengan tiga butir
Sumpah Pemuda itu, setiap organisasi pemuda kedaerahan secara konsekuen meleburkan diri kedalam satu wadah yang telah
disepakati bersama, yaitu Indonesia Muda.
D. Berkembangnya Taktik Moderat dan Kooperatif dalam Perkembangan Nasional
Berkembangnya taktik moderat dan kooperatif dalam pergerakan nasional Indonesia disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Krisis ekonomi (malaise) yang terjadi sejak tahun 1921 dan berulang pada akhir tahun 1929. Bahkan, pada awal tahun 1930-
an krisis ekonomi itu tidak kunjung reda.
2. Kebijakan keras pemerintahan Gubernur Jenderal de Jonge menyebabkan kaum pergerakan, terutama golongan
nonkooperatif, sangat menderita. Setiap gerakan yang radikal atau revolusioner akan ditindas dengan alasan bahwa pemerintah
kolonial bertanggung jawab atas keadaan di Hindia Belanda.
3. Pada tahun 1930-an, kaum pergerakan nasional terutama yang berada di Eropa menyaksikan bahwa perkembangan paham
fasisme dan Naziisme mengancam kedudukan negara-negara demokrasi. Demikian pula Jepang sebagai negara fasis di Asia telah
melakukan ekspansinya ke wilayah Pasifik sehingga ada yang mendekatkan kaum nasionalis dengan penguasa kolonial, yaitu
mempertahankan demokrasi terhadap bahaya fasisme. Kesadaran itu muncul pertama kali di kalangan Perhimpunan Indoesia
yang terlebih dahulu telah melakukan taktik kooperatif.
a. Partindo (1931)
Pada kongres luar biasa PNI di Batavia tanggal 25 April 1931 diambil keputusan untuk membubarkan PNI. Pembubaran tersebut menimbulkan
pertentangan di kalangan pendukung PNI. Sartono dan pendukungnya membentuk Partai Indonesia (Partindo) pada tanggal 30 April 1931.
Asas dan tujuan serta garis-garis perjuangan PNI masih diteruskan oleh Partindo. Selanjutnya dilakukan upaya menghimpun kembali anggota-
anggota PNI yang tercerai-cerai sehingga pada tahun 1931 berhasih dibentuk 12 cabang. Kemudian berkembang menjadi 24 cabang dengan
anggota sebanyak 7.000 orang.
Penangkapan kembali Ir. Soekarno pada tanggal 1 Agustus 1933 melemahkan Partindo. Bung Karno diasingkan ke Ende, Flores, pada tahun 1934.
karena alasan kesehatan, Bung Karno kemudihan dipindahkan ke Bengkulu pada tahun 1938 dan pada tahun 1942 dipindahkan kepadang karena
adanya serbuan Jepang ke Indonesia. Tanpa Ir. Soekarno, Partindo mengalami kemunduran. Partindo keluar dari PPPKI agar PPPKI tidak terhalang
geraknya karena adanya larangan untuk mengadakan rapat. Dalam menghadapi keadaan yang sulit itu, untuk kedua kalinya Sartono
membubarkan Partindo juga tanpa dukungan penuh dari anggotanya.
b. PNI Baru (1931)
Pada bulan Desember 1931, membentuk Pendidikan Nasional Indonesia(PNI Baru). Mula-mula Sutan Syahir dipilih sebagai ketuanya. Moh. Hatta
kemudian dipilih sebagai ketua pada tahun 1932 setelah kembali dari Belanda. Organisasi-organisasi tersebut tetap sama-sama menggunakan
taktik perjuangan non-kooperatif dalam mencapai kemerdekaan politik. Adapun perbedaan antara PNI Baru dengan Partindo adalah sebagai
berikut:
– PPPKI oleh PNI Baru dianggap sebagai “persatean” bukan persatuan karena anggota-anggotanya memiliki ideologi yang berbeda-beda.
Sementara itu, Partindo menganggap PPPKI dapat menjadi wadah persatuan yang kuat daripada mereka berjuang sendiri-sendiri.
– Dalam upaya mencapai kemerdekaan, PNI Baru lebih mengutamakan pendidikan politik dan sosial. Partindo lebih mengandalkan organisasi
masa dengan aksi-aksi masa untuk mencapai kemerdekaan.
Pada tahun 1933, PNI Baru telah memiliki 65 cabang. Untuk mempersiapkan masyarakat dalam mencapai kemerdekaan, PNI Baru melakukan
kegiatan penerangan untuk rakyat dan penyuluhan koperasi. Kegiatan-kegiatan PNI Baru tersebut dan ditambah dengan sikapnya yang non-
kooperatif dianggap oleh pemerintah kolonial membahayakan. Oleh karena itu, pada bulan Februari 1934 Bung Hatta, Sutan Syahir, Maskun,
Burhanuddin, Murwoto, dan Bondan ditangkap pemerintah kolonial. Bung Hatta diasingkan ke hulu Sungai Digul, Papua. Kemudian dipindahkan
ke Banda Neira pada tahun 1936 dan akhirnya ke Sukabumi pada tahun 1942. Dengan demikian, hanya partai-partai yang bersikap kooperatif
saja yang dibiarkan hidup oleh pemerintah kolonial Belanda.
c. Parindra (1935)
Pada bulan Desember 1935 di Solo diadakan kongres yang menghasilkan penggabungan Boedi Oetomo dengan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI)
dan melahirkan Partai Indonesia Raya (Parindra). R. Soetomo terpilih sebagai ketua Parindra dengan Surabaya sebagai pusatnya. Tujuannya adalah
mencapai Indonesia raya dan mulia. Tokoh-tokoh terkemuka Parindra lainnya ialah Moh. Husni Thamrin dan Sukarjo Wiryopranoto.
Parindra berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat kecil dengan cara mendirikan Rukun Tani, membentuk serikat-serikat pekerja,
menganjurkan Swadesi, dan mendirikan Bank Nasional Indonesia. Perjuangan Parindra dalam Volksraad berlangsung hingga akhir penjajahan
Belanda. Dalam hal ini terkenal kegigihan Moh. Husni Thamrin dengan membentuk Fraksi Nasional dan GAPI yang berhasil memaksa
pemerintah kolonial melakukan beberapa perubahan, seperti memakai bahasa Indonesia dalam siding Volksraad dan mengganti istilah Inlander
menjadi Indonesier.
d. Gerindo
Setelah Partindo dibubarkan pada tahun 1936, banyak anggotanya kehilangan wadah perjuangan. Sementara itu, Parindra yang cenderung
kooperatif dianggap kurang sesuai. Oleh karena itu, pada bulan Mei 1937 di Jakarta dibentuk Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Tokoh-
tokohnya yang terkenal ialah A.K.Gani, Moh. Yamin, Amir Syarifuddin, Sarino Mangunsarkoro, Nyono, Prawoto, Sartono, dan Wilopo.
Gerindo bertujuan mencapai Indonesia merdeka, tetapi dengan asas-asas yang kooperatif. Dalam bidang politik, Gerindo menuntut adanya
parlemen yang bertanggung jawab kepada rakyat dalam bidang ekonomi dibentuk Penuntut Ekonomi Rakyat Indonesia (Peri) yang bertujuan
mengumpulkan modal dengan kekuatan kaum buruh dan tani berdasarkan asas nasional-demokrasi-koperasi. Dalam bidang sosial diperjungkan
persamaan hak dan kewajiban di dalam masyarakat. Oleh karena itu, Gerindo menerima anggota dari kalangan orang Indo, peranakan Cina, dan
Arab.
e. Petisi Sutardjo
Pada tanggal 15 Juli 1936, Sutardjo Kartohadikusumo selaku Persatuan Pegawai Bestuur (PPB) dalam Volkstraad mengajukan usul yang
kemudian dikenal dengan petisi Sutardjo. Petisi tersebut berisi permintaan kepada pemerintah kolonial agar diselenggarakan musyawarah
antara wakil-wakil Indonesia dan Belanda untuk merencanakan suatu perubahan dalam waktu 10 tahun mendatang, yaitu pemberian status
otonom kepada rakyat Indonesia meskipun tetap dalam lingkungan kerajaan Belanda.
Sebelum Indonesia dapat berdiri sendiri, Sutardjo mengusulkan untuk mengambil langkah-langkah memperbaiki keadaan Indonesia, antara lain
sebagai berikut:
a. Volksraad dijadikan parlemen yang sesungguhnya
b. Direktur departemen diberikan tanggung jawab
c. Dibentuk Dewan Kerajaan (rijksraad) sebagai badan tertinggi antara Belanda dan Indonesia yang anggota-anggotanya merupakan wakil-
wakil kedua belah pihak
d. Penduduk Indonesia adalah orang-orang yang karena kelahiran, asal-usul dan cita-citanya memihak Indonesia.
Petisi itu juga ditandatangani oleh I.J. Kasimo, Sam Ratulangi, Datuk Tumenggung dan Kwo Kwat Tiong. Sebagian besar dari partai-partai dan
tokoh-tokoh pergerakan juga mendukung Petisi Sutardjo. Setelah mendapatkan dukungan mayoritas anggota Volksraad, petisi itu kemudian
disampaikan kepada pemerintah kerajaan dan Parlemen Belanda.
Golongan yang tidak setuju adalah golongan konservatif dan para pengusaha perkebunan, termasuk kelompok Vanderlandche Club (VC)
menganggap petisi itu terlalu prematur dan menganggap bahwa secara ekonomi dan sosial Hindia Belanda (Indonesia) belum cukup untuk
dapat berdiri sendiri. Selain itu dipermasalahkan pula tentang dapat dipertahankannya kesatuan wilayah Nusantara dalam lingkungan Pax
Nederlandica karena pada kenyataannya kondisi politik Hindia Belanda belum mantap.
Pada tanggal 16 November 1938, pemerintah Belanda memberikan jawaban bahwa petisi itu ditolak dengan alasan-alasan sebagai berikut.
– Perkembangan politik Indonesia belum cukup matang untuk memerintah sendiri sehingga petisi itu dipandang masih terlalu prematur.
– Dipertanyakan juga tentang kependudukan golongan minoritas dalam struktur politik yang baru nanti.
– Tuntutan otonomi dipandang sebagai hal yang tidak alamiah karena pertumbuhan ekonomi, sosial dan politik belum memadai.
Meskipun petisi tersebut ditolak, pemerintah kolonial mulai melaksanakan perubahan pemerintah pada tahun 1938. Pemerintah membentuk
provinsi-provinsi di luar Jawa dengan gubernur sebagai wakil pemerintahan pusat, sedangkan Dewan Provinsi bertugas mengatur rumah tangga
daerah.
f. Perjuangan GAPI “Indonesia Berparlemen”
Penolakan petisi Sutardjo mendorong munculnya gerakan menuju kesatuan nasional, kesatuan aksi dan hak untuk menentukan
nasib sendiri. Gerakan itu kemudian menjelma menjadi Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Pembentukan GAPI dipelopori oleh
M.H. Thamrin dari Parindra.
Pelaksanaan program GAPI secara kongret mulai terwujud dalam rapatnya pada tanggal 4 Juli 1939. Dalam rapat itu diputuskan
untuk mengadakan Kongres Rakyat Indonesia yang akan memperjuangkan penentuan nasib sendiri serta persatuan
dan kesatuan Indonesia. Namun, sebelum aksi dapat dilancarkan secara besar-besaran, pada tanggal 9 Septamber 1939
terdengar kabar bahwa Perang Dunia II telah berkobar. Oleh karena itu, dalam pernyataan pada tanggal 19 September 1939, GAPI
menyerukan agar dalam keadaan penuh bahaya dapat dibina hubungan kerja sama yang sebaik-baiknya antara Belanda dan
Indonesia.
Aksi pertama GAPI terselenggara dengan mengadakan rapat umum di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 1939. Pada pertengahan
Desember 1939 diselenggarakan rapat umum di beberapa tempat. Dengan semboyan “Indonesia Berparlemen” dalam setiap
aksinya GAPI mendesak pemerintah agar membentuk parlemen yang dipilih dan dari rakyat sebagai pengganti Volksraad dan
dengan pemerimtahan yang bertanggung jawab kepada parlemen tersebut. Untuk itu, kepala-kepala departemen harus
digantikan menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada parlemen.
Tanggapan pemerintah kolonial Belanda baru dikeluarkan pada tanggal 10 Februari 1940 melalui menteri jajahan Welter yang
menyatakan bahwa perkembangan dalam bidang jasmani dan rohani akan memerlukan tanggung jawab dalam bidang
ketatanegaraan. Sudah barang tentu hak-hak ketatanegaraan memerlukan tanggung jawab dari para pemimpin. Tanggung jawab
ini hanya dapat dipikul apabila rakyat telah memahami kebijaksanaan politik. Selama pemerintah Belanda bertanggung jawab
atas kebijakan politik di Hindia Belanda, tidak mungkin didirikan parlemen Indonesia yang mengambil alih tanggung jawab
tersebut.
Tentu saja penolakan itu menimbulkan kekecewaan, tetapi GAPI masih meneruskan perjuangannya. Dalam rapat tanggal 23
Februari 1940, GAPI menganjurkan pendirian Panitia Parlemen Indonesia sebagai tindak lanjut aksi Indonesia Berparlemen. Akan
tetapi, kesempatan bergerak bagi GAPI sudah tidak ada lagi. Pada awal Mei 1940, Belanda diduduki oleh Jerman sehingga Perang
Dunia II telah berkobar di Negeri Belanda. Meskipun negerinya sudah diduduki oleh Jerman, tetapi Belanda tidak mau mundur
setapak pun dari bumi Indonesia.
Sikap pemerintah Belanda yang konservatif itu tidak mengurangi loyalitas rakyat Indonesia terhadap Belanda, bahkan ada
keinginan umum untuk bekerja sama dalam menghadapi perang itu. Sebagai imbalan dari kesetiaan bangsa Indonesia tersebut,
Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer menjanjikan perubahan dalam berbagai segi kehidupan masyarakat.
Akan tetapi, gagasan mengenai perubahan itu harus disimpan dahulu hingga perang selesai. Pada tanggal 10 Mei 1941 dalam
pidatonya, Ratu Wilhelmina menyatakan kesediaannya untuk mempertimbangkan suatu penyesuaian ketatanegaraan Belanda
terhadap keadaan yang berubah serta menentukan kedudukan daerah seberangdalam struktur Kerajaan Belanda. Akan
tetapi, masalah itu pun ditunda hingga Perang Dunia II selesai.
Usulan pembentukan milisi pribumi yang berdasarkan kewajiban warga negara untuk mempertahankan negerinya juga ditolak
oleh pemerintah kolonial dengan alasan bahwa perang modern lebih memerlukan angkatan perang yang professional. Sikap
menunda itu pun diperlihatkan Belanda pada saat dilontarkan Piagam Atlantik (Atlantic Charter) oleh Perdana Menteri Inggris
Woodrow Wilson dan Presiden Amerika Serikat F.D. Roosevelt yang menjamin hak setiap bangsa untuk memilh bentuk
pemerintahannya sendiri.
Satu-satunya hasil dari berbagai upaya kaum pergerakan melalui Dewan Rakyat adalah pembentuka Komisi Vismen (Commissie-
Visman) pada bulan Maret 1941. Komisi tersebut bertugas meneliti keinginan, cita-cita, serta pendapat yang ada pada berbagai
golongan masyarakat mengenai perbaikan pemerintahan. Hasilnya diumumkan pada bulan Desember 1941 yang menyatakan
bahwa penduduk sangat puas dengan pemerintah Belanda.
B.Sumpah Pemuda Tonggak Persatuan dan
Kesatuan
1.Federasi dan “Front Sawo Matang”
Pada tanggal 4 Juli 1947 Ir. Soekarno mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia yang kemudian berganti nama menjadi Partai
Nasional Indonesia. Sebagai sebuah organisasi yang baru, PNI cepat berkembang dan menarik perhatian banyak pihak.
Penyebabnya karena adanya propaganda-propaganda yang dilakukan Ir. Soekarno dengan mengusung tema antara lain: karakter
yang buruk dari penjajah, konflik antara pengusaha danpetani, "front sawo matang melawan front kulit putih," menghilangkan
ketergantungan
dan menegakkan kemandirian, serta perlunya pembentukan negara dalam negara. Propaganda-propaganda Ir. Soekarno yang
menarik dukungan masyarakat telah mengkhawatirkan pemerintah kolonial Belanda. Front sawo matang merupakan federasi
partai-partai politik yang dibentuk oleh Ir. Soekarno.Tujuan front sawo matang yakni menghimpun kekuatan nasional atau rasa
cinta tanah air menjadi satu kesatuan.
Gubernur Jenderal Belanda dalam pembukaan sidang Volksraad pada 15 Mei 1928 memberi peringatan kepada pemimpin PNI
untuk menahan diri dalam
ucapan dan propagandanya. Karena tidak dihiraukan, pemerintah kolonial Belanda segera
mengadakan penangkapan terhadap para pemimpin PNI, sepertiIr. Soekarno,
Maskun, Gatot Mangkupraja, dan Supriadinata.Penangkapan itu terjadi pada 24 Desember1929.
Mereka kemudian diajukan kedepan pengadilan Landraad di Bandung. Pengadilan Ir. Soekarno
dan rekannya dihadiri oleh banyak kalangan,baik dari tokoh-tokohpergerakan di luar
maupun di dalam kota Bandung.Pidato pembelaan Soekarno dikenal dengan Indonesia
Menggugat.
Isi dari pidato Bung Karno: pandangan Soekarno mengenai pergerakan nasional, pentingnya kemerdekaan bagi bangsa
Indoensia,dan dihapuskannya pemeritah kolonial.
Pengadilan tersebut menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara untuk Soekarno, 2 tahun untuk Gatot Mangkuraja, 1 tahun 8
bulan untuk Maskun dan 1 tahun 3 bulan untuk Supriadinata dengan tuduhan
melakukan perbuatan yang mengganggu ketertiban umum dan
menentang kekuasaan pemerintah. Dipenjarakannya tokoh-tokoh penting
PNI menimbulkan pemikiran untuk membubarkan PNI, demi
keselamatan para anggota..Sementara itu, Mr. Sartono, melalui
kongres luar biasa mendirikan partai baru bernama Partai Indonesia (Partindo) dengan Sartono sebagai ketuanya. Sedangkan
Mohammad Hatta
dan Sutan Sjahrir mendirikan partai baru yaitu PNI Pendidikan (PNI Baru).

Anda mungkin juga menyukai