Anda di halaman 1dari 75

CASE REPPORT SESSION:

DIABETES MELLITUS
DINA SOFIANA
M. SYARIEF HIDAYATULLAH
Keterangan Umum
• Nama : Tn. S
• Tanggal lahir : 12 Oktober 1967/ 49 tahun
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Alamat : Kp Cikutra RT 9/RW 2, Neglasari, Cibeunying
Kaler, Bandung
• Agama : Islam
• Suku bangsa : Jawa
• Pendidikan: SMP
• Pekerjaan : Penjual nasi goreng
• Status marital : Menikah
• Jumlah anak/saudara serumah: 2 anak
• Tanggal periksa : 28/08/2017
• Status pembayaran : BPJS kelas 3
Anamnesis
• Keluhan utama
BAB hitam
DD:
1. Sirosis hepatis + varises esofagus
2. Ulkus Gaster
3. Gastritis Erosiva
Anamnesis
• Anamnesis khusus
Penderita mengeluhkan BAB berwarna hitam sejak 1 hari SMRS. Keluhan
BAB hitam muncul 4 kali, berwarna hitam, tampak lengket seperti aspal.
Keluhan disertai penderita merasa lemas. Keluhan tidak disertai muntah darah,
panas badan, nyeri perut kanan bagian atas, atau mata kuning. Keluhan nyeri
ulu hati tidak ada. Penderita tidak meminum obat-obatan apapun sebelum
terjadi BAB hitam. Penderita pertama kali mengalami BAB hitam pada tahun
2015 dan telah dirawat sebanyak 10 kali setiap 3 bulan. Penderita pernah
mengalami muntah darah sekitar 3 bulan yang lalu saat dirawat di RS Santo
Yusuf.
Penderita mengatakan tidak pernah sakit kuning, keluhan pernah nyeri
perut kanan atas disertai panas badan dan mata menjadi kuning tidak ada.
Riwayat penggunaan jarum suntik bergantian atau berganti-ganti pasangan
tidak ada. Penderita pernah minum alkohol saat masih muda, tetapi hanya
pada saat berkumpul dengan teman-temannya, hanya beberapa kali dalam satu
tahun.
Anamnesis
• Anamnesis khusus
Penderita telah didiagnosis memiliki penyakit gula sejak 9 tahun
yang lalu, dengan gula darah 250. Gula darah tertinggi penderita
sebesar 600. Saat ini penderita mengeluhkan sering kencing di
malam hari lebih dari lima kali. Keluhan sering haus atau sering
makan tidak ada. Keluhan gangguan ereksi ada sejak 2 tahun yang
lalu. Penderita mengatakan mengalami penurunan berat badan
yang drastis sejak 10 tahun yang lalu. Penderita sering makan
makanan-makanan manis dan makan di malam hari setelah selesai
bekerja. Riwayat merokok tidak ada. Penderita pernah mendapat
obat metformin, tetapi jarang diminum karena penderita sering
puasa. Pada tahun 2016, obat diganti dengan suntik insulin.
Penderita rutin kontrol ke poli endokrin RSHS setiap satu bulan
sekali untuk mengambil obat.
Anamnesis
• Anamnesis khusus (lanjutan)
Penderita mengeluhkan mata buram sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan gatal-
gatal tanpa sebab yang jelas di tangan dan kaki sering ada. Keluhan baal-baal
atau kesemutan di tangan dan kaki tidak ada. Keluhan adanya darah di air
kencing ada sejak hari ini, keluhan kencing berbusa tidak ada. Riwayat sakit
jantung tidak ada. Riwayat stroke sebelumnya tidak ada. Riwayat keluhan
serupa pada keluarga ada, ibu penderita juga memiliki penyakit gula.
Selama dirawat, penderita sudah diberikan transfusi darah sebanyak 4
labu. Penderita merasa kondisinya sudah lebih baik, keluhan BAB hitam
sudah tidak ada.

DD:
1. Sirosis hepatis ec infeksi HBV + varises esofagus + DM tipe 2
2. Sirosis hepatis ec alcoholic liver disease + varises esofagus + DM tipe
2
Pemeriksaan fisik
Kesan Umum
Kesadaran : Compos mentis
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 55 kg
Gizi : cukup
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 85 x/mnt (reguler, equal, isi cukup)
Pernafasan : 24 x/mnt, ekspirasi memanjang
Suhu : 37°C
1. Kepala
-Rambut : distribusi merata, tidak mudah dicabut
-Tengkorak : simetris, deformitas (-), benjolan (-), nyeri (-)
-Wajah : simetris, gerakan involunter (-), edema (-), massa (-), puffy face (-)
-Mata : edema palpebra (-)
- Konjungtiva : anemis
- Sklera : tidak ikterik
- Kornea : jernih
- Pupil : bulat isokor, .reflek cahaaya direct+/+, indirect+/+.
- Gerak bola mata baik ke segala arah
-Telinga : simetris, deformitas (-), lesi (-), sekret (-)
-Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), simetris, deformitas (-), Polip (-), mukosa
hiperemis (-), epistaxis (-), fetor hepatikum ada
-Mulut dan farings
Bibir : tidak kering, sianosis perioral tidak ada
Gigi dan gusi : caries dentis (+), gusi berdarah (-), hipertrofi gusi (-)
Atap mulut : intak, warna merah, agak pucat
Lidah : berwarna putih di bagian tengah, frenulum linguae tidak
ikterik dan anemis
Farings : tidak hiperemis
Tonsil & uvula : T1 – T1 tenang, ditengah
Palatum mole : intak
2. Leher.
a. Inspeksi
- KGB : Tidak tampak membesar
- Tiroid : Tidak tampak membesar
- Retraksi suprasternal : (-)
- JVP : JVP 5+2 cmH2O
- Spider navy tidak ada

b. Palpasi
- KGB : Tidak teraba membesar
- Tiroid : Tidak teraba membesar
- Trakea : Deviasi ke kanan
- Kaku kuduk : Tidak ada
- Lain-lain : Tidak ada

3. Ketiak : Pembesaran KGB tidak ada


4. Thorax
a. Inspeksi :
- Bentuk normal;
- pergerakan simetris;
- retraksi suprasternal, intercostal, dan epigastrium tidak ada
- Kulit: spider navy tidak ada, tidak ada lesi
- Ginekomastia tidak ada
- Ictus cordis tidak tampak

b. Palpasi :
- Vocal fremitus : kanan=kiri
- Ictus cordis : teraba di ICS V LMCS, tidak kuat
angkat

c. Perkusi :
- paru-paru : sonor kanan = kiri
5. Abdomen:
Inspeksi :
- Cembung, lembut
- Massa (+) di RUQ berbentuk bulat
- Caput medusa tidak ada
Palpasi :
- Hepar tidak teraba
- Lien teraba schuffnerr II
- Massa (+) di RUQ berbentuk bulat d=2 cm, berbatas tegas, konsistensi
kenyal, dapat digerakkan, nyeri tekan tidak ada
- Nyeri tekan abdomen tidak ada
Perkusi :
- Ruang traube isi
- Pekak samping tidak ada, puddle sign tidak diperiksa
Auskultasi :
- Bising usus (+) normal
6. Ekstremitas :
• Akral hangat, sianosis (-), capillary refill time <2“
• Terdapat massa di lengan atas kanan berbentuk lonjong ukuran 6x2 cm,
berbatas tegas, konsistensi kenyal, dapat digerakkan, nyeri tekan tidak ada
• Terdapat massa di tungkai atas kiri, berbentuk bulat ukuran d= 4 cm,
berbatas tegas, konsistensi kenyal, dapat digerakkan, nyeri tekan tidak ada
• Pitting edema (-)
• Pulsasi arteri dorsalis pedis +/+
• Spider navy tidak ada
• Palmar erythema tidak ada
• Liver nail tidak ada
• Petekia dan ekimosis tidak ada
• Pemeriksaan sensoris tidak dilakukan
• Pemeriksaan refleks fisiologis tidak dilakukan
DD:
1. Sirosis hepatis ec infeksi HBV + varises esofagus + DM tipe 2
2. Sirosis hepatis ec alcoholic liver disease + varises esofagus + DM
tipe 2
Usulan Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium
- Lab darah lengkap (Hb, Ht, L, Tr, PT, aPTt, INR)
- GDS, GDP, GD2PP
- SGOT, SGPT, GGT, albumin, bilirubin total, bilirubin direk
- Ureum , Kreatinin
- Urinalisis
- Anti-HBs, IgG anti-HBc, anti-HBe
• Rontgen thoraks
• Endoskopi
• USG hepar
Hasil Pemeriksaan Penunjang
• Lab (24/8/17)
Hb: 5,2
L: 2660
Tr: 60.000
GDS: 190
Ur/Kr: 38/0,63
Na/K: 139/35,5

• Lab (27/8/17)
GDS siang: 178
GDS malam: 137
GD2PP malam: 198

• Lab (29/8/17)
Hb/Ht/L/Tr: 8,3/27,6/2970/52.000
Hasil Pemeriksaan Penunjang
• Rontgen thoraks (24/8/17):
Tidak tampak TBC paru aktif
Tidak tampak kardiomegali

• Endoskopi (1/3/17):
Varises esofagus grade 4
Varises fundus
Gastropati hipertensi portal, mild

• Endoskopi (29/8/17):
Varises esofagus grade IV
Varises fundus
Gastropati hipertensi portal moderate
Diagnosis Kerja
Sirosis hepatis ec infeksi HBV + varises esofagus +
DM tipe 2
Tata Laksana
Tatalaksana Umum
• Bedrest head up 30o
• IVFD NaCl 0,9% 1000 cc/ 24 jam
• Diet tinggi protein 1800 kkal/24 jam

Tatalaksana Khusus
• Lamivudin 1x100mg PO
• Insulin rapid 3x10 unit SC
• Insulin basal 1x12 unit SC
• Transfusi PRC target Hb >8
• Ligasi varises esofagus (29/8/17)
Prognosis
Quo ad vitam : Ad bonam (suspek child pugh B)
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad sanantionam : Dubia ad malam
CLINICAL SCIENCE DIABETES
MELLITUS
DEFINISI
 DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
 Penyebab utama penyakit ginjal stadium akhir (ESRD),
amputasi ekstremitas nontraumatik bawah, dan
ketidakmampuan orang dewasa (US).
 Predisposisi penyakit kardiovaskular.
EPIDEMIOLOGI

o 10 countries with the highest prevalence (Tuvalu, Federated States of Micronesia,


Marshall Islands, Kiribati, Vanuatu, Cook Islands, Saudi Arabia, Nauru, Kuwait, and
Qatar
o The countries with the greatest number of individuals with diabetes in 2013
are China (98.4 million), India (65.1 million), United States (24.4 million),
Brazil (11.9 million), and the Russian Federation (10.9 million).

Worldwide prevalence of diabetes mellitus (2013) from


Harrison's Principles of Internal Medicine (19th Ed)
PERKENI 2015
• WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3
juta pada tahun 2030.
• Sedangkan International Diabetes Federation (IDF)
memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM
di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1
juta pada tahun 2035.
Spectrum of Glucose Homeostasis and DM
Klasifikasi Etiologis DM

Source: American Diabetes Association: Diabetes Care


(2014)
FAKTOR RISIKO
The Ominous Octet,
delapan organ yang berperan dalam patogenesis hiperglikemia pada DM tipe 2

PERKENI: KONSENSUS Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia 2015


Kelainan Komorbid
• Dislipidemia
• Hipertensi
• Obesitas
• Gangguan Koaglukosasi
DIAGNOSIS
• Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa
darah secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena.
• Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer.
• Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
• Kecurigaan adanya DM apabila terdapat keluhan:
• Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Kriteria Diagnosis DM
Cara Pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):
Prediabetes
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau
kriteria DM digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang
meliputi:
• Glukosa darah puasa terganggu (GDPT):
Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl
dan pemeriksaanTTGO glukosa plasma 2-jam <140 mg/dl
• Toleransi glukosa terganggu (TGT):
Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 -jam setelah TTGO antara
140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl
• Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
• Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.
Skrining Diabetes
Dilakukan pada:
1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT]
≥23 kg/m2) yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko.

2. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas.


TATALAKSANA
TUJUAN TATA LAKSANA
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM,
memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi
akut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat
progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan
mortalitas DM.

• Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan


pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan,
dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
komprehensif.
TATA LAKSANA UMUM
• Evaluasi Medis
1. Riwayat Penyakit
2. Pemeriksaan Fisik
3. Evaluasi Labortorium  GDP, GD 2 jam
setelah TTGO, HbA1c
4. Penapisan Komplikasi  profil lipid, tes fungsi
hati, tes fungsi ginjal, tes urin rutin, tes urin
rutin, EKG, Ro thoraks, pemeriksaan kaki
TATA LAKSANA KHUSUS
Edukasi
• Tujuan: promosi hidup sehat sebagai bagian dari upaya pencegahan
• Materi edukasi di pelayanan kesehatan primer:
• Materi tentang perjalanan penyakit DM:
o Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan.
o Penyulit DM dan risikonya.
o Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target
pengobatan.
o Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat
antihiperglikemia oral atau insulin serta obat-obatan lain.
o Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa
darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah
mandiri tidak tersedia).
o Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.
o Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
o Pentingnya perawatan kaki.
o Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
Terapi Nutrisi Medis
• Prinsip: makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-
masing individu.
• Penekanan: pentingnya keteraturan jadwal
makan, jenis dan jumlah kandungan kalori,
terutama pada mereka yang menggunakan obat
yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi
insulin itu sendiri.
Komposisi Makanan yang dianjurkan
• Karbohidrat : 45-65% total asupan energi. Terutama
karbohidrat yang berserat tinggi. Dianjurkan makan tiga kali
sehari dan bila perlu dapat diberikan makanan selingan seperti
buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori
sehari.
• Lemak : sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Bahan makanan
yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh
dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu fullcream.
• Protein : 10 – 20% total asupan energi. Sumber protein yang baik
adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit,
produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe.
• Natrium : <2300 mg perhari. Sumber natrium antara lain
adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti
natrium benzoat dan natrium nitrit.
• Serat : 20-35 gram/hari yang berasal dari berbagai sumber
bahan makanan (kacangkacangan, buah dan sayuran serta
sumber karbohidrat yang tinggi serat).
• Pemanis alternatif : aman digunakan sepanjang tidak
melebihi batas aman (Accepted Daily Intake/ADI),
dikelompokkan menjadi:
• pemanis berkalori  perlu diperhitungkan kandungan
kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori, seperti
glukosa alkohol dan fruktosa. Glukosa alkohol antara lain
isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang DM
karena dapat meningkatkan kadar LDL, namun fruktosa
alami dibolehkan.
• Pemanis tak berkalori  aspartam, sakarin, acesulfame
potassium, sukralose, neotame
Kebutuhan Kalori
BERAT BADAN
• Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang
dimodifikasi:
o Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
o Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah
150 cm, rumus dimodifikasi menjadi:
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
• BB Normal: BB ideal ― 10 %
• Kurus: kurang dari BBI - 10 %
• Gemuk: lebih dari BBI + 10 %
• Penyandang DM yang gemuk, kebutuhan kalori dikurangi sekitar 20-
30% tergantung kepada tingkat kegemukan.
• Penyandang DM kurus, kebutuhan kalori ditambah sekitar 20-30%
sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
• Jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kal
perhari untuk wanita dan 1200-1600 kal perhari untuk
pria.
• Secara umum, makanan siap saji dengan jumlah kalori
yang terhitung dan komposisi tersebut di atas, dibagi dalam
3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan
sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di
antaranya.
JENIS KELAMIN
• Kebutuhan kalori basal perhari untukperempuan sebesar
25 kal/kgBB sedangkan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB.
UMUR
• Pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5%
untuk setiap dekade antara 40 dan 59 tahun.
• Pasien usia diantara 60 dan 69 tahun, dikurangi 10%.
• Pasien usia diatas usia 70 tahun, dikurangi 20%.
AKTIVITAS FISIK atau PEKERJAAN
• Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal
diberikan pada keadaan istirahat.
• Penambahan sejumlah 20% pada pasien dengan
aktivitas ringan: pegawai kantor, guru, ibu rumah
tangga.
• Penambahan sejumlah 30% pada aktivitas sedang:
pegawai industri ringan, mahasiswa, militer yang sedang
tidak perang.
• Penambahan sejumlah 40% pada aktivitas berat: petani,
buruh, atlet, militer dalam keadaan latihan.
• Penambahan sejumlah 50% pada aktivitas sangat berat:
tukang becak, tukang gali.
STRES METABOLIK
• Penambahan 10-30% tergantung dari beratnya stress
metabolik (sepsis, operasi, trauma).
JASMANI
• Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara
secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit,
dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2
hari berturut-turut.
• Kegiatan sehari-hari atau aktivitas seharihari bukan termasuk dalam
latihan jasmani meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari.
• Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat
aerobik dengan intensitas sedang (50- 70% denyut jantung maksimal)
seperti: jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
• Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara mengurangi angka 220
dengan usia pasien.
• Pada penderita DM tanpa kontraindikasi (contoh: osteoartritis,
hipertensi yang tidak terkontrol, retinopati, nefropati) dianjurkan juga
melakukan resistance training (latihan beban) 2-3 kali/perminggu
sesuai dengan petunjuk dokter.
TERAPI
FARMAKOLOGIS

Diberikan
bersama dengan
pengaturan makan
dan latihan
jasmani (gaya
hidup sehat).
Obat Antihiperglikemia Oral
• Metformin
• Sulfonylureas (SUs) and
glinides
• α-glucosidase inhibitors
(AGIs)
• Glucagon-like peptide-1
(GLP-1) agonists
• Thiazolidinediones
(TZDs)
• Dipeptidyl peptidase-4
inhibitors (DPP-4
inhibitors)
Slide
50
Metformin
Mode of Action

The primary effects of metformin are to decrease hepatic glucose


production and increase insulin-mediated peripheral glucose
uptake

Muscle Liver Intestine Adipose tissue


 Glucose uptake  Gluconeogenesis  Anaerobic glucose  Glucose uptake
metabolism  Glucose oxidation
 Glucose oxidation  Glycogenolysis

 Glycogenesis  Oxidation of FA

 Oxidation of FA

FA: Fatty Acids

Krentz AJ, Bailey CJ. Drugs 2005;65:385–411.


Slide
51
Metformin
Clinical Overview and Contraindications

Metformin

Safety, Tolerability
Efficacy* Contraindications Advantages
and Adherence

• HbA1c reduction of • Associated with • Renal insufficiency • Do not cause


1-2% diarrhea and • Liver failure hypoglycaemia
• FPG reduction of abdominal • Heart failure when used as
40-70 mg/dl discomfort • Severe mono-therapy
• Lactic acidosis if gastrointestinal • Do not cause
improperly disease weight gain; may
prescribed contribute to
weight loss

* Efficacy depends on existing blood glucose levels

Krentz AJ, Bailey CJ. Drugs 2005;65:385–411.


Slide
52
Metformin
Titration
MET-IR MET-XR
Starting dose Starting dose
850 mg daily or 500 mg daily or bid with 500 mg or 1000 mg once daily
breakfast and or dinner with evening meal

Titration
After 5 to 7 days, advance dose to 850 mg Titration
bid or 1000 mg bid if GI side effects have not
Increase dose in 500 mg increments per week
occurred
based on FPG and GI tolerability
If GI side effects occur, decrease to previous
dose and try to advance dose at a later time

Maximum dose Maximum dose


850 mg bid or 1000 mg bid 2000 mg qd with evening meal

Bid: twice daily; FPG: fasting plasma glucose; GI: gastrointestinal; MET-IR: immediate release metformin; MET-XR: extended release
metformin; qd: once daily.

1. Nathan DM, et. al. Diabetes Care, 2009;32:193–203. 2. Jabbour S, Ziring B. Postgraduate Medicine, 2011;123:15–23.
Slide
54
SUs and Glinides
Clinical Overview

Sulphonylurea Glinides

Safety, Tolerability Safety, Tolerability


Efficacy* Efficacy*
and Adherence and Adherence

• HbA1c reduction of • Associated with • HbA1c reduction of • Associated with


1-2% hypoglycaemia and 0.5-1.5% hypoglycaemia and
• FPG reduction of weight gain • FPG reduction of weight gain
40-70 mg/dl 20-60 mg/dl • Frequent
• PPG reduction of administration
75-100 mg/dl (with every meal)
is required.

* Efficacy depends on existing blood glucose levels

Krentz AJ, Bailey CJ. Drugs 2005;65:385–411. Nathan DM, et al. Diabetologia. 2009;52:17–30. Rosenstock J, et al. Diabetes Care.
2004;27:1265–70.
Slide
55
Alpha glucosidase inhibitors
Mode of Action

• Slow digestion of sucrose and starch and therefore delay


absorption
• Slow post-meal rise in blood glucose
• Side effects
• Flatulence, abdominal discomfort , diarrhoea
• As mono-therapy will not cause hypoglycaemia
• Hypoglycaemia when used with other medicine (e.g. a
sulphonylurea)

1. Gallwitz B, Haring H-U. Diabetes Obes Metab 2010;12:1–11. 2. Schuit FC, et al. Diabetes 2001;50:1–11. 3. Krentz AJ, Bailey CJ. Drugs
2005;65:385–411.
Slide
56
Alpha glucosidase inhibitors
Clinical Overview

Alpha glucosidase inhibitors


Safety, Tolerability and
Efficacy*
Adherence
• HbA1c reduction of 0.5-1% • Associated with flatulence,
• FPG reduction of 10-20 diarrhea and abdominal
mg/dl discomfort
• PPG reduction of 40-50 • As mono-therapy will not
mg/dl cause hypoglycaemia
• Frequent administration
(with every meal) is
required.

* Efficacy depends on existing blood glucose levels

Krentz AJ, Bailey CJ. Drugs 2005;65:385–411. Nathan DM, et al. Diabetologia. 2009;52:17–30. Rosenstock J, et al. Diabetes Care.
2004;27:1265–70.
Slide
57
Thiazolidinediones (TZDs)
Mode of Action

Thiazolidinediones (TZDs) increase the sensitivity of muscle and


adipose cells to insulin and suppressing hepatic glucose production

Adipose tissue Muscle Liver

 Glucose uptake  Glucose uptake  Gluconeogenesis


 Fatty acid uptake  Glycolysis  Glycogenolysis
 Lipogenesis  Glucose oxidation  Lipogenesis
 Pre-adipocyte  Glycogenesis*  Glucose uptake*
differentiation
*Inconsistent findings

TZD: Thiazolidinediones

Krentz AJ, Bailey CJ. Drugs 2005;65:385–411.


Slide
58
Thiazolidinediones
Clinical Overview

Thiazolidinediones

Safety, Tolerability
Efficacy* Contraindications Advantages
and Adherence

• HbA1c reduction of • Associated with • Liver disease, heart • Reduced levels of


0.5-1.5% weight gain and failure or history of LDL-cholesterol
• FPG reduction of edema heart disease and increased level
20-55 mg/dl • Contraindicated in • Pregnancy and of HDL-cholesterol
patients with breast feeding
abnormal liver
function
• Warnings
regarding risk of
fractures
• May exacerbate or
precipitate
congestive heart
failure

* Efficacy depends on existing blood glucose levels

Krentz AJ, Bailey CJ. Drugs 2005;65:385–411. Drug Class Review: Thiazolidinediones. Available at:
http://pharmacy.oregonstate.edu/drug_policy/pages/dur_board/reviews/articles/TZD_ClassReview.pdf . Rizzo M, et al. Expert Opin
Pharmacother. 2008;9:2295–303.
Slide
59
DPP-4 inhibitors
Mode of Action

β-cells Increases and prolongs GLP-1


and GIP effects on β-cells
DPP-4
Food intake
inhibitor
Glucose-dependent insulin secretion

Pancreas Net effect:


Stomach DPP-4 blood glucose

GI tract Incretins
(GLP-1, GIP) Increases and prolongs
α-cells
GLP-1 effect on α-cells

Glucose-dependent glucagon secretion

Intestine

* GIP does not inhibit glucagon secretion by α-cells

DPP-4: dipetidyl peptidase-4; GI: gastrointestinal; GIP:glucose-dependent insulinotropic polypeptide; GLP-1: glucagon-like peptide

Drucker DJ et al. Nature 2006;368:1696–705. Idris I, et al. Diabetes Obes Metab 2007;9:153–65. Barnett A. Int J Clin Pract 2006;60:1454–
70. Gallwitz B, et al. Diabetes Obes Metab 2010;12:1–11.
Slide
60
DPP-4 inhibitors
Clinical Overview

DPP-4 inhibitors
Safety, Tolerability and
Efficacy*
Adherence
• HbA1c reduction of 0.5-1% • Generally well tolerated
• FPG reduction of 20 mg/dl • Low risk of hypoglycemia
• PPG reduction of 45-55 • Not associated with weight
mg/dl gain
• Upper respiratory tract
infection5 has been
reported in clinical studies
• Most require only once daily
administration

* Efficacy depends on existing blood glucose levels

Ahrèn B. Expert Opin Emerg Drugs 2008;13:593–607. Gallwitz B, et al. Diabetes Obes Metab 2010;12:1–11. Amori RE, et al. JAMA
2007;298:194–206. Saxagliptin, FDA’s Endocrinologic and Metabolic Drugs Advisory Committee Briefing Document for April 2009
Meeting: NDA 22-350. Available at: http://www.fda.gov/OHRMS/DOCKETS/ac/09/briefing/2009-4422b1-02-Bristol.pdf. (accessed Nov
2010). Aschner P, et al. Diabetes Care 2006;29:2632–7.
Obat Antihiperglikemia Suntik
• insulin,
• agonis GLP-1 dan
• kombinasi insulin dan agonis GLP-1.
Insulin
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni :
• Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
• Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
• Insulin kerja menengah (Intermediateacting insulin)
• Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
• Insulin kerja ultra panjang (Ultra longacting insulin)
• Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja
cepat dengan menengah (Premixed insulin)
Efek samping terapi insulin:
• Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia
• Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bagian
komplikasi akut DM
• Efek samping yang lain berupa reaksi alergi terhadap insulin
Dasar pemikiran terapi insulin:
• Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi
prandial. Terapi insulin diupayakan mampu menyerupai
pola sekresi insulin yang fisiologis
• Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal,
insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal
menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa,
sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan
hiperglikemia setelah makan.
• Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan
koreksi terhadap defisiensi yang terjadi.
• Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa
darah basal adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau
panjang). Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien
rawat jalan dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit
setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.
• Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai,
sedangkan HbA1c belum mencapai target, maka dilakukan
pengendalian glukosa darah prandial (mealrelated). Insulin
yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah
prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) yang
disuntikan 5-10 menit sebelum makan atau insulin kerja
pendek (short acting) yang disuntikkan 30 menit sebelum
makan.
• Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan obat
antihiperglikemia oral untuk menurunkan glukosa darah
prandial seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerja
pendek (golongan glinid), atau penghambat penyerapan
karbohidrat dari lumen usus (acarbose), atau metformin
(golongan biguanid).
• Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan
kebutuhan pasien dan respons individu, yang dinilai dari hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah harian.
Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
• Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel-beta sehingga terjadi peningkatan
pelepasan insulin, mempunyai efek menurunkan berat badan, menghambat
pelepasan glukagon, dan menghambat nafsu makan.
• Efek penurunan berat badan agonis GLP-1 juga digunakan untuk indikasi
menurunkan berat badan pada pasien DM dengan obesitas.
• Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah
dan muntah.
• Obat yang termasuk golongan ini adalah: Liraglutide, Exenatide,
Albiglutide, dan Lixisenatide.
• Salah satu obat golongan agonis GLP-1 (Liraglutide) telah beredar di
Indonesia sejak April 2015, tiap pen berisi 18 mg dalam 3 ml.
• Dosis awal 0.6 mg perhari yang dapat dinaikkan ke 1.2 mg setelah satu
minggu untuk mendapatkan efek glikemik yang diharapkan. Dosis bisa
dinaikkan sampai
• dengan 1.8 mg. Dosis harian lebih dari 1.8 mg tidak direkomendasikan.
• Masa kerja Liraglutide selama 24 jam dan diberikan sekali sehari secara
subkutan.
Slide
66
GLP 1 Agonist
Mode of Action

Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) agonist activates the GLP receptor


in the pancreas. This increases insulin release from the pancreatic
β-cells, while inhibiting glucagon release by the pancreatic α-cells

• Glucose-dependent insulin biosynthesis


β-cells and secretion
• β-cell proliferation

Pancreas
Net effect:
GLP-1 agonist blood glucose

• Glucagon secretion
α- • β-cell apoptosis
cell

GLP-1: glucagon-like peptide

1. Doyle ME, Egan JM. Pharmacol Ther 2007;113(3):546–93.


Slide
67
GLP 1 Agonist
Clinical Overview

GLP-1 Agonist
Safety, Tolerability and
Efficacy*
Adherence
• HbA1c reduction of 1-2% • Associated with moderate
• FPG reduction of 6-12 mg/dl and transient nausea,
• PPG reduction of 6-18 mg/dl vomiting and diarrhoea
• Low risk of hypoglycemia
and no evidence of
increased CV risk
• Associated with weight
reduction
• Associated with reduction in
BP

* Efficacy depends on existing blood glucose levels

Garber AJ. Diabetes Care 2011;34 (Suppl 2):S279–84. Moretto TJ, et al. Clin Ther 2008;30:1448–60. Drucker DJ. Cell Metab 2006;3:153–
65. Amori RE, et al. JAMA 2007;298:194–206.
• Daftar obat dalam algoritme bukan menunjukkan urutan pilihan. Pilihan obat tetap harus
mempertimbangkan tentang keamanan, efektifitas, penerimaan pasien, ketersediaan dan harga.

• Untuk penderita DM Tipe -2 dengan HbA1C <7.5% maka pengobatan non farmakologis dengan
modifikasi gaya hidup sehat dengan evaluasi HbA1C 3 bulan, bila HbA1C tidak mencapa target <
7% maka dilanjutkan dengan monoterapi oral.

• Untuk penderita DM Tipe-2 dengan HbA1C 7.5%-<9.0% diberikan modifikasi gaya hidup sehat
ditambah monoterapi oral. Dalam memilih obat perlu dipertimbangkan keamanan
(hipoglikemi, pengaruh terhadap jantung), efektivitas, ketersediaan, toleransi pasien dan harga.
KOMBINASI OBAT
• Bila obat monoterapi tidak bisa mencapai target
HbA1C<7% dalam waktu 3 bulan maka terapi ditingkatkan
menjadi kombinasi 2 macam obat, yang terdiri dari obat
yang diberikan pada lini pertama ditambah dengan obat
lain yang mempunyai mekanisme kerja yang berbeda.
• Bila HbA1C sejak awal ≥ 9% maka bisa langsung diberikan
kombinasi 2 macam obat seperti tersebut diatas.
• Bila dengan kombinasi 2 macam obat tidak mencapai
target kendali, maka diberikan kombinasi 3 macam obat
dengan pilihan sebagai berikut:
Individualisasi Terapi
• Manajemen DM harus bersifat perorangan.
• Pelayanan yang diberikan berbasis pada perorangan dimana kebutuhan
obat, kemampuan dan keinginan pasien menjadi komponen penting dan
utama dalam menentukan pilihan dalam upaya mencapai target terapi.
• Pertimbangan tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain :
• usia penderita dan harapan hidupnya,
• lama menderita DM,
• riwayat hipoglikemia,
• penyakit penyerta,
• adanya komplikasi kardiovaskular, serta
• komponen penunjang lain (ketersediaan obat dan kemampuan daya
beli).
• Untuk pasien usia lanjut, targetterapi HbA1c antara 7,5-8,5%
Monitoring
• Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
• Pemeriksaan HbA1C
• Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)
• PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan suntik insulin
beberapa kali perhari atau pada pengguna obat pemacu sekresi
insulin.
• Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada tujuan
pemeriksaan yang pada umumnya terkait dengan terapi yang
diberikan.
• Waktu yang dianjurkan adalah pada saat sebelum makan, 2 jam
setelah makan (untuk menilai ekskursi glukosa), menjelang waktu
tidur (untuk menilai risiko hipoglikemia), dan di antara siklus tidur
(untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa
gejala), atau ketika mengalami gejala seperti hypoglycemic spells.
Komplikasi
• Makroangioati
Penyakit jantung koroner
Penyakit arteri perifer
Penyakit serebrovaskular
Kaki Diabetes
• Mikroangiopati
Retinopati diabetik
Nefropati diabetik
Disfungsi ereksi
• Neuropati
Neuropati perifer
Neuropati otonom – Charcot arthropathy
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai