DUE TO PERFORATED
APPENDICITIS
Pembimbing: dr. Budi Irwan, Sp.B-KBD
PENDAHULUAN
■ Apendisitis didefinisikan sebagai inflamasi dari lapisan dalam apendiks vermiformis
yang menyebar ke bagian lainnya. Penyakit ini merupakan kegawat daruratan bedah
yang sering dijumpai, namun gejalanya sering tumpang tindih dengan penyakit lain,
karenanya sering terjadi keterlambatan penegakan diagnosis.
■ Apendisitis dapat diderita oleh semua golongan usia, walaupun insidensi
terbanyaknya ada pada kelompok usia antara 10-20 tahun. Penyakit ini jarang
ditemukan pada anak dengan usia di bawah 2 tahun karena apendiksnya
berbentuk kerucut dengan lumen yang lebih besar.
■ Apendisitis dapat terjadi karena beberapa penyebab, seperti infeksi langsung pada
apendiks, namun faktor terpenting dari kondisi ini adalah obstruksi dari lumen
apendiseal. Apabila dibiarkan tanpa pengobatan, apendisitis dapat mengakibatkan
komplikasi- komplikasi yang berat, termasuk perforasi atau sepsis, dan bahkan
dapat menyebabkan kematian.
■ Perforasi peritonitis merupakan kondisi yang berbahaya dan berhubungan dengan
risiko tinggi untuk morbiditas dan mortalitas. Mayoritas pasien datang terlambat,
dengan peritonitis purulenta dan septikemia. Deteksi awal dan pengobatan dini
memiliki peran dalam menurunkan mortalitas. Oleh karena hal tersebut, kita
sebaiknya mampu mendeteksi awal penyakit ini dan menentukan terapi yang tepat.
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi dan Fisiologi Apendiks
■ Apendiks merupakan organ
berbentuk tabung, panjangnya kira-
kira 10cm (kisaran 3- 15cm), dan
berpangkal di sekum. Lumen
apendiks pada orang dewasa,
sempit di bagian proksimal dan
melebar di bagian distal,
sedangkan pada bayi, lebar pada
pangkalnya dan menyempit ke arah
ujungnya. Keadaan ini mungkin
menjadi sebab rendahnya insiden
apendisitis pada bayi.
Anatomi dan Fisiologi Peritoneum
■ Peritoneum ialah membran serosa
rangkap yang terbesar di dalam tubuh.
Peritoneum terdiri atas dua bagian utama
yaitu peritoneum parietal, yang melapisi
dinding rongga abdominal dan peritoneum
viseral yang menyelaputi semua organ
yang berada di dalam rongga itu. Ruang
yang biasa terdapat di antara dua lapis ini
disebut rongga peritoneum atau kavum
peritoneum. Normalnya terdapat 50 mL
cairan bebas dalam rongga peritoneum,
yang memelihara permukaan peritoneum
tetap licin. Pada laki-laki peritoneum
berupa kantong tertutup sedangkan pada
perempuan saluran telur (tuba Fallopi)
membuka masuk ke dalam rongga.
Fungsi peritonium : Lapisan peritonium dibagi menjadi 3,
yaitu:
■ Menutupi sebagian dari organ
abdomen dan pelvis ■ Lapisan yang menutupi dinding
usus, disebut lamina visceralis
■ Membentuk pembatas yang halus
(tunika serosa).
sehingga organ yang ada dalam
rongga peritoneum tidak saling ■ Lapisan yang melapisi dinding
bergesekan dalam abdomen disebut lamina
parietalis.
■ Menjaga kedudukan dan
mempertahankan hubungan organ ■ Lapisan yang menghubungkan
terhadap dinding posterior lamina visceralis dan lamina
abdomen parietalis
■ Tempat kelenjar limfe dan
pembuluh darah yang membantu
melindungi terhadap infeksi
APENDISITIS
■ Definisi
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut paling sering.
■ Etiologi
Disebabkan oleh obstruksi lumen apendiks langsung seperti fecalith, hiperplasia
limfoid sekunder akibat penyakit radang usus (IBD) atau infeksi (lebih umum selama
masa kanak-kanak dan pada dewasa muda), parasit (terutama di negara-negara
Timur), atau, lebih jarang, corpus alineum dan neoplasma. Hiperplasia limfoid dikaitkan
dengan berbagai gangguan inflamasi dan infeksi termasuk penyakit Crohn,
gastroenteritis, amebiasis, infeksi pernapasan, campak, dan mononukleosis.
■ Patofisiologi ■ Awalnya, pasien akan merasa gejala
gastrointestinal ringan seperti
Apendisitis terjadi dari proses inflamasi ringan
berkurangnya nafsu makan, perubahan
hingga perforasi, khas dalam 24-36 jam
kebiasaan BAB yang minimal, dan
setelah munculnya gejala, kemudian diikuti
kesalahan pencernaan. Anoreksia
dengan pembentukkan abscess setelah 2-3
berperan penting pada diagnosis
hari. Appendisitis dapat terjadi karena
appendisitis, khususnya pada anak-anak.
berbagai macam penyebab, antara lain
Distensi appendiks menyebabkan
obstruksi oleh fecalith, gallstone, tumor, atau
perangsangan serabut saraf visceral dan
bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis),
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah
akan tetapi paling sering disebabkan
periumbilikal. Nyeri awal ini bersifat nyeri
obstruksi oleh fecalith dan kemudian diikuti
dalam, tumpul, berlokasi di dermatom Th
oleh proses peradangan.
10.
DIAGNOSIS
■ Anamnesis ■ Pemeriksaan Fisik
Diawali nyeri di periumbilikus dan muntah Pada apendisitis akut sering ditemukan
karena rangsangan peritoneum visceral. adanya abdominal swelling, sehingga pada
Dalam waktu 2-12 jam seiring dengan iritasi pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan
peritoneal, nyeri perut akan berpindah ke distensi perut. Dijumpai bising usus
kuadran kanan bawah yang menetap dan menurun/menghilang, nyeri tekan dan nyeri
diperberat dengan batuk atau berjalan. Nyeri lepas (Blumberg’s sign, nyeri lepas
akan semakin progresif dan dengan kontralateral, tekan di LLQ kemudian lepas
pemeriksaan akan menunjukkan satu titik dan nyeri di RLQ) fokal pada daerah apendiks
nyeri dengan maksimal. Gejala lain yang yang disebut titik Mcburney (sepertiga distal
mungkin dijumpai anoreksia, malaise, demam garis antara umbilicus dan spina iliaka
tak terlalu tinggi, konstipasi, diare, mual, dan anterior superior (SIAS) kanan). Iritasi
muntah. peritoneum ditandai adanya defans muscular,
perkusi, atau nyeri lepas.
Tanda khas diagnostik pada apendisitis
akut adalah:
■ Rovsing’s sign
■ Psoas sign
■ Obturator sign
■ Dunphy sign: nyeri ketika batuk
■ Wahl’s sign
■ Baldwin test
■ Defence musculare
■ Semua penderita dengan suspek
Appendicitis acuta dibuat skor
Alvarado dan diklasifikasikan
menjadi 2 kelompok
■ Algoritma Pendekatan
Tatalaksana Preoperatif pada
Suspek Apendisitis
Pemeriksaan penunjang
■ Pemeriksaan laboratorium
■ USG
Diagnosa Banding
■ Gastroenteritis
■ Limfadenitis Mesenterika
■ Demam dengue
■ Infeksi Panggul dan salpingitis akut kanan
■ Gangguan alat reproduksi wanita
■ Kehamilan ektopik
■ Divertikulosis Meckel
■ Ulkus peptikum perforasi
■ Batu ureter
Tata Laksana
■ Penanggulangan Konservatif
■ Operatif
Komplikasi
■ Peritonitis
Peritonitis didefinisikan sebagai suatu inflamasi pada membrane serosa yang
membatasi rongga abdomen dan organ-organ didalamnya. Peritoneum, yang
merupakan lingkungan steril, berreaksi terhadap berbagai stimulus patologis dengan
respon yang sama. Proses inflamasi dapat bersifat lokal (membentuk abses) ataupun
luas.
Klasifikasi
■ Peritonitis bacterial
– Peritonitis primer atau yang dikenal juga dengan spontaneous bacterial
peritonitis
– Peritonitis sekunder
– Peritonitis tersier
■ Peritonitis kimia (steril)
■ Patofisiologi Peritonitis
Reaksi awal peritoneum akibat inflamasi maupun infeksi bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrosa. Abses akan terbentuk dianntara perlekatan fibrinosa, yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan
biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita
fibrosa, yang kelak dapat menyebabkan obstruksi usus.
■ Peritonitis akibat perforasi organ berongga ( peritonitis sekunder ataupun supuratif
peritonitis) merupakan hasil dari tumpahan langsung dari kandungan luminal ke
dalam peritoneum ( sperti perporasi ulkus peptikum, deivertikulitis, apendisitis,
perforasi iatrogenic). Dengan adanya tumpahan konten tersebut, bakteri gram
negative dan bakteri anaerob, termasuk flora normal usus yaitu E.coli dan Klebsiella
pneumonia, akan masuk ke kavitas peritoneal. Endotoksin yang dihasilkan oleh
bakteri gram negative akan menyebabkan pelepasan sitokin yang menginduksi
kaskade selular maupun humoral, menyebabkan kerusakan selular, shick sepsis
dan Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS).
Manifestasi Klinis:
■ Nyeri abdomen akut dan nyeri tekan
■ Badan lemas
■ Peristaltik dan suara usus menghilang
■ Hipotensi
■ Takikardia
■ Oligouria
■ Nafas dangkal
■ Leukositosis
■ Terdapat dehidrasi.
Diagnosa ■ Pemeriksaan Fisik
■ Anamnesa ■ Pemeriksaan Laboratorium
– Demam dan menggigil ■ Pemeriksaan Radiologi
(dialami ≥80% pasien)
– Nyeri perut atau rasa tidak
nyaman pada perut (dialami
70% pasien)
– Diare
– Asites yang tidak membaik
dengan pemberian diuretik
– Ileus
Tatalaksana Peritonitis Komplikasi
Prinsip umum terapi adalah: ■ Syok septik
■ Pemberian Cairan Intravena ■ abses intraabdomen
■ Dekompresi saluran cerna ■ adhesi
■ Pemberian antibiotika yang sesuai
■ Pemberian analgetik
■ Operasi
Prognosis
Pembagian prognosis dapat dibagi menjadi tiga, tergantung lamanya peritonitis:
(1) kurang dari 24 jam: prognosisnya > 90 %;
(2) (2) 24 – 48 jam: prognosisnya 60 %;
(3) (3) lebih dari 48 jam: prognosisnya 20 %.
STATUS ORANG
SAKIT
Identitas Pasienn
■ Nama : Tn.Y
■ No RM : 76.01.86
■ Jenis Kelamin : Laki - Laki
■ Tanggal Lahir : 23 September 1983
■ Usia : 35 tahun
■ Alamat : Pekan Labuhan
■ Agama : Islam
■ Pekerjaan : Wiraswasta
■ Tanggal masuk : 25 Agustus 2018
Anamnesis
■ Keluhan Utama : Tidak bisa BAB
■ Telaah :
Hal ini dialami OS selama 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Hal ini disertai rasa perut
kembung. Pasien masih dapat buang angin. Muntah-muntah juga dialami pasien.
Dengan isi muntah apa yang dimakan sebelumnya. Riwayat muntah hijau dijumpai.
Riwata demam tidak dijumpai. Riwayat diare sebelumnya tidak dijumpai.
■ Riwayat Penyakit Terdahulu : -
■ Riwayat Penggunaan Obat : -
■ Riwayat Operasi : -
■ Riwayat Keluarga :-
Pemeriksaan Fisik Status Generalisata
Status Presens Kepala : Dalam batas normal
■ Sensorium : Compos Mentis ■ Mata : Sklera ikterik (-)
■ Tekanan Darah : 120/70 mmHg ■ Telinga : Dalam batas normal
■ Nadi : 82 x/menit ■ Hidung : Dalam batas normal
■ Frekuensi Nafas : 16 x/menit ■ Tenggorokan : Dalam batas normal
■ Temperatur : 36,7 oC ■ Mulut : Dalam batas normal
■ VAS :3 Leher : Dalam batas normal
Toraks
■ Inspeksi : Simetris Fusiformis
■ Auskultasi : Dalam batas normal
Abdomen Genitalia
■ Inspeksi : Distensi, tampak ■ Dalam batas normal
jejas (bekas kerokkan)
Ekstremitas
■ Palpasi : Nyeri tekan seluruh
■ Superior : Dalam batas normal
lapangan perut. Nyeri lebih terasa
di perut kanan bawah. ■ Inferior : Dalam batas normal
■ Perkusi : Hipertimpani
■ Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Diagnosa Kerja :
■ Diffuse peritonitis d/t Apendisitis Perforasi
Terapi
■ - IVFD RL 20gtt (2 line)
■ - Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
■ - Inj. Ranitidine 50mg/12 jam
■ -Inj.Cefazoline 1 gr (pre-op)
Hasil Laboratorium
Tanggal : 23 Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
Oktober 2018 Hematologi
Hemoglobin (HGB) 16,1 g/dL 13-18
Eritrosit (RBC) 5,67 juta/ μL 4,5 – 6,5
Leukosit (WBC) 6,660 / μL 4.000 – 11.000
Hematokrit 47% 39 – 54
Trombosit (PLT) 292.000/μL 150.000-450.000
KGD Sewaktu 177 mg/dL <200
Elektrolit
Natrium 128 mEq/L 135-155
Kalium 4,9 mEq/L 3,6-5,5
Klorida 95 mEq/L 96-106
Ginjal
BUN 35 mg/dL 15-40
Ureum 75 mg/dL 19-44
Creatinin 1,05 mg/dL 0,7-1,3
Hati
Albumin 3,2 mg/dL 3,5-5,0
Hasil Foto Thoraks (23/10/2018) ■ Abdomen 3 posisi: (23/10/2018)
■ Kesimpulan :
Kesimpulan : ■ Illeus
■ Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo
Foto Klinis Pasien
LAPORAN OPERASI ■ Intruksi pasca bedah :
■ Diagnosis pra bedah ■ Diet M1
Diffuse Peritonitis d/t susp. Appedisitis ■ IVFD RL 1 fl/24 jam
perforasi
■ Dextrose 5% 1fl/24 jam
■ Diagnosis pasca bedah
■ IVFD Kabiven 1fl/24jam
Appendisitis perforasi with diffuse peritonitis
■ Inj. Ceftriaxon 1gr/12 jam
■ Indikasi operasi
■ Inj. Ranitidine 50mg/12 jam
Terapeutik
■ Inj. Ketorolac 30mg/8 jam
■ Tindakan operasi
■ Inj. Metronidazole 500mg/8 jam
Eksplorasi laparotomy, yeyestomy
■ Inj. Gentamisin 80mg/12 jam