Anda di halaman 1dari 58

BED SITE

TEACHING
DHAIFINA FAJRI AMASYITHA
12100115072
P R E S E P T O R : D R . M . F I T R I A N D I , S P. P D
S M F I L M U P E N YA K I T D A L A M R S U D A L I H S A N 2 0 1 7
IDENTITAS PASIEN

• Nama : Tn. I
• Usia : 74 tahun
• Alamat : Ciparay
• Pekerjaan : Pengangguran
• Agama : Islam
• Tanggal Masuk : 18 Januari 2016
• Tanggal Pemeriksaan : 21 Januari 2016
ANAMNESIS

• Keluhan Utama : BAB berwarna hitam

Pasien datang ke RSUD Al Ihsan dengan keluhan BAB berwarna hitam sejak kurang lebih 10
hari SMRS. Keluhan dirasakan terus menerus. Awalnya pasien berkata BABnya biasa saja berwarna
coklat tua lama kelamaan menjadi hitam seperti aspal. BAB hanya 1x sehari dan tidak keras. Pasien
mengaku saat BAB tidak nyeri, namun pasien berkata terdapat benjolan pada duburnya saat BAB
terutama bila BAB keras. Benjolan dirasakan sudah sejak lama, namun hilang timbul. Benjolan masuk
sendiri bila BAB sudah selesai.
Keluhan juga disertai dengan lemas badan sejak awal BAB hitam muncul. Pasien berkata
bahwa ulu hatinya sering nyeri. Pasien berkata selama ini pola makannya memang kurang teratur. Nyeri
ulu hatinya hilang timbul, namun nyerinya tidak dipengaruhi oleh makanan. Keluhan juga kadang disertai
dengan mual sehingga nafsu makan pasien semakin menurun.
Pasien juga mengeluhkan terdapat benjolan pada kantung biji kemaluannya yang sebelah kiri.
Benjolan tersebut hilang timbul, namun muncul bila pasien duduk lama. Pasien mengaku benjolan
tidak nyeri.
Keluhan pasien juga disertai dengan sulit buang air kecil terutama sejak 1 minggu yang lalu.
BAK pasien menjadi sedikit-sedikit dan nyeri saat BAK. Keluhan sebetulnya sudah lama dirasakan,
namun awalnya keluhan berupa harus mengejan saat BAK, kemudian air kencing mengalir sedikit-
sedikit dan diakhirnya terlihat menetes.
Pasien menyangkal adanya muntah darah sebelumnya atau muntah-muntah yang sering
sebelumnya. Pasien juga menyangkal terdapat penyakit pada hati, misalnya pernah kuning dan BAB
berwarna pekat sebelumnya. Keluhan demam disangkal pasien. Keluhan perdarahan dari tempat lain
disangkal pasien. Riwayat BAB berdarah merah segar dirasakan pasien sebelumnya namun tidak
sering. Pasien jarang makan makanan berserat sebelumnya. Pasien sering mengkonsumsi obat-obatan
stelan untuk pegal-pegal dan sering mengonsumsi jamu setiap harinya.
Pasien juga sebelumnya merupakan perokok, namun saat ini sudah berhenti. Pasien
sebelumnya sering nafas berbunyi dan sering batuk-batuk namun tidak lama dan tidak berdahak.
Pasien menyangkal mengalami sesak sebelumnya.
Pasien mengaku tidak ada riwayat keluarga yang mengalami keluhan serupa. Pasien
sebelumnya memang memiliki riwayat maag terutama bila terlambat makan. Pasien menyangkal
memiliki keluarga dengan riwayat tumor saluran cerna. Pasien menyangkal memiliki hipertensi
maupun diabetes mellitus.
PEMERIKSAAN FISIK

• Keadaan Umum : tampak sakit sedang


• Kesadaran : composmentis
• Tekanan Darah : 90/60 mmHg
• Nadi : 74x/menit, equal, regular, isi cukup
• Respirasi : 22x/menit, thoracoabdominal
• Suhu : 36,9 C
• Kepala
– Rambut : Lurus, hitam, tidak mudah patah
– Wajah : Simetris
– Kulit : Pucat (-), pigmentasi (-), scar (-), edema (-)
– Mata : Simetris, konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),
pergerakan mata (+/+), pupil bulat, isokor, refleks cahaya (+/+)
– Hidung : Simetris, deviasi septum (-), rhinnorhea (-/-), epistaksis (-/-
), PCH (-/-)
• Telinga : Deformitas (-), serumen -/-
• Mulut : Mukosa bibir tidak kering, cyanosis (-), pucat (-),
perdarahan gusi (-), Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-), gigi geligi :
caries (+), kalkulus (+) ; lidah : TAK.
• Leher : KGB tidak teraba, Thyroid tidak teraba, JVP 5+2
cmH2O, Deviasi trakea (-)
THORAX ANTERIOR
• Thoraks : bentuk Barrel Chest, pectus – Pulmo
carinatum, gerak simetris
• Inspeksi : Simetris
– Cor
• Palpasi : Sela iga melebar,
• Inspeksi : Iktus kordis tidak Chest expansion simetris,Vocal
tampak
Fremitus (+) kanan=kiri
• Palpasi: Iktus kordis tidak teraba
• Perkusi : Sonor kanan=kiri,
• Perkusi : Batas kanan ICS V LSD
batas paru hepar ICS VII LMCD
Batas kiri ICS V LMCS
peranjakan 1 sela iga
Batas atas ICS III LPS
• Auskultasi : S1, S2 murni reguler,
• Auskultasi:VBS kanan=kiri,
murmur (-), gallop (-) rhonki (-/-), wheezing(-/-),Vocal
resonance: kanan=kiri
THORAX POSTERIOR

• Inspeksi : Simetris,
• Palpasi : Vocal Fremitus (+) kanan=kiri
• Perkusi : Sonor kanan=kiri,
• Auskultasi :VBS kanan=kiri, rhonki (-/-), wheezing(-/-),Vocal
resonance kanan = kiri.
ABDOMEN

• Abdomen :
• Inspeksi : Datar, lembut, supel, jaringan parut (-)
• Auskultasi : BU (+) Normal
• Palpasi : NT (+) a/r epigastrium dan RUQ, NL (-),
hepatomegali (-), lien tidak teraba
• Perkusi : Timpani, Pekak Samping (-), Pekak Pindah (-),
Ruang traube kosong, ketuk CVA -/-
EKSTREMITAS

Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah


Edema -/- Edema -/-
Sianosis -/- Sianosis -/-
Akral dingin -/- Akral dingin -/-
Spoon nail (+) CRT < 2seconds
CRT < 2seconds
DIAGNOSIS BANDING

• Melena ec Perdarahan Saluran Cerna Atas ec DD


– Gastritis Hemoragika
– Ruptur Varises Esofagus
– Tukak Gaster
– Tumor Gaster
• Anemia
• Susp. BPH
• Susp. Hernia Inguinalis Dextra
• Hemoroid grade II
• PPOK
USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Hematologi Rutin (Hb, Ht, Leuko, trombo)


• Fungsi Hati (SGOT, SGPT)
• BUN, Creatinin
• Foto Thorax
• Endoskopi
• USG Abdomen bawah dan Prostat
• Spirometri
DIAGNOSIS KERJA

• Melena ec PSCBA ec gastritis hemoragika akut + Anemia + PPOK + Susp. BPH + Susp. Hernia
+ Hemoroid Grade II
PENATALAKSANAAN

Transfusi darah bila Hb<8 gr/dl


Pasang NGT
Diet lambung
 Diet Cair - susu putih
Farmakologis
• PPI
• Omeprazole 80mg iv bolus
• Lanjut drip 400mg/jam (8mg/kg/jam)
• H2 receptor antagonis
• Ranitidin IV 1 x 1 amp
• Sucralfat 4x1 gram
• Konsul dr. bedah mengenai penyakit penyerta
EDUKASI

• Beritahu dan jelaskan mengenai penyakit pasien, etiologi penyakit,


kaitan dengan penyakit lain, komplikasi penyakit, prognosis.
• Jaga pola makan, jangan menunda makan ketika masuk jam makan
• Beritahu pasien untuk stop minum jamu
• Beritahu untuk berkonsultasi dengan dokter bedah mengenai
penyakit penyerta
PROGNOSIS

• Quo Ad Vitam : Ad bonam


• Quo Ad Functionam : dubia ad bonam
• Quo Ad Sanantionam : dubia ad malam
PERDARAHAN AKUT SALURAN CERNA
ATAS

Sumber :
• Esofagus
• Gaster
• Duodenum
PENYEBAB PSCBA
• Esofagus : Ruptur varises, erosi, ulkus atau tumor
• Gaster : erosi, ulkus, tumor, polip, gastropati
• Duodenum : ulkus, erosi, tumor

Ruptur varises Gastritis erosive


Tukak Peptik Kanker lambung
esofagus & hemoragik
KLINIS
Hematemesis: Muntah darah Melena : Buang air besar
berwarna hitam seperti bubuk berwarna hitam seperti ter atau
kopi aspal

Hematoskezia: Buang air besar


berwarna merah marun, biasanya
dijumpai pada pasien-pasien
Hematemesis dan melena
dengan perdarahan masif dimana
transit time dalam usus yang
pendek
DIAGNOSIS
• Anamnesis: riwayat penyakit hati kronis, riwayat dispepsia, riwayat
mengkonsumsi NSAID, obat rematik, alkohol, jamu –jamuan,obat untuk
penyakit jantung,obat stroke, riwayat penyakit ginjal,riwayat penyakit paru dan
adanya perdarahan ditempat lainnya. Riwayat muntah-muntah sebelum
terjadinya hematemesis sangat mendukung kemungkinan adanya sindroma
Mallory Weiss.
• Pemeriksaan Fisik:
– Perdarahan < 8% hemodinamik stabil
– Perdarahan 8%-15% hipotensi ortostatik
– Perdarahan 15-25% renjatan (shock)
– Perdarahan 25%-40% renjatan + penurunan kesadaran
– Perdarahan >40% moribund
• Stigmata Penyakit : Ikterik, spider nevi, asites, splenomegaly, eritema palmaris, edema tungkai
• Massa abdomen
• Nyeri abdomen
• Rangsang peritoneum
• Kelainan paru, jantung
• Stigmata kelainan rematik
• Pasang NGT  lihat aspirat
– Bening/bubuk kopi : perdarahan tidak aktif
– Merah maroon : massive bleeding
– Jernih : 30% ditemukan pada tukak duodenum
ENDOSKOPI
• Dilakukan dalam 12-24 jam setelah hemodinamik stabil
• Bila perdarahan karena ulkus, dipakai kriteria forrest
– Forrest Ia :Tukak dengan perdarahan aktif dari arteri
– Forrest Ib :Tukak dengan perdarahan aktif berupa oozing
– Forrest IIa:Tukak dengan visible vessel
– Forrest IIb :Tukak dengan ada klot diatasnya yang sulit dilepas
– Forrest IIc:Tukak dengan klot diatasnya yang dapat dilepas
– Forrest III :Tukak dengan dasar putih tanpa klot.
• Pasien-pasien dengan Forrest Ia,Ib dan II a mempunyai risiko tinggi untuk
mengalami perdarahan ulang
PENGELOLAAN
• ABC
Umum • Pasang IV line  transfuse bila perlu
• O2 via sungkup
• Kateter urine
• NGT

 Terapi medikamentosa
• PPI
Khusus • Obat vasoaktif ?
(bergantung  Terapi endoskopi
penyebab) • Injeksi (adrenalin-saline, sklerosan,glue,etanol)
• Termal (koagulasi, heatprobe,laser)
• Mekanik (hemoklip,stapler)
 Terapi bedah
GASTRITIS
• peradangan pada mukosa lambung

Akut Kronik
Erosif
(< muskularis Superfisial
mukosa)

Hemoragik
- Iritasi akibat
Atrofik
obat
- Stress gastritis
GASTRITIS AKUT (TANDA DAN
GEJALA)
• Mual
• Muntah
• Perdarahan saluran cerna atas (bila hemoragik)
• Dehidrasi
• Edema lidah
• Disfagia
• Nyeri epigastrium
• Stress gastritis : trauma berat kronik, sepsis, penyakit berat lainnya
• Biasanya dikaitkan dengan iritasi akibat obat, alcohol, bahan korosif lain
GASTRITIS KRONIS

• Sering dikaitkan dengan ulkus peptikum dan karsinoma gaster


• Terjadi infiltrasi sel radang pada lamina propria
ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

• Makan tidak teratur • Trauma


• H. Pylori • Luka bakar
• Merokok • Kemoterapi
• Stress • Refluks empedu
• Penggunaan OAINS • Autoimun gastritis
• Makanan pedas dan asam
• Alkohol
• Kopi
• Zat korosiif
PATOFISIOLOGI
Pelepasan Peningkatan
Obat, alcohol,
histamin dari permeabilitas
zat iritan
sel mast kapiler

Merusak
mukosa Pepsin aktif perdarahan
lambung

Difusi HCL ke Atropi sel 


Gastritis erosif
mukosa gg penyerapan
PENATALAKSANAAN

• Edukasi pola makan, hal pemicu, menghindari faktor risiko


• Terapi obat
– PPI : Omeprazole 2x20mg, Lansoprazole 2x30mg
– H2 Bloker : Ranitidin 2x150 mg, Famotidin 2x20 mg, Simetidin 2x400-800 mg
– Antasida : 3x500-1000 mg.
DEFINISI PPOK

• stadium penyakit ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel
• terdiri dari emfisema, bronchitis kronis dan penyakit pada saluran pernapasan kecil
• Emfisema  kelainan anatomi ditandai dengan destruksi dan pelebaran alveoli paru-paru
• Bronkhitis kronik  ditandai dengan batuk kronik
FAKTOR RISIKO

Hiperresponsivitas Infeksi Saluran


Merokok Paparan Pekerjaan
Saluran Pernafasan Pernafasan

Polusi Perokok pasif Genetik


PATOGENESIS

• Inflamasi kronik meliputi saluran nafas, parenkim paru, dan


pembuluh darah.
• Sel-sel inflamasi mengeluarkan mediator-mediator yang
menyebabkan kerusakan struktur paru yang menetap.
• Bersihan mukosilier terganggu mengakibatkan kolonisasi bakteri
secara kronik pada saluran nafas bawah.
• Kondisi tersebut menyebabkan inflamasi yang tidak henti-hentinya
menyokong progresivitas penyakit.
PATOGENESIS
• Peningkatan produksi dan aktivitas proteinase
atau penurunan produksi dan aktivitas
antiproteinase Ketidakseimbangan 
memacu proses inflamasi.
• Protein 1 antitripsin serum menghambat
aktivitas protein serin seperti neutrofil
elastase. Elastin merupakan target utama dari
neutrofil elastase.
• Fragmen elastin memacu terjadinya proses
inflamasi dengan cara mengaktivasi agen
kemotaktik seperti makrofag dan netrofil.
PATOGENESIS
• Proses tersebut berakibat terjadinya destruksi
dinding alveoli. Sehingga defisiensi atau
disfungsi protein 1 antitripsin meningkatkan
risiko terjadinya emfisema.
• Ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan
berakibat terjadinya stress oksidatif.
• Stress oksidatif berakibat timbulnya disfungsi
dan kematian sel, memacu terjadinya
ketidakseimbangan proteinase dan
antiproteinase, serta memacu terjadinya
proses inflamasi.
PATOFISIOLOGI

• Hipersekresi mucus dan gangguan silia


– Terjadi akibat perangsangan ujung saraf sensorik pada saluran nafas yang menimbulkan refleks local
serta kolinergik
– ↑ mucus dan enzim
– Hiperplasi kelenjar submukosa dan proliferasi sel goblet  sel epitel bersilia mengalami metaplasia
 gangguan pada mekanisme pembersihan mukosilier
– Baru tampak setelah beberapa tahun
PATOFISIOLOGI

• Keterbatasan aliran udara dan hiperinflasi paru


– Merupakan reaksi yang irreversibel, dengan sedikit komponen yang reversibel
– Komponen irreversibel
• fibrosis dan penyempitan saluran nafas
• hilangnya elastisitas saluran nafas karena destruksi alveolar
• akumulasi sel-sel radang mucus dan eksudat plasma di bronkus
• kontraksi otot polos pada saluran nafas sentral dan perifer
• hiperinflasi dinamik saat aktifitas
PATOFISIOLOGI

• Keterbatasan aliran udara dan hiperinflasi paru


– Awalnya hambatan ini berlangsung saat melakukan aktivitas berat  saat
beristirahat
– Disebabkan kecepatan pengosongan paru menjadi semakin lambat dan
jarak antara inspirasi dengan ekspirasi berkurang relaksasi saat
ekspirasi menjadi sangat berkurang
– Hal ini kemudian menyebabkan terjadi hiperinflasi paru yang dinamik
PATOFISIOLOGI

• Abnormalitas pertukaran gas


– Pada PPOK yang lanjut, obstruksi saluran nafas perifer, destruksi parenkim dan kelainan
vaskularisasi paru menyebabkan penurunan kapasitas paru untuk pertukaran gas, sehingga terjadi
hipoksemia kemudian hiperkapnia
– Mekanisme hipoksemia didasarkan pada ketidakseimbangan antara ventilasi dengan perfusi
MANIFESTASI KLINIS

• 3 gejala PPOK:
– batuk
– Dahak
– sesak nafas saat beraktivitas
• Batuk awalnya intermiten, namun kemudian berlangsung setiap hari, sering sepanjang hari
MANIFESTASI KLINIS

• Sesak nafas biasanya merupakan alasan utama penderita berobat


• Sesak nafas  perasaan sulit bernafas, rasa berat, lapar udara, dan tersengal-sengal
• Khas  menetap dan progresif
• Mengi dan nafas berat tidak spesifik
MANIFESTASI KLINIS
GOLD Criteria for COPD Severity

Derajat Klinis Faal Paru

Derajat 0 Gejala Klinis


Normal
Berisiko (batuk, produksi sputum)

Derajat 1 Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk, produksi FEV/FVC <70%
PPOK Ringan sputum) FEV1≥ 80% prediksi

Derajat II Dgn atau tanpa gejala klinis (batuk, produksi sputum) FEV/FVC <70%
PPOK Sedang gejala bertambah sehingga menjadi sesak 50% < FEV1 < 80% prediksi

Derajat III Dgn atau tanpa gejala klinis (batuk, produksi FEV/FVC <70%
PPOK Berat sputum)gejala bertambah sehingga jadi sesak 30% < FEV1 < 50% prediksi

Derajat IV Gejala diatas di tambah tanda gagal nafas atau gagal FEV/FVC <70%
PPOK Sangat Berat jantung kanan FEV1 < 30% prediksi
PEMERIKSAAN FISIK

• Bau rokok atau nicotine staining pada jarinya


• Sianosis, berkurang pekak jantung, pelebaran sudut epigastrik, edema tungkai
• Pasien dengan derajat lebih berat  prolong dan wheezing saat ekspirasi
• Barrel chest dan pembesaran volume paru
PEMERIKSAAN FISIK

• Thoraks
– tanda hambatan aliran nafas
– wheezing
– perlambatan waktu ekspirasi
• Tanda emfisema
– distensi paru
– diafragma rendah
• Tanda penyakit yang sudah berat
– pursed lips breathing
– penggunaan otot pernafasan tambahan
PEMERIKSAAN FISIK

• Pemeriksaan fisik lain:


– Posisi abnormal untuk mengurangi sesak pada saat istirahat
– Clubbing fingers
– Edema (mungkin terjadi bila telah terdapat gagal jantung kanan)
PEMERIKSAAN FISIK

• Pengukuran pembatasan aliran nafas


– Spirometri  gold standar
– Spirometri mengukur FVC, FEV1 dan rasio FEV1/FVC
– Pada PPOK FVC maupun FEV1 akan menurun
– Nilai FEV1 post bronkodilator <80% dari nilai prediksi disertai dengan FEV1/FVC <70%
mengkonfirmasi adanya pembatasan aliran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel
PEMERIKSAAN TAMBAHAN

• Tes reversibel bronkodilator


• Tes reversibilitas glukokortikoid
• Foto Thoraks
• Pemeriksaan analisis gas darah
• Skrining defisiensi -1 antitripsin
DIAGNOSIS BANDING

• PPOK
• Asma
• Gagal Jantung Kongestif
• Bronkektasis
• Tuberkulosis
PENATALAKSANAAN

1. Penilaian dan pemantauan penyakit


• spirometri

2. Reduksi faktor risiko


• Penghentian merokok
• Mengontrol paparan polutan
• Edukasi
PENATALAKSANAAN

3. Tatalaksana PPOK dalam keadaan stabil


• Derajat I:
– Bronkodilator kerja singkat (SABA, anti kolinergik kerja singkat) bila perlu
– Terapi pemeliharaan anti kolinergik kerja lama
• Derajat II:
– Pengobatan regular dengan bronkodilator (antikolinergik kerja lama sebagai pemeliharaan, LABA, Simptomatik)
– Rehabilitasi
PENATALAKSANAAN

3. Tatalaksana PPOK dalam keadaan stabil


• Derajat III:
– Pengobatan reguler dengan 1/lebih bronkodilator (antikolinergik kerja lama sbg terapi pemeliharaan, LABA,
pengobatan komplikasi, kortikosteroid inhalasi bila memberikan respon klinis atau eksaserbasi
berulang)
– Rehabilitasi
PENATALAKSANAAN

3. Tatalaksana PPOK dalam keadaan stabil


• Derajat IV:
– Pengobatan reguler dgn 1/lebih bronkodilator (antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan, LABA,
pengobatan komplikasi, Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respon klinis atau eksaserbasi berulang)
– Rehabilitasi
– Terapi O2 jangka panjang bilal gagal nafas
– Pertimbangan terapi pembedahan
PENATALAKSANAAN

4. Tatalaksana eksaserbasi PPOK


• Gejala :
– Batuk makin sering dan hebat
– Sputum bertambah banyak dan atau berubah warna
– Sesak nafas bertambah
– Keterbatasan aktivitas bertambah
– Terdapat tanda gagal nafas akut pada gagal nafas kronik
– Kesadaran menurun
PENATALAKSANAAN

4. Tatalaksana eksaserbasi PPOK


• Prinsip Penatalaksanaan eksaserbasi PPOK:
1. Optimalisasi penggunaan obat :
- Bronkodilator ; agonis β2 kerja singkat dengan antikolinergik inhalasi (nebu),
Xantin IV (bolus & drip)
- Kortikosteroid sistemik
- AB
- Mukolitik
- Ekspektoran
PENATALAKSANAAN

4. Tatalaksana eksaserbasi PPOK


• Prinsip Penatalaksanaan eksaserbasi PPOK:
2. Terapi oksigen
3. Nutrisi
4. Rehabilitasi fisik dan respirasi
5. Evaluasi progresivitas penyakit
6. Edukasi

Anda mungkin juga menyukai