Anda di halaman 1dari 34

MORBUS HANSEN

Definisi
 Penyakit kronis yang disebabkan oleh M. leprae
yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya
dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran
napas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata,
otot, tulang, dan testis, kecuali susunan saraf pusat.
Etiologi
 M. leprae basil tahan asam
 Gram positif
 Intraseluler obligat: afinitas makrofag dan sel
Schwann
 Suhu optimum: 300 C
 Ukuran: 1-8 μ X 0,2-0,5 μ
 Tidak dapat dikultur
 Masa inkubasi: 6 bulan sampai 40 tahun/lebih
 Masa inkubasi rata-rata: 4 tahun (tuberkuloid), 10
tahun (lepromatosa)
Epidemiologi (Internasional)
 Sebagian besar daerah tropis dan subtropis
 6 negara utama di Asia, Afrika, dan Amerika
selatan belum mencapai sasaran eliminasi (<1
kasus per 10.000 populasi)
 86% kasus yang ditemukan berasal dari 6 negara:
Bangladesh, Brazil, China, Congo, Ethiopia, India,
Indonesia, Nepal, Nigeria, Philiphines, Tanzania.
Epidemiologi (Indonesia)
 Tahun 200917.260 kasus baru (CDR:
7,49/100.000) dan jumlah kasus terdaftar
sebanyak 21.026 orang (PR:
0,91/10.000)

 Tahun 201010.706 kasus (CDR:


4.6/100.000) dan jumlah kasus terdaftar
sebanyak 20.329 orang (PR:
0.86/10.000)
 Cara penularan kemungkinan melalui kulit yang
lecet, bagian tubuh yang bersuhu dingin, mukosa
nasal
 Bimodal age distribution 10-14 tahun dan 35-44
tahun
 Jarang ditemukan pada bayi
 Anak-anak lebih rentan dan cenderung dalam
bentuk tuberkuloid
Patogenesis
 M. leprae Sel Schwann cell-mediated immune
response (CMI) reaksi inflamasi kronis
perineurium swelling ischemia, fibrosis, axonal
death
 Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi
selular daripada intensitas infeksi
 CMI rendah Makrofag tidak mampu
menghancurkan bakteri sehingga bermultiplikasi
secara bebas dan merusak jaringan (tipe
lepromatosa)
 CMI tinggi Makrofag dapat menghancurkan
bakteri namun setelah fagositosis makrofag
berubah menjadi sel epiteloid/bersatu menjadi sel
datia Langhans. Reaksi berlebihan dapat
menyebabkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar
(tipe tuberkuloid).
Klasifikasi
 Klasifikasi Madrid: I, T, B, L
 Klasifikasi Ridley-Jopling: TT, BT, BB, BL, LL
 Klasifikasi WHO: PB (I, TT, sebagian besar BT, BTA
negatif) dan MB (BB, BL, LL, sebagian BT, B dan L,
BTA positif)
Klasifikasi WHO
PB MB

1. Lesi kulit (makula - 1-5 lesi - >5 lesi


datar, papul - Hipopigmentasi / - Distribusi lebih
yang meninggi, eritema simetris
nodus) - Distribusi tidak - Hilangnya sensasi
simetris
- Hilangnya sensasi
yang jelas

2. Kerusakan saraf - Hanya satu - Banyak cabang


cabang saraf saraf
TIPE TT TIPE BT TIPE BB TIPE BL TIPE LL
Makula/ Plakat Mirip TT Campuran tipe TT & Menyerupai tipe LL Lesi sangat banyak
Hipopigmentasi LL tetapi masih ada Simetris,
kulit normal
Batas tidak tegas
Batas tegas Paling tidak stabil
Bentuk dan ukuran
Lesi plakat Permukaan halus
Jumlah soliter/ lesi bervariasi,
beberapa simetris, plakat
Mengkilat

Permukaan lesi kering,


rambut hilang
anastesi

Penebalan saraf Gangguan saraf


perifer, claw hand, lebih ringan
mutilasi tetapi lebih
banyak terkena
Lesi Satelit + Lesi Satelit (+) Punched out Lession Madarosis ->
Punched Out Lession (+) (Facies Leonina)
(+) Keratitis & Keratitis (+)
Madarosis tidak Ginekomastia (+)
lengkap
Gejala Klinis
 TIPE INDETERMINATE
 Makula hipopigmentasi,
batas tegas
 Rasa raba normal/
sedikit terganggu
 Keringat, pertumbuhan
rambut normal
 Lokasi: wajah,
punggung, ekstensor
lengan
TIPE TT
 Makula eritematosa
 Lesi kulit sedikit

 Permukaan kering,
batas tegas, anestesi,
bagian tengah
sembuh
 Penebalan saraf
perifer
TIPE BT

 Campuran TT dan BB, dengan lesi kulit


mirip tipe TT
 Makula hipopigmentasi, tak teratur,

batas tak tegas, kering


 Gangguan saraf lebih ringan tapi

yang terkena lebih banyak


TIPE BB
 Campuran tipe TT dan
LL, paling tidak
stabil,asimetris.
 Makula eritematosa,
menonjol, bentuk tak
teratur, kasar agak
mengkilat
 Ditemukan lesi satelit,
penebalan saraf dan
kontraktur
TIPE BL

 Lesi menyerupai tipe LL, dengan jumlah lebih


sedikit
 Masih dijumpai kulit normal

 Makula infiltrat merah, mengkilat, tak

teratur, batas tak tegas


 Terdapat lesi plakat dan punched out lesion
TIPE LL

 Jumlah lesi sangat


banyak, simetris
 Tidak dijumpai kulit
normal.
 Permukaan lesi halus,
mengkilat, batas tak
tegas
 Fase lanjut
didapatkan makula
kasar, menebal, dan
mengkilat, terutama
pada dahi, daun
telinga, dan hidung
dan terjadi Madarosis
 Facies leonina
TANDA KARDINAL KUSTA
 Kelainan kulit : bercak hipopigmentasi/eritematosa,
bisa mendatar (makula), bisa meninggi (plak), nodul,
atau infiltrat
 Penebalan saraf tepi
 Anastesi/kelainan kulit yang mati rasa
 Adanya BTA pada slit skin smear

Penegakan diagnosis  2 dari 3 tanda kardinal


yang pertama ATAU hanya yang ke-4 saja
Gambaran klinis lain
 Mata: iritis, iridosiklitis, gangguan visus sampai buta
 Hidung: epistaksis, hidung pelana
 Tulang dan sendi: absorbsi, mutilasi, artritis
 Lidah: ulkus, nodus
 Larings: suara parau
 Testis: ginekomastia, epididimitis akut, orkitis, atrofi
 Kelenjar limfe: Limfadenitis
 Rambut: alopesia, madarosis
 Ginjal: glomerulonefritis, amiloidosis ginjal, pielonefritis,
nefritis interstitial
Diagnosis Banding
 Dermatofitosis
Gatal, lesi berbatas tegas, polimorfi, eczema
marginatum
 Tinea vesikolor
Makula hipopigmentasi
 Pitiriasis rosea
Herald patch (medallion), distribusi pohon cemara
Pemeriksaan Pasien
 Anamnesis: keluhan pasien, riwayat kontak dengan
penderita, latar belakang keluarga
 Inspeksi: perhatikan semua kelainan kulit di seluruh
tubuh (makula, nodul, jaringan parut, kulit keriput,
penebalan kulit, kehilangan rambut)
 Palpasi:

Kelainan kulit: nodus, infiltrat, jaringan parut, ulkus,


khususnya pada tangan dan kaki
Kelainan saraf: N. Aurikularis magnus, N. Ulnaris, N.
peroneus (kiri/kanan, membesar/tidak,
regular/iregular, keras/kenyal, nyeri tekan/tidak)
 Tes fungsi saraf:
Pemeriksaan sensibilitas pada lesi kulit
Pemeriksaan motoris/Voluntary Muscle Test/VMT
(n. auricularis magnus, n. ulnaris, n. radialis, n.
medianus, n. peroneus, dan n. tibialis posterior)
 Pemeriksaan fungsi saraf otonom (tes
Gunawan)
 Kerokan kulit  BTA Indeks bakteri (IB)

 Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan bakterioskopik
- Melakukan kerokan kulit dari bagian tubuh yang padat
basil ( kulit cuping telinga dan lesi kulit yang paling
aktif) dan dilakukan pewarnaan thd BTA antara lain
dgn ZIEHL NEELSEN

2. Pemeriksaan histopatologik
- Diperlukan pada kusta indeterminat
- Sediaan diambil dari biopsi lesi kulit yg segar dan dpt
dilakukan pemeriksaan antigen PGL-1, antigen LAM,
sel-sel limfosit, sel makrofag, dan pemeriksaan sitokin
spt IL-1, IL-2, INF-Gamma, dan TNF
3. Pemeriksaan serologis
- didasarkan atas terbentuknya Antibodi pada tubuh
sesorang yg terinfeksi M. Leprae
- Terbatas pada kusta tipe lepromatosa
- Jenis yg banyak dipakai: Uji MLPA, uji ELISA, ML
Dipstick, pemeriksaan PCR
Terapi

 Regimen pengobatan MDT (Multi Drug Therapy) sesuai rekomendasi WHO


(1998):
 PB 1 Lesi
Rifampisin Ofloksasin Minosiklin

Dewasa 600 mg Single 400 mg Single 100 mg Single


(50-70 kg) Dose Dose Dose
Anak (10-14 300 mg Single 200 mg Single 50 mg Single
tahun) Dose Dose Dose
Anak (<10 300 mg Single 25 mg Single
tahun) Dose Dose
ROM tidak direkomendasikan bagi ibu hamil dan anak-anak < 5
tahun
 Regimen pengobatan MDT (Multi Drug Therapy) sesuai rekomendasi WHO
(1998):
 PB 2-5 Lesi : Diselesaikan dalam 6-9 bulan
5-9 tahun 10-14 tahun >15 tahun Ket.

Minum depan
Rifampisin 300 mg/bulan 450 mg/bulan 600 mg/bulan
petugas

Minum depan
25 mg/hari 50 mg/hari 100 mg/hari petugas
DDS
Minum di
25 mg/hari 50 mg/hari 100 mg/hari rumah
 Regimen pengobatan MDT (Multi Drug Therapy) sesuai rekomendasi WHO
(1998):
 MB lesi lebih dari 5 : Diselesaikan dalam 12-18 bulan

5-9 tahun 10-14 tahun >15 tahun Ket.


Rifampisin Minum depan
300 mg/bulan 450 mg/bulan 600 mg/bulan
petugas
Minum depan
25 mg/hari 50 mg/hari 100 mg/hari petugas
DDS
Minum di rumah
25 mg/hari 50 mg/hari 100 mg/hari

100 mg/ bulan 150 mg/bulan 300 mg/bulan Minum depan


Clofazimin petugas
50 mg 2x/minggu 50 mg/ 2 hari 50 mg/hari
Minum di rumah
Reaksi Kusta
 Merupakan episode akut pada perjalanan kronis
penyakit kusta
 Jenis reaksi:
1. Reaksi Kusta Tipe I ( Reaksi reversal, reaksi
upgrading, reaksi borderline)
- reaksi hipersensitivitas tipe lambat
- pasien tipe borderline karena meningkatnya
kekebalan sistem selular secara cepat
- pergeseran tipe kusta ke arah PB
- Gejala klinis: perubahan lesi kulit, neuritis,
dan/atau gangguan keadaan umum
2. Reaksi tipe II (reaksi eritema nodosum leprosum)
- Pada pasien tipe MB
- Reaksi humoral dimana banyak basil kusta
mati & hancur menjadi antigen
- Reaksi kompleks imun mengendap dikulit
berbentuk nodul (eritema nodosum leprosum),
mata (iridosiklitis), sendi (artritis), dan saraf
(neuritis)
- Tidak ada perubahan tipe.
Penatalaksanaan Reaksi Kusta
 Prinsip pengobatan:
 Obat antireaksi:
- Aspirin: 600-1200 mg diberi tiap 4 jam, 4-6x/hari
- Klorokuin 3 x 150 mg/hari
- Prednison 30-80 mg/hari dosis tunggal pagi hari
sesudah makan atau dosis terbagi
(Pada reaksi berat prednison dosis tunggal/ terbagi)
 Istirahat/imobilisasi
 Analgetik/sedatif
- Aspirin: 600-1200 mg tiap 4 jam, 4-6x/hari
- Parasetamol 300-1000 mg, 4-6x/hari (dws)
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai